BAB II MASYARAKAT HUKUM ADAT DI INDONESIA DAN HAK-HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT TERHADAP PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA A. Masyarakat Hukum Adat di Indonesia 1. Pengertian Masyarakat Hukum Adat Indonesia Sifat hukum adat Indonesia sangat berbeda dengan sifat hukum bangsa Belanda. 1 Hal ini disadari oleh bangsa Belanda pada saat kedatangan mereka pertama kali ke Indonesia. Hukum adat memiliki sifat tidak tertulis yang berasal dari adat-istiadat yang hidup dan berkembang dalam suatu masyarakat, 2 sedangkan sifat hukum Belanda adalah kodifikasi aturan-aturan dalam bentuk undang-undang dan ketetapan- ketetapan, yang secara lahiriah dibedakan dari peraturan-peraturan moral, kebijaksanaa, estetika dan digolongkan ke dalam kategori-kategori hukum tergantung objek yang diatur. 3 Sifat hukum adat Indonesia yang tidak teratur dan tidak bersumber ini dirasa aneh oleh bangsa Belanda karena hukum ini tiba-tiba saja muncul tanpa suatu sumber yang pasti. 4 Keanehan sifat hukum adat ini menarik minat para ahli hukum Belanda untuk melakukan penelitian lebih dalam tentang hukum adat, 5 yang diawali dengan penelitian terhadap sifat dan susunan badan-badan persekutuan hukum, tempat orang-orang yang 1 Soekanto, Op.Cit., Hlm.1. 2 Ibid, Hlm.1. 3 Van Vollenhoven, Op.Cit., hlm.1. 4 Ibid, hlm.2. 5 Soekanto, Op.Cit., hlm.1.
35
Embed
BAB II MASYARAKAT HUKUM ADAT DI INDONESIA DAN …media.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_2_5255.pdf · untuk membubarkan golongan atau keluar dari golongan. ... Indonesia
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
MASYARAKAT HUKUM ADAT DI INDONESIA DAN HAK-HAK MASYARAKAT
HUKUM ADAT TERHADAP PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA
A. Masyarakat Hukum Adat di Indonesia
1. Pengertian Masyarakat Hukum Adat Indonesia
Sifat hukum adat Indonesia sangat berbeda dengan sifat hukum
bangsa Belanda.1 Hal ini disadari oleh bangsa Belanda pada saat
kedatangan mereka pertama kali ke Indonesia. Hukum adat memiliki sifat
tidak tertulis yang berasal dari adat-istiadat yang hidup dan berkembang
dalam suatu masyarakat,2 sedangkan sifat hukum Belanda adalah
kodifikasi aturan-aturan dalam bentuk undang-undang dan ketetapan-
ketetapan, yang secara lahiriah dibedakan dari peraturan-peraturan moral,
kebijaksanaa, estetika dan digolongkan ke dalam kategori-kategori hukum
tergantung objek yang diatur.3
Sifat hukum adat Indonesia yang tidak teratur dan tidak bersumber ini
dirasa aneh oleh bangsa Belanda karena hukum ini tiba-tiba saja muncul
tanpa suatu sumber yang pasti.4 Keanehan sifat hukum adat ini menarik
minat para ahli hukum Belanda untuk melakukan penelitian lebih dalam
tentang hukum adat,5 yang diawali dengan penelitian terhadap sifat dan
susunan badan-badan persekutuan hukum, tempat orang-orang yang
1 Soekanto, Op.Cit., Hlm.1.
2 Ibid, Hlm.1.
3 Van Vollenhoven, Op.Cit., hlm.1.
4 Ibid, hlm.2.
5 Soekanto, Op.Cit., hlm.1.
dikuasai oleh hukum itu hidup sehari-hari.6 Mengenai pengertian
persekutuan hukum ini, Ter Haar memberikan suatu pendapat, yaitu
Persekutuan hukum adalah pergaulan hidup masyarakat dalam suatu
kesatuan golongan secara lahir dan batin yang mempunyai tata susunan
yang tetap, yaitu orang-orang dalam golongan tersebut tidak punya niat
untuk membubarkan golongan atau keluar dari golongan. Golongan
tersebut mempunyai pengurus dan mempunyai harta yang benda materiil
dan immateriil.7
Pernyataan Van Vollenhoven tentang keberadaan persekutuan hukum
ini diperkuat oleh pernyataan Soekanto, bahwa pada masyarakat
Indonesia ditemukan persekutuan-persekutuan hukum, yaitu warga yang
mempunyai hubungan kekeluargaan yang erat dan berdasarkan
keturunan dari satu nenek moyang atau hubungan yang timbul karena
wilayah tempat tinggal yang sama.8 Istilah Persekutuan Hukum kemudian
berganti menjadi Masyarakat Hukum Adat seiring dengan pengakuan
Negara terhadap keberadaan masyarakat hukum yang ditindaklanjuti
dengan perumusan definisi Masyarakat Hukum Adat oleh Negara, yaitu :9
“Masyarakat Hukum Adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal-usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial dan hukum.”
6 Pernyataan Van Vollenhoven dalam orasinya pada tanggal 2 Oktober 1901 yang dilihat dari buku R.Soepomo,
Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Pramita, Jakarta, 2003. 7 R. Soepomo, Bab-Bab tentang Hukum Adat, Pradnya Pramita, Jakarta, 2008, hlm.50.
8 Soekanto, Op.Cit., hlm.60.
9 Pasal 1 ayat (31) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
Perubahan istilah ini kemudian diikuti oleh ahli-ahli hukum Indonesia
yang dalam tulisan penelitiannya mengganti sebutan persekutuan hukum
menjadi hukum adat .
Rumusan definisi Masyarakat Hukum Adat di atas terdapat pada pasal
1 ayat (31) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut Undang-Undang
Lingkungan Hidup) di atas hanya berupa definsi sederhana tanpa ada
penjelasan lebih lanjut tentang Masyarakat Hukum Adat yang dapat
menjelaskan pengertian Masyarakat Hukum Adat lebih terperinci sehingga
tampak perbedaan antara Masyarakat Hukum Adat dan kelompok
masyarakat pada umumnya, misal rumusan ini tidak mampu menjelaskan
bentuk-bentuk Masyarakat Hukum Adat berdasarkan daerah, bentuk-
bentuk keturunan yang dapat digolongkan sebagai dasar keterikatan
Masyarakat Hukum Adat dan corak khas Masyarakat Hukum Adat yang
menjadi daya pembeda Masyarakat Hukum Adat dengan kelompok
masyarakat pada umumnya.
Perumusan Masyarakat Hukum Adat Indonesia, pada hakikatnya tidak
boleh didasarkan pada dogma melainkan harus didasarkan pada
kehidupan nyata Masyarakat Hukum Adat di Indonesia,10 agar dapat
mencakup semua jenis, corak dan bentuk Masyarakat Hukum Adat yang
terdiri dari banyak jenis dan berbeda satu sama lain,11 jadi perumusan
berdasarkan kehidupan nyata Masyarakat Hukum Adat ini dimaksudkan
agar kelompok masyarakat yang pada hakikatnya adalah Masyarakat
10
R.Soepomo, Op.Cit.,hlm.49. 11
Soekanto menjabarkan perbedaan ini dalam buku yang berjudul “Menindjau Hukum Adat Indonesia, Soeroengan, Jakarta, 1958.
Hukum Adat dapat digolongkan sebagai Masyarakat Hukum Adat tanpa
terbentur dengan aturan-aturan yang dibuat berdasarkan pemikiran
seseorang.
Kekosongan penjelasan tentang Masyarakat Hukum Adat ini
membutuhkan penelitian lebih lanjut tentang Masyarakat Hukum Adat
yang didasarkan pada kehidupan nyata dari masyarakat yang
bersangkutan. Untuk menjelaskan pengertian lebih dalam tentang
Masyarakat Hukum Adat, penulis melakukan studi pustaka pada hasil-
hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli-ahli hukum, baik ahli hukum
Indonesia maupun ahli hukum belanda. Pengertian lebih dalam tentang
Masyarakat Hukum Adat yang lebih terperinci diberikan oleh Hazairin,
seorang ahli hukum Indonesia melakukan pengamatan langsung terhadap
Masyarakat Hukum Adat.
Pengertian Masyarakat Hukum Adat menurut Hazairin adalah
kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang mempunyai kelengkapan-
kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri, yaitu mempunyai kesatuan
hukum, kesatuan penguasa dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan
hak bersama atas tanah dan air bagi anggotanya. Bentuk hukum
kekeluargaannya (patrilineal, matrilineal, atau bilateral) mempengaruhi
sistem pemerintahannya terutama berlandaskan atas pertanian,
peternakan, perikanan dan pemungutan hasil hutan dan hasil air,
ditambah sedikit dengan perburuan binatang liar, pertambangan dan
kerajinan tangan. Semua anggotanya sama dalam hak dan kewajibannya.
Penghidupan mereka berciri : komunal, yaitu gotong royong, tolong-
menolong, serasa dan semalu mempunyai peranan yang besar. 12
Rumusan Masyarakat Hukum Adat di atas, apabila dicermati lebih
lanjut dan dilakukan penelitian terhadap keberadaan Masyarakat Hukum
Adat, maka Masyarakat Hukum Adat dapat digolongkan ke dalam tiga
jenis, yaitu :13
1. Persekutuan Genealogis, yaitu Masyarakat Hukum Adat yang
warganya mempunyai hubungan erat atas keturunan yang sama, di
mana faktor keturunan adalah faktor yang sangat penting.
2. Persekutuan Teritorial, yaitu persekutuan hukum yang warganya terikat
oleh satu daerah atau wilayah tertentu, di mana faktor hubungan
wilayah merupakan faktor yang paling penting.
3. Genealogis-teritorial, yaitu persekutuan hukum yang warganya
menganggap hubungan keturunan dan wilayah sangat penting.
Berdasarkan hubungan genealogis, Masyarakat Hukum Adat
mempunyai tiga bentuk garis keturunan, yaitu :14
1. Patrilineal, yaitu garis keturunan keluarga ditarik dari garis keturunan
nenek moyang dari pihak laki-laki.
2. Matrilineal, yaitu garis keturunan keluarga ditarik dari garis keturunan
nenek moyang dari pihak ibu.
12
Soerjono Soekanto, Op.Cit.,93. 13
Soekanto, Op.Cit., hlm.60. 14 Ibid, hlm.63.
3. Keturunan garis bapak dan ibu, yaitu keturunan berasal kedua orang
tua yaitu bapak dan ibu, bukan dari salah satu pihak.
Bentuk garis keturunan patrilineal dan matrilineal melarang pernikahan
dengan orang dari kelompok marga yang sama, karena kelompok marga
yang sama dianggap sebagai keluarga sedarah karena berasal dari satu
keturunan yang sama, sedangkan keturunan garis bapak-ibu mempunyai
kebiasaan untuk menikahkan anak-anak mereka dengan orang dari suku
yang sama untuk memelihara hubungan kekeluargaan.15
Berdasarkan lingkungan daerah, dikenal tiga jenis pembagian
Masyarakat Hukum Adat, yaitu :16
1. Persekutuan desa, yaitu segolongan orang yang terikat pada suatu
tempat kediaman.17 Persekutuan desa juga termasuk dukuh-dukuh
terpencil yang tidak berdiri sendiri dan pejabat pemerintah desa
bertempat tinggal di dalam pusat kediaman itu.18
2. Persekutuan daerah, yaitu suatu daerah tertentu yang terletak
beberapa desa yang masing-masing mempunyai tata susunan dan
pengurus sendiri-sendiri yang sejenis dan berdiri sendiri tetapi
semuanya merupakan bagian bawahan daerah, mempunyai harta
benda dan menguasai hutan dan rimba di antara atau di sekeliling
Daerah Provinsi; dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.74
Sistem hirarki dalam peraturan perundang-undangan ini menunjukkan
suatu hubungan subordinansi, yaitu pembentukan suatu peraturan
perundang-undangan ditentukan oleh norma peraturan perundang-undangan
yang kedudukannya lebih tinggi.75 Sehingga pembentukan suatu peraturan
perundang-undangan tidak boleh tidak sesuai dengan norma peraturan
perundang-undangan di atasnya. Rangkaian proses pembentukan undang-
undang ini diakhiri oleh suatu norma dasar tertinggi yang menjadi dasar
71
E.Utrecht, Op.Cit., hlm.85. 72
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundanga-Undangan. 73
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011. 74
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011. 75 Hans Kelsen, Somardi, Teori Hukum Murni, Rimdi Press, Jakarta, 1995, hlm.126.
validitas hirarki peraturan perundang-undangan,76 dan dasar bagi peraturan-
peraturan perundang-undangan.77 Norma dasar ini merupakan konsesus
bersama suatu bangsa tentang sifat dan bentuk suatu kesatuan politk.78
Menurut Hans Nawiasky, norma dasar ini adalah norma pembentuk
konstitusi,79 yaitu peraturan tertinggi yang menjadi sumber dari pembentukan
peraturan perundang-undangan lainnya.80 Undang-Undang dasar merupakan
salah satu bentuk dari konstitusi.81 Dalam penyusunan suatu konstitusi
tertulis, nilai-nilai dan norma dasar yang hidup dalam masyarakat merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi rumusan suatu norma ke dalam
Undang-Undang Dasar.82 Di Indonesia, peraturan perundang-undangan yang
menjadi konsitusi dasar adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945,83 yang terdiri dari Pembukaan dan Batang Tubuh.84
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengandung sebuah klausul
yang menyebutkan lima dasar pembentukan Negara Republik Indonesia,
yaitu Pancasila.85 Lima dasar ini merupakan norma dasar bangsa Indonesia
yang merupakan cerminan bangsa Indonesia,86dijadikan dasar untuk
mendirikan bangsa Indonesia,87 dan ditetapkan sebagai sumber dari segala
sumber hukum atau tertib hukum bagi Negara Republik Indonesia.88 Hal ini
lah yang berdasarkan angka III Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar
76 Ibid, hlm.126. 77 Maria Farida Indrati, Loc.Cit., hlm.25. 78 Disertasi A.Hamid S. Attamimi untuk meraih gelar Doktor di bidang Hukum yang dilihat pada buku Maria Farida Indrati, Loc.Cit., hlm.28. 79 Ibid, hlm.28. 80
Hans Kelsen, Somardi, Loc.Cit., hlm.132. 81 Jimly Ashidique, Konstitusi dan Konstitualisme Indonesia, Konstitusi Press, Jakarta, 2006, hlm.35. 82 Ibid, hlm.35. 83
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. 84
TAP MPRS Nomor XX/MPRS/1966. 85
Paragraf ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. 86
Darji Darmodiharjo, Santiaji Pancasila, Usaha Nasional, Surabaya, 1991, hlm.16. 87
E.Utrecht, Op.Cit., hlm.84. 88Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011.
1945 menjadikan Pembukaan Undang-Undang Dasar memiliki kedudukan
lebih utama daripada batang tubuhnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sumber
hukum Indonesia terdiri dari sumber hukum tertulis, yaitu peraturan
perundang-undangan yang dibentuk oleh lembaga yang berwenang dan
sumber hukum tertulis, yaitu ketentuan yang bersifat mengikat dalam
masyarakat meskipun tidak tertulis, yaitu kebiasaan atau adat-istiadat yang
memiliki sanksi yang disebut sebagai hukum adat. Kedudukan peraturan
perundang-undangan di Indonesia disusun secara hirarki berdaarkan norma
pembentukannya, di mana norma tertinggi menjadi norma dasar yang
menjadi gantungan dan dasar pembentukan peraturan perundang-undangan
lainnya dan menjadi norma pembentuk konstitusi. Di Indonesia, Undang-
Undang Dasar 1945 adalah Konstitusi yang mengandung sumber dari segala
sumber hukum di Indonesia, yaitu Pancasila.
2. Hukum Adat Sebagai Hukum Sumber Hukum Nasional
Sebagai cerminan norma dasar kehidupan bangsa Indonesia, Pancasila
merupakan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia.89 Sifat masyarakat
Indonesia yang komunal atau biasa disebut sebagai gotong-royong tercermin
dalam sila ketiga, yaitu Persatuan Indonesia.90 Sifat komunal ini berawal dari
asumsi masyarakat tentang persatuan atau kerukunan yang menjadikan
masyarakat Indonesia tetap hidup dalam kebersamaan.91 Sila ketiga ini juga
89
Darji Darmodiharjo, Santiaji Pancasila, Usaha Nasional, Surabaya, 1991, hlm.17. 90
merupakan penuangan konsep persatuan yang dikenal dalam hukum adat,
yaitu sifat majemuk pada hukum adat masing-masing daerah dan masyarakat
Indonesia tetapi di dalam kemajemukan hukum, bangsa Indonesia tetap hidup
rukun dan saling menghargai satu sama lain.92
Penekanan konsep persatuan pada Pancasila merupakan pemaknaan
esensial yang mengukuhkan terintegrasinya hukum adat dalam sila
Persatuan Indonesia, yang kemudian diberi muatan yuridis melalui TAP MPR
Nomor II.MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila yang menjabarkan konsep gotong-royong secara luas, meliputi
semua golongan pada masing-masing daerah dan masyarakat dengan
menempatkan kepentingan dan keselamatan bangsa secara keseluruhan
yang dikenal dengan konsep Persatuan nasional seperti pada pasal ketiga.93
Dari uraian tentang Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di
Indonesia dan Pengukuhan integrasi hukum adat ke dalam Pancasila dapat
ditarik kesimpulan bahwa hukum adat merupakan hukum nasional.
C. Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat Terhadap Pengelolaan Hutan di
Indonesia
1. Dasar Hukum Pengelolaan Hutan di Indonesia
Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat menguasai seluruh
kekayaan alam yang terkandung dalam wilayah Indonesia.94 Hak menguasai
Negara ini didasarkan pada prinsip menguasai Negara yang tercantum pada
pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yaitu “Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
92
Ibid, hlm.140. 93
Ibid, hlm.145. 94
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, (selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960).
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Hak menguasai
Negara yang dimaksud bukanlah hak milik oleh Negara terhadap seluruh
kekayaan alam di wilayah Indonesia, melainkan kewenangan Negara yang
diberikan kepada pemerintah sebagai penyelenggara kekuasaan negara
untuk :95
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan
dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dengan bumi, air dan ruang angkasa,
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan
ruang angkasa.
Kewenangan-kewenangan tersebut dilakukan oleh Pemerintah dengan
tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.96
Penyelenggaraan kekuasaan Negara di Indonesia dipisahkan
berdasarkan prinsip-prinsip pembagian kekuasaan,97 yaitu kekuasaan
pemerintahan Negara,98 yang dipegang oleh presiden,99 dan dibantu oleh
menteri-menteri Negara;100 Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat,101 sebagai
lembaga yang mempunyai fungsi legislasi,102 yaitu kekuasaan untuk membuat
95 Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 . 96 Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960. 97
Jimly Ashidique, Konstitusi dan Konstitualisme Indonesia, Konstitusi Press, Jakarta, 2006, hlm.167. 98
Bab III Undang-Undang Dasar 1945. 99
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. 100
Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. 101
Bab VII Undang-Undang Dasar 1945. 102 Pasal 20A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
undang-undang;103 dan Kekuasaan Kehakiman,104 sebagai penyelenggara
keadilan untuk menegakkan hukum dan keadilan. Berdasarkan prinsip
pembagian kekuasaan ini, Negara memberikan kewenangan kepada
pemerintah untuk bertindak sebagai alat Negara demi mencapai tujuan
organisasi Negara,105 yang salah satunya adalah kesejahteraan rakyat.106
Salah satu cara mencapai tujuan Negara tersebut adalah pengelolaan
kekayaan alam di wilayah Indonesia, dan karena Indonesiaa adalah Negara
hukum,107 maka penyelenggaraan Negara harus didasarkan pada hukum,
termasuk pengelolaan hutan.
Hukum di Indonesia bersumber pada Undang-Undang, kebiasaan adat
yang dipertahankan oleh keputusan dari penguasa masyarakat adat,
yurisprudensi dan pendapat para ahli.108 Dua sumber hukum Indonesia, yaitu
Undang-Undang dan kebiasaan dan adat yang dipertahankan oleh penguasa
masyarakat adat merupakan cerminan sistem hukum yang dianut oleh
Indonesia, yaitu hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Hukum tertulis adalah
keputusan-keputusan lembaga Negara yang mengikat umum,109 sedangkan
hukum tidak tertulis adalah hukum yang bersumber pada kebiasaan suatu
Masyarakat Hukum Adat..110
Berdasarkan uraian tentang Kekuasaan Negara, Prinsip Menguasai
Negara dan Penyelenggaraan Negara Berdasarkan Hukum, di atas maka
103 Pernyataan John Locke dalam bukunya yang berjudul Two Treaties on Civil Government (1690) yang dilihat dari buku C.S.T Kansil dan Christine S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, jilid 1, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hlm.76. 104 Bab IX Undang-Undang Dasar 1945. 105 C.S.T Kansil dan Christine S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, jilid 1, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hlm.91. 106
Ibid, hlm.91. 107
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. 108
E.Utrecht, Loc.Cit. 109
Ibid, hlm.85. 110 Soekanto, Op.Cit., hlm.1.
pemerintah sebagai alat Negara harus membentuk suatu pedoman yang
digunakan untuk melaksanakan pengelolaan hutan di Indonesia. Pedoman
pengelolaan hutan yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia untuk pertama
kali setelah Indonesia merdeka adalah Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960
tentang Pokok-Pokok Kehutanan yang kemudian disempurnakan oleh
Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.111
Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 menyebutkan hak Negara atas
hutan, yaitu “kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”112 Maksud
penguasaan hutan oleh Negara adalah pemberian kewenangan dari Negara
kepada pemerintah untuk :113
1. Mengatur dan Mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan,
kawasan hutan, dan hasil hutan;
2. Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau
bukan kawasan hutan;
3. Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang
dengan hutan, serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai
kehutanan.
Meskipun Negara memiliki kekuasaan atas hutan, tetapi Negara tetap
harus memperhatikan hak-hak Masyarakat Hukum Adat terhadap hutan,114
yaitu pengelolaan hutan berdasarkan pada hukum adat mereka, karena
hukum adat merupakan salah satu sumber hukum Indonesia,115 dan
111
Salim H.S., Op.Cit., hlm. 12. 112
Pasal 4 (1) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 . 113
Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999. 114
Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999. 115 E.Utrecht, Loc.Cit.
merupakan bagian yang terintegrasi dalam pancasila,116 yang adalah sumber
dari segala sumber hukum Indonesia,117 yang dicantumkan dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia,118 dan merupakan hukum tertinggi
dalam hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia.119
2. Hukum Kehutanan
Pendefinisian tentang arti hukum sangat sulit untuk dibuat karena tidak
mungkin membuat definisi tentang hukum yang sesuai dengan kenyataan.120
Definsi hukum bisa diketahui dari pengertian hukum dengan melihat latar
belakang pembentukan dan tujuan hukum.121 Latar Belakang terbentuknya
hukum adalah keadaan dan sifat manusia sebagai anggota masyarakat dan
makhluk bergaul.122 Setiap anggota masyarakat memiliki kepentingan
masing-masing yang belum tentu sama satu dengan yang lainnya.123 Jika ada
kepentingan masing-masing anggota masyarakat yang berbeda dengan yang
lainnya, misal konflik kehutanan yang terjadi karena ada pertentangan
kepentingan masyarakat dengan Negara, maka akan menimbulkan
kekacauan pada masyarakat, sehingga dibutuhkan suatu kekuasaan untuk
menyeimbangkan kepentingan yang berbeda tersebut.124
Perdamaian pada dua atau lebih kepentingan yang berbeda antara dua
pihak atau lebih dapat tercipta dengan adanya suatu peraturan yang berisi
perintah dan atau larangan dan ditaati oleh setiap anggota masyarakat,
116 Otje Salman, Loc.Cit. 117
Dardji Darmodihardjo, Loc.Cit. 118 Pembukaan undang-Undang Dasar 1945, paragraf ke-empat. 119 TAP MPRS Nomor XX/MPRS/1966 tentang Tata Urutan Perundang-Undangan Republik Indonesia menurut UUD 1945. 120
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hlm.34. 121
E.Utrecht, Op.Cit., hlm.2. 122
Ibid., hlm.2. 123
Ibid, hlm.2. 124 Ibid, hlm.2.
peraturan tersebut kemudian menjadi pedoman yang disebut sebagai kaidah
atau norma.125 Sebagai norma atau kaidah, hukum dapat dirumuskan
sebagai himpunan petunjuk hidup yang berisi perintah dan larangan yang
mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan ditaati oleh anggota
masyarakat yang bersangkutan oleh karena pelanggaran petunjuk hidup
tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa
masyarkat yang bersangkutan.126
Sifat hukum berakar pada kepribadian masyarakatnya.127 Begitu juga sifat
hukum di Indonesia berakar pada kepribadian bangsa Indonesia, yaitu
Pancasila.128 Tujuan hukum berdasarkan kepribadian bangsa Indonesia
tersebut adalah mengayomi dan melindungi masyarakat dan individu
terhadap perbuatan yang mengganggu tata tertib masyarakat yang dilakukan
oleh individu atau oleh pemerintah sendiri atau pemerintah asing.129
Berdasarkan uraian tentang pengertian hukum di atas, dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa hukum kehutanan adalah norma yang berisi perintah dan
larangan yang mengatur tata tertib tentang kahutanan yang bertujuan untuk
mengayomi dan melindungi masyarakat dan individu terhadap perbuatan
yang mengganggu tata tertib masyarakat yang dilakukan oleh individu atau
oleh pemerintah sendiri atau pemerintah asing.
Pengertian kehutanan menurut Undang-Undang nomor 41 tahun 1999
adalah sistem pengurusan yang bersangkutan dengan hutan, kawasan hutan,
dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu,130 dan pengertian
125
Ibid, hlm.2. 126
Ibid, hlm.3. 127
E.Utrecht, Op.Cit., hlm.15. 128
Darji Darmodiharjo, Santiaji Pancasila, Usaha Nasional, Surabaya, 1991, hlm.17. 129
E.Utrecht, Loc.Cit. 130 Pasal 1 ayat angka 1 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan
alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat
dipisahkan.131
Sistem hukum Indonesia mengenal sistem hukum tertulis dan hukum tidak
tertulis.132 Begitu juga hukum kehutanan di Indonesia mengenal dua jenis
hukum kehutanan, yaitu hukum kehutanan tertulis dan hukum kehutanan
tidak tertulis.133 Yang dimaksud denga hukum kehutanan tertulis adalah
kumpulan kaidah hukum yang dibuat oleh lembaga yang berwenang untuk
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan hutan dan kehutanan.134 Dan hukum
tidak tertulis adalah aturan-aturan hukum yang tidak tertulis, timbul, tumbuh,
dan berkembang dalam masyarakat.135
Hukum kehutanan tertulis ini dapat dilihat pada peraturan perundang-
undangan, baik yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda
maupun yang ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR sejak
bangsa Indonesia merdeka, misal Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960
tentang Pokok-Pokok Kehutanan,136 sedangkan hukum kehutanan tidak
tertulis atau yang biasa disebut sebagai hukum adat tidak mempunyai bukti
fisik tetapi terlihat dalam kehidupan suatu Masyarakat Hukum Adat.137 Hukum
Kehutanan Indonesia merupakan lex specialis dari hukum lingkungan yang
bertujuan untuk melindungi, memanfaatkan, dan melestarikan hutan agar
131 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. 132
Negara mengakui hukum adat yang adalah hukum yang bersifat tidak tertulis. 133