Page 1
BAB II
BATASAN ISTILAH DAN TINJAUAN PUSTAKA / LANDASAN TEORI
A. Batasan Istilah
Untuk menghindari kesalahan dalam memahami
judul penelitian, maka peneliti merasa perlu
menjelaskan terlebih dahulu tentang apa yang dimaksud
dengan judul penelitian “Analisis Penetapan Margin dan
Penerapan Manajemen Risiko, dalam Pembiayaan Murabahah
di PT. BPRS Fajar Sejahtera Bali“. Adapun penjelasan
sekaligus pembatasan istilah untuk masing-masing
variabel adalah sebagai berikut :
1. Analisis
Penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan,
perbuatan, dsb) untuk mengetahui hal yang
sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dsb)3
2. Penetapan Margin
Penetapan keuntungan dari harga jual sejumlah
tertentu dangan mempertimbangkan keuntungan yang
akan diambil, biaya-biaya yang ditanggung termasuk3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta : Balai Pustaka, 1990), Cet. 3, h. 32.9
Page 2
10
antisipasi timbulnya kemacetan dan jangka waktu
pengembalian.4
3. Penerapan Manajemen Risiko
Pengenaan; perihal mempraktikan5, sedangkan
menurut beberapa ahli berpendapat bahwa, penerapan
adalah suatu perbuatan mempraktikkan suatu teori,
metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan
tertentu dan untuk suatu kepentingan yang
diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang
telah terencana dan tersusun sebelumnya6, maka
penerapan manajemen risiko adalah kegiatan
memperaktikan serangkaian prosedur dan metodologi
yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur,
memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul
dari kegiatan usaha bank7.
4. Pembiayaan Murabahah4 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah,
(Jakarta : Sinar Grafika, 2012), Cet. 1, h. 17.5 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta : Balai Pustaka, 1990), Cet. 3, h. 935.6 Media Belajar, Pengertian “Penerapan”,
http://internetsebagaisumberbelajar.blogspot.com/2010/07/pengertian-penerapan.html, Diakses 22 september 2013, jam 22.12 WITA.
7 Veithzal Rivai, Rifki Ismail, Islamic Risk Management For Islamic Bank, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2013), h. 63.
Page 3
11
Satu bentuk pembiayaan berbentuk perjanjian jual
beli yang harus tunduk pada kaidah dan hukum umum
jual beli yang berlaku dalam muamalah islamiyah,
Ibnu Qudamah dalam bukunya Mughni 4/280
mendefinisikan : Murabahah adalah menjual dangan
harga asal, ditambah dengan margin keuntungan yang
telah disepakati8.
B. Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
1. Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai pembiayaan dan
manajemen risiko pada bank syariah merupakan
sesuatu yang kompleks. Karakteristik unik bank
syariah menyebabkannya menghadapi risiko yang
berbeda dengan bank konvensional. Saat ini,
penelitian yang khusus mengkaji pembiayaan dan
manajemen risiko pada bank syariah secara detail
masih sangat terbatas. Dan peneliti tidak dapat
menemukan penelitian yang membahasa tentang
8 Muhamad, Sistem & Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta : UII Press, 2000), Cet.1, h. 22-23.
Page 4
12
penetapan margin serta penerapan manajemen risiko
yang khusus membahasa pada pembiayaan murabahah.
Beberapa sumber melaluli kajian pustaka yang
diperoleh oleh peneliti, berisi pembahasan
manajamen risiko pada perbankan syariah serta
jenis-jenis transaksi yang terdapat pada perbankan
syariah, namun tidak membahas secara spesifik
tentang penetapan margin pada pembiayaan murabahah.
2. Landasan Teori
a. Sistem Ekonomi Islam
Islam mengambil suatu kaidah terbaik antara
pendangan kapitalis dan komunis dan mencoba
membentuk keseimbangan antara kebendaan dan
kerohanian. Keberhasilan sitem ekonomi Islam
tergantung pada sejauh mana penyesuaian yang dapat
dilakukan antara keperluan kebendaan dan kerohanian
manusia. Sumber pedoman ekonomi Islam adalah firman
Allah SWT, dan sunnah Rasul.9
9 Veithzal Rivai dan Antoni Nizar Usman, Islamic Economic & Finance, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 5.
Page 5
13
Sistem ekonomi Islam bukanlah sekedar
sistem keuangan yang bebas riba, perniagaan yang
jauh dari unsur gharar, atau kutipan dan pemberian
zakat yang bermanfaat. Sistem ekonomi Islam
melampaui semua itu karena ilmuwan terdahulu telah
lama membincangkan soal-soal pengkhususan buruh,
hukum penawaran dan permintaan, serta hal-hal
perpajakan. 10
Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis,
sistem ekonomi Islam menetapkan bahwa permasalahan
ekonomi utama dalam masyarakat adalah masalah
rusaknya distribusi kekayaan di tengah masyarakat.
