Top Banner
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep medik 1. Definisi Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus pada traktus intestinal (Sylvia A, Price, 2007). Ileus obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran normal isi usus sedangkan peristaltiknya normal (Reeves, 2001). Ileus obstruksi merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan baik secara mekanis atau fungsional (Tucker, 1998). Menurut kelompok illeus obstruksi adalah gangguan aliran yang bisa disebabkan oleh adanya mekanik dan non mekanik sehingga terjadi askumuli cairan dan gas di lumen usus. 1
28

BAB II SEMINAR ASKEP ILEUS

Jul 01, 2015

Download

Documents

Marsell Sfic
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II SEMINAR ASKEP ILEUS

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep medik

1. Definisi

Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus

pada traktus intestinal (Sylvia A, Price, 2007). Ileus obstruksi terjadi ketika

ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran normal isi usus

sedangkan peristaltiknya normal (Reeves, 2001). Ileus obstruksi merupakan

suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan

baik secara mekanis atau fungsional (Tucker, 1998).

Menurut kelompok illeus obstruksi adalah gangguan aliran yang bisa

disebabkan oleh adanya mekanik dan non mekanik sehingga terjadi askumuli

cairan dan gas di lumen usus.

2. Anatomi dan Fisiologi

Gambar Anatomi Usus Manusia. Sumber:http://www.google.co.id

Usus halus membentang dari pylorus hingga katup ileosekal. Panjang

usus halus sekitar 12 kaki atau 3,6 meter . usus ini mengisi bagian tengah dan

rongga abdomen. Ujung proksimalnya berdiameter sekitar 3,8 cm tetapi makin

kebawah garis tengahnya semakin berkurang sampai menjadi sekitar dua cm.

usus halus dibagi menjadi duodenum, jejunum dan ileum.

Panjang duedonum sekitar 25 cm mulai dari pylorus sampai jejunum.

Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh adanya ligamentum treitz

yaitu suatu pita muskulo fibrosa yang berperan sebagai Ligamentum

1

Page 2: BAB II SEMINAR ASKEP ILEUS

Suspensorium (penggantung). Sekitar 2/5 dari usus halus adalah jejunum,

Jejunum terletak diregio mid abdominalis sinistra dan ileum terletak di regio

mid abdominalis dextra sebelah bawah. Tiga perlima bagian akhir adalah

ileum. Masuknya kimus kedalam usus halus diatur oleh spingther pylorus,

sedangkan pengeluaran zat yang telah tercerna kedalam usus besar yang diatur

oleh katup ileus sekal. Katup illeus sekal juga mencegah terjadinya refluk dari

usus besar ke dalam usus halus. Apendik fermivormis yang berbentuk tabung

buntu berukuran sebesar jari kelingking terletak pada daerah illeus sekal yaitu

pada apeks sekum.

Dinding usus halus terdiri dari empat lapisan dasar yang paling luar

dibentuk oleh peritoneum. Peritoneum mempunyai lapisan visceral dan

parietal. Ruang yang terletak diantara lapisan-lapisan ini disebut sebagai

rongga peritoneum. Omentum memilik lipatan-lipatan yang diberi nama yaitu

mesenterium yang merupakan lipatan peritoneum lebar menyerupai kipas yang

menggantung jejenum dan ileum dari dinding posterior abdomen, dan

memungkinkan usus bergerak dengan leluasa. Omentum majus merupakan

lapisan ganda peritoneum yang menggantung dari kurva tura mayor lambung

dan berjalan turun kedepan visera abdomen. Omentum biasanya mengandung

banyak lemak dan kelenjar limfe yang membantu melindungi peritoneum

terhadap infeksi. Omentum minus merupakan lipatan peritoneum yang

terbentuk dari kurvatura lambung dan bagian atas duodenum menuju ke hati,

membentuk ligamentum suspensorium hepatogastrika dan ligamentum

hepatoduodenale .

Gambar struktur usus halus. Sumber: http://www.google.co.id.

Usus halus mempunyai dua lapisan lapisan luar terdiri dari serabut

serabut longitudinal yang lebih tipis dan lapisan dalam terdiri atas serabut

2

Page 3: BAB II SEMINAR ASKEP ILEUS

serabut sirkuler. Penataan yang demikian membantu gerakan peristaltic usus

halus. Lapisan submukosa terdiri atas jaringan ikat sedangkan lapisan mukosa

bagian dalam tebal serta banyak mengandung pembuluh darah dan kelenjar

yang berfungsi sebagai absorbsi. Lapisan mukosa dan sub mukosa membentuk

lipatan-lipatn sirkuler yang disebut sebgai valvula coniventes atau lipatan

kercking yang menonjol kedalam lumen sekitar tiga sampai sepuluh

millimeter. Villi merupakan tonjolan-tonjolan mukosa seperti jari-jari yang

jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta yang terdapat di sepanjang usus halus, dengan

panjang 0,5 sampai 1,5 mm. Mikrovilli merupakan tonjolan yang menyerupai

jari-jari dengan panjang sekitar 1 mm pada permukaan luar setiap villus.

Valvula coni ventes vili dan mikrovilli sama sama-menambah luas permukaan

absorbsi hingga 1,6 juta cm2.

Usus halus memepunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan

absorbsi bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan yaitu proses

pemecahan makanan menjadi bentuk yang dapat tercerna melalui kerja

berbagai enzim dalam saluran gastrointestinal. Proses pencernaan dimulai dari

mulut dan lambung oleh kerja ptyalin, HCL, Pepsin, mucus dan lipase

lambung terhadap makanan yang masuk. Proses ini berlanjut dalam duodenum

terutama oleh kerja enzim-enzim pancreas yang menghindrolisis karbohidrat,

lemak dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Mucus memberikan

perlindungan terhadap asam sekeresi empedu dari hati membantu proses

pemecahan dengan mengemulsikan lemak. Sehingga memberikan permukaan

yang lebih luas bagi kerja lipase pancreas.

Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaaan karbohidrat,

lemak dan protein melalui dinding usus kedalam sirkulasi darah dan limfe

untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu juga diabsorbsi air, elektrolit dan

vitamin. Walaupun banyak zat yang diabsorbsi disepanjang usus halus namun

terdapat tempat tempat absorbsi khusus bagi zat-zat gizi tertentu. Absorbsi gula,

asam amino dan lemak hampir selesai pada saat kimus mencapai pertengahan

jejunum. Besi dan kalsium sebagian besar diabsorbsi dalam duodenum dan

jejunum. Dan absorbsi kalium memerlukan vitamin D, larut dalam lemak

(A,D,E,K) diabsorsi dalam duodenum dengan bantuan garan-garam empedu.

Sebagian besar vitamin yang larut dalam air diabsorbsi dalam usus halus bagian

atas. Absorbsi vitamin B12 berlangsung dalam ileum terminalis melalui

3

Page 4: BAB II SEMINAR ASKEP ILEUS

mekanisme transport usus yang membutuhkan factor intrinsic lambung.

Sebagian asam empedu yang dikeluarkan kantung empedu kedalam duodenum

untuk membantu pencernaan lemak akan di reabsorbsi dalam ileum terminalis

dan masuk kembali ke hati. Siklus ini disebut sebagai sirkulasi entero hepatic

garam empedu, dan sangat penting untuk mempertahankan cadangan empedu.

3. Etiologi

4

Page 5: BAB II SEMINAR ASKEP ILEUS

a. Mekanis disebut juga

sebagai

1) Adhesi/perlengketan

pascabedah (90% dari

obstruksi mekanik)

2) Tumor

3) Hernia

4) Obstipasi (khusus untuk

usia dewasa)

5) Stricture chron’s desease

atau radiasi

6) Intussuseption

7) Volvus

8) Twisting intestinal

9) Penyakit vascular seperti

emboli arterosklerotik,

usus mesentrikal yang

sempit.

