13 BAB II LANDASAN TEORI A. Gaya Mengajar 1. Pengertian Gaya Mengajar a. Gaya Secara bahasa istilah gaya dalam bahasa Inggris disebut style, yang berarti corak, mode atau gaya (Desmita, 2012:145). Kata “gaya” bermakna (1) kekuatan: kesungguhan berbuat, (2) kuat, (3) sikap, gerakan (4) irama dan lagu, (5) ragam, (6) cara melakukan gerakan (Yuandito, 2000:126). Sedangkan gaya yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah ragam, sikap dan gerakan. b. Mengajar Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan pada anak didik atau murid di sekolah (Oemar Hamalik, 2013:44). Mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar (Sardiman, 2012: 48). Pupuh dan Sobry (2014:8) menuliskan bahwa mengajar menurut pengertian mutakhir merupakan suatu perbuatan yang kompleks. Perbuatan mengajar yang kompleks dapat diterjemahkan sebagai penggunaan secara integratif sejumlah komponen yang terkandung dalam perbuatan mengajar itu untuk menyampaikan pesan pengajaran. Mengajar merupakan kegiatan di mana keterlibatan individu anak didik mutlak adanya. Apabila tidak ada anak didik atau objek didik, siapa yang diajar. Hal ini perlu sekali disadari guru agar tidak terjadi kesalahan tafsir terhadap kegiatan pengajaran. Karena itu, belajar dan mengajar merupakan istilah yang sudah baku dan menyatu dalam konsep pengajaran atau pendidikan. Menurut Nana Sudjana (1991) dalam Pupuh dan Sobry (2014:9) sama halnya dengan belajar, mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhknan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya adalah proses memberikan bimbingan dan bantuan pada anak didik dalam melakukan proses.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Gaya Mengajar
1. Pengertian Gaya Mengajar
a. Gaya
Secara bahasa istilah gaya dalam bahasa Inggris disebut style, yang berarti
corak, mode atau gaya (Desmita, 2012:145). Kata “gaya” bermakna (1) kekuatan:
kesungguhan berbuat, (2) kuat, (3) sikap, gerakan (4) irama dan lagu, (5) ragam,
(6) cara melakukan gerakan (Yuandito, 2000:126). Sedangkan gaya yang
dimaksudkan dalam penelitian ini adalah ragam, sikap dan gerakan.
b. Mengajar
Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan pada anak didik atau murid
di sekolah (Oemar Hamalik, 2013:44). Mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas
mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan
dengan anak, sehingga terjadi proses belajar (Sardiman, 2012: 48). Pupuh dan
Sobry (2014:8) menuliskan bahwa mengajar menurut pengertian mutakhir
merupakan suatu perbuatan yang kompleks. Perbuatan mengajar yang kompleks
dapat diterjemahkan sebagai penggunaan secara integratif sejumlah komponen
yang terkandung dalam perbuatan mengajar itu untuk menyampaikan pesan
pengajaran.
Mengajar merupakan kegiatan di mana keterlibatan individu anak didik
mutlak adanya. Apabila tidak ada anak didik atau objek didik, siapa yang diajar.
Hal ini perlu sekali disadari guru agar tidak terjadi kesalahan tafsir terhadap
kegiatan pengajaran. Karena itu, belajar dan mengajar merupakan istilah yang
sudah baku dan menyatu dalam konsep pengajaran atau pendidikan. Menurut
Nana Sudjana (1991) dalam Pupuh dan Sobry (2014:9) sama halnya dengan
belajar, mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur,
mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga dapat
menumbuhknan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap
berikutnya adalah proses memberikan bimbingan dan bantuan pada anak didik
dalam melakukan proses.
