Top Banner
11 BAB II Landasan Teori 2.1. Teori-teori Dasar 2.1.1 Komunikasi dan Komunikasi Massa Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku baik langsung secara lisan maupun tak langsung melalui media (Effendy, 2004:5). Komunikasi merupakan unsur utama dalam segala kegiatan kehidupan manusia, baik secara pribadi maupun kelompok. Komunikasi sangat erat kaitannya dengan segala aspek kehidupan, sehingga setiap perubahan penting yang terjadi pada komunikasi akan memiliki pengaruh, dampak dan implikasi pada keseluruhan kehidupan manusia dan masyarakat, tidak terkecuali pada pranata dan lembaganya. Proses komunikasi dapat dilakukan secara bertatap muka atau dilakukan dengan menggunakan bantuan media. Dengan bantuan dari media-media tersebut, setiap individu dapat dengan mudah menyampaikan pesan-pesan komunikasinya tanpa mengenal ruang dan waktu (Rohim, 2009:21). Konsep komunikasi massa pada satu sisi mengandung pengertian suatu proses di mana organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara luas dan pada sisi lain merupakan proses di mana pesan tersebut dicari, digunakan, dan dikonsumsi oleh audien. Pusat dari studi mengenai komunikasi massa adalah media. Media merupakan organisasi yang
47

BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

Mar 14, 2019

Download

Documents

vannhi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

11

BAB II

Landasan Teori

2.1. Teori-teori Dasar

2.1.1 Komunikasi dan Komunikasi Massa

Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang

kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat,

atau perilaku baik langsung secara lisan maupun tak langsung melalui media

(Effendy, 2004:5).

Komunikasi merupakan unsur utama dalam segala kegiatan kehidupan

manusia, baik secara pribadi maupun kelompok. Komunikasi sangat erat

kaitannya dengan segala aspek kehidupan, sehingga setiap perubahan penting

yang terjadi pada komunikasi akan memiliki pengaruh, dampak dan implikasi

pada keseluruhan kehidupan manusia dan masyarakat, tidak terkecuali pada

pranata dan lembaganya. Proses komunikasi dapat dilakukan secara bertatap

muka atau dilakukan dengan menggunakan bantuan media. Dengan bantuan dari

media-media tersebut, setiap individu dapat dengan mudah menyampaikan

pesan-pesan komunikasinya tanpa mengenal ruang dan waktu (Rohim,

2009:21).

Konsep komunikasi massa pada satu sisi mengandung pengertian suatu

proses di mana organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada

publik secara luas dan pada sisi lain merupakan proses di mana pesan tersebut

dicari, digunakan, dan dikonsumsi oleh audien. Pusat dari studi mengenai

komunikasi massa adalah media. Media merupakan organisasi yang

Page 2: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

12  

menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang

mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat.

Komunikasi massa didefenisiskan sebagai penggunaan teknologi yang

dapat mendesiminasikan pesan secara luas, sangat beragam, tersebar luas kepada

para penerima. Pesan-pesan media, secara khusus dapat disampaikan lewat

teknologi, dimana pengaruh tampilan dan gambar pesan dapat dimodifikasi

lewat kecanggihan teknologi (Rohim, 2009:22).

2.1.2 Komunikator

Komunikator adalah pihak yang mengirim pesan kepada khalayak. Oleh

karena itu, komunikator biasa disebut pengirim, sumber, source atau encoder

(Cangara,2007:85) Dalam komunikasi peranan komunikator sangat penting.

Komunikasi haruslah luwes sehingga komunikator sebagai pelaksana dapat

segera mengadakan perubahan apabila ada suatu faktor yang mempengaruhi.

Suatu pengaruh yang menghambat komunikasi bisa datang sewaktu-waktu,

lebih-lebih jika komunikasi dilangsungkan melalui media massa. Faktor-faktor

yang berpengaruh bisa terdapat pada komponen media atau komponen

komunikan sehingga efek yang diharapkan tak kunjung tercapai.

Dalam proses komunikasi seorang komunikator akan sukses apabila ia

berhasil menunjukkan source credibility, artinya menjadi sumber kepercayaan

bagi komunikan. Kepercayaan komunikan kepada komunikator ditentukan oleh

keahlian komunikator dalam bidang tugas pekerjaannya dan dapat tidaknya ia

dipercaya.