Dengan kata lain, komitmen Islam yang demikian
mendalam terhadap persaudaraan dan keadilan
menyebabkan konsep kesejahteraan (falah) bagi semua
umat manusia sebagai suatu tujuan pokok Islam
(Chapra, 2000). Kesejahteraan ini meliputi
kepuaasan fisik, kedamaian mental, dan kebahagiaan
yang hanya dapat dicapai melalui realisasi yang10 Ibid,. h. 8.
Page 6
14
seimbang antara kebutuhan materi dan rohani dari
personalitas manusia. Karena itu, memaksimumkan
output total semata-mata tidak menjadi tujuan
masyarakat Muslim.11
b. Keuangan Syariah
Keuangan syariah adalah bentuk keuangan
yang didasarkan pada syariah atau bangunan hukum
Islam. Syariah, yang berarti “jalan menuju sumber
air”, dipenuhi dengan tujuan moral dan pelajaran
tentang kebenaran. Karena itu, syariah lebih dari
sekedar seperangkat aturan-aturan hukum. Sejatinya,
syariah mewakili gagasan bahwa hukum. Ini adalah
satu istilah yang meringkaskan cara hidup yang
diajarkan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya dan
mencakup segala sesuatu mulai dari kontrak bisnis
dan pernikahan hingga azab dan ibadah. Umum untuk
menggunakan istilah “sesuai dengan syariah” dalam
menggambarkan segala sesuatu yang dibolehkan oleh
11 Veithzal Rivai dan Antoni Nizar Usman, Islamic Economic & Finance, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 63.
Page 7
15
hukum Islam. Tidak seperti keuangan konvensional,
yang telah dikenal oleh sebagian besar kita,
keuanga syariah memiliki satu persyaratan utama
untuk setiap transaksi keuangan yang harus sesuai
dengan syariah. Untuk menjamin kepatuhan terhadap
syariah, terdapat lima prinsip utama yang harus
diikuti secara ketat (lihat Gambar 2.1) : 12
Gambar 2.1 : Prinsip-prinsip Kunci Keuangan Syariah
12 Daud Vicary Abdullah dan Keon Chee, Buku Pintar Keuangan Syariah, (Jakarta : Zaman,2012), Cet. 1, h. 20-21.
Page 8
16
Sumber : Daud Vicary Abdullah dan Keon Chee, Buku Pintar Keuangan Syariah
1) Kenyakinan pada Tuntunan Ilahi
Perintah-perintah Allah tidak dibatasi pada ibadah
dan ritual keagamaan semata. Melainkan, mencakup
bidang penting dari nyaris setiap aspek kehidupan,
termasuk transaksi ekonomi dan keuangan. Manusia
membutuhkan tuntunan Ilahi karena dia tidak
memiliki kekuatan sendiri untuk mencapai kebenaran.
Manusia bukan sekedar tak sempurna, melainkan juga
memiliki ‘rasio’ yang kerap dikacaukan dengan ‘hawa
nafsu’. Setiap muslim memiliki keyakinan kuat bahwa
perintah-perintah yang diberikan oleh Allah SWT dan
sunnah Rasul haruslah diikuti secara harfiah dan
substansial.
2) Tidak ada Bunga
Yaitu, tidak boleh menerima bunga dari satu
pinjaman atau diminta untuk membayar bunga atas
suatu pinjaman.
3) Tidak ada Investasi Haram
Page 9
17
Uang harus diinvestasikan pada tujuan yang baik,
sementara perusahaan-perusahaan yang memproduksi
barang-barang haram seperti lakohol, tembakau,
senjata atau pornografi dihindari.
4) Berbagi Risiko dianjurkan
Gagasan tentang berbagi risiko secara sadar
didorong dan dipraktikkan secara rutin diantara
mitra bisnis, seperti antara nasabah dan lembaga
keuangan.
5) Pembiayaan Didasarkan pada Asset Riil
Pembiayaan yang disalurkan lewat produk-produk
syariah hanya bisa meningkat seiring meningkatnya
perekonomian riil dan, dengan demikian, membantu
menangkal spekulasi dan ekspansi kredit
berlebihan.13
Menurut Andri Soemitra sistem keuangan
syariah merupakan sistem keuangan yang menjembatani
antara pihak yang membutuhkan dana dengan pihak
13 Daud Vicary Abdullah dan Keon Chee, Buku Pintar Keuangan Syariah, (Jakarta : Zaman,2012), Cet. 1, h. 21-23.
Page 10
18
yang memiliki kelebihan dana melalui produk dana
jasa keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah. Seluruh transaksi yang terjadi dalam
kegiatan keuangan syariah harus dilaksanakan
berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Prinsip
syariah adalah prinsip yang didasarkan kepada
ajaran Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam konteks
Indonesia, prinsip syariah adalah prinsip hukum
Islam, dalam kegiatan perbankan dan keuangan
berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga
yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di
bidang syariah.14 Sasaran dan fungsi sistem keuangan
syariah dan konvensional pada prinsipnya adalah
sama, yang membedakannya adalah sasaran dan fungsi
sistem keuangan syariah merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari ideologi keislaman yang didasarkan
kepada ajaran Islam (Al-Qur’an dan Sunnah). Dilihat
dari sasarannya, sistem keuangan syariah diharapkan
14 Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, ( Jakarta : Kencana, 2010) Cet. 2, h. 19.
Page 11
19
mampu mencapai tujuan-tujuan pemenuhan kebutuhan
dasar, pertumbuhan ekonomi yang optimum, perluasan
kesempatan kerja, pemerataan distribusi pendapatan,
dan stabilitas ekonomi. Sistem keuangan syariah
diharapkan memberi dampak yang kuat terhadap
kesehatan perekonomian. Dalam praktiknya, sistem
keuangan syariah menggunakan instrument yang
bervariasi dalam melakukan pengendalian pencapaian
sasaran keuangan, dan instrumen-instrumen itu
memiliki komitmen yang tinggi kepada nilai-nilai
spiritual, keadilan sosio-ekonomi, dan solidaritas
sesama manusia. 15
c. BPRS sebagai Lembaga Keuangan Syariah
Secara umum, lembaga keuangan berperan
sebagai lembaga intermediasi keuangan. Intermediasi
keuangan merupakan proses penyerapan dana dari unit
surplus ekonomi, baik sector usaha, lembaga15 Ibid., h. 23.
Page 12
20
pemerintahan maupun individu (rumah tangga) untuk
penyediaan dana bagi unit ekonomi lain.
Intermediasi keuangan merupakan kegiatan pengalihan
dana dari unit ekonomi surplus ke unit ekonomi
defisit, lembaga intermediasi denominasi,
intermediasi risiko, intermediasi jatuh tempo,
intermediasi informasi, intermediasi lokasi, dan
intermediasi mata uang.
Gambar 2.2 : Metode Intermediasi Keuangan
Sumber : Andri Soemitra, M.A., Bank & Lembaga Keuangan Syariah
Dalam proses intermediasi di atas, tanda
garis putus-putus menunjukkan arus dana yang
mengalir pada lembaga keuangan sedangkan garis
Page 13
21
bersambung menunjukkan instrument yang digunakan
untuk menarik dana tersebut, dalam proses
intermediasi keuangan unit yang berlebihan dana
dimediasi oleh lembaga keuangan. Pada proses
intermediasi keuangan unit yang kelebihan dana akan
menyimpan dananya berdasarkan kebutuhan likuiditas,
keamanan, kenyamanan, kemudahan akses, dan
operasional lembaga keuangan apakah berdasarkan
syariah atau konvensional. Sedangkan bagi pengguna
dana didasarkan pada kebutuhan jangka waktu, jumlah
dan prinsip operasional yang digunakan.16
Prinsip utama yang dianut oleh lembaga
keuangan syariah dalam menjalankan kegiatan
usahanya adalah bebas “Maghrib”, yaitu :
1) Maysir (spekulasi) : secara bahasa maknanya
berarti judi, secara umum mengundi nasib dan
setiap kegiatan yang sifatnya untung-untungan
(spekulasi), secara ekonomi perjudian merupakan
16 Andri Soemitra, M.A., Bank & Lembaga Keuangan Syariah ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group), Cet.2 h. 29-30.
Page 14
22
bentuk investasi yang tidak produktif karena
tidak terkait langsung dengan sektor riil, dan
tidak memberikan dampak peningkatan penawaran
barang dan jasa.
2) Gharar : sesuatu yang memperdayakan manusia di
dalam bentuk harta, kemegahan, jabatan, syahwat
(keinginan). Dimana gharar berarti menjalankan
suatu usaha secara buta tanpa memiliki
pengetahuan yang cukup, atau menjalankan suatu
transaksi yang risikonya berlebihan tanpa
mengetahui dengan pasti apa akibatnya atau
memasuki kancah risiko tanpa memikirkan
konsekuensinya, gharar dapat terjadi pada
transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak
dimiliki, tidak diketahui keberadaanya, atau
tidak dapat dieserahkan pada saat transaksi
dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah,
secara ekonomi pelarangan gharar akan
mengedepankan transparansi dalam bertransaksi
Page 15
23
dan kegiatan operasional lainnya dan menghindari
ketidakjelasan dalam berbisnis.
3) Haram : secara bahasa berarti larangan dan
penegasan, dalam aktivitas ekonomi setiap orang
diharapkan untuk menghindari semua yang haram,
baik haram zatnya maupun haram selain zatnya.
Secara ekonomi, pelarangan yang haram akan
menjamin investasi hanya dilakukan dengan cara
dan produk yang menjamin kemaslahatan manusia.
4) Riba : penambahan pendapatan secara tidak sah
(batil) antara lain dalam transaksi pertukaran
barang sejenis yang tidak sama kualitas,
kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau
sama dalam transaksi pinjam-meminjam yang
mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas
mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok
pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ ah).
Secara ekonomi, pelarangan riba membuat arus
investasi lancer dan tidak terbatas oleh tingkat
Page 16
24
suku bunga yang menghambat arus investasi ke
sector produkstif
5) Batil : secara bahasa berarti batal atau tidak
sah, dalam aktivitas ekonomi tidak boleh
dilakukan dengan jalan yang batil seperti
mengurangi timbangan, mencampurkan barang rusak
diantara barang yang baik untuk mendapatkan
keuntungan lebih banyak, menimbun barang, menipu
atau memaksa. Secara ekonomi, pelarangan batil
akan semakin mendorongnya berkurangnya moral
hazard dalam berekonomi.17
BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah)
merupakan lembaga yang memberikan jasa keuangan
yang lengkap, dimana usaha keuangan yang dilakukan
di samping menyalurkan dana atau memberikan
pembiayaan juga melakukan usaha penghimpunan dana
dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan. BPRS
memiliki fungsi sebagai pelaksana sebagian fungsi
17 Andri Soemitra, M.A., Bank & Lembaga Keuangan Syariah ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group), Cet.2 h. 36-38.
Page 17
25
bank umum, dalam tingkat regional dengan
berlandaskan prinsip-prinsip syariah, BPRS juga
merupakan bank yang khusus melayani masyarakat
kecil dalam lingkup kecamatan maupun pedesaan,
dengan jenis produk yang ditawarkan relatif sempit
jika dibandingkan dengan bank umum, bahkan terdapat
beberapa jenis jasa bank yang tidak boleh
diselenggarakan oleh BPRS, seperti pembukaan
rekening giro serta ikut dalam kliring.18
Bentuk hukum BPRS perseroan terbatas hanya
boleh dimiliki oleh WNI (Warga Negara Indonesia)
dan / atau badan hukum Indonesia, pemerintah
daerah, atau kemitraan antara WNI atau badan hukum
Indonesia dengan pemerintah daerah.19
d. Penetapan Nilai Margin
Faturrahman Djamil dalam bukunya yang
berjudul Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Di Bank
Syariah mengatakan bahwa bank melakukan penetapan
18 Andri Soemitra, M.A., Bank & Lembaga Keuangan Syariah ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group), Cet.2 h. 45-46.
19 Ibid., h. 62.
Page 18
26
margin/keuntungan dari harga jual sejumlah tertentu
dengan mempertimbangkan keuntungan yang akan
diambil, biaya-biaya yang ditanggung termasuk
antisipasi timbulnya kemacetan dan jangka waktu
pengembalian20. Hal ini ditunjang oleh undang-undang
perbankan UU No. 10 Th. 1998 tentang perubahan
undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan,
Pasal 1 No. 13 dan Pasal 6 huruf m, yang berisikan
tentang pembiayaan pada perbankan syariah
Muhamad dalam bukunya yang berjudul sistem
prosedur & operasional Bank Syariah menuliskan
dalam pembiayaan Murabahah harga jual pada pemesan
adalah harga beli pokok plus margin keuntungan yang
telah disepakati.21
Dalam Alqur’an juga disebutkan bagaimana
akad jual beli haruslah dilakukan dengan adil
20 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012), Cet. 1, h. 17.
21 Muhamad, Sistem & Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta : UII Press,2000), Cet. 1, h. 24.
Page 19
27
dengan penetapan yang tidak merugikan satu pihak
dengan pihak yang lain.
Hai orang-orang yang beriman! janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali
dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh,
Allah Maha
Penyayang
kepadamu. (Quran : An Nisa : 29)22.
Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu merugikan orang lain.
(Quran : Asy Syu'araa' : 181)23.
22 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta : CV Darus Sunnah, 2002), h. 84.
23 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta : CV Darus Sunnah, 2002), h. 375.
Page 20
28
Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari Tuhanmu. Maka
apabila kamu bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di
Masy'arilharam. Dan berdzikirlah kepada-Nya sebagaimana Dia telah
memberi petunjuk kepadamu, sekalipun sebelumnya kamu benar-
benar termasuk orang yang tidak tahu. ( Quran : Al Baqarah : 198)24.
Salah satu metode yang dapat digunakan
dalam melakukan penghitungan harga jual pada
pembiayaan murabahah dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Gambar 2.3 : Contoh Perhitungan Harga Jual dalam Murabahah
Sumber : Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah
Biaya yang dikeluarkan dan harus dikembalikan (cost
recovery) bisa didekati dengan membagi proyeksi biaya
operasional bank, dengan target volume pembiayaan
24 Ibid., h. 32.
Page 21
29
murabahah di bank syariah25.
Jadi dapat kita ketahui dari penelitian
sebelumnya bahwa penetapan margin dalam pembiayaan
murabahah belumlah memiliki standar yang pasti
mengenai besarannya melainkan masih ditentukan oleh
bank maupun kesepakatan antara kedua pihak yang
melakukan transaksi, dalam penelitian ini peneliti
ingin memastikan dan melihat bagaimana suatu
lembaga keuangan perbankan syariah dalam hal ini PT
BPRS Fajar Sejahtera Bali menentukan besaran margin
dalam transaksi murabahah dan kesesuaian terhadap
besaran pembiayaan yang dilakukan.
e. Manajemen Risiko Pembiayaan
Seperti yang telah dijelaskan dalam batasan
istilah sebelumnya manajemen risiko adalah
serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan
untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan
25 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta : UPP AMP YKPN), h. 143.
Page 22
30
usaha bank. Hal ini terkait dengan definisi umum
risiko, yaitu pada setiap usaha/kegiatan selalu
terdapat kemungkinan tidak tercapainya suatu tujuan
atau selalu terdapat ketidakpastian atas keputusan
apapun yang telah diambil.26
Studi tentang bagaimana mengelola risiko
telah dilakukan pada paruh kedua dari abad
terakhir. Makrowitz’s (1959) dalam tulisannya,
mengemukakan bahwa seleksi portofolio merupakan
masalah bagi upaya maksimalisasi return yang
diharapkan dan upaya meminimalkan risiko. Sharpe
(1964), dalam Capital Asset Pricing Model (CAPM),
mengenalkan konsep risiko sistematik dan residual,
model ini lebih lanjut meliputi Single Factor Models
dari risiko yang menghhitung beta dari aset. Abitrage
Pricing Theory (APT) yang dikenalkan oleh Ross (1976),
mengemukakan bahwa tingkat return yang diharapkan
dari satu aset dipengaruhi oleh berbagai faktor,
26 Veithzal Rivai, Rifki Ismail, Islamic Risk Management For Islamic Bank, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2013), h. 63-64.
Page 23
31
implikasi dari Multiple Factor Model ini adalah, bahwa
total risiko merupakan penjumlahan dari berbagai
faktor risiko dan risiko residual sehingga satu
kelipatan dari premi risiko (risk premia) dapat
dihubungkan dengan satu aset dengan faktor beta
tertentu27.
Dari risiko yang biasa dihadapi bank
syariah, risiko mark-up menempati peringkat paling
tinggi, kemudian diikuti oleh risiko
operasionalnya.28
Eddi Cade menyatakan bahwa definisi risiko
berbeda-beda, tergantung pada tujuannya. Definisi
risiko yang tepat dilihat dari sudut pandang bank
adalah, exposure terhadap ketidakpastian pendapatan.
Sedangkan Philip Best menyatakan bahwa risiko
adalah kerugian secara financial, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Risiko bank adalah
27 Tariqullah Khan, Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, terj Ikhwan Abidin Basri, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008), Cet. 1, h. 14-15.
28 Ibid., Cet. 1, h. 84.
Page 24
32
keterbukaan terhadap kemungkinan rugi (exposure to the
change of loss).29
Dalam Al-Qur’an juga telah memperkenalkan
kita tentang risiko yang harus kita tanggung dalam
suatu tindakan yang kita lakukan.
Lalu setan memperdayakan keduanya dari surga
sehingga keduanya dikeluarkan dari (segala kenikmatan) ketika
keduanya di sana (surga). Dan Kami berfirman, “Turunlah kamu!
Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain. Dan bagi kamu ada
tempat tinggal dan kesenangan di bumi sampai waktu yang
ditentukan. (Quran : Al Baqarah : 36)30
Dari surat di atas, tampak bahwa manusia
pertama Nabi Adam as dan isterinya Siti Hawa,
tampak menanggung risiko karena melanggar larangan
29 Veithzal Rivai, Rifki Ismail, Islamic Risk Management For Islamic Bank, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2013), h. 65.
30 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta : CV Darus Sunnah, 2002), h. 7.
Page 25
33
Allah SWT., yang disebabkan bujuk rayu dan
diperdaya oleh setan.31
Sehubungan dengan fungsi bank syariah
sebagai lembaga intermediary dalam kaitannya dengan
penyaluran dana masyarakat atau fasilitas
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah tersebut,
bank syariah menaggung risiko kredit atau risiko
pembiayaan. Hal tersebut dijelaskan kembali dalam
Pasal 37 ayat (1) UU Perbankan Syariah yang
menyatakan bahwa penyaluran dana berdasarkan
prinsip syariah oleh bank syariah dan UUS
mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam
pelunasannya sehingga dapat berpengaruh terhadap
kesehatan bank syariah dan UUS. Mengingat bahwa
penyaluran dana yang dimaksud bersumber dari dana
masyarakat yang disimpan pada bank syariah dan UUS,
risiko yang dihadapi bank syariah dan UUS dapat
berpengaruh pula kepada keamanan dana masyarakat
31 Veithzal Rivai, Rifki Ismail, Islamic Risk Management For Islamic Bank, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2013), h. 5.
Page 26
34
tersebut. Risiko bagi bank syariah dalam pemberian
fasilitias pembiayaan adalah tidak kembalinya pokok
pembiayaan dan tidak mendapat imbalan, ujrah, atau
bagi hasil sebagaimana telah disepakati dalam akad
pembiayaan antara bank syariah dan nasabah penerima
fasilitas.32
Risiko kredit atau pembiayaan adalah
kerugian penting yang dihadapi oleh bank, sebab hal
ini bisa memicu likuiditas, tingkat suku bunga,
penurunan dan timbulnya risiko atau kerugian
lainnya33, karena itu senior manajemen bank
bertanggung jawab untuk melaksanakan strategi
manajemen risiko kredit yang telah ditetapkan oleh
dewan direksi, yaitu dengan mengembangkan prosedur-
prosedur tertulis yang merefleksikan keseluruhan
strategi serta meyakinkan pelaksanaannya34, dimana
bank memerlukan informasi tetang berbagai faktor32 A. Wangsawidjaja Z., Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama, 2012), h. 89. 33 Veithzal Rivai, Rifki Ismail, Islamic Risk Management For Islamic Bank,
(Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2013), h. 605.34 Tariqullah Khan, Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,
terj Ikhwan Abidin Basri, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008), Cet. 1, h. 21.
Page 27
35
terkait dengan nasabah yang diberikan fasilitas
kredit atau pembiayaan, yang diantaranya adalah
tujuan fasilitas kredit atau pembiayaan dan sumber
pengembalian, profil risiko nasabah dan
sensitivitasnya terhadap kondisi ekonomi dan
perubahan pasar, reputasi dan kapasitas nasabah
untuk pengembalian pembiayaan, serta kemampuan
nasabah dalam memberikan jaminan35.
Menurut Trisadini P. Usanti dan Abdul
Shomad, risiko pembiayaan adalah risiko timbulnya
kerugian akibat kegagalan/ketidakmampuan nasabah
dalam memenuhi kewajiban sesuai akad atau
perjanjian yang telah ditetapkan antara bank
syariah dan nasabah. Risiko pembiayaan umumnya
bersumber dari karakter nasabah, kemampuan nasabah
dan siklus bisnis. Risiko tersebut dapat berdampak
lebih besar bagi bank syariah, sehingga risiko
pembiayaan harus diidentifikasi, diukur, dipantau,
35 Tariqullah Khan, Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, terj Ikhwan Abidin Basri, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008), Cet. 1, h. 22.
Page 28
36
dan dikendalikan.36
Adiwarman Karim mengatakan sasaran
kebijakan manajemen risiko adalah
mengindentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan jalannya kegiatan usaha bank dengan
tingkat risiko yang wajar secara terarah,
terintegrasi, dan berkesinambungan sehingga
manajemen risiko berfungsi sebagai filter atau
pemberi peringatan dini (early warning system) terhadap
kegiatan usaha bank. Tujuan manajemen risiko itu
sendiri adalah sebagai berikut :
1) Menyediakan informasi tentang risiko kepada
regulator
2) Memastikan bank tidak mengalami kerugian yang
bersifat unaccepteble.
3) Meminimalisasi kerugian dari berbagai resiko
yang bersifat uncontrolled.
4) Mengukur eksposur dan pemusatan risiko.
36 Trisadini P. Usanti dan Abd. Shomad, Transaksi Bank Syariah, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2013), Cet. 1, h. 85.
Page 29
37
5) Mengalokasikan modal dan membatasi risiko.
Manajemen risiko dalam bank Islam mempunyai
karakter yang berbeda dengan bank konvensional,
terutama karena adanya jenis-jenis risiko yang khas
melekat yang hanya ada pada bank syariah. Perbedaan
mendasar antara bank Islam dan bank konvensional
bukan terletak pada bagaimana cara mengukur (how to
measure), melainkan pada apa yang dinilai (what to
measure).37
Dapat kita lihat bahwa penelitian
terdahulu, masih lebih condong mengacu pada
penerapan manajemen risiko secara konvensional, dan
masih sangat minim pada transaksi pembiayaan
syariah dimana disini terkait dengan manajemen
risiko kredit, melalui penelitian ini peneliti
ingin memaparkan bagaimana penerapan manajemen
risiko terutama dalam pembiayaan murabahah yang
37 Trisadini P. Usanti dan Abd. Shomad, Transaksi Bank Syariah, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2013), Cet. 1, h. 85
Page 30
38
sesuai dengan perbankan syariah dalam lingkup di PT
BPRS Fajar Sejahtera Bali.
f. Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan berdasarkan akad murabahah
didefinisikan sebagai akad dengan transaksi jual
beli suatu barang sebesar harga perolehan barang
ditambah dengan margin yang disepakati oleh para
pihak, di mana penjual menginformasikan terlebih
dahulu harga perolehan kepada pembeli. Dalam
pembiayaan berdasarkan akad murabahah, bank
bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam
kegiatan transaksi murabahah dengan nasabah. Bank
dapat membiayai sebagaian atau seluruh harga
pembelian barang yang telah disepakati
kualifikasinya. Apabila telah ada kesepakatan
antara bank dan nasabahnya, dan akad pembiayaan
murabahah telah ditandatangani oleh bank dan
nasabah, maka bank wajib menyediakan dana untuk
merealisasikan penyediaan barang yang dipesan
Page 31
39
nasabah.38
Menurut Sutan Remy Sjahdeni murabahah
adalah jenis jasa pembiayaan dengan mengambil
bentuk transaksi jual beli dengan cicilan. Pada
perjanjian murabahah atau mark up, bank membiayai
pembelian barang atau asset yang dibutuhkan oleh
nasabahnya dengan membeli barang itu dari pemasok
barang dan kemudian menjualnya kepada nasabah
tersebut dengan menambahkan suatu mark up atau
keuntungan. Dengan kata lain penjualan barang oleh
bank kepada nasabah dilakukan atas dasar cost plus
profit. Baik mengenai barang yang dibutuhkan oleh
nasabah maupun tambahan biaya atau mark up yang
akan menjadi imbalan bagi bank, dirundingkan dan
ditentukan di muka oleh bank dan nasabah yang
bersangkutan. Keseluruhan harga barang dibayar oleh
pembeli (nasabah) secara mencicil. Pemilikan
(ownership) dari asset tersebut dialihkan kepada
38 A. Wangsawidjaja Z.,Pembiayaan Bank Syariah,(Jakarta :PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012), h.200-201.
Page 32
40
nasabah (pembeli) secara proposional sesuai dengan
cicilan-cicilan yang telah dibayar. Dengan demikian
barang yang dibeli berfungsi sebagai agunan sampai
seluruh biaya dilunasi. Bank diperkenankan pula
meminta agunan tambahan dari nasabah yang
bersangkutan.
Abdullah Saeed, mengemukakan, bahwa bank-
bank Islam pada umumnya menggunakan murabahah
sebagai metode utama pembiayaan, yang merupakan
hampir tujuh puluh lima persen asetnya. Bank-bank
Islam mengambil murabahah untuk memberikan
pembiayaan jangka pendek kepada kliennya untuk
membeli barang walaupun klien tersebut mungkin
tidak memiliki uang tunai untuk membayar.
Murabahah, sebagaimana digunakan dalam perbankan
Islam ditemukan terutama berdasarkan dua unsur :
harga membeli dan biaya yang terkait, dan
kesepakatan berdasarkan mark up (keuntungan).39
39 Trisadini P. Usanti dan Abd. Shomad, Transaksi Bank Syariah, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2013), Cet. 1, h. 28-30.
Page 33
41
Murabahah adalah transaksi penjualan barang
dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan
(margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli
(Sri Nurhayati & Wasilah, 2008). Hal yang
membedakan murabahah dengan penjualan yang biasa
kita kenal adalah penjual secara jelas memberi tahu
kepada pembeli berapa harga pokok barang tersebut
dan berapa besar keuntungan yang diinginkannya.
Pembeli dan penjual dapat melakukan tawar-menawar
atas besaran margin (keuntungan) sehingga akhirnya
diperoleh kesepakatan. Pembayaran murabahah dapat
dilakukan secara tunai atau tangguh. Akad murabahah
memperkenankan penawaran harga yang berbeda untuk
cara pembayaran sebelum akad murabahah dilakukan.
Namun jika akad tersebut telah disepakati, maka
hanya ada satu harga (harga dalam akad) yang
digunakan. Apakah pembeli melunasi lebih cepat dari
jangka waktu pembiayaan yang ditentukan atau
pembeli menunda pembayarannya, harga tidak boleh
Page 34
42
berubah. Penjual dapat meminta uang muka kepada
pembeli. Uang muka tersebut menjadi bagian
pelunasan piutang jika akad murabahah disepakati.
Namun, apabila pembeli menggunakan hak khiarnya
untuk membatalkan transaksi, maka uang muka
tersebut dapat digunakan untuk menutup kerugian
penjual akibat dibatalkannya transaksi. Bila nilai
uang muka yang diterima lebih kecil dari pada
kerugian yang harus ditanggung oleh penjual, maka
penjual berhak untuk meminta kekurangannya kepada
pembeli. Sebaliknya, apabila nilai uang muka lebih
besar dibandingkan kerugian yang harus ditanggung
oleh penjual, maka sisa lebih uang muka tersebut
harus dikembalikan kepada pembeli. Dan apabila
sebelum jangka waktu pembiayaan, pembeli dapat
melunasi utangnya, maka penjual boleh memberikan
diskon atau potongan kepada pembeli. Potongan
tersebut tidak boleh disyaratkan dalam akad yang
desepakati di awal untuk menghindari adanya riba’.40
40 Kautsar Riza Salman, Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK Syariah,
Page 35
43
Daud Vicary Abdullah dan Keon Chee, dalam
bukunya menuliskan bahwa murabahah adalah jenis
lain dari pembiayaan ongkos-plus. Sebagaimana
dengan BBA (bai’ bitsaman ajil), anda menentukan rumah,
bank membelinya dan kemudian menjualnya kepada anda
dengan harga berupa ongkos atau biaya plus margin
laba. Aturan dalam murabahah adalah bahwa bank
harus mengungkapkan biayanya dan margin labanya.
Harga jual kemudian dibayarkan secara penuh atau
mengangsur. Sebagai perbandingan, BBA juga
penjualan dengan ongkos-plus, tapi pembayarannya
selalu dalam bentuk cicilan. Di Asia Tenggara,
murabahah umum digunakan dalam pembiayaan modal
kerja. Sementara di Timur Tengah, murabahah
digunakan untuk modal kerja sebagaimana juga untuk
pembiayaan proyek jangka panjang41.
( Padang : Akademia Permata, 2012), Cet. 1, h. 142.41 Daud Vicary Abdullah dan Keon Chee, Buku Pintar Keuangan Syariah,
(Jakarta : Zaman,2012), Cet. 1, h. 189.
Page 36
44
Gambar 2.4 : Contoh Skema Transaksi Murabahah
Sumber : Daud Vicary Abdullah dan Keon Chee, Buku Pintar Keuangan Syariah
Veithzal Rivai dan Antoni Nizar Usman
menyebut murabahah sebagai pembiayaan mark up, dimana
dia mencontohkan jika seorang konsumen (nasabah)
ingin membeli mobil, tetapi tidak punya uang, ia
bisa datang ke bank atau lembaga keuangan syariah
yang akan membeli mobil tersebut. Dalam jangka
waktu tertentu, si konsumen (nasabah) akan membayar
kembali ke bank ditambah jumlah tertentu. Di
kalangan praktisi ekonomi Islam sendiri ada
perdebatan mengenai kehalalan model transaksi
pembiayaan murabahah. Beberapa pihak menganggap
bahwa transaksi murabahah termasuk syubhat karena
Page 37
45
melibatkan nilai mark up yang berfungsi sebagai
“bunga siluman”.42
Kautsar Riza Salman menuliskan dalam
bukunya bahwa terdapat dua jenis pembiayaan
murabahah, yaitu :
1) Murabahah Berdasarkan Pesanan
Dalam murabahah jenis ini, penjual melakukan
pembelian barang setelah ada pemesanan dari
pembeli. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat
mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk
membeli barang yang dipesannya. Murabahah yang
bersifat mengikat berarti pembeli harus membeli
barang yang dipesannya dan tidak dapat
membatalkan pesanannya. Adapun murabahah yang
bersifat tidak mengikat bahwa walaupun telah
memesan barang tetapi pembeli tersebut tidak
terikat maka pembeli dapat menerima atau
membatalkan barang tersebut.
42 Veithzal Rivai dan Antoni Nizar Usman, Islamic Economic & Finance, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 260.
Page 38
46
Gambar 2.5 : Murabahah berdasarkan pesanan
Sumber : Kautsar Riza Salman, Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK Syariah
2) Murabahah Tanpa Pesanan
Page 39
47
Murabahah ini termasuk jenis murabahah yang
bersifat tidak mengikat. Murabahah ini dilakukan
tidak melihat ada yang pesan atau tidak sehingga
penyediaan barang dilakukan sendiri oleh
penjual.43
Gambar 2.6 : Murabahah tanpa pesanan
43 Kautsar Riza Salman, Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK Syariah, ( Padang : Akademia Permata, 2012), Cet. 1, h. 145-146.
Page 40
48
Sumber : Kautsar Riza Salman, Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK Syariah