14
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwasanya mengajar
merupakan proses pemberian atau transformasi ilmu dari seorang guru kepada
peserta didik dalam satu kegiatan dan lingkungan belajar tertentu dan
membimbing peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran.
c. Gaya mengajar
Mengajar pada hakikatnya bermaksud mengantar siswa mencapai tujuan
yang telah direncanakan sebelumnya. Dalam praktek, perilaku mengajar yang
dipertunjukan guru sangat beraneka ragam, meskipun maksudnya sama. Aneka
ragam perilaku guru mengajar ini jika ditelusuri akan diperoleh gambaran tentang
pola umum interaksi antara guru, isi, atau materi pembelajarandan siswa. Menurut
Lapp (1975) dalam Sumiadi dan Asra (2009:74) pola umum ini oleh Dianne Lapp
dan kawan-kawan diistilahkan dengan “Gaya Mengajar” atau Teaching Style
(Lapp dkk, 1975:1).
Manen dalam Marzuki (1999:21), mengemukakan bahwa gaya mengajar
adalah ciri-ciri kebiasaan, kesukaan yang penting hubunganya dengan murid,
bahkan gaya mengajar lebih dari suatu kebisaan dan cara istimewa dari tingkah
laku atau pembicaraan guru atau dosen. Gaya mengajar guru mencerminkan
bagaimana pelaksanaan pengajaran guru yang bersangkutan yang dipengaruhi
oleh pandanganya sendiri tentang mengajar, konsep-konsep psikologi yang
digunakan, serta kurikulum yang dilaksanakan.
Gaya mengajar dipandang sebagai dimensi atau kepribadian yang luas
yang mencakup posisi guru, pola perilaku, modus kinerja, serta sikap terhadap diri
sendiri dan orang lain. Penelope Peterson dalam Allan C. Ornstein (1990:526)
mendefinisikan gaya mengajar sebagai gaya guru dalam hal bagaimana guru
memanfaatkan ruang kelas, pilihan kegiatan pembelajaran dan materi, dan cara
mengelompokan siswa mereka (Abdul Majid, 2013:273).
Berikut ini beberapa pengertian lain gaya mengajar:
1) Menurut Thoifuri, (2008:81) “Gaya mengajar adalah bentuk penampilan
guru saat mengajar, baik yang bersifat kurikuler maupun psikologis. Gaya
yang bersifat kurikuler adalah guru yang mengajar disesuiakan dengan
tujuan dan sifat mata pelajaran tertentu. Sedangkan gaya mengajar yang
15
bersifat psikologis adalah gaya mengajar yang disesuaikan dengan motivasi
siswa, pengelolaan kelas dan evaluasi hasil belajar”.
2) Menurut Suparman S, (2010:63) “Gaya mengajar adalah suatu metode yang
dipakai oleh guru ketika sedang melakukan pengajaran guru biasanya sangat
erat kaitanya dengan gaya belajar anak didik”.
3) Menurut Ali, (2004:57) “Gaya mengajar adalah gaya mengajar yang
dimiliki oleh seorang guru mencerminkan pada cara melaksakan pengajaran,
sesuai dengan pandanganya sendiri. Disamping itu, landasan psikologis,
terutama teori belajar yang dipegang serta kurikulum yang dilaksanakan
juga turut mewarnai gaya mengajar guru yang bersangkutan”. Hal ini senada
dengan yang disampaikan oleh Ornstein (1980: 252-253) bahwa:
“gaya mengajar dapat dilihat dari dua aspek pembahasan yaitu: aspek
ekspessif dan aspek instrumental. Aspek ekspresif adalah gaya mengajar
berkaitan dengan hubungan emosional yang berkembang antara guru
dengan siswa secara keseluruhan yang meliputi dimensi kehangatan,
autoritas, simpati, ketergantungan dan aspek-aspek lain tentang keadaan
emosional yang dilaksanakan oleh guru. Aspek instrumental dari peran
mengajar menggambarkan bagaimana peran guru menjalankan tugasnya
untuk membantu siswa belajar, bagaimana mereka mengorganisasikan
belajar, menentukan standar di dalam kelas dan menentukan apakah para
siswanya telah memenuhi standar tersebut.”
Sehingga dapat disimpulkan bahwa gaya mengajar adalah ciri-ciri
kebiasan guru yang ditunjukan saat mengajar sesuai dengan pandanganya
mengenai teori mengajar, kurikulum yang dilaksanakan dan kebutuhan siswa.
d. Definisi Konseptual dan Operasional
2. Macam-Macam Gaya Mengajar
Hermawan dkk (2007:58) dalam Abdul Majid, (2013:279-280)
mengelompokan gaya mengajar guru yang diterapkan dalam proses pembelajaran
menjadi empat yang diturunkan dari aliran pendidikan, yaitu gaya mengajar
klasik, teknologis, personalisasi, dan interaksional.
a. Gaya Mengajar Klasik
Guru dengan gaya mengajar klasik masih menerapkan konsepsi sebagai
satu-satunya cara belajar dengan berbagai konsekuensi yang diterimanya. Guru
masih mendominasi kelas dengan tanpa memberi kesempatan pada siswa untuk
16
aktif, sehingga akan menghambat perkembangan siswa dalam proses
pembelajaran. Gaya mengajar klasik tidak sepenuhnya disalahkan saat kondisi
kelas mengharuskan seorang guru berbuat demikian, yaitu kondisi kelas yang
mayoritas siswanya pasif. Dalam pembelajaran klasik, peran guru sangat
dominan, karena dia harus menyampaikan materi pembelajaran. Oleh karena itu,
guru harus ahli (expert) pada bidang pelajaran yang diampunya. Dalam model
pembelajaran seperti ini, siswa cenderun bersikap pasif (hanya menerima materi
pembelajaran).
b. Gaya Mengajar Teknologis
Guru menerapkan gaya mengajar teknologis sering menjadi bahan
perbincangan yang tidak pernah selesai. Argumentasinya bahwa setiap guru
dengan gaya mengajar tersebut mempunyai watak yang berbeda-beda, kaku,
moderat dan fleksibel. Gaya ini mensyaratkan seorang guru untuk berpegang pada
berbagai sumber media yan tersedia. Guru mengajar dengan memerhatikan
kesiapan siswa dan selalu memberikan stimulun untuk mampu menjawab segala
persoalan yang dihadapi. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mempelajari pengetahuan yang sesuai dengan minat masing-masing, sehingga
memberi banyak manfaat pada diri siswa.
c. Gaya Mengajar Personalisasi
Pembelajaran personalisasi dilakukan berdasarkan atas minat, pengalaman,
dan pola perkembangan mental siswa. Dominasi pembelajaran ada di tangan
siswa, dimana siswa dipandang sebagai suatu pribadi. Guru yang menerapkan
gaya mengajar personalisasi menjadi salah satu kunci keberhasilan pencapaian
prestasi belajar siswa. Guru tidak hanya memberikan materi pelajaran untuk
membuat siswa lebih pandai, melainkan agar siswa menjadi dirinya lebih pandai.
Guru dengan gaya megajar personalisasi ini akan selalu meningkatkan belajar
siswa dan senantiasa memandang siswa seperti dirinya sendiri. Guru tidak dapat
memaksakan siswa untuk menjadi sama dengan gurunya, karena siswa tersebut
mempunyai minat, bakat, dan kecenderungan masing-masing.
17
d. Gaya Mengajar Interaksional
Dalam pembelajaran interaksional, peran guru sangat dominan. Guru dan
siswa berupaya memodifikasi berbagai ide atau ilmu yang dipelajari untuk
mencari bentuk baru berdasarkan kajian yang dipelajari. Guru dengan gaya
mengajar interaksional lebih mengedepankan dialog dengan siswa sebagai bentuk
interaksi yang dinamis. Guru dan siswa atau siswa dengan siswa saling
ketergantungan, artinya mereka sama-sama menjadi subjek pembelajaran, dan
tidak ada yang dianggap paling baik atau paling jelek.
Gaya mengajar yang dilakukan oleh setiap guru berbeda-beda sesuai
dengan kebiasaan dan cara mereka dalam mengajar. Namun setiap guru pada
prakteknya tidak hanya menunjukan satu macam gaya dalam proses pembelajaran.
Jika guru yang memahami kemampuannya dalam mengajar serta memahami
kebutuhan peserta diidiknya maka guru akan dengan mudah melakukan variasi-
variasi dalam mengajar.
3. Landasan Gaya Mengajar
Ada emapat macam gaya mengajar, yaitu gaya mengajar klasik,
teknologis, personalisasi dan interaksional. Menurut Sumiati dan Asra (2009: 77-
80) masing-masing dari gaya mengajar tersebut mempunyai landasan, yaitu:
a. Pembelajaran Klasik dan Landasanya
Pendidikan klasik lebih menekankan guru sebaga model. Siswa dituntut
meniru aya guru. Hal ini berlandaskan teori bahwa siswa akan menirukan apa
yang diamati dan telah memperoleh reinforcement. Jadi, siswa akan meniru guru.
Proses peniruan terjadi terutama melalui bahasa. Oleh karenanya belajar
dilakukan secara verbal, dan guru berusaha menajarkan bagaimana melatih
kemampuan berfikir melalui bahasa.
Gaya mengajar klasik mempunyai dua macam aliran, yaitu:
1) Aliran Perenialism yang menekankan pada penyampaian budaya yang
berpusat pada kemanusiaan (humanity).
Aliran ini berpandangan bahwa setiap generasi harus dididik dengan
budaya yang dianggap benar dan sahih (valid). Isi pembelajaran lebih
banyak mengenai dasar pembentukan intelek dan komunikasi dengan
18
dunia luar, karena hal ini dianggap sebagai upaya “memanusiakan
manusia.” Manusia dibedakan dari jenis makhluk hidup lain karena ia
mempunyai intelektual. Oleh karenanya upaya memanusiakan manusia
dilakukan dengan mengembangkan inteleknya. Pembelajaran dasar yang
dianggap paling penting adalah “The three R‟s” untuk tingkat Sekolah
Dasar yaitu Reading (membaca), Writing (menulis), dan Arrithmatics
(berhitung). Tujuan pendidikan perenialism adalah memperbaiki intelek
dengan mendisiplin mental.
2) Aliran Essensialism yang menekankan pada penyampaian budaya yang
berkenaan dengan science.
Berbeda dengan perenialism, aliran ini lebih realistis, tidak filisofis.
Budaya yang disampaikan dalam pembelajaran hanya berisi informasi
yang bersifat praktis, dengan tujuan mendidik keterampilan yang esensial
dan berguna untuk hidup produktif. Oleh karenanya menekankan pada
science dan keterampilan produktif. Pandangan penganut aliran ini adalah
bahwa tujuan pendidikan diarahkan agar siswa dapat bekerja dengan baik.
Ini dijadikan ukuran penilaian kebaikan pendidikan. Disamping itu
pendidikan juga bertujuan mengantarkan siswa untuk dapat bergaul pada
semua lapisan masyarakat dan memperoleh sukses finansial. Mereka
menganggap pendidikan adalah jalan menuju sukses. Sedangkan sukses itu
sendiri diukur dari segi materi.
b. Pembelajaran Teknologis dan Landasanya
Para penganut aliran teknologis yakin bahwa pendidikan merupakan
cabang terpenting dari scientific technology. Pendidikan teknologis memandang
manusia dari tingkah lakunya yang dapat diamati. Tingkah laku ini dijadikan
dasar perumusan tujuan. Dengan demikian tinggallah dipikirkan bagaimana
memanipulasi lingkungan agar siswa dapat mencapai tujuan itu. Untuk itu dapat
digunakan perangkat baik hardware (seperti mesin, televisi dan sebagainya)
ataupun software (seperti programa, modul, dan sebagainya). Perangkat itu dapat
berfungsi sebagai guru. Dengan demikian guru bukan lagi dipandang sebagai
elemen sentral dalam pembelajaran, juga dalam proses belajar mengajar.
19
c. Pembelajaran Personalisasi dan Landasanya
Gaya pembelajaran personalisasi bersifat Child Centered (berpusat pada
siswa). Ini didasarkan pada teori pendidikan yang menyatakan bahwa, pendidikan
sesungguhnya berpusat pada siswa serta pengalaman yang disadarinya. Kegiatan
pendidikan didasarkan atas minat dan kebutuhan atau keinginan siswa.
Ada dua aliran dari personalisasi, yaitu Aliran Proressive dan Aliran
Romantik. Golongan progressive memandang bahwa situasi mengajar berfungsi
menentukan disiplin dan arah pengalaman belajar yang dapat menuntun atau
menentukan struktur intelegensi. Dalam pelaksanaanya pendidikan membimbing
dan mengarahkan kegiatan siswa dalam memenuhi kebutuhan yang tidak
disadarinya. Tokoh Progressivism ialah John Dewey.
Golongan Romantic (tokohnya J.J Russeau) memandang bahwa siswa
harus bebas (ide tentang kembali ke alam). Pendidikan harus mengisolasi siswa
dari lingkungan masyarakat, karena pendidikan merupakan proses individual,
bukan proses sosial. Pendidikan juga bukan hanya sekedar memberi informasi
atau keterampilan, tetapi merupakan proses perkembangan pribadi sepanjang
hayat. Peran guru adalah menyiapkan lingkungan agar siswa dapat memperoleh
pengalaman.
d. Pembelajaran Interaksional dan Landasanya
Pembelajaran interaksional menekankan pada proses yang bersifat
dialogis. Dalam hal ini guru menyodorkan masalah kepada siswa, selanjutnya
dengan proses diskusi, siswa mengemukakan pandangan, pendapat, argumentasi,
juga menanggapi dan menyela atau mendukung pendapat yang lain, sehingga
ditemukan kesimpulan tentang masalah yang dibahas itu.
Dasar pandangan pembelajaran interaksioanal adalah bahwa hasil belajar
diperoleh melalui interaksi antara guru-siswa, dan siswa-siswa lain, juga interaksi
antara siswa dengan materi pembelajaran yang dipelajari, serta antara pikiran
siswa dengan kehidupanya. Pandangan ini berakar dari falsafah yan memandang
bahwa pada hakikatnya manusia sudah mempunyai kemampuan untuk
memikirkan dan menemukan jawaban terhadap masalah kehidupan yang dihadapi.
Fungsi pembelajaran dalam hal ini adalah menumbuhkan dan mengungkap
20
kemampuan itu melalui upaya penciptaan kondisi dan kemungkinan untuk
tumbuh dan berkembangnya hal itu. Oleh karenanya pembelajaran tidak dilakukan
dengan cara “mengajar” tetapi dengan mengembangkan suasana dialogis.
4. Karakteristik Gaya Mengajar
Gaya mengajar guru dalam proses pembelajaran berbeda-beda antar satu
dengan yang lainnya. Karakteristik guru dalam mengajar dapat dibagi menjadi
dua yaitu:
a. Karakteristik gaya mengajar guru yang positif
1) Menguasai materi pelajaran secara mendalam
2) Mempunyai wawasan luas
3) Komunikatif
4) Dialogis
5) Menggabungkan teori dan praktik
6) Bertahap
7) Mempunyai variasi pendekatan
8) Tidak memalingkan meteri pelajaran
9) Tidak terlalu menekan dan memaksa
10) Humoris tapi serius (jamal Ma‟mur Asmani, 2009:115-137)
b. Karakteristik gaya mengajar guru yang negatif
1) Duduk diatas meja ketika mengajar
2) Mengajar sambil merokok
3) Mengajar sambil main hp
4) Tidur sewaktu mengajar
5) Menganggap diri paling pandai
6) Mengajar secara monoton
7) Sering bolos mengajar
8) Tidak disiplin
9) Berpakaian tidak rapi
10) Membiarkan murid saling menyontek
11) Suka memberi PR tanpa mengoreksi (Masykur Arif Rahman,
2011:5-6).
21
Dari karakter-karakter tersebut diatas setiap guru tidak mungkin memiliki
semua karakter positif dan begitu pula sebaliknya tidak semua guru memilki
karakter yang negatif. Ada guru yang memiliki sebagian dari karakter yang positif
yang sering nampak pada tingkah lakunya ketika proses pembelajaran tetapi
sesekali menunjukan karakter negatifnya, maka siswa sebagai orang yang
memberi perhatian penuh pada guru akan menyimpulkan guru tersebut
berkarakter positif karena yang sering nampak pada guru tersebut adalah hal-hal
yang positif, begitu pula sebaliknya.
Guru jarang menyadari bahwa setiap perilaku yang nampak dihadapan
peserta didik akan menimbulkan anggapan atau penilaian bagi mereka. Sehingga
akan menghasilkan kesimpulan mengenai karakter guru tersebut. Jadi sudah
selayaknya seorang guru sebisa mungkin untuk selalu mempertahankan karakter
positifnya dan meminimalisir hal-hal negatif yang akan mempengaruhi peserta
didik dalam proses pembelajaran.
5. Tujuan dan Manfaat Variasi Mengajar
Pengertian „Variasi‟ menurut kamus ilmiah populer adalah „selingan‟,
„selang-seling‟, atau „pergantian‟. Menurut Udin S. Winataputra (2004) dalam
Pupuh dan Sobry (2014:91) mengartikan „variasi‟ sebagai keanekaan yang
membuat sesuatu tidak monoton. Variasi dapat berwujud perubahan-perubahan
atau perbedaan-perbedaan yang sengaja diciptakan atau dibuat untuk memberikan
kesan yang unik. Adapun variasi mengajar merupakan keanekaragaman dalam
penyajian kegiatan mengajar.
Proses pembelajaran adakalanya siswa atau guru mengalami kejenuhan.
Hal ini tentu menjadi problem bagi tercapainya tujuan pembelajaran. Kejenuhan
siswa dalam proses pembelajaran dapat diamati selama proses belajar mengajar
berlangsung seperti kurang perhatian, mengantuk, mengobrol dengan sesama
teman atau pura-pura ke kamar kecil hanya untuk menghindari kebosanan.
Karenanya pengajaran yang bervariasi sangat penting sehingga situasi dan kondisi
belajar mengajar berjalan normal. Tujuan dan manfaat variasi mengajar adalah
sebagai berikut:
22
a. Tujuan variasi mengajar
Menurut Syaifudin bahri Djamarah dan Azwan Zain (2002:181-185)
variasi mengajar bertujuan untuk:
1) Meningkatkan dan memelihara perhatian siswa terhadap relevansi
proses belajar mengajar.
2) Memberikan kesempatan kemungkinan berfungsinya motivasi.
3) Membentuk siskap positif terhadap guru dan sekolah.
4) Memberi kemungkinan pilihan dan fasilitas belajar individual.
5) Mendorong anak didik untuk belajar.
b. Manfaat variasi mengajar
Menurut JJ Hasibuan dan Moedjiono (1995: 65) dalam Hendri Budiyanti
(2012: 23) manfaat variasi mengajar adalah:
1) Memelihara dan meningkatkan siswa yang berkaitan dengan aspek
belajar.
2) Meningkatkan kemungkinan berfungsinya motivasi ingin tahu melalui
kegiatan investigasi dan eksplorasi.
3) Membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah.
4) Kemungkinan dilayaninya siswa secara individual sehingga memberi
keindahan belajar.
5) Mendorong aktifitas belajar dengan cara melibatkan siswa dengan
berbagai kagiatan atau pengalaman belajar yang menarik dan berbagai
tingkat kognitif.
Jika dilihat dari tujuan dan manfaat variasi mengajar di atas peserta didik
merupakan objek yang nantinya menjadi ukuran dalam mengetahui variasi
mengajar guru yang dilakukan. Jika ingin mengetahui bagaimana guru melakukan
variasi dalam mengajar maka lihatlah tujuan dan manfaat yang didapat dan dirasa
oleh peserta didik.
6. Komponen Variasi Gaya Mengajar
Keterampilan mengadakan variasi dalam proses belajar mengajar akan
meliputi tiga aspek, yaitu variasi dalam gaya mengajar, variasi dalam
23
menggunakan media dan bahan pengajaran, dan variasi dalam interaksi antara
guru dengan siswa.
a. Variasi gaya mengajar
Guru dalam proses pembelajaran hendaknya memiliki variasi gaya
mengajar. Menurut Syaiful bahri Djamarah (2002:188), variasi gaya mengajar
tersebut adalah:
1) Variasi Suara
Suara guru ketika menyampaikan materi dalam proses pembelajaran bisa
bervariasi dalam intonasi, nada, volume dan kecepatan. Ketika mengajar penting
bagi guru untuk memahami bagaimana dia menyampaikan materi dengan
penjelasanya. Guru yang biasa memakai suara datar dalam menyampaikan materi
akan mempengaruhi minat mendengar siswanya. Sehingga seorang guru
hendaklah memberikan penjelasan dengan intonasi, nada, volume dan kecepatan
yan serasi dan sesuai.
2) Penekanan (Focusing)
Berfungsi untuk memfokuskan perhatian peserta didik pada suatu aspek
yang paling penting atau aspek kunci. Penekanan dilakukan kepada beberapa
peristiwa atau kata kunci dalam materi pelajaran yang tengah disampaikan agar
siswa memahami aspek-aspek yang terpenting dari materi pelajaran yang
diterimanya. Misalnya guru menggunakan kalimat “sekali lagi bapak/ibu
tekankan” atau “coba anda perhatikan” dan sebagainya. Hal ini akan
menimbulkan perhatian siswa sehingga pandangan siswa akan tertuju dan fokus
pada guru yang tengah menyampakan materi yang dipelajari dalam proses
pembelajaran.
3) Pemberian Waktu (Pausing)
Setelah guru menyampaikan meteri pelajaran, siswa perlu diberi waktu
untuk menelaah kembali atau mengorganisasikan pertanyaan. Untuk menarik
perhatian anak didik, dapat dilakukan dengan mengubah yang bersuara menjadi
sepi, dari suatu kegiatan menjadi tanpa kegiatan atau diam, dari akhir bagian
pelajaran ke bagian berikutnya. Peserta didik dalam keadaan seperti ini biasanya
24
selain memberikan perhatian penuh pada guru juga akan memiliki waktu untuk
berusaha memahami materi yang disampaikan.
4) Kontak Pandang
Guru dapat membantu anak didik dengan menggunakan matanya
menyampaikan informasi, dan dengan pandanganya dapat menarik perhatian anak
didik. Selama menyampaikan materi pelajaran, tidak dibenarkan seorang guru
hanya memandang ke luar, ke atas atau ke siswa tertentu saja. Jadi guru dalam
berinteraksi dengan siswa pandanglah semua siswa yang sedang mengikuti
pembelajaran, sehingga mereka akan merasa diperhatikan.
5) Gerakan Anggota Badan
Variasi dalam mimik, gerakan kepala atau badan merupakan bagian yang
penting dalam komunikasi. Tidak hanya untuk menarik perhatian saja tetapi juga
menolong dalam menyampaikan arti pembicaraan. Dalam berkomunikasi gerak
tubuh akan mempengaruhi apa yang disampaikan karena pada hakikatnya ketika
kita berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain semuanya ikut berbicara
termasuk anggota badan kita.
6) Pindah Posisi
Perpindahan posisi guru dalam ruang kelas ketika proses pembelajaran
dapat menarik perhatian siswa. Karena selama proses pembelajaran guru menjadi
pusat perhatian siswanya. Dengan bergerak, berarti guru tidak berada dalam satu
posisi saja, malainkan ia berpindah-pindah. Perpindahan posisi ini selain
bermanfaat bagi guru itu sendiri agar tidak jenuh, juga agar perhatian siswa tidak
monoton. Seorang guru hendaknya bisa menguasi kelas dan bebas menjangkau
seluruh ruang kelas. Bukan berarti guru selalu berpindah-pindah saat proses
pembelajaran tetapi berpindahlah sesuai dengan kebutuhan. Misal ketika siswa
yang duduk di belakang mulai tidak memperhatikan maka guru dekati dan pindah
posisi agar anak bisa fokus kembali.
b. Variasi media dan bahan pengajaran
Penggunaan media akan menghindari kejenuhan siswa terhadap gurunya
atau terhadap materi pelajaran yang disampaikan guru. Melalui media ada alih
pandang, dengar dan objek perhatian yang mungkin lebih menarik dibandingkan
25
dengan guru yang hanya berceramah saja. Ada tiga komponen dalam variasi
media, yaitu:
1) Variasi media pandang
Alat pandang yang dapat digunakan sebagai media pengajaran