10)Usia > 65 tahun

b. Fungsional (non mekanik)

1) Psikologis

2) Neurogenik

3) Ketidakseimbangan

kimiawi

4) MCI, Fraktur Iga,

Pneumonia

4. JENIS-JENIS OBSTRUKSI

Terdapat 2 jenis obstruksi :

a. Obstruksi paralitik (ileus paralitik)

Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma

yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak

efektif, suplai darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang secara

spontan setelah 2 sampai 3 hari.

b. Obstruksi mekanik

Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan

ekstrinsik. Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik

simpleks (satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup (paling

sedikit 2 obstruksi). Karena lengkung tertutup tidak dapat didekompresi,

tekanan intralumen meningkat dengan cepat, mengakibatkan penekanan

pebuluh darah, iskemia dan infark (strangulasi) sehingga menimbulkan

obstruksi strangulate yang disebabkan obstruksi mekanik yang

berkepanjangan. Obstruksi ini mengganggu suplai darah, kematian

jaringan dan menyebabkan gangren dinding usus.

5

Page 6: BAB II SEMINAR ASKEP ILEUS

5. PATOFISIOLOGI

Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus

adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh

penyebab mekanik atau non mekanik. Perbedaan utama adalah pada obstruksi

paralitik peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi

mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya

hilang. Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap

hari. Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum mendekati kolon. Perubahan

patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah adanya lumen usus yang

tersumbat, ini menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi

akumulasi gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan). Akumulasi gas dan

cairan dapat terjadi di bagian proksimal atau distal usus. Apabila akumulasi

terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra

abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya peningkatan

permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal. Dengan

peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di usus

dan rongga peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi dan

volume darah. Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal mengakibatkan

kolapsnya usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi penekanan pada

vena mesenterika yang mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus

sehingga aliran darah ke usus menurun, terjadilah iskemi dan kemudian

nekrotik usus. Pada usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan

permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan toksin sehingga terjadi

perforasi. Dengan adanya perforais akan menyebabkan bakteri akan masuk ke

dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan peritonitis.

Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan

fungsi usus dan peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra

lumen secara progresif yang akan menyebabkan terjadinya retrograde

peristaltic sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak

ditangani dapat menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan cairan dan

elektrolit yang berlebih berdampak pada penurunanan curah jantung sehingga

darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh tubuh

sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan pada otak, sel dan ginjal.

Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob

6

Page 7: BAB II SEMINAR ASKEP ILEUS

yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolic.

Bila terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik dan

infark. Bila terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan

hydrogen di tubulus prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang sekresi

hidrogen di nefron bagian distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi

HCO3- dan penurunan kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini

akan menyebabkan terjadinya alkalosis metabolic.

6. Manifestasi Klinik

a. Mekanik sederhana – usus halus atas

Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah,

peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.

b. Mekanik sederhana – usus halus bawah

Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat, bising usus

meningkat, nyeri tekan abdomen.

c. Mekanik sederhana – kolon

Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir,

kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan

abdomen.

d. Obstruksi mekanik parsial

Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya

kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.

e. Strangulasi

Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus menerus dan

terlokalisir, distensi sedang, muntah persisten, biasanya bising usus

menurun dan nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi

berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar.

7

Page 8: BAB II SEMINAR ASKEP ILEUS

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus

b. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan

sigmoid yang tertutup.

c. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah,

peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan

peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.

d. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic.

8

Page 9: BAB II SEMINAR ASKEP ILEUS

8. Penatalaksanaan

Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan

elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan

dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan

obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal

a. Resusitasi

Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda

vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami

dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan

cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat

dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain

pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube

(NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi

pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen.

b. Farmakologis

Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai

profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual

muntah.

c. Operatif

Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk

mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian

disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi

selama laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk

dilakukan operasi: Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple

obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi

obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada

umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan bedah yang dilakukan pada

obstruksi ileus:

1) Koreksi sederhana (simple correction).

Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus

dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan

oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.

2) Tindakan operatif by-pass.

9

Page 10: BAB II SEMINAR ASKEP ILEUS

Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus yang

tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan

sebagainya.

3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat

obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.

4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis

ujung-ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus,

misalnya pada carcinoma colon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya.

Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan

operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena

keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula

dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan

anastomosis.

9. Komplikasi

a.Nekrosis usus, perforasi usus,

b. Sepsis,

c.Syok-dehidrasi,

d. Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi,

e.Pneumonia aspirasi dari proses muntah,

f. Gangguan elektrolit,

g. Kematian

B. RESUSITASI CAIRAN PADA ILEUS OBSTRUKSI

10

Body 100 %

Water60%(100)

Tissue40 %

Page 11: BAB II SEMINAR ASKEP ILEUS

Diagram 1. Distribusi Cairan Tubuh

Diambil dari Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma

State University - Center for Veterinary Health. 2006.

http://member.tripod.com/~lyser/ivfs.html1

Tubuh terdiri dari 60 % cairan dan 40 % jaringan. Cairan

dalam tubuh terdiri dari intraseluler 40 % dan ekstraseluler 20 %.

Cairan ekstraseluler dibagi menjadi 15 % cairan interstisial dan 5

% intravaskuler.

Pada kasus ileus obstruksi terjadi kehilangan cairan

intestinal karena terganggunya fungsi usus dalam hal absorbsi,

dengan demikian terjadinya kehilangan utama cairan dan

elektrolit yang sangat progresif. Kehilangan cairan dan elektrolit

(natrium dan kalium) dapat menyebabkan terjadinya syok, oleh

karena itu diperlukan resusitasi cairan dan elektrolit secara

adekuat.

Dalam kasus ileus obstruktif perumusan kebutuhan cairan

yang diperlukan menggunakan rumus Holiday- Segar Formula

yaitu:

Weight (kg) kcal/d atau mL/d kcal/ jam atau

11

Intestinal space15 %

Interceluller space40 % (100)

Extracelluler space

Intravascular space5 %

Page 12: BAB II SEMINAR ASKEP ILEUS

mL/jam

0 sampai 10 kg 100/kg per hari 4/kg per jam

11 sampai 20 kg 1000 + (50/kg per

hari)

40+(2/kg per hari)

>20 kg 1500 + (20/kg per

hari)

60+(1/kg per hari)

Jenis cairan yang digunakan untuk resusitasi antara lain cairan

kristaloid yaitu: Asering, Ringer Laktat, Normal Saline, dan

Dextrose 5 %. Sedangkan untuk mengatasi kehilangan elektrolit

dilakukan koreksi natrim dan kalium. Kadar natrium dalam tubuh

58,5mEq/kgBB dimana ± 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-

ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces

35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari =

100mEq (6-15 gram NaCl). Untuk menghitung Na serum dapat

digunakan rumus :

Na= Na1- Na0 x TBW

Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)

Na 1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diperlukan

Na 0 = Na serum yang aktual

TBW= Total Body Water = 0,6x BB (kg)

- Hipokalemia

Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan

ekstraseluler berperan penting di dalam terapi gangguan

keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh

sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan

yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan

protein didalam sel. Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter,

kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat

berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium

lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10

mEq/liter. Rumus untuk menghitung defisit kalium :

K= K1- K0 x 0,25 x BB

12

Page 13: BAB II SEMINAR ASKEP ILEUS

K = kalium yang dibutuhkan

K1=kalium yang dibutuhkan

K0=serum kalium yang terukur

BB=Berat Badan (kg)

C. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

- Riwayat pembedahan pada daerah abdomen

- Gaya hidup: diit rendah serat, olahraga

b. Pola nutrisi metabolic

- Demam

- Anoreksia

- Diaphoresis

- Pucat

- Leukositosis

- Distensi abdomen

- Mual, muntah

- Asidosis

- Diit rendah serat

c. Pola aktivitas dan latihan

- Demam

- Hipotensi

- Takikardi

- Tekanan darah menurun (hipotensi)

- Malaise

- Sesak nafas

- Mudah lelah

d. Pola Eliminasi

- Kegagalan mengeluarkan feses

13

Page 14: BAB II SEMINAR ASKEP ILEUS

- Tidak ada flatus pada awal peningkatan bising usus, penurunan

peristaltik usus

- Tidak ada flatus jika obstruksi total

- Tidak BAB atau BAB cair bila illeus partial

- Darah pada feses atau perubahan pola BAB (pada CA colon)

- Kaji total output waspada terhadap syok dan dehidrasi

- Kaji jumlah urine tanda- tanda retensi urine

e. Pola persepsi kognitif dan sensori

- Nyeri abdomen

f. Pola tidur dan istirahat

- Tidur dan istirahat terganggu akibat nyeri pada abdomen dan sering

muntah

2. Diagnosa Keperawatan

a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang

tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai

dengan adanya mual, muntah, demam dan diaforesis.

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen

c.Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas

usus.

d. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen

e. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

3. Perencanaan Keperawatan

a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake

yang tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang

ditandai dengan adanya mual, muntah, demam dan diaforesis.

HYD: Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi

Kriteria hasil:

-Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD: 110/70 -120/80

mmHg)

- Intake dan output cairan seimbang

-Turgor kulit elastic

-Mukosa lembab

14

Page 15: BAB II SEMINAR ASKEP ILEUS

-Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5 mmol/L,

Cl: 94-111 mmol/L).

Intervensi :

1. Kaji kebutuhan cairan pasien

R/:untuk mengetahui kebutuhan cairan pasien.

2. Observasi tanda-tanda vital: N, TD, P, S

R/:Perubahan yang drastis pada tanda-tanda vital merupakan indikasi

kekurangan cairan.

3. Observasi tingkat kesadaran dan tanda-tanda syok

R/:kekurangan cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi tingkat

kesadaran dan mengakibatkan syok.

4. Observasi bising usus pasien tiap 1-2 jam

R/: Menilai fungsi usus

5. Monitor intake dan output secara ketat

R/: untuk menilai keseimbangan cairan

6. Pantau hasil laboratorium serum elektrolit, hematokrit

R/: Untuk menilai keseimbangan cairan dan elektrolit

7. Beri penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang

dilakukan: pemasangan NGT dan puasa.

R/: Untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga serta

kerjasama antara perawat-pasien-keluarga.

8. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian terapi intravena

R/: Untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit pasien.

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen

Tujuan : pola nafas menjadi efektif

Kriteria hasil : pasien memiliki pola pernafasan: irama vesikuler, frekuensi: 18-

20x/menit

Intervensi :

1. Observasi TTV: P, TD, N

R/: Perubahan pada pola nafas akibat adanya distensi abdomen dapat

mempengaruhi peningkatan hasil TTV.

2. Kaji status pernafasan: pola, frekuensi, kedalaman

15

Page 16: BAB II SEMINAR ASKEP ILEUS

R/: Adanya distensi pada abdomen dapat menyebabkan perubahan pola

nafas.

3. Kaji bising usus pasien

R/: Berkurangnya/hilangnya BU menyebabkan terjadi distensi abdomen

sehingga mempengaruhi pola nafas.

4. Tinggikan kepala tempat tidur 40-60 derajat.

R/: Untuk mengurangi penekanan pada paru akibat distensi abdomen.

5. Observasi adanya tanda-tanda hipoksia jaringan perifer: cianosis

R/: Perubahan pola nafas akibat adanya distensi abdomen dapat

menyebabkan oksigenasi perifer terganggu yang dimanifestasikan

dengan adanya cianosis.

6. Monitor hasil AGD

R/: Untuk mendeteksi adanya asidosis respiratorik.

7. Berikan penjelasan kepada keluarga pasien tentang penyebab terjadinya

distensi abdomen yang dialami oleh pasien.

R/: Untuk meningkatkan pengetahuan dan kerjasama dengan keluarga pasien.

8. Laksanakan program medic pemberian terapi oksigen

R/: Untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi pasien.

c. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi

motilitas usus.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola eliminasi

kembali normal.

Kriteria hasil: Pola eliminasi BAB normal: 1x/hari, dengan konsistensi

lembek, BU normal: 5-35 x/menit, tidak ada distensi abdomen.

Rencana tindakan:

1. Kaji dan catat frekuensi, warna dan konsistensi feces

R/: Untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan yang terjadi pada eliminasi

fekal.

2. Auskultasi bising usus

R/: Untuk mengetahui normal atau tidaknya pergerakan usus.

3. Kaji adanya flatus

R/: Adanya flatus menunjukan perbaikan fungsi usus.

4. Kaji adanya distensi abdomen

16

Page 17: BAB II SEMINAR ASKEP ILEUS

R/: Gangguan motilitas usus dapat menyebabkan akumulasi gas di dalam

lumen usus sehingga terjadi distensi abdomen.

5. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga penyebab terjadinya

gangguan dalam BAB

R/: Untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga serta untuk

meningkatkan kerjasana antara perawat-pasien dan keluarga.

6. Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif)

R/: Untuk membantu dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi

d. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen

Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol

Kriteria hasil: pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan;

menyatakan nyeri pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan

relaks.

Intervensi:

1. Observasi TTV: N, TD, HR, P tiap shif

R/: Nyeri hebat yang dirasakan pasien akibat adanya distensi abdomen dapat

menyebabkan peningkatan hasih TTV.

2. Kaji keluhan nyeri, karakteristik dan skala nyeri yang dirasakan pesien

sehubungan dengan adanya distensi abdomen

R/: Untuk mengetahui kekuatan nyeri yang dirasakan pasien dan menentukan

tindakan selanjutnya guna mengatasi nyeri.

3. Berikan posisi yang nyaman: posisi semi fowler

R/: Posisi yang nyaman dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien

4. Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam saat merasa nyeri

R/: Relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri

5. Anjurkan pasien untuk menggunakan tehnik pendalihan saat merasa nyeri

hebat.

R/: Untuk mengurangi nyeri yang dirasakan pasien.

6. Kolaborasi dengan medic untuk terapi analgetik

R/: Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri

e. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

17

Page 18: BAB II SEMINAR ASKEP ILEUS

Tujuan: Kecemasan teratasi

Kriteria hasil : pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini

dan mendemonstrasikan keterampilan koping positif.

Intervensi :

1. Observasi adanya peningkatan kecemasan: wajah tegang, gelisah

R/: Rasa cemas yang dirasakan pasien dapat terlihat dalam ekspresi wajah

dan tingkah laku.

2. Kaji adanya rasa cemas yang dirasakan pasien

R/: Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien.

3. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang akan

dilakukan sehubungan dengan keadaan penyakit pasien

R/: Dengan mengetahui tindakan yang akan dilakukan akan mengurangi

tingkat kecemasan pasien dan meningkatkan kerjasama

4. Berikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa takut atau

kecemasan yang dirasakan

R/: Dengan mengungkapkan kecemasan akan mengurangi rasa takut/cemas

pasien

5. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres.

R/: Lingkungan yang tenang dan nyaman dapat mengurangi stress pasien

berhadapan dengan penyakitnya

6. Dorong dukungan keluarga dan orang terdekat untuk memberikan support

kepada pasien

R/: Support system dapat mengurani rasa cemas dan menguatkan pasien

dalam memerima keadaan sakitnya.

18

Page 19: BAB II SEMINAR ASKEP ILEUS

DAFTAR PUSTAKA

Alief. M, dkk, (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI.

Brunner & Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Alih bahasa

Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.

Black & Hawk, (2005). Medical Surgical Nursing Clinical Managemen for

Positive Outcomes. Fifth Edition, Vol 1. St. Louis Missouri: Mosby.

Donna Ignatavician, (2006). Medical Surgical Nursing. Volume 2. St. Louis

Missouri: Elsevier Sounders

Lewis Heitkemper Diksen, (2007). Medical Surgical Nursing. Volume 2. St. Louis

Missouri: Mosby Elsevier.

Price &Wilson, (2007). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi

6, Volume1. Jakarta: EGC.

http://www.google.co.id.

http://member.tripod.com/~lyser/ivfs.html1

19

Page 20: BAB II SEMINAR ASKEP ILEUS

20