Top Banner
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kelembagaan Negara 1.1.1 Teori Tentang Lembaga Negara Istilah organ negara atau lembaga negara dapat dibedakan dari perkataan organ atau lembaga swasta, lembaga masyarakat, atau yang biasa disebut Ornop atau Organisasi Nonpemerintahan yang dalam bahasa Inggris disebut Non-Government Organization atau Non-Governmental Organization (NGO’s). Lembaga Negara itu dapat berada dalam ranah legislatif, eksekutif, yudikatif, ataupun yang bersifat campuran. 1 Konsepsi tentang lembaga negara ini dalam bahasa Belanda biasa disebut staatsorgaan. Dalam bahasa Indonesia hal itu identik dengan lembaga negara, badan negara, atau disebut dengan organ negara. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia , kata “lembaga” diartikan sebagai : (i) asal mula atau bakal (yang akan menjadi sesuatu); (ii) bentuk asli (rupa, wujud); (iii) acuan, ikatan; (iv) badan atau organisasi yang bertujuan melakukan penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha; dan (v) pola perilaku yang mapan yang terdiri atas interaksi sosial yang berstruktur. 2 1 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 27. 2 Jimly Asshiddiqie, Menjaga Denyut Nadi Konstitusi: Refleksi Satu Tahun Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: Konstitusi Press, 2004), (Editor Refly Harun, dkk), hlm. 60-61.
28

BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

Mar 02, 2018

Download

Documents

vukhanh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Kelembagaan Negara

1.1.1 Teori Tentang Lembaga Negara

Istilah organ negara atau lembaga negara dapat dibedakan dari perkataan organ atau lembaga

swasta, lembaga masyarakat, atau yang biasa disebut Ornop atau Organisasi Nonpemerintahan

yang dalam bahasa Inggris disebut Non-Government Organization atau Non-Governmental

Organization (NGO’s). Lembaga Negara itu dapat berada dalam ranah legislatif, eksekutif,

yudikatif, ataupun yang bersifat campuran.1

Konsepsi tentang lembaga negara ini dalam bahasa Belanda biasa disebut staatsorgaan. Dalam

bahasa Indonesia hal itu identik dengan lembaga negara, badan negara, atau disebut dengan

organ negara. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia , kata “lembaga” diartikan sebagai : (i) asal

mula atau bakal (yang akan menjadi sesuatu); (ii) bentuk asli (rupa, wujud); (iii) acuan, ikatan;

(iv) badan atau organisasi yang bertujuan melakukan penyelidikan keilmuan atau melakukan

suatu usaha; dan (v) pola perilaku yang mapan yang terdiri atas interaksi sosial yang berstruktur.2

1Jimly Asshiddiqie, Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta: Sinar Grafika,2010), hlm. 27.

2Jimly Asshiddiqie, Menjaga Denyut Nadi Konstitusi: Refleksi Satu Tahun Mahkamah Konstitusi, (Jakarta:Konstitusi Press, 2004), (Editor Refly Harun, dkk), hlm. 60-61.

Page 2: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

Dalam kamus Hukum Belanda-Indonesia3, kata staatsorgaan itu diterjemahkan sebagai alat

perlengkapan negara. Dalam Kamus hukum Fockema Andreae yang diterjemahkan oleh Saleh

Adiwinata dkk, kata organ juga diartikan sebagai perlengkapan. Menurut Natabaya,4 penyusunan

UUD 1945 sebelum perubahan, cenderung konsisten menggunakan istilah badan negara, bukan

lembaga negara atau organ negara. Sedangkan UUD Tahun 1945 setelah perubahan keempat

(tahun 2002), melanjutkan kebiasaan MPR sebelum masa reformasi dengan tidak konsisten

menggunakan peristilahan lembaga negara, organ negara, dan badan negara.

Bentuk-bentuk lembaga negara dan pemerintahan baik pada tingkat pusat maupun daerah, pada

perkembangan dewasa ini berkembang sangat pesat, sehingga doktrin trias politica yang biasa

dinisbatkan dengan tokoh Montesquieu yang mengandaikan bahwa tiga fungsi kekuasaan negara

selalu harus tercermin di dalam tiga jenis lembaga negara, sering terlihat tidak relevan lagi untuk

dijadikan rujukan.

Sebelum Montesquieu di Perancis pada abad XVI, yang pada umumnya diketahui sebagai

fungsi-fungsi kekuasaan negara itu ada lima. Kelimanya adalah (i) fungsi diplomacie; (ii) fungsi

defencie; (iii) fungsi nancie; (iv) fungsi justicie; dan (v) fungsi policie. Oleh John Locke

dikemudian hari, konsepsi mengenai kekuasaan negara itu dibagi menjadi empat, yaitu (i) fungsi

legislatif; (ii) eksekutif; (iii) fungsi federatif. Bagi John Locke, fungsi peradilan tercakup dalam

fungsi eksekutif atau pemerintahan. Akan tetapi, oleh Montesquieu itu dipisahkan sendiri,

sedangkan fungsi federatif dianggapnya sebagai bagian dari fungsi eksekutif. Karena itu, dalam

3 Marjanne Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia cet-2, (Jakarta: Djambatan, 2002), hlm. 390.4 Jimly Asshidiqie, Perkembangan ..., hlm. 28.

Page 3: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

trias politica Montesquieu, ketiga fungsi kekuasaan negara itu terdiri atas (i) fungsi legislatif; (ii)

fungsi eksekutif; dan (iii) fungsi yudisial.5

Menurut Montesquieu, disetiap negara selalu terdapat tiga cabang kekuasaan yang

diorganisasikan ke dalam struktur pemerintahan yaitu kekuasaan legislatif, dan kekuasaan

eksekutif yang berhubungan dengan pembentukan hukum atau undang-undang negara dan

cabang kekuasaan eksekutif yang berhubungan dengan penerapan hukum sipil.6

Karena warisan lama, harus diakui bahwa di tengah masyarakat kita masih berkembang

pemahaman yang luas bahwa pengertian lembaga negara dikaitkan dengan cabang-cabang

kekuasaan tradisional legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Lembaga negara dikaitkan dengan

pengertian lembaga yang berada di ranah kekuasaan legislatif, yang berada di ranah kekuasaan

eksekutif disebut lembaga pemerintah, dan yang berada di ranah judikatif disebut sebagai

lembaga pengadilan.7

Konsepsi trias politica yang diidealkan oleh Montesquieu ini jelas tidak relevan lagi dewasa ini,

mengingat tidak mungkin lagi mempertahankan bahwa ketiga organisasi tersebut hanya

berurusan secaara eksklusif dengan salah satu dari ketiga fungsi kekuasaan tersebut. Kenyataan

dewasa ini menunjukan bahwa hubungan antar cabang kekuasaan itu tidak mungkin tidak saling

bersentuhan dan bahkan ketiganya bersifat sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain

sesuai dengan prinsip check and balances.8

5 Ibid,, hlm. 29.6 Ibid.7 Ibid, hlm. 378 Ibid.

Page 4: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

Lembaga negara yang terkadang juga disebut dengan istilah lembaga pemerintahan, lembaga

pemerintahan nondepartemen, atau lembaga negara saja, ada yang dibentuk berdasarkan atau

karena diberi kekuasaan oleh Undang-Undang Dasar, ada pula yang dibentuk dan mendapatkan

kekuasaannya dari Undang-Undang, dan bahkan ada pula yang hanya dibentuk berdasarkan

Keputusan Presiden.9

Menurut Jilmy Asshidiqie,10 selain lembaga-lembaga negara yang secara eksplisit disebut dalam

UUD 1945, ada pula lembaga-lembaga negara yang memliki constitutional importance yang

sama dengan lembaga negara yang disebutkan dalam UUD 1945, meskipun keberadaannya

hanya diatur dengan atau dalam Undang-Undang. Baik yang diatur dalam UUD maupun yang

hanya diatur dengan atau dalam Undang-Undang asalkan sama-sama memiliki constitusional

importance dapat dikategorikan sebagai lembaga negara yang memiliki derajat konstitusional

yang serupa, tetapi tidak dapat disebut sebagai lembaga tinggi negara.11 Hierarki atau ranking

kedudukannya tentu saja tergantung pada derajat pengaturannya menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku.12

Lembaga negara yang diatur dan dibentuk oleh Undang-Undang Dasar merupakan organ

konstitusi, sedangkan yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang merupakan organ Undang-

Undang, sementara yang hanya dibentuk karena keputusan Presiden tentunya lebih rendah lagi

tingkatan dan derajat perlakuan hukum terhadap pejabat yang duduk di dalamnya. Demikian pula

jika lembaga yang dimaksud dibentuk dan diberi kekuasaan berdasarkan Peraturan Daerah, tentu

lebih rendah lagi tingkatannya. Kedudukan lembaga yang berbeda-beda tingkatannya inilah yang

9 Ibid.10 Ibid., hlm. 82.11 Ibid., hlm. 55.12 Ibid., hlm. 37.

Page 5: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

ikut mempengaruhi kedudukan peraturan yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga

tersebut.13

Termasuk dalam hal ini lahirnya lembaga negara baru oleh Undang-Undang Dasar yaitu

Mahkamah Konstitusi (Mahkamah Konstitusi). Keberadaan Mahkamah Konstitusi yang juga

merupakan lembaga tinggi negara yang memiliki peran tersendiri selain sebagai pengawal

Undang-Undang Dasar, juga berperan sebagai The Sole Interpreter of the Constitution, dan

dalam rangka kewenangannya untuk memutus perselisihan hasil pemilu, Mahkamah Konstitusi

juga dapat disebut sebagai pengawal proses demokratisasi. Mahkamah Konstitusi juga

merupakan pelindung hak asasi manusia (the protector of human rights).14

1.1.2 Lembaga-Lembaga Negara

Dalam setiap pembicaraan mengenai organisasi negara, ada dua unsur pokok yang saling

berkaitan, yaitu organ dan functie. Dalam UUD Tahun 1945, lembaga-lembaga yang dimaksud,

ada yang namanya disebut secara eksplisit dan ada pula hanya fungsinya yang disebutkan

eksplisit. Menurut Jimly Asshiddiqie,15 lembaga-lembaga tersebut dapat dibedakan dari dua segi,

yaitu segi fungsi dan segi hierarkinya. Untuk itu ada dua kriteria yang dapat dipakai, yaitu (i)

kriteria hierarki bentuk sumber normatif ysng menetukan kewenangannya, dan (ii) kualitas

fungsinya yang bersifat utama atau penunjang dalam sistem kekuasaan negara.

13 Ibid.14 Ibid., hlm. 132.15 Ibid., hlm. 90.

Page 6: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

Sedangkan dari hierarki kelembagaannya Jimly Asshiddiqie mengaitkannya dengan teorinya

sendiri yaitu teori tentang norma sumber legitimasi.16 Berdasarkan teori tersebut, lembaga-

lembaga negara dapat dibedakan ke dalam 3 lapis lembaga negara, yaitu lembaga lapis pertama

yang disebut dengan “lembaga tinggi negara” yaitu lembaga-lembaga negara yang bersifat utama

(primer) yang pembentukannya mendapatkan kewenangan dari Undang-Undang Dasar; lembaga

lapis kedua yang disebut dengan “lembaga negara” ada yang mendapat kewenangannya secara

eksplisit dari Undang-Undang Dasar namun ada pula yang mendapat kewenangan dari Undang-

Undang; dan lembaga lapis ketiga yang disebut “lembaga daerah”.17

Selain lembaga-lembaga negara tersebut, ada pula beberapa lembaga negara lain yang dibentuk

berdasarkan amanat undang-undang atau peraturan yang lebih rendah, seperti peraturan

Pemerintah, Peraturan Presiden, atau Keputusan Presiden,18 seperti komisi-komisi independen.

Keberadaan badan atau komisi-komisi ini sudah ditentukan dalam undang-undang, akan tetapi

pembentukannya biasanya diserahkan sepenuhnya kepasa presiden atau kepada menteri atau

pejabat yang bertanggung jawab mengenai hal itu.19

Bahkan banyak pula badan-badan, dewan, atau komisi yang sama sekali belum diatur di dalam

undang-undang, tetapi dibentuk berdasarkan peraturan yang lebih rendah tingkatannya. Kadang,

lembaga-lembaga negara yang dimaksud dibentuk berdasarkan atas peraturan perundang-

undangan di bawah undang-undang atau bahkan hanya didasarkan atas beleid presiden

16 Ibid., hlm. 43.17 Ibid., hlm. 43-45.18 Ibid., hlm. 216.19 Ibid., hlm. 217.

Page 7: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

(Presidential Policy) saja. Lembaga-lembaga tersebut, misalnya Komisi Hukum Nasional (KHN)

yang dibentuk melalui Keppres No. 15 Tahun 2000 tentang Komisi Hukum Nasional.20

1.2 Mahkamah Konstitusi

Pada mulanya, sejarah berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi diawali dengan diadopsinya ide

Mahkamah Konstitusi (Constitutional Court) dalam amandemen konstitusi yang dilakukan oleh

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam

ketentuan Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945 hasil

perubahan ketiga yang disahkan pada 9 November 2001.21

Ide pembentukan Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum

dan kenegaraan modern yang muncul di abad ke-20. Setelah disahkannya Perubahan Ketiga

UUD 1945 maka dalam rangka menunggu pembentukan Mahkamah Konstitusi, MPR

menetapkan Mahkamah Agung (MA) menjalankan fungsi Mahkamah Konstitusi untuk

sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan

Keempat, yang menyebutkan bahwa: “Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada

17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah

Agung.”

DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang mengenai Mahkamah

Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah menyetujui secara

bersama Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus

20 Ibid.21Profil Mahkamah Konstitusi dalam website resmi Mahkamah Konstitusi: www.mahkamahkonstitusi.go.id.,

diakses pada 10 Juli 2012 pukul 20.12WIB.

Page 8: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu (Lembaran Negara Nomor 98 dan Tambahan

Lembaran Negara Nomor 4316). Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden

melalui Keputusan Presiden Nomor 147/M Tahun 2003 melantik hakim konstitusi untuk pertama

kalinya yang dilanjutkan dengan pengucapan sumpah jabatan para hakim konstitusi di Istana

Negara pada tanggal 16 Agustus 2003.22

Lembaran perjalanan Mahkamah Konstitusi selanjutnya adalah pelimpahan perkara dari MA ke

Mahkamah Konstitusi, pada tanggal 15 Oktober 2003 yang menandai mulai beroperasinya

kegiatan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu cabang kekuasaan kehakiman menurut

ketentuan UUD 1945.23

Berdasarkan ketentuan umum Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, disebutkan bahwa

Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud

dalam UUD Tahun 1945. Kemudian di dalam Pasal 2 Undang-Undang yang sama dijelaskan

pula bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan

kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

hukum dan keadilan.24

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya

bersifat final untuk:

a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945;

22 Ibid.23 Ibid.24 Ibid.

Page 9: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c. memutus pembubaran partai politik; dan

d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Lebih jelas, Jimly Asshiddiqie, menguraikan mengenai Mahkamah Konstitusi sebagai berikut:25

“Dalam konteks ketatanegaraan, Mahkamah Konstitusi dikonstruksikan sebagaipengawal konstitusi yang berfungsi menegakkan keadilan konstitusional di tengahkehidupan masyarakat. Mahkamah Konstitusi bertugas mendorong dan menjamin agarkonstitusi dihormati dan dilaksanakan oleh semua komponen negara secara konsistendan bertanggungjawab. Ditengah kelemahan sistem konstitusi yang ada, MahkamahKonstitusi berperan sebagai penafsir agar spirit konstitusi selalu hidup dan mewarnaikeberlangsungan bernegara dan bermasyarakat.”

Dilihat dari sistem ketatanegaraan, Mahkamah Konstitusi mempunyai fungsi untuk mengawal (to

guard) konstitusi, agar dilaksanakan dan dihormati baik penyelenggara kekuasaan negara

maupun warga negara. Mahkamah Konstitusi juga didaulat menjadi penafsir akhir konstitusi.26

Mahkamah Konstitusi memiliki kewajiban dalam hal memberikan putusan atas pendapat DPR

bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa

pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan

tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.27

Kedudukan dan kewenangan Mahkamah Konstitusi ini adalah sebagai badan peradilan yang

melaksanakan kekuasaan kehakiman di samping Mahkamah Agung (MA) dan jajaran peradilan

25 Maruarar Siahaan, op.cit. hlm. 8.26 Ibid, hlm 7.27 www.mahkamahkonstitusi.go.id, loc.cit.

Page 10: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

yang berada di bawahnya. Mahkamah Konstitusi yang memeriksa dan memutus perkara

konstitusi oleh karenanya tunduk juga kepada Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.28

Sama dengan badan peradilan lainnya, Mahkamah Konstitusi juga harus tunduk pada asas-asas

peradilan yang baik dalam Undang-Undang Hukum Acara, Undang-Undang Kekuasaan

Kehakiman dan asas-asas yang juga telah diakui secara universal,29 antara lain yaitu :

1. Persidangan terbuka untuk umum;

2. Independen dan imparsial;

3. Peradilan dilaksanakan secara cepat, sederhana, dan murah;

4. Hak untuk didengar secara seimbang (audi et Alteram Partem);

5. Hakim aktif dan juga pasif dalam proses persidangan; dan

6. Ius Curia Novit.

Pengaturan mengenai Mahkamah Konstitusi diatur didalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2003. Undang-undang ini terdiri dari 88 Pasal, yang terbagi menjadi 7 bab, yang diantaranya

mengatur tentang Ketentuan Umum; Kedudukan dan Susunan; Kekuasaan Mahkamah

Konstitusi; Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim Konstitusi; Hukum Acara; Ketentuan Lain;

dan Ketentuan Peralihan.

Berselang 8 Tahun Undang-Undang Mahkamah Konstitusi mengalami perubahan. Tepatnya

pada tahun 2011 diberlakukan undang-undang untuk menggantikan undang-undang Mahkamah

Konstitusi tersebut melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

28 Ibid.29 Ibid.

Page 11: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

Dalam hal Hukum Acara, sumber utama untuk mencari hukum acara adalah Undang-Undang

Hukum Acara yang secara khusus dibuat untuk itu. Namun, peraturan yang mengatur mengenai

hukum acara Mahkamah Konstitusi adalah Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang karena

keterbatasan waktu yang tersedia untuk menyusun Undang-Undang Mahkamah Konstitusi telah

menyebabkan aturan mengenai hukum acara tidak lengkap. Hal ini diakui pembuat undang-

undang dan karenanya memberi kewenangan pada Mahkamah Konstitusi untuk mengatur lebih

lanjut hal yang dipandang perlu bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya dengan

menyusun sendiri peraturannya melalui Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK).30

Sejak awal berdiri sampai saat ini, Mahkamah Konstitusi telah menetapkan sebanyak 17 PMK.

Ke-17 PMK ini, tidak hanya yang bersifat mengatur ke dalam lembaga Mahkamah Konstitusi

tetapi juga mengatur mengenai Pedoman Beracara yang berlaku juga untuk masyarakat umum

yang akan beracara di Mahkamah Konstitusi.

Menurut Maria Farida,31 Mahkamah Konstitusi tidak mempunyai kewenangan dalam bidang

pembentukan peraturan perundang-undangan, atau peraturan yang mengikat umum; namun

demikian Mahkamah Konstitusi tetap berwenang membentuk peraturan yang mengikat ke dalam

(interne regeling).

2.3 Hierarki Peraturan Perundang-Undangan

2.3.1 Teori-Teori Mengenai Hierarki Hukum

30 Maruarar Siahaan, loc.cit., hlm. vii.31 Maria Farida, Imu Perundang-Undangan: Dasar-Dasar dan Pembentukannya, (Jakarta: Kanisius, 1997), hlm.105.

Page 12: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

Indonesia merupakan negara yang menerapkan Hirearki Norma Hukum (Stufenbau

Theory) yang dicetuskan oleh Hans Kelsen dan dikembangkan oleh Hans Nawiasky.32 Hans

Kelsen mengembangkan sebuah Teori Hukum Murni (General Theory of Law and State). Aliran

Teori Hukum Murni merupakan suatu pengembangan dari teori mazhab positivisme, yang

menitikberatkan pada inti ajarannya mengenai hukum dapat dibuat dari undang-undang. Menurut

W. Friedman, 33 inti ajaran Teori Hukum Murni adalah:

1. Tujuan teori hukum, seperti tiap ilmu pengetahuan adalah untuk mengurangi kekacauan dan

kemajemukan menjadi kesatuan;

2. Teori hukum adalah ilmu pengetahuan mengenai hukum yang berlaku, bukan mengai hukum

yang seharusnya;

3. Hukum adalah ilmu pengetahuan normatif, bukan ilmu alam;

4. Teori hukum sebagai teori tentang norma-norma, tidak ada hubungannya dengan daya kerja

norma-norma hukum;

5. Teori hukum adalah formal, suatu teori tentang cara menata, mengubah isi dengan cara yang

khusus;

6. Hubungan antara teori hukum dan sistem yang kas dari hukum positif ialah hubungan apa

yang mungkin dengan hukum yang nyata.

Selain ajaran Hukum Murni, Hans Kelsen mengemukakan teori Hirearki Norma Hukum

(Stufenbau Theory-Stufenbau des Recht). Hans Kelsen dalam teori hirarki norma (stufenbau

theory) berpendapat bahwa norma hukum itu berjenjang dalam suatu tata susunan hirarki.

Suatu norma yang lebih rendah berlaku dan bersumber atas dasar norma yang lebih tinggi dan

norma yang lebih tinggi itu berlaku dan bersumber kepada norma yang lebih tinggi lagi.

32 Zainuddin Ali, Filsafat Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 57-58.33 Ibid.

Page 13: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

Demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri, yang bersifat

hipotetis dan fiktif yaitu yang dikenal dengan istilah grundnorm (norma dasar).34

Hans Nawiansky menyempurnakan Stufenbau Theory yang dikembangkan oleh gurunya, Hans

Kelsen. Hans Nawinsky mengembangkan teori tersebut dan membuat Tata Susunan Norma

Hukum Negara (die Stufenordnung der Rechtsnormen) dalam empat tingkatan. Keempat tingkat

tersebut, yaitu:35

1. Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara) atau Grundnorm (menurut teori

Kelsen);

2. Staatsgrundgezets (Aturan Dasar/Pokok Negara);

3. Formell Gezets (Undang-Undang Formal); dan

4. Verordnung & Autonome Satzung (Aturan Pelaksana dan Aturan Otonomi).

Menurut teori Kelsen-Nawiansky, grundnorm atau staatsfundamentalnorm adalah sesuatu yang

abstrak, diasumsikan (presupposed), tidak tertulis, ia tidak ditetapkan (gesetz), tetapi

diasumsikan, tidak termasuk tatanan hukum positif, berada di luar namun menjadi dasar

keberlakuan tertinggi bagi tatanan hukum positif, dan bersifat meta-juristic.36

2.3.2 Hierarki Peraturan Menurut Undang-Undang

Bentuk peraturan perundang-undangan yang dikenal dalam UUD 1945 adalah Undang-Undang,

Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang, dan Peraturan Pemerintah. Dalam

Penjelasan juga disebutkan bahwa UUD adalah bentuk konstitusi yang tertulis. Disebut sebagai

34Taufiqurohman Syahuri, Konstitusionalitas Regulasi Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, (Jakarta, 12-13-2010, diunduh dalam : http://www.djpp.depkumham.go.id pada 10 Oktober 2012).

35 Maria Farida, Imu Perundang..., Loc.Cit. hlm. 39.36 Ibid.

Page 14: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

konstitusi tertulis, karena selain itu masih ada pengertian konstitusi yang tidak tertulis yang

hidup dalam kesadaran hukum masyarakat.37

Dalam Konstitusi RIS yang berlaku mulai tanggal 27 Desember 1949, pengertian konstitusi

diidentikan dengan pengertian UUD. Bentuk-bentuk peraturan yang tegas disebut di dalamnya,

yaitu38 :

1. Undang-Undang Federal;

2. Undang-Undang Darurat; dan

3. Peraturan Pemerintah.

Adapun dalam UUDS39 (Undang-Undang Dasar Sementara) yang berlaku mulai tanggal 17

Agustus 1950, penyebutannya berubah lagi menjadi:

1. Undang-Undang;

2. Undang-Undang Darurat; dan

3. Peraturan pemerintah.

Dengan kata lain dalam ketiga konstitusi ini, kita mengenal adanya Undang-Undang Dasar,

Undang-Undang atau Undang-Undang Federal, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang (Perpu) atau Undang-Undang Darurat40, dan Peraturan Pemerintah.41

Setelah periode kembali ke UUD 1945, berdasarkan Surat Presiden No. 2262/HK/1959

tertanggal 20 Agustus 1959 yang ditujukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong,

37 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 249.38 Ibid.39 Ibid.40 Menurut Pendapat Jimly, meskipun berbeda sebutan tetapi pengertian Undang-Undang Darurat dalam Konstitusi

RIS 1949 dan Undang-UndangDS 1950 dapat diidentikan dengan pengertian Peraturan Pemerintah PenggantiUndang-Undnag menurut Undang-Undang Dasar 1945.

41 Ibid.

Page 15: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

dinyatakan bahwa di samping bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan di atas, dipandang

perlu dikeluarkan bentuk-bentuk peraturan yang lain, yaitu sebagai berikut:42

1. Penetapan Presiden untuk melaksanakan Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan

Perang tanggal 5 Juli 1959 tentang Kembali Kepada UUD 1945,

2. Peraturan Presiden, yaitu peraturan yang dikeluarkan untuk melaksanakan penetapan

Presiden, ataupun peraturan yang dikeluarkan berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945,

3. Peraturan Pemerintah, yaitu untuk melaksanakan Peraturan Presiden, sehingga berbeda

pengertiannya dengan Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) UUD

1945,

4. Keputusan Presiden yang dimaksudkan untuk melakukan atau meresmikan

pengangkatan-pengangkatan,

5. Peraturan Menteri dan Keputusan menteri yang dibuat oleh kementerian-kementerian

negara atau Departemen-Departemen pemerintahan, masing-masing mengatur sesuatu hal

dan untuk melakukan atau meresmikan pengangkatan-pengangkatan.

Dalam susunan diatas jelas terdapat kekacauan antara satu bentuk dengan bentuk peraturan yang

lain. Sering banyak materi yang seharusnya diatur dalam Undang-Undang justru diatur dengan

Penetapan Presiden ataupun Peraturan Presiden. Untuk itulah perlu dilakukan penataan kembali

bentuk peraturan perundang-undangan juga dengan maksud mengadakan pemurnian terhadap

pelaksanaan UUD 1945, sehingga dikeluarkanlah Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966

tentang Peninjauan Kembali Produk-Produk Legislatif Negara di Luar Produk Majelis

Permusyawaratan Rakyat Sementara yang Tidak Sesuai dengan UUD 1945.43

42 Ibid.43 Ibid, hlm. 250.

Page 16: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

Sebagai kelanjutan dari Ketetapan MPRS tersebut, ditetapkanlah sumber tertib hukum dan tata

urut Peraturan Perundangan Republik Indonesia dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966,44

dengan ketentuan bentuk peraturan dengan tata urut sebagai berikut:45

1. Undang-Undang Dasar;

2. Ketetapan MPR;

3. Undang-Undang/Perpu;

4. Peraturan Pemerintah;

5. Keputusan Presiden;

6. Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri,

dan lain-lain.

Kemudian pada tahun 2000, setelah terjadi gejolak reformasi yang begitu kuat dan

diamandemennya UUD 1945, maka untuk menata kembali struktur dan hierarki peraturan

perundang-undangan tersebut, berdasarkan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 disusun suatu

struktur baru peraturan perundang-undangan dengan urutan sebagai berikut:46

1. Undang-Undang Dasar dan Perubahan UUD;

2. Ketetapan MPR/S;

3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu);

4. Peraturan Pemerintah (PP);

5. Keputusan presiden (Keppres); dan

6. Peraturan Daerah.

44Judul lengkap Ketetapan MPRS ini adalah Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DewanPerwakilan Rakyat Gotong Royong mengenai Sumber tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata UrutPerundangan Republik Indonesia.

45Jimly Asshiddiqie, op.cit., hlm. 251.46 Ibid.

Page 17: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

Tidak berselang lama, dikeluarkan lagi tata urut peraturan perundangan melalui Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang

didalamnya berisi hierarki peraturan perundang-undangan, dengan urutannya sebagai berikut:47

1. Undang-Undang dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945);

2. Undang-undang/Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang;

3. Peraturan Pemerintah;

4. Peraturan Presiden; dan

5. Peraturan Daerah:

a. Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi

bersama dengan gubenur;

b. Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah

kabupaten/kota bersama bupati/walikota;

c. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau

nama lainnya bersama.

Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 sebenarnya telah menjadi upaya

penyempuranaan dalam rangka penataan kembali sumber tertib hukum dan bentuk-bentuk serta

tata urut peraturan perundang-undangan Republik Indonesia.48 Namun berselang 7 tahun, pada

tahun 2011 dikeluarkan lagi tata urut peraturan perundang-undangan yang baru dengan

dimasukkannya lagi Ketetapan MPR ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan melalui

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,

dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

47 Ibid. hlm. 252.48 Ibid. hlm. 254

Page 18: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

4. Peraturan Pemerintah;

5. Peraturan Presiden;

6. Peraturan Daerah Provinsi; dan

7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Selain itu Undang-Undang ini juga mengakui jenis peraturan perundang-undangan selain yang

disebutkan diatas, mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah

Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan,

lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah

atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

2.4 Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan

2.4.1 Teori-Teori Tentang Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan

Materi muatan sendiri adalah isi dari setiap jenis peraturan perundang-undangan yang ada di

Indonesia. Materi muatan ini penting untuk diperhatikan agar tidak menjadi tumpang tindih

pengaturan maupun penyalahgunaan wewenang. Materi muatan undang-undang misalnya, jelas

tidak boleh diatur dalam suatu Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden karena undang-

Page 19: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

undang mempunyai karakteristik tersendiri sebagai suatu peraturan perundang-undangan

tertinggi dibawah konstitusi yang dibuat bersama oleh eksekutif dan legislatif.49

Pada Mulanya istilah “materi muatan” pertama kali dipergunakan oleh A. Hamid S. Attamimi,

yang diperkenalkan kepada masyarakat sejak tahun 1979 sebagaimana dimuat dalam Majalah

Hukum dan Pembangunan No. 3 Tahun 1979. Menurut A. Hamid S. Attamimi istilah “materi

muatan” sebagai pengganti atau alih bahasa dari istilah (kata) Belanda “het onderwerp” dalam

ungkapan Thorbecke “het eigenaardig onderwerp der wet,” yang diterjemahkan dengan “materi

muatan yang khas dari undang-undang”. Adapun yang dimaksud dengan “materi muatan”

menurut A Hamid S Attamimi adalah:50 “isi kandungan atau subtansi yang dimuat dalam

undang-undang khususnya dan peraturan perundang-undangan pada umumnya”.

Sementara itu, “materi muatan” menurut Bagir Manan51 adalah “muatan yang sesuai dengan

bentuk peraturan perundang-undangan tertentu”. Menurut Bagir Manan materi muatan undang-

undang ditentukan berdasarkan tolok ukur sebagai berikut:52

1. Ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar;

2. Ditetapkan dalam undang-undang terdahulu;

3. Ditetapkan dalam rangka mencabut, menambah, atau mengganti undang-undang yang lama;

4. Materi muatan menyangkut hak dasar atau hak asasi; dan

5. Materi muatan menyangkut kepentingan atau kewajiban rakyat banyak.

49 Ismail Hasani & A. Gani Abdullah, Pengantar Ilmu Perundang-Undangan (Jakarta: Fakultas Syariah dan HukumUIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006), hlm.35.

50 Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia,(Bandung: Mandar Maju,1998), hlm. 5351Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, (Bandung: PT. Alumni,

1997), hlm. 145.52Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia, Ind Hill Co, Jakarta, 1992, hlm. 37.

Page 20: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

Menurut pendapat A. Hamid S. Attamimi, terdapat 9 (sembilan) butir materi muatan undang-

undang, 53 yaitu hal-hal:

1. yang tegas-tegas diperintahkan oleh UUD dan Ketetapan MPR;

2. yang mengatur lebih lanjut ketentuan UUD;

3. yang mengatur hak-hak (asasi) manusia;

4. yang mengatur hak dan kewajiban warga negara;

5. yang mengatur pembagian kekuasaan negara;

6. yang mengatur organisasi pokok lembaga-lembaga tertinggi/tinggi negara;

7. yang mengatur pembagian wilayah/daerah negara;

8. yang mengatur siapa warga negara dan cara memperoleh/kehilangan kewarganegaraan;

9. yang dinyatakan oleh suatu undang-undang untuk diatur dengan undang-undang.

Rincian butir-butir materi muatan tersebut di atas merupakan suatu pedoman untuk menguji

apakah suatu materi muatan peraturan perundang-undangan termasuk ke dalam materi muatan

undang-undang atau tidak.54

Sedangkan mengenai peraturan perundang-undangan, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI),55 kata perundang-undangan diartikan sebagai “yang bertalian dengan undang-undang

atau seluk beluk undang-undang.” Adapun kata “undang-undang” diartikan “ketentuan-

ketentuan dan peraturan-peraturan negara yang dibuat oleh pemerintah (menteri, badan

eksekutif, dsb) disahkan oleh parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat, badan legislatif, dsb)

53Maria Farida, Ilmu Perundang..,.Loc. Cit hlm. 129-130.54 Ibid.55Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI Daring), (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik

Indonesia, 2008) diakses melalui: http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php pada 11 Juli 2012 pukul 20.20.

Page 21: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

ditandatangani oleh Kepala Negara (Presiden, Kepala Pemerintahan, Raja) dan mempunyai

kekuatan yang mengikat.”

Sebagai istilah hukum, peraturan perundang-undangan sering disebutkan sebagai terjemahan

wettelijke regelingen. Adapula yang menyebutkan bahwa istilah ini merupakan terjemahan dari

algemene verordeningen. Menurut A. Hamid S Atamimi, apabila peraturan perundang-undangan

diambil dari terjemahan wettelijke regelingen maka peraturan perundang-undangan mempunyai

cakupan yang sempit karena di dalamnya tidak termasuk wetten (undang- undang),

AMvB [tindakan umum pemerintah yang ditetapkan dengan Koninjljk Besluit (KB)], dan AMvB

diterjemahkan dengan “peraturan pemerintah” yang dibuat di Belanda dan Ordonansi yang

dibuat di Hindia Belanda. Apabila “peraturan perundang-undangan” merupakan terjemahan dari

algemene verordeningen, ia mempunyai cakupan lebih luas karena termasuk didalamnya

undang-undang (wet), peraturan pemerintah (AMvB), dan Ordonansi.56

Peraturan perundang-undangan mulai dikenal dan tumbuh sejak saat berkembangnya organisasi

yang memiliki kekuasaan dan wewenang tertinggi untuk menguasai dan mengatur kehidupan

masyarakat, yaitu negara. Oleh karena itu, ada anggapan bahwa peraturan perundang-undangan

tidak lain dari perwujudan kekuasaan dan kehendak yang berkuasa dalam bentuk hukum. Bagir

Manan dan Kuntana Magnar,57 menyatakan bahwa: “Peraturan perundang-undangan di sini

diartikan setiap keputusan dalam bentuk tertulis yang dikeluarkan dan ditetapkan oleh pejabat

yang berwenang dan mengikat umum (mencakup undang-undang dalam arti formal maupun

material).”

56 Maria Farida, Imu Perundang.., loc.cit.57 Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Loc. Cit, hlm. 248.

Page 22: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

Peraturan perundang-undangan adalah perwujudan kehendak dari pemegang kekuasaan tertinggi

yang berdaulat, maka peraturan perundang-undangan merupakan hukum tertinggi dan adalah

satu-satunya sumber hukum.58

Di lain pihak Maria Farida,59 mendefinisikan peraturan perundang-undangan ke dalam 2 (dua)

pengertian, yaitu “Pertama, sebagai proses pembentukan (proses membentuk) peraturan-

peraturan negara, baik di tingkat pusat, maupun di tingkat daerah, dan Kedua, sebagai segala

peraturan negara yang merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat,

maupun di tingkat daerah.”

Sementara itu, Bagir Manan60 mempersamakan definisi peraturan perundang-undangan dengan

pengertian Undang-Undang dalam arti meteriil, yaitu setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan

pejabat yang berwenang yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat atau mengikat secara

umum.

Menurut Jimly Asshiddiqie,61 di dalam Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan yang disebut dengan Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan

tertulis yang dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara

umum. Sedangkan yang dimaksud dengan jenis adalah macam (peraturan perundang- undangan).

58 Ibid.59 Maria Farida, op.cit.60 Bagir Manan, Dasar-Dasar ..., hlm. 3.

Bagir Manan menyamakan istilah peraturan perundang-undangan dengan istilah undang-undang dalam artimateriil.

61 Ibid.

Page 23: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

Pengertian Hierarki itu sendiri adalah penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan

yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh

bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi62.

Pengertian peraturan perundang-undangan di atas sesuai dengan definisi atau ruang lingkup yang

terdapat dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan perundang-undangan, yang menyatakan bahwa, “Peraturan perundang-undangan

adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan

mengikat secara umum.”

Adapun ciri-ciri dari suatu peraturan perundang-undangan menurut Satjipto Rahardjo, 63 adalah:

1. Bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikian merupakan kebalikan dari sifat-

sifat khusus dan terbatas;

2. Bersifat universal, ia diciptakan untuk menghadapi peristiwa yang akan datang yang belum

jelas bentuk kongkritnya. Oleh karena itu, ia tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi

peristiwa-peristiwa tertentu saja.

3. Memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri. Dalam setiap

peraturan, lazimnya mencantumkan klausul yang memuat kemungkinan dilakukannya

peninjauan kembali.

2.4.2 Materi Muatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

62 Ibid.63 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,1996), hlm. 83-84.

Page 24: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

Berdasarkan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud dengan Materi Muatan Peraturan Perundang-

undangan adalah materi yang dimuat dalam Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan jenis,

fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.

Selanjutnya Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undarg diatur di dalam Pasal 8.

Materi muatan yang diatur dengan Undang-Undang berisi hal-hal yang:

a. mengatar lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 yang meliputi:

1. hak-hak asasi manusia;

2. hak dan kewajiban warga negara;

3. pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara;

4. wilayah negara dan pembagian daerah;

5. kewarganegaraan dan kependudukan; dan

6. keuangan negara,

b. diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untak diatur dengan Undang-Undang.

Sedangkan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan diatur didalam Pasal 7 yang

menyebutkan, bahwa :

(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

c. Peraturan Pemerintah;

Page 25: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

d. Peraturan Presiden;

e. Peraturan Daerah.

(2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:

a. Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama

dengan gubernur;

b. Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah

kabupaten/kota bersama bupati/walikota;

c. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama

lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Peraturan Desa/peraturan yang

setingkat diatur dengan Perataran Daerah kabupaten/kota yang bersangkutan;

(4) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui

keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh

Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

(5) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana

dimaksud pada ayat (1).

Mengenai jenis Peraturan Perundang-undangan selain yang dimaksud di dalam pasal 7 ayat (4)

diatas, dijelaskan secara lebih rinci di dalam Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun

2004 tersebut. Penjelasan Pasal 7 ayat (4) berbunyi:

“Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain,peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan DewanPerwakilan Rakyat Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, MahkamahKonstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, kepala badan,lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentak oleh undang-undang ataupemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,

Page 26: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota,Kepala Desa atau yang setingkat.”

Pengakuan keberadaan peraturan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi, yaitu PMK

memang diakui. Namun, penjelasannya selanjutnya dalam Penjelasan ayat (5) sendiri, hanya

menyebutkan bahwa dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "hierarki" adalah penjenjangan

setiap jenis Peraturan Perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan

perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-

undangan yang lebih tinggi.

2.4.3 Materi Muatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan Pasal 1 angka 13, Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan adalah materi yang

dimuat dalam Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki Peraturan

Perundang-undangan.

Kemudian di dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa jenis dan

hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

Page 27: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Penjelasan lebih lanjut mengenai hal tersebut terdapat pada Pasal 7 ayat (2) yang menyatakan :

“Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya

dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-

undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.”

Selanjutnya, Pasal 10 ayat (1) mengatur mengenai Materi muatan yang harus diatur dengan

Undang-Undang harus berisi:

a. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

b. perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;

c. pengesahan perjanjian internasional tertentu;

d. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau

e. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

Penjelasan lebih rinci mengenai materi peraturan perundang-undangan disampaikan melalui

Pasal 11 sampai Pasal 14 Undang-Undang yang sama. Dijelaskan di dalam Pasal 11 bahwa

Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sama dengan materi muatan

Undang-Undang.

Selanjutnya berturut-turut dikatakan bahwa, Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi

untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Mengenai materi muatan Peraturan

Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang, materi untuk melaksanakan

Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan

Page 28: BAB II - Selamat Datang - Digital Librarydigilib.unila.ac.id/9698/3/BAB II.pdf · ... Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta ... Bentuk-bentuk lembaga

pemerintahan. Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta

menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-

undangan yang lebih tinggi.

Di luar peraturan yang diatur dalam Pasal 7 yang telah dijelaskan di atas, pada Pasal 8 ayat (1) di

tentukan jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat

(1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi,

Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau

komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah

Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

Dengan kata lain peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga tersebut diakui

keberadaannya, termasuk dalam hal ini peraturan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi

berupa PMK.