Seorang ahli hukum akan mendapat kepercayaan apabila ia berbicara

mengenai masalah hukum. Demikian pula seorang dokter akan memperoleh

Page 3: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

13  

kepercayaan kalau ia membahas masalah kesehatan. Kepercayaan kepada

komunikator mencerminkan bahwa pesan yang disampaikan kepada komunikan

dianggap benar dan sesuai dengan kenyataan empiris. Jadi seorang komunikator

menjadi source of credibility disebabkan adanya ethos pada dirinya yaitu apa

yang dikatakan oleh Aristoteles, dan yang hingga kini tetap dijadikan pedoman

yaitu good sense, good moral character dan good will, yang oleh para

cendikiawan modern diterjemahkan menjadi itikad baik (good intentions), dan

dapat dipercaya (thrustworthiness) dan kecakapan atau kemampuan

(competence or expertness). Berdasarkan hal itu komunikator yang ber-ethos

menunjukkan bahwa dirinya mempunyai itikad baik, dapat dipercaya dan

mempunyai kecakapan dan keahlian (Effendy, 2007:306).

2.1.3 Teori S-O-R

Dari uraian-uraian di atas maka teori yang menedekati permasalahan

penelitian ini adalah Teori S-O-R (Stimulus-Organism-Response). Teori ini

mengemukakan bahwa tingkah laku sosial dapat dimengerti mengenai suatu

analisis dari stimulus yang diberikan dan dapat mempengaruhi reaksi yang

spesifik dan didukung oleh hukuman maupun penghargaan sesuai dengan reaksi

yang terjadi. Dengan kata lain, menurut Effendy efek yang ditimbulkan sesuai

dengan teori S-O-R yang merupakan reaksi yang bersifat khusus terhadap

stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan kesesuaian antara

pesan dan reaksi komunikan (Effendy,2007:254).

Prinsip teori ini pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar yang

sederhana, dimana efek merupakan reaksi terhadap stimuli tertentu. Dengan

demikian seseorang dapat mengharapkan atau memperkirakan suatau ikatan

Page 4: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

14  

yang erat antar pesan-pesan media dan reaksi audien. Berdasarkan uraian di atas,

maka proses komunikasi dalam teori S-O-R ini digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1

Model S-O-R

Bagan tersebut menunjukkan bahwa perubahan sikap bergantung pada proses

yang terjadi pada individu. Stimulus ataupun pesan yang disampaikan kepada

komunikan mungkin diterima atau ditolak. Komunikasi akan terus berlangsung

jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya adalah pengertian.

Kemampuan komunikasi inilah yang melanjutkan ke proses berikutnya. Setelah

komunikan mengolahnya dan menerimanya maka terjadilah kesediaan untuk

mengubah sikap.

Dikaitkan dengan Program Top KPop terhadap minat musik remaja di

Perumahan Kencana Loka Blok F1 Gambar di atas menunjukkan bahwa:

a. Pesan (Stimulus), stimulus atau pesan yang dimaksud disini adalah program

acara Top KPop.

b. Komunikan (Organism), yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah

Remaja di Perumahan Kencana Loka Blok F1.

c. Efek (Response), berupa perubahan sikap yang melalui tahap-tahap:

STIMULUS 

RESPONSE(Perubahan Sikap) 

ORGANISM • Perhatian • Pengertian • Penerimaan 

Page 5: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

15  

• Pengetahuan bermusik komunikan bertambah setelah menonton Program

Top KPop.

• Timbulnya perasaan suka ataupun minat yang mendorong komunikan

untuk menonton Program Top KPop.

• Tindakan komunikan yang diwujudkan dengan menonton Program Top

KPop.

Yang dimaksud dengan perubahan sikap yang berhubungan pada

penelitian ini adalah perubahan sikap/ response komunikan yang diwujudkan

dengan tindakan menonton Program Top KPop di televisi.

2.1.4 Televisi sebagai Media Komunikasi Massa

Televisi merupakan media yang mendominasi komunikasi massa, karena

sifatnya yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan khalayak. Televisi

mempunyai kelebihan dari media massa lainnya yaitu bersifat audiovisual

(didengar dan dilihat), dapat menggambarkan kenyataan dan langsung dapat

menyajikan peristiwa yang sering terjadi ke setiap rumah para pemirsa

dimanapun mereka berada.

Dengan ini dapat dikatakan bahwa televisi sebagai media massa dapat

berfungsi sangat efektif, karena selain dapat menjangkau ruang yang sangat luas

juga dapat mencapai massa atau pemirsa yang sangat banyak dalam waktu yang

relatif singkat. Jadi suatu pesan yang ditayangkan di televisi selalu bisa di tonton

oleh khalayak tertentu (Morissan, 2008:35).

