9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Sejarah a. Pengertian Pembelajaran Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks. Secara sederhana, pembelajaran dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks, pembelajaran merupakan usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Dari makna ini pembelajaran diartikan sebagai interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya. Pembelajaran merupakan proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber daya yang ada, baik potensi yang bersumber dari dalam siswa itu sendiri seperti bakat, minat, dan kemampuan dasar yang dimiliki, termasuk gaya belajar, maupun potensi yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana, dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu (Agung& Wahyuni, 2013). Suyanto dan Jihad (2013) berpendapat, “Pembelajaran merupakan proses interaksi siswa dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik” (hlm.250). Sedangkan pembelajaran menurut Sagala (2014), “Membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan” (hlm.61). Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid.
31
Embed
BAB II - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4412044_bab2.pdf · peradaban bangsa Indonesia. Materi tersebut merupakan bahan pendidikan. 13 ... untuk menjadi perekat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Sejarah
a. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks.
Secara sederhana, pembelajaran dapat diartikan sebagai produk interaksi
berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna
yang lebih kompleks, pembelajaran merupakan usaha sadar dari seorang guru
untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber
belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Dari makna
ini pembelajaran diartikan sebagai interaksi dua arah dari seorang guru dan
peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang
intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pembelajaran merupakan proses kerja sama antara guru dan siswa
dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber daya yang ada, baik potensi
yang bersumber dari dalam siswa itu sendiri seperti bakat, minat, dan
kemampuan dasar yang dimiliki, termasuk gaya belajar, maupun potensi yang
ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana, dan sumber belajar sebagai
upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu (Agung& Wahyuni, 2013).
Suyanto dan Jihad (2013) berpendapat, “Pembelajaran merupakan proses
interaksi siswa dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke
arah yang lebih baik” (hlm.250). Sedangkan pembelajaran menurut Sagala
(2014), “Membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori
belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan” (hlm.61).
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan
oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta
didik atau murid.
10
Pembelajaran adalah ujung tombak dari pendidikan, sehingga
keberhasilan pendidikan sangat tergantung dari keberhasilan pembelajaran.
Atas dasar pemikiran di atas, pemerintah Indonesia telah merumuskan
pengertian dari pembelajaran yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tetang Sistem Pendidikan Nasional yakni, pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar. Dengan demikian, pembelajaran yang baik adalah
pembelajaran yang memberikan kegiatan interaksi yang aktif dari peserta
didik dan guru atau pendidik.
Proses pembelajaran merupakan proses yang terpenting karena dari
sinilah terjadi interaksi langsung antara pendidik dan peserta didik. Di sini
pula campur tangan langsung antara pendidik dan peserta didik berlangsung
sehingga dapat dipastikan bahwa hasil pendidikan sangat tergantung dari
perilaku pendidik dan perilaku peserta didik. Dengan demikian dapat diyakini
bahwa perubahan hanya akan terjadi jika terjadi perubahan perilaku pendidik
dan peserta didik.
Dari beberapa definisi tentang pembelajaran di atas, dapat ditarik
simpulan bahwa pembelajaran adalah usaha membelajarkan siswa
menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar melalui interaksi dua arah
antara pendidik dan peserta didik yang mana keduanya saling terjadi
komunikasi yang intens sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang
lebih baik.
b. Pengertian Sejarah
Istilah Sejarah memiliki kedekatan pelafalan dan sekaligus pengertian
dengan istilah kata syajarah yang berarti “pohon” atau syajarah yang berarti
“terjadi” (Kuntowijoyo, 2005 : 1). Kedua kata ini dalam bahasa Arab inilah
yang kemudian dilafalkan sebagai Sejarah dalam bahasa Indonesia.
Sebagaimana diketahui bahwa lazimnya pohon ( syajarah ) itu memiliki
cabang-cabang akar yang kuat menghunjam ke dalam perut bumi,
11
menumbuhkan batang yang berdiri tegak, serta memiliki cabang-cabang dan
ranting-ranting tempat tumbuh dan berkembangnya dedaunan, bunga, dan
juga buah yang lebat. Diinspirasikan dari keadaan pohon yang seperti itulah
dikembangkan dari pengertian dasar dari sejarah, bahwa pengertian sejarah
sebagai (1) suatu urutan asal-usul keturunan yang berkesinambungan sejak
jauh sebelum buyut, lalu secara berturut-turut diteruskan oleh buyut, kakek,
ayah, hingga sampai keberadaanya saat ini; (2) suatu silsilah keturunan yang
bercabang-cabang sejak orang tua, anak, cicit, dan seterusnya; (3)
pertumbuhan dan perkembangan dari peristiwa yang lain secara
berkesinambungan (kontinuitas) sesuai dengan garis waktu.
Selain merujuk pada kata syajarah seperti yang diuraikan diatas,
pengertian sejarah juga dapat digali dari kata historia ( bahasa Yunani Kuno )
yang kemudian berkembang menjadi kata history ( bahasa Inggris ) yang
berarti orang pandai (Kuntowijoyo, 2005) dalam hubungan ini Syamsudin dan
Ismangun (1996) menjelaskan bahwa istilah historia atau history mengandung
pengertian belajar dengan bertanya-tanya. Istilah ini juga mengandung
pengertian sebagai pertelaan tentang hal ihwal manusia secara kronologis.
Dijelaskan bahwa, dalam kehidupan masyarakat kuno di Yunani dan Inggris,
terdapat keinginan yang kuat untuk mengetahui peristiwa yang terkait dengan
kehidupan manusia secara kronologis. Keinginan tersebut mendorong mereka
untuk membuat dan menyampaikan pertanyaan – pertanyaan seperti, apa yang
telah terjadi, kapan peristiwa itu terjadi, dimana peristiwa itu terjadi, mengapa
peristiwa itu bisa terjadi, dan bagaimana alur peristiwanya. Dengan
pertanyaan – pertanyaan tadi maka akan didapatkan gambaran yang utuh
tentang kehidupan masa lampau.
c. Pengertian Pembelajaran Sejarah
Widja (1989) menyatakan bahwa pembelajaran sejarah adalah
perpaduan antara aktivitas belajar dan mengajar yang di dalamnya
mempelajari tentang peristiwa masa lampau yang erat kaitannya dengan masa
12
kini. Pendapat Widja tersebut dapat disimpulkan jika mata pelajaran sejarah
merupakan bidang studi yang terkait dengan fakta-fakta dalam ilmu sejarah
namun tetap memperhatikan tujuan pendidikan pada umumnya.
Peran pendidikan sejarah dalam pembentukan sikap nasionalisme
guna mengantisipasi tantangan global dan berbagai gejolak disintegrasi
yang melanda Indonesia akhir-akhir ini sangat dibutuhkan, hal ini
mengingat pengalaman sejarah membuktikan sikap nasionalisme mampu
membangkitkan dinamika sosial di masa lalu. Sikap nasionalisme yang
dimiliki rakyat Indonesia telah mampu menghantarkan bangsa menuju
kemerdekaan di tengah keterbelakangan pengetahuan rakyat Indonesia dan
kuatnya persenjataan penjajah, dalam kontek saat itu. Namun saat ini peran
pendidikan sejarah patut dipertanyakan, sikap nasionalisme yang dimiliki
bangsa menunjukkan kerapuhan. Konflik antar suku dan agama karena
perbedaan nilai, dan upaya beberapa daerah yang ingin memisahkan diri
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan bukti bahwa kesatuan
nasional masih rapuh ( Hizam, 2007 ).
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi yang tercantum dalam lampiran
Peraturan Menteri, untuk satuan pendidikan dasar dan menengah dijelaskan
terkait materi dan tujuan dari pembelajaran sejarah maka mata pelajaran
Sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban
bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Secara umum materi sejarah:
1) Mengandung nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, kepeloporan,
patriotisme, nasionalisme, dan semangat pantang menyerah yang
mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian peserta didik;
2) Memuat khasanah mengenai peradaban bangsa-bangsa, termasuk
peradaban bangsa Indonesia. Materi tersebut merupakan bahan pendidikan
13
yang mendasar bagi proses pembentukan dan penciptaan peradaban
bangsa Indonesia di masa depan;
3) Menanamkan kesadaran persatuan dan persaudaraan serta solidaritas
untuk menjadi perekat bangsa dalam menghadapi ancaman disintegrasi
bangsa;
4) Sarat dengan ajaran moral dan kearifan yang berguna \dalam mengatasi
krisis multidimensi yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari;
5) Berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung
jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup
Atas dasar hal tersebut, maka sejarah diberikan kepada seluruh siswa di
sekolah dari tingkat dasar (SD dan sederajat) sampai tingkat menengah (SMA
dan sederajat) dalam bentuk mata pelajaran. Kedudukannya yang penting dan
strategis dalam pembangunan watak bangsa merupakan fungsi yang tidak bisa
digantikan oleh mata pelajaran lainnya. Meskipun demikian, terkait dengan
materi sejarah dari tingkat dasar sampai menengah, Taufik Abdullah
berpendapat agar siswa tidak bosan menerima materi sejarah, maka jika secara
faktual yang disampaikan sama namun dalam setiap jenjang pendidikan,
peristiwa tersebut akan tampil pada tingkat pengetahuan, pemahaman, serta
pemberian keterangan sejarah yang semakin tinggi dan kompleks. Dengan
demikian, setiap tingkatan atau tahap diharapkan bisa memberikan kesegaran
dan kematangan intelektual ( Abdullah, 1996 ).
Dari pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sejarah
tidak mengkhususkan mempelajari fakta-fakta dalam sejarah sebagai ilmu
namun perpaduan antara sejarah dan tujuan pendidikan pada umumnya. Meski
demikian, pembelajaran sejarah berusaha menampilkan fakta sejarah secara
obyektif meskipun tetap dalam kerangka fakta sejarah yang sesuai dengan
tujuan pendidikan itu sendiri.
14
d. Tujuan Pembelajaran Sejarah
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, bahwa pembelajaran
sejarah merupakan perpaduan antara pembelajaran itu sendiri dan ilmu
sejarah, yang mana keduanya tetap memperhatikan tujuan pendidikan secara
umum. Pemerintah sebagai pemegang otoritas pendidikan berpendapat
tentang tujuan dari mata pelajaran sejarah melalui Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi yang tercantum
dalam lampiran Peraturan Menteri ini, bahwa mata pelajaran Sejarah
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat
yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa
depan
2) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara
benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi
keilmuan
3) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap
peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa
lampau
4) Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya
bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga
masa kini dan masa yang akan dating
5) Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari
bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat
diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional
maupun internasional (Gafur, 2012).
Pengajaran sejarah penting dalam pembentukan jiwa patriotisme dan
rasa kebangsaan. Suatu pengetahuan sejarah yang ditunjang pengalaman
praktis warga negara yang baik di sekolah membantu memperkuat loyalitas
15
dan membantu anak-anak menemukan dirinya dengan latar belakang sejarah
luas (Jarolimek, 1971). Rowse (1963) menegaskan bahwa sejarah adalah suatu
mata pelajaran yang bernilai pendidikan tinggi. Sementara itu Collingwod (
1973 ) mengatakan bahwa nilai sejarah adalah mengajarkan kepada kita
tentang manusia dan apa yang telah dilakukannya. Dalam konteks
pembentukan identitas nasional, pengetahuan sejarah mempunyai fungsi
fundamental (Kartodirdjo, 1993 ).
Menurut Hamid Hasan dalam Kongres Nasional Sejarah tahun 1996,
secara tradisional tujuan kurikulum pendidikan sejarah selalu diasosiasikan
dengan tiga pandangan yaitu:
a) Perenialisme yang memandang bahwa pendidikan sejarah haruslah
mengembangkan tugas sebagai wahana “ transmission of culture”.
Pengajaran sejarah hendaklah diajarkan sebagai pengetahuan yang dapat
membawa siswa kepada penghargaan yang tinggi terhadap “the glorius
past”. Kurikulum sejarah diharapkan dapat mengembangkan kemampuan
anak didik dan generasi penerus untuk mampu menghargai hasil karya
agung bangsa di masa lampau, memupuk rasa bangga sebagai bangsa, rasa
cinta tanah air, persatuan dan kesatuan nasional.
b) Esensialisme, menurut pandangan ini, kurikulum sejarah haruslah
mengembangkan pendidikan sejarah sebagai pendidikan disiplin ilmu dan
bukan hanya terbatas pada pendidikan pengetahuan sejarah. Dalam
pandangan aliran esensialisme, siswa yang belajar sejarah harus diasah
kemampuan intelektualnya sesuai dengan tradisi intelektual sejarah
sebagai disiplin ilmu. Kemampuan intelektual keilmuan antara lain
menghendaki kemampuan berfikir kritis dan analitis terutama dikaitkan
dalam konteks berfikir yang didasarkan filsafat keilmuan.
c) Rekonstruksi sosial, pandangan ini menganggap bahwa kurikulum
pendidikan sejarah haruslah diarahkan pada kajian yang mengangkut
kehidupan masa kini dengan problema masa kini. Pengetahuan sejarah
16
diharapkan dapat membantu siswa mengkaji masalah untuk memecahkan
permasalahan. Kecenderungan-kecenderungan yang terjadi dalam sejarah
masa lampau sebagai pelajaran yang dapat dimanfaatkan bagi kehidupan
siswa masa kini ( Hasan , 1997 ).
Namun klasifikasi seperti pandangan di atas tidak perlu dijadikan
pegangan mutlak dan terpisah oleh para pengembang kurikulum sejarah.
Sebagai wahana pendidikan, kurikulum sejarah harus diarahkan untuk
mencapai berbagai tujuan seperti pengembangan rasa kebangsaan,
kebanggaan atas prestasi gemilang masa lalu bangsa, mampu menarik
pelajaran dari peristiwa masa lampau untuk digunakan dalam melanjutkan
prestasi gemilang bangsa bagi kehidupan masa sekarang dan yang akan
datang (Hasan , 1997).
2. Media Pembelajaran
a. Pengertian Media Pembelajaran
Gerlach dan Ely ( 1971 ) mengatakan bahwa media apabila dipahami
secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun
kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan
dan sikap. Dalam pengertian ini Guru, buku teks, dan lingkungan sekolah
adalah media. Secara lebih khusus pengertian media dalam proses belajar
mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau
elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi
visual atau verbal. Kalau menurut Bovee ( 1997 ) media adalah sebuah alat
yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan. Pembelajaran adalah proses
komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Maka dapat diartikan
bahwa Media Pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi dan dapat
digunakan untuk penyampaian pesan pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa
bentuk komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana untuk
penyampaian pesan. Bentuk-bentuk stimulus dapat digunakan sebagai media,
17
diantaranya adalah hubungan atau interaksi manusia, realitas, gambar
bergerak atau tidak, tulisan dan suara yang direkam. Maka dengan kelima
bentuk stimulus ini, akan membantu pembelajar mempelajari bahan pelajaran.
Dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk stimulus yang dapat digunakan
sebagai media pembelajaran adalah suara, lihat dan gerakan.
Pengertian media mengarah kepada sesuatu yang mengantar atau
meneruskan informasi (pesan) antara sumber (pemberi pesan) dan penerima
pesan. Ada beberapa pengertian media yang dikemukakan oleh para ahli
seperti Santoso S. Hamidjojo, Mc Luhan, serta Oemar Hamalik. (Sadiman,
1996) berpendapat bahwa media adalah semua bentuk perantara yang
digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, sehingga
ide atau gagasan yang dikemukakan itu bisa sampai pada penerima. (Sadiman,
1996) menyatakan bahwa media disebut juga channel (saluran) karena
menyampaikan pesan dari sumber informasi itu kepada penerima informasi.
Sementara itu Hamalik (1994) menyatakan bahwa hubungan komunikasi
interaksi akan berjalan dengan lancar dan tercapainya hasil yang maksimal
apabila digunakan alat bantu yang disebut media.
Dari berbagai pengertian dan pembatasan yang telah diberikan
oleh para ahli tentang media, ada beberapa unsur yang terkandung dalam
media ( Sadiman, 1996 ), yaitu (1) segala sesuatu (fisik) yang dapat
menyampaikan informasi atau pesan, (2) dapat merangsang pikiran,
perasaan dan perhatian penerima pesan, (3) sehingga tercipta bentuk-bentuk
komunikasi.
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam aktivitas
pembelajaran, (Furqon, 2005) menyatakan bahwa media dapat didefinisikan
sebagai sesuatu yang membawa informasi atau pengetahuan dalam
interaksi yang berlangsung antara guru dan murid atau dosen dan mahasiswa.
18
Dari berbagai pengertian tentang media dan pembelajaran tersebut,
diambil suatu pemahaman bahwa media pembelajaran adalah semua alat
(bantu) yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran, dengan maksud untuk
menyampaikan pesan (informasi) pembelajaran dari sumber (guru
maupun sumber lain) kepada penerima (dalam hal ini anak didik atau warga
belajar) yang dapat merangsang pemikiran, perasaan, dan perhatian penerima
pesan sehingga tercipta bentuk komunikasi (pembelajaran).
Berkaitan dengan masalah pendidikan, media pendidikan dapat
diartikan sebagai segala jenis sesuatu yang dapat menyampaikan pesan-pesan
pendidikan yang dapat merangsang pemikiran, perasaan dan perhatian
penerima pesan sehingga tercipta bentuk komunikasi. Penggunaan media
pendidikan pada dasarnya adalah sebagai upaya efektivitas pencapaian tujuan
dari pendidikan tersebut.
Setiap media yang digunakan pada umumnya memiliki manfaat untuk
tujuan pencapaian proses belajar mengajar. Menurut Sudjana (2002) media
pembelajaran memiliki empat manfaat. Pertama, pembelajaran akan lebih
menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.
Kedua, bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih
dipahami oleh para peserta didik, dan memungkinkan peserta didik menguasai
tujuan dari pembelajaran yang lebih baik. Ketiga, metode mengajar akan lebih
bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata
oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga,
apalagi guru mengajar untuk setiap jam pelajaran. Keempat, siswa lebih
banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan
uraian guru, tetapi juga aktifitas lain seperti mengamati, melakukan,
mendengarkan, mendemonstratsikan dan lain-lain.
Hakikat media dalam kegiatan proses belajar mengajar telah berfungsi
sebagai instrumental, dengan kata lain media berarti tidak hanya sekedar
alat saja, namun untuk mencapai/memiliki tujuan. Alat yang dimaksud dalam
19
media adalah alat untuk membantu proses belajar, alat untuk mempermudah
pemahaman masalah yang sedang dibahas, alat untuk mempermudah
mengungkapkan hal-hal yang rumit. Jadi sebagai alat, media bisa digunakan
untuk berbagai tujuan, tetapi tidak semua tujuan, karena setiap media
memiliki ciri atau karakteristik, memiliki kekhasannya masing-masing,
sehingga hanya tepat digunakan untuk tujuan-tujuan yang khas dan sesuai
pula.
Setiap penggunaan media pembelajaran juga memiliki tujuan dalam
pencapaian tujuan pembelajaran. Raharjo (2005) menjelaskan penggunaan
media pembelajaran memiliki enam tujuan. Pertama, sebagai ilustrator yaitu
berperan menggambarkan masalah secara jelas. Kedua, membentuk kode
(sandi). Ketiga, mampu menunjukkan gambaran hidup (animasi). Keempat,
memahami maknanya (kodifikasi). Kelima, melahirkan kesadaran baru
(dekodifikasi). Keenam, mewujudkan terjadinya perubahan kearah perbaikan
(transformasi).
Karakteristik media yang lazim digunakan dalam kegiatan pendidikan
atau pembelajaran adalah: (1) media pandang yang tidak diproyeksikan
termasuk di dalamnya gambar diam, grafis (termasuk sketsa, bagan, diagram,
grafik, kartun, gambar kronologi, poster, peta dan globe, papan flanel dan
papan buletin), serta model dan realita, (2) media pandang yang
diproyeksikan, (3) media audio, (4) sistem media, (5) simulasi dan permainan
(Latuheru, 1988 ; Sadiman, 1996).
Menurut pengembangan dan persiapan pengadaannya, media
dibedakan menjadi dua, yaitu media by utilization dan media by design.
Media by utilization merupakan media yang tersedia, dimanfaatkan, serta
dibuat secara komersial dan telah siap pakai. Sedangkan media by
design adalah media yang dirancang dan dipersiapkan secara khusus
(Sadiman, 1996).
20
Dari keseluruhan pengertian diatas secara umum dapat dikatakan
bahwa substansi dari media pembelajaran adalah : (1) bentuk saluran, yang
digunakan untuk menyalurkan pesan, informasi atau bahan pelajaran kepada
penerima pesan atau pembelajar, (2) berbagai jenis komponen dalam
lingkungan pembelajar yang dapat merangsang pembelajar untuk belajar. (3)
bentuk alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang pembelajar
untuk belajar, (4) bentuk-bentuk komunikasi yang dapat merangsang
pembelajar untuk belajar, baik cetak maupun audio, visual dan audio visual.
b. Manfaat Media Pembelajaran
Manfaat Media Pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses
pembelajaran, adalah sebagai berikut :
1) Pengajaran lebih menarik perhatian pembelajar sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar,
2) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih
dipahami pembelajar, serta memungkinkan pembelajar menguasai tujuan
pengajaran dengan baik,
3) Metode pembelajaran bervariasi, tidak semata-mata hanya komunikasi
verbal melalui penuturan kata-kata lisan pengajar, pembelajar tidak bosan,
dan pengajar tidak kehabisan tenaga,
4) Pembelajar lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya
mendengarkan penjelasan dari pengajar saja, tetapi juga aktivitas lain yang
dilakukan seperti : mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-
lain.
Selain itu manfaat media pembelajaran bagi pengajar dan pembelajar,
sebagai berikut :
a) Manfaat media pembelajaran bagi pengajar :
(1) Memberikan pedoman, arah untuk mencapai tujuan,
(2) Menjelaskan struktur dan urutan pengajaran secara baik,
(3) Memberikan kerangka sistematis mengajar secara baik,
21
(4) Memudahkan kendali pengajar terhadap materi pembelajaran,
(5) Membantu kecermatan, ketelitian, dalam penyajian materi pelajaran,
(6) Membangkitkan rasa percaya diri seorang pengajar,
(7) Meningkatkan kualitas pengajar.
b) Manfaat media pembelajaran bagi pembelajar :
(1) Meningkatkan motivasi belajar pembelajar,
(2) Memberikan dan meningkatkan variasi belajar pembelajar,
(3) Memberikan struktur materi pelajaran dan memudahkan pembelajar untuk
belajar,
(4) Memberikan inti informasi, pokok-pokok, secara sistematik sehingga
memudahkan pembelajar untuk belajar,
(5) Merangsang pembelajar untuk berfikir dan beranalisis,
(6) Menciptakan kondisi dan situasi belajar tanpa tekanan, dan
(7) Pembelajar dapat memahami materi pelajaran dengan sistematis yang
disajikan pembelajar lewat media pembelajaran.
Banyak manfaat yang diperoleh dari penggunaan media pembelajaran untuk
proses pembelajaran, keterkaitan antara media pembelajaran dengan tujuan,
materi, metode dan kondisi pembelajar, harus menjadi perhatian dan
pertimbangan pengajar untuk memilih dan menggunakan media dalam proses
pembelajaran dikelas, sehingga media pembelajaran yang digunakan lebih efektif
dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Livie dan Lentz ( 1982 ) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran
yang khususnya pada media visual, yaitu fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi
kognitif, dan fungsi kompensatoris. Masing-masing fungsi tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
(a) Fungsi Atensi berarti media visual merupakan inti, menari, dan mengarahkan
perhatian pembelajar untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan
dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.
22
(b) Fungsi Afektif maksudnya media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan
pembelajar ketika belajar membaca teks bergambar. Gambar atau lambang
visual akan dapat menggugah emosi dan sikap pembelajar.
(c) Fungsi kognitif bermakna media visual mengungkapkan bahwa lambang
visual memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mendengar
informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.
(d) Fungsi kompensatoris artinya media visual memberikan konteks untuk
memahami teks membantu pembelajar yang lemah dalam membaca untuk
mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatkanya kembali
(Arsyad, 2004).
Dari empat fungsi media visual dapat dikatakan bahwa belajar dari pesan
visual memerlukan keterampilan tersendiri, karena melihat pesan visual tidak
dengan sendirinya akan memahami atau mudah belajar. Pembelajar harus
dibimbing dalam menerima dan menyimak pesan visual secara tepat. Misalnya,
kita meminta pembelajar untuk menerjemahkan suatu gambar visual dalam
bentuk draft, tentu saja pengajar akan mendapatkan jawaban yang berbeda dari
masing-masing pembelajar.
Teknik afektif untuk memahami pesan visual adalah menuntut penerima
pesan atau pembelajar untuk melihat dan membaca pesan-pesan visual pada
berbagai tahapan, yang dimulai dari : (1) fase differenisasi, yaitu dimana
pembelajar mula-mula mengamati, mengidentifikasi, dan menganalisis terlebih
dahulu unsure-unsur suatu unit pengajaran dalam bentuk pesan-pesan visual
tersebut. (2) fase integrasi, yaitu dimana pembelajar menempatkan unsur-unsur
visual secara serempak, menghubungkan keseluruhan pesan visual kepada
pengalaman-pengalamanya, dan (3) kesimpulan, yaitu dari pengalaman visualisasi
untuk kemudian menciptakan konseptualisasi baru dari apa yang telah mereka
pelajari sebelumnya.
Hasil penelitian Edmund Faison,dkk dalam Nana Sudjana dan Ahmad Rivai,
tentang penggunaan gambar dan grafik (visual) dalam pembelajaran, disimpulkan:
23
1) Terdapat beberapa hasil penelitian bahwa untuk memperoleh hasil belajar
bagi pembelajar secara maksimal :
a) Gambar-gambar yang digunakan harus erat kaitanya dengan materi
pembelajaran,
b) Gambar harus familier dengan pembelajar, dan
c) Gambar yang digunakan ukuranya cukup besar sehingga rincian
unsur-unsurnya mudah diamati, sederhana, direproduksi bagus, lebih
realistis, dan menyatu dengan teks.
2) Terdapat bukti, gambar-gambar berwarna (selain warna hitam putih) lebih
menarik minat pembelajar dari pda yang ditampilkan dengan warna hitam
putih saja.
3) Hasil penelitian Mabel Rudisil, mengatakan gambar-gambar yang lebih
disukai anak-anak menunjukan bahwa suatu penyajian visual yang
sempurna realismenya adalah pewarnaan, karena pewarnaan pada gambar
akan menumbuhkan impresi atau kesan realistik.
Menurut Munadi (2008) fungsi media pembelajaran, yaitu : sebagai sumber
belajar, fungsi semantic, fungsi manipulatif dan fungsi psikologis.
(1) Sebagai sumber belajar
Secara teknis media pembelajaran berfungsi sebagai sumber belajar,
yaitu sebagai penyalur, penyampai dan penghubung antara Guru dan
peserta didik. Menurut Yudhi, media pembelajaran adalah bahasanya
Guru. Media pembelajaran dapat menggantikan fungsi Guru terutama
sebagai sumber pembelajaran.
(2) Fungsi Semantik
Fungsi Semantik merupakan media dalam perbendaharaan kata
(simbol verbal) yang makna dan maksudnya benar-benar dipahami
peserta didik ( tidak verbalistik ),pemanfaatan bahasa untuk penyampaian
pesan oleh Guru dapat digantikan dengan penggunaan media.
(3) Fungsi Manipulatif
24
Fungsi manipulatif ditunjukan oleh karakteristik media yang
mampu mengatasi batas ruang dan waktu, contohnya yaitu dengan
menghadirkan objek-objek tempat, benda dan peristiwa yang ada dalam
bentuk gambar atau film.
(4) Fungsi Psikologis
Yaitu fungsi media sebagai berikut :
(a) Fungsi atensi
(b) Fungsi afektif
(c) Fungsi kognitif
(d) Fungsi imajinatif
(e) Fungsi motifasi
(f) Fungsi sosio-kultural
c. Klasifikasi Media Pembelajaran
Media pembelajaran apabila dilihat dari sudut pandang yang luas, tidak
hanya terbatas pada alat-alat video, visual, audio-visual saja. Melainkan
sampai pada kondisi pribadi pembelajar dan tingkah laku pengajar. Maka
media pembelajaran diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Bahan yang mengutamakan kegiatan membaca atau dengan menggunakan
simbol-simbol kata dan visual (bahan-bahan cetakan dan bacaan).
2) Alat-alat audio visual, alat-alat yang tergolong dalam kategori ini, yaitu :
a) Media proyeksi ( overhead projector, slide, film dan LCD )
b) Media non-proyeksi ( papan tulis, poster, papan temple, kartun,
papan plannel, komik, bagan, diagram, gambar, grafik, dan lain-
lain), dan
c) Benda tiga dimensi antara lain benda tiruan, diorama, boneka,
topeng, lembaran balik, peta, globe, pameran, dan museum sekolah.
3) Media yang menggunakan teknik atau masinal, yaitu, slide, film strif, film