23 BAB II PERIHAL TANGGUNG JAWAB HUKUM SECARA PERDATA DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERUSAHAAN PENERBANGAN A. Tanggungjawab Secara Hukum Perdata Tanggungjawab hukum secara perdata ini timbul akibat adanya Perikatan atau Kontrak yang berasal dari suatu perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian pada orang lain karena dilakukan dengan kesalahan dalam hukum perdata yang disebut sebagai adanya PMH (Perbuatan Melawan Hukum) yang didalamnya terdapat unsur kesalahan ini yang menimbulkan adanya pertanggungjawaban perdata atau disebut juga dengan civil liability. Berikut adalah tahapan munculnya tanggung jawab : 1. Perikatan merupakan awal mula timbulnya suatu pertanggungjawaban. Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan sumber perikatan adalah perjanjian dan Undang-Undang. Perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam hal hukum kekayaan di mana satu pihak berhak menuntut suatu prestasi dan pihak lainnya berkewajiban untuk melaksanakan suatu prestasi. Sedangkan perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Definisi ini mendapat kritik dari Prof. R. Subekti, karena hanya meliputi perjanjian sepihak padahal perjanjian pada umumnya bersifat timbal balik, seperti perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa, perjanjian tukar menukar dan sebagainya. Sedangkan perikatan yang lahir dari Undang-Undang terdiri atas perikatan yang lahir dari Undang-Undang saja dan perikatan yang lahir dari Undang- Undang yang berhubungan dengan perbuatan manusia. Perikatan yang lahir dari Undang-Undang yang berhubungan dengan perbuatan manusia dapat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
23
BAB II
PERIHAL TANGGUNG JAWAB HUKUM SECARA PERDATA DAN
PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERUSAHAAN PENERBANGAN
A. Tanggungjawab Secara Hukum Perdata
Tanggungjawab hukum secara perdata ini timbul akibat adanya Perikatan atau
Kontrak yang berasal dari suatu perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian pada
orang lain karena dilakukan dengan kesalahan dalam hukum perdata yang disebut
sebagai adanya PMH (Perbuatan Melawan Hukum) yang didalamnya terdapat unsur
kesalahan ini yang menimbulkan adanya pertanggungjawaban perdata atau disebut juga
dengan civil liability. Berikut adalah tahapan munculnya tanggung jawab :
1. Perikatan merupakan awal mula timbulnya suatu pertanggungjawaban. Pasal
1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan sumber perikatan
adalah perjanjian dan Undang-Undang. Perikatan adalah suatu hubungan
hukum dalam hal hukum kekayaan di mana satu pihak berhak menuntut suatu
prestasi dan pihak lainnya berkewajiban untuk melaksanakan suatu prestasi.
Sedangkan perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Definisi ini mendapat
kritik dari Prof. R. Subekti, karena hanya meliputi perjanjian sepihak padahal
perjanjian pada umumnya bersifat timbal balik, seperti perjanjian jual beli,
perjanjian sewa menyewa, perjanjian tukar menukar dan sebagainya.
Sedangkan perikatan yang lahir dari Undang-Undang terdiri atas perikatan
yang lahir dari Undang-Undang saja dan perikatan yang lahir dari Undang-
Undang yang berhubungan dengan perbuatan manusia. Perikatan yang lahir
dari Undang-Undang yang berhubungan dengan perbuatan manusia dapat
24
dibagi atas perikatan yang halal dan perikatan yang tidak halal, yaitu perbuatan
melawan hukum. 25
2. Jika perikatan tidak dilaksanakan sebagaimana mestiknya maka disebut
dengan wanprestasi, wanprestasi itu sendiri adalah ingkar janji atau tidak
menepati janji. Menurut Abdul R Saliman (Saliman : 2004, hal. 15),
wanprestasi adalah suatu sikap dimana seseorang tidak memenuhi atau lalai
melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian
atau perikatan yang dibuat antara kreditur dan debitur.
Wanprestasi sendiri diatur dalam Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPer), berbunyi: “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena
tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah
dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu
yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau
dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”.
Sehingga unsur-unsur wanprestasi adalah:
a. Ada perjanjian oleh para pihak;
b. Ada pihak melanggar atau tidak melaksakan isi perjanjian yang sudah
disepakati;
c. Sudah dinyatakan lalai tapi tetap juga tidak mau melaksanakan isi
perjanjian.
3. Kemudian adanya PMH (Perbuatan Melawan Hukum). PMH diatur dalam
Pasal 1365 KUHPer, berbunyi “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan
kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut ”.
25 R. Subekti, 2008, Hukum Perjanjian, PTIntermassa, Jakarta, hlm. 42
25
Unsur-unsur PMH sendiri yaitu :
a. Adanya suatu perbuatan;
b. Perbuatan tersebut melawan hukum;
c. Adanya kesalahan pihak pelaku;
d. Adanya kerugian bagi korban;
e. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.26
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanggung jawab adalah
kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh dituntut,
dipersalahkan, dan diperkarakan. Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu
keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan
kepadanya.27
Menurut hukum, tanggung jawab adalah suatu akibat atas konsekuensi
kebebasan seorang tentang perbuatannya yang berkaitan dengan etika atau moral dalam
melakukan suatu perbuatan.28
Selanjutnya menurut Titik Triwulan pertanggungjawaban harus mempunyai
dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut
orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk
memberi pertanggungjawabannya.29
Menurut hukum perdata dasar pertanggungjawaban dibagi menjadi dua macam,
yaitu kesalahan dan risiko. Dengan demikian dikenal dengan pertanggungjawaban atas
dasar kesalahan (lilability without based on fault) dan pertanggungjawaban tanpa
26 Ibid, hal 10 27 Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, 2005. 28 Soekidjo Notoatmojo, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm 29 Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka, Jakarta,
2010, hlm 48
26
kesalahan yang dikenal (lilability without fault) yang dikenal dengan tanggung jawab
risiko atau tanggung jawab mutlak (strick liabiliy).
Prinsip dasar pertanggung jawaban atas dasar kesalahan mengandung arti
bahwa seseorang harus bertanggung jawab karena ia melakukan kesalahan karena
merugikan orang lain. Sebaliknya prinsip tanggung jawab risiko adalah bahwa
konsumen penggugat tidak diwajibkan lagi melainkan produsen tergugat langsung
bertanggung jawab sebagai risiko usahanya. Menurut pasal 1365 KUHPerdata, maka
yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan
hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan
kerugian bagi orang lain. Dalam ilmu hukum dikenal 3 katagori dari perbuatan melawan
hukum, yaitu sebagai berikut:
1. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan.
2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan
maupun kelalaian).
3. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian.
Tanggungjawab dalam hukum perdata sendiri meliputi :
a. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian)
sebagaimanapun terdapat dalam pasal 1365 KUHPerdata, yaitu: “tiap-
tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada
seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
b. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan khususnya kelalaian
sebagaimana terdapat dalam pasal 1366 KUHPerdata yaitu: “setiap
orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan
27
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau
kurang hatihatinya.
c. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) sebagaimana terdapat dala
pasal 1367 KUHPerdata yaitu: (1) seseorang tidak saja bertanggung
jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri,
tetapi juga untuk kerugain yang disebabkan karena perbuatan orang-
orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang
yang berada dibawah pengawasannya; (2) orang tua dan wali
bertanggung jawab tentang kerugian, yang disebabkan oleh anak-anak
belum dewasa, yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka
melakukan kekuasaan orang tua dan wali; (3) majikan-majikan dan
mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili urusan-
urusan mereka, adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang
diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka di
dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya; (4)
guru-guru sekolah dan kepala-kepala tukang bertanggung jawab tentang
kerugian yang diterbitkan oleh murid-murid dan tukang-tukang mereka
selama waktu orang-orang ini berada dibawah pengawasan mereka; (5)
tanggung jawab yang disebutkan diatas berkahir, jika orangtua, wali,
guru sekolah dan kepala-kepala tukang itu membuktikan bahwa mereka
tidak dapat mencegah perbuatan untuk mana mereka seharusnya
bertanggung jawab.
Maka dari tanggung jawab perbuatan melawan hukum, KUHPerdata
melahirkan tanggung jawab hukum perdata berdasarkan wanprestasti. Diawali
dengan adanya perjanjian yang melahirkan hak dan kewajiban. Apabila dalam
28
hubungan hukum berdasarkan perjanjian tersebut, pihak yang melanggar
kewajiban (debitur) tidak melaksanakan atau melanggar kewajiban yang
dibebankan kepadanya maka ia dapat dinyatakan lalai (wanprestasi) dan atas dasar
itu ia dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum berdasarkan wanprestasi.
Sementara tanggungjawab hukum perdata berdasarkan perbuatan melawan hukum
didasarkan adanya hubungan hukum, hak dan kewajiban yang bersumber pada
hukum.30
B. Tanggungjawab dalam Hukum Perlindungan Konsumen
Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Didasarkan Pada
Buku III KUHPerdata Gugatan terhadap pelaku usaha yang dianggap telah merugikan
konsumen, dapat didasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:
Tanggung jawab Karena Wanprestasi dan Tanggung Jawab Karena Kesalahan.
Tanggung jawab karena kesalahan, dapat didasarkan pada Pasal 1365 sampai
dengan Pasal 1367 KUH. Perdata mengenai perbuatan melawan hukum. Jika konsumen
mengajukan ganti kerugian dengan menggunakan kualifikasi perbuatan melawan
hukum (onrechtmatigedaad), maka harus dipenuhinya unsur-unsur perbuatan melawan
hukum dan membuktikan kesalahan pelaku usaha. Unsur-unsur perbuatan melawan
hukum yang harus dipenuhi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1365 KUH.Perdata,
antara lain: Perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum, adanya
kesalahan, adanya kerugian, adanya ganti kerugian.
Perlindungan konsumen merupakan segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen
dalam hal ini maksudnya adalah perlindungan hukum, yaitu jaminan terpenuhinya
30 Djojodirdjo, M.A. Moegni, op.cit, h. 55
29
kepentingan konsumen, oleh karena itu perlindungan konsumen mengandung aspek
hukum. Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam pasal 1
angaka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
tersebut cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum” diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan
sewenang-wenang yang dilakukan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan
perlindungan konsumen. Kesewenangan-wenangan akan mengakibatkan
ketidakpastian hukum. Oleh karena itu, agar segala upaya memberikan jaminan akan
kepastian hukum, ukurannya secara kualitatif ditentukan dalam Undang-Undang
perlindungan konsumen.31 atau bisa disebut juga bahwa Hukum Perlindungan
Konsumen merupakan Payung Hukum bagi konsumen itu sendiri.
Tujuan yang ingin dicapai dalam perlindungan konsumen umumnya dapat
dibagi dalam tiga bagian utama, yaitu:
1. Memberdayakan konsumen dalam memilih, menentukan barang dan/atau
jasa kebutuhannya, dan menuntut hak-haknya;
2. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang memuat unsur-unsur
kepastian hukum, keterbukaan informasi, dan akses untuk mendapatkan
informasi itu;
3. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab.32
Hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah yang
mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan
31 Ahmadi Miru,Op.Cit., h. 1 32 Adrian Sutedi, Ibid, hlm. 9
30
penggunaan produk konsumen antara penyedia dan penggunaanya dalam
bermasyarakat.33
Tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam kajian hukum
perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen diperlukan
kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa
jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait. 34
Dalam pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, memiliki asas yaitu
berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen,
serta kepastian hukum. Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha
bersama.
Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum perlindungan
konsumen dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Prinsip tanggungjawab berdasarkan unsur kesalahan/kelalaian
Tanggung jawab berdasarkan kesalahan/kelalaian (negligence) adalah
prinsip tanggung jawab yang bersifat subjektif, yaitu suatu tanggung jawab
yang ditentukan oleh perilaku pelaku usaha35
Berdasarkan teori ini kelalaian pelaku usaha yang berakibat pada
munculnya kerugian konsumen merupakan faktor penentu adanya hak
konsumen untuk mengajukan gugatan ganti rugi kepada pelaku usaha.
Negligence ini dapat dijadikan dasar gugatan, manakala memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut:
33 Kurniawan, Hukum Perlindungan Konsumen: Problematika Kedudukan dan Kekuatan Putusan
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Universitas Brawijaya Press, 2011, Hlm.42 34 Ibid, hlm 59. 35 Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak, Jakarta:
Universitas Indonesia, 2004, hlm 46.
31
a. Suatu tingkah yang menimbulkan kerugian, tidak sesuai dengan
sikap hati-hati yang normal.
b. Harus dibuktikan bahwa tergugat lalai dalam kewajiban berhati-
hati terhadap penggugat.
c. Perilaku tersebut merupakan penyebab nyata dari kerugian yang
timbul. 36
Adapun yang dimaksud dengan negligence adalah suatu perilaku yang
tidak sesuai dengan standar kelakuan (standard of conduct) yang ditetapkan
oleh Undang-Undang demi perlindungan anggota masyarakat terhadap
risiko yang tidak rasional. Yang dimaksudkan disini adalah adanya
perbuatan kurang cermat, kurang hati-hati.
Prinsip yang cukup umum ini berlaku dalam hukum pidana dan perdata.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata khususnya pasal 1365, 1366
dan 1367 prinsip pada ketiga pasal ini dipegang secara mutlak. Prinsip ini
menyatakan, seseorang dapat dimintakan pertanggung jawaban secara
hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 KUHPdtt
yang biasa disebut dengan perbuatan melawan hukum mengharuskan
terpenuhinya empat unsur pokok yaitu:
1) Adanya perbuatan adalah mengandung pengertian berbuat (aktif)
atau tidak berbuat (pasif) sehingga perbuatan itu bertentangan
dengan hukum, baik berupa pelanggaran terhadap hak orang lain,
terhadap kewajiban sendiri, terhadap kesusilaan, maupun terhadap