Page 6: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

16  

2.1.5 Efek Komunikasi Massa

Setiap aktifitas komunikasi akan menimbulkan pengaruh atau efek baik

terhadap individu maupun masyarakat, dan bertalian dengan pengetahuan, sikap

dan perilaku. Efek adalah unsur penting dalam keseluruhan proses komunikasi.

Efek bukan hanya sekedar reaksi penerima terhadap pesan yang

dilontarkan oleh komunikator, melainkan merupakan panduan sejumlah kekuatan

yang bekerja dalam masyarakat. Dimana komunikator hanya dapat menguasai

satu kekuatan saja yaitu pesan-pesan yang dilontarkan. Bentuk konkrit efek

dalam komunikasi adalah terjadinya perubahan pendapat atau sikap atau perilaku

khalayak akibat pesan yang menyentuhnya.

Efek dari pesan yang disebarkan oleh komunikator melalui media massa

timbul pada komunikan sebagai sasaran komunikasi. Oleh karena itu efek

melekat pada khalayak sebagai akibat dari perubahan psikologis. Efek dapat

diklasifikasikan menjadi tiga kategori (Effendy, 2007:318-319) yaitu:

1. Efek kognitif yaitu berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga

khalayak yang semula tidak tahu, yang tadinya tidak mengerti yang tadinya

bingung menjadi merasa jelas.

2. Efek afektif yaitu berkaitan dengan perasaan. Akibat dari membaca surat

kabar atau majalah, mendengarkan radio, menonton acara televisi atau film

bioskop dapat menimbulkan perasaan tertentu pada khalayak.

3. Efek konatif yaitu bersangkutan dengan niat, tekad, upaya, usaha yang

cenderung menjadi suatu tindakan atau kegiatan. Efek konatif tidak langsung

timbul sebagai akibat terpaan media massa, melainkan didahului oleh efek

kognitif dan afektif. Dengan kata lain timbulnya efek konatif setelah muncul

efek kognitif dan efek afektif.

Page 7: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

17  

2.1.6 Perilaku

Menurut Effendy (2004:19) perilaku adalah suatu kesiapan kegiatan

(preparatory activity), suatu kecenderungan pada diri seseorang untuk melakukan

suatu kegiatan menuju atau menjauhi nilai-nilai sosial.

Menurut J. Paul Peter dan Jerry C. Olson (1999), perilaku dapat

didefenisikan sebagai evaluasi konsep secara menyeluruh yang dilakukan oleh

seseorang. Dapat dikatakan bahwa perilaku merupakan suatu respon evaluatif.

Respon evaluatif merupakan bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap yang

muncul yang didasari proses evaluasi dalam diri individu yang memberi

kesimpulan terhadap rangsangan dalam bentuk nilai baik dan buruk,

menyenangkan atau tidak menyenangkan, positif atau negatif, yang kemudian

mengkristal menjadi potensi dan reaksi terhadap suatu objek (Mar’at, 1993:15).

Diantara sumber informasi yang paling penting dalam kehidupan modern

adalah media massa. Media massa tidak mengubah sikap secara langsung. Media

massa mengubah dulu citra dan citra mendasari sikap (Rivers, 2003:44).

Kemampuan acara musik dalam menciptakan perilaku yang mendukung

terhadap apa yang ditampilkan sering tergantung pada sikap audien.

2.1.7 Globalisasi Budaya

Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang

bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses

manusia global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi

mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh

aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan

Page 8: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

18  

permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan

globalisasi untuk kepentingan kehidupan.

Secara umum, globalisasi berarti meningkatnya keterkaitan antara orang-

orang dan tempat-tempat sebagai akibat dari kemajuan teknologi transportasi,

komunikasi, dan informasi yang memunculkan konvergensi politik, ekonomi, dan

budaya. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah

dunia secara mendasar. Komunikasi dan transportasi internasional telah

menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa. 

(http://.en.wikipedia/org/wiki/Globalization)

Marshall McLuhan pelopor jargon desa global dalam bukunya

Understanding Media, 1964 mengatakan:

“Today, after more than a century of electric technology, we have

extended our central nervous system itself in a global embrace,

abolishing both space and time as far as our planet is concerned.”

Desa Global adalah konsep mengenai perkembangan teknologi komunikasi

di mana dunia dianalogikan menjadi sebuah desa yang sangat besar. Konsep ini

berangkat dari pemikiran McLuhan bahwa suatu saat nanti informasi akan sangat

terbuka dan dapat diakses oleh semua orang. Desa Global menjelaskan bahwa

tidak ada lagi batas waktu dan tempat yang jelas. Informasi dapat berpindah dari

satu tempat ke belahan dunia lain dalam waktu yang sangat singkat, menggunakan

teknologi media massa.

McLuhan menyatakan bahwa desa global terjadi sebagai akibat dari

penyebaran informasi yang sangat cepat dan massive di masyarakat. Penyebaran

Page 9: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

19  

yang cepat dan massive ini menggunakan teknologi informasi dan komunikasi

(media massa). Hal ini juga diamini oleh Galperin. Menurut Galperin, globalisasi

budaya meningkat di berbagai negara seiring perkembangan di bidang teknologi

komunikasi dan informasi, globalisasi ekonomi, juga globalisasi di bidang

tayangan televisi dan film. Bahkan, gencarnya perdagangan internasional

program-program televisi dan film membuat globalisasi budaya semakin tak

terbendung (Muharromaningsih, 2006:50)

Globalisasi secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya

teknologi komunikasi melalui media massa. Kontak budaya tidak perlu melalui

kontak fisik karena kontak melalui media telah memungkinkan sehingga tidak

mengherankan bila globalisasi berjalan dengan cepat dan massal.

Globalisasi dalam kebudayaan dapat berkembang dengan cepat. Hal ini

tentunya dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan kemudahan dalam memperoleh

akses komunikasi dan berita namun hal ini justru menjadi bumerang tersendiri dan

menjadi suatu masalah yang paling krusial atau penting dalam globalisasi, yaitu

kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dikuasai oleh negara-negara

maju, bukan negara-negara berkembang seperti Indonesia. Mereka yang memiliki

dan mampu menggerakkan komunikasi internasional justru negara-negara maju.

Akibatnya, negara-negara berkembang, seperti Indonesia selalu khawatir akan

tertinggal dalam arus globalisasi dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi,

sosial, budaya, termasuk kesenian kita.

Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan

menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh.

Simon Kemoni, sosiolog asal Kenya mengatakan bahwa globalisasi dalam bentuk

yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Dalam

Page 10: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

20  

proses alami ini, setiap bangsa akan berusaha menyesuaikan budaya mereka

dengan perkembangan baru sehingga mereka dapat melanjutkan kehidupan dan

menghindari kehancuran. Tetapi menurut Simon Kemoni, dalam proses ini

negara-negara Dunia Ketiga harus memperkokoh dimensi budaya mereka dan

memelihara struktur nilai-nilainya agar tidak dieliminasi oleh budaya asing.

Dalam rangka ini, berbagai bangsa Dunia Ketiga haruslah mendapatkan informasi

ilmiah yang bermanfaat dan menambah pengalaman mereka.

Globalisasi budaya yang terus berkembang dan menelusup ke segala

lingkup kehidupan kemudian memunculkan istilah baru yaitu global pop culture

dimana budaya trend dalam suatu wilayah dipopulerkan dengan bantuan teknologi

hingga ke taraf dunia atau lingkup global (Hutagalung,2007:4). Global pop

culture (film, musik, pakaian dan sebagainya) mengusung nilai-nilai ideologi dari

negara asalnya yang mungkin saja jauh berbeda dari negara yang terkena imbas

budaya pop. Budaya pop membuat mereka terlena akan hiburan yang ditawarkan.

Transfer nilai budaya melalui hiburan ini mampu menciptakan kesamaan selera

terhadap budaya pop tertentu yang dapat mengancam eksistensi budaya dan

identitas masyarakat lokal. Semakin sering kita ditawarkan produk budaya pop

tersebut, kita semakin tidak sadar bahwa hal tersebut bukanlah budaya dan

identitas kita, sebaliknya, kita menganggap ini sebagai bagian dari keseharian

kita. Norma, nilai dan gaya hidup kemudian diadaptasi dari hasil mengonsumsi

budaya pop tersebut dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kita sehingga

menyebabkan kita kehilangan karakteristik.

Melihat begitu besarnya peran gobalisasi memporak-porandakan batas-batas

geografis, bahkan mampu menghilangkan identitas, tetap saja kita tidak boleh

semena-mena men-judge negatif kehadiran globalisasi di tengah arus modernitas.

Page 11: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

21  

Menurut para penganut globalis positif, globalisasi hanya sebagai pemicu yang

mampu memperkecil budaya lintas teritorial agar lebih mudah untuk dipahami

dan diakses. Walaupun globalisasi dianggap sebagai ancaman oleh sebagian besar

orang, lantas tidak menjadikannya sebagai alasan utama ketika kehadirannya

menimbulkan bermacam-macam kesempatan yang baik bagi individu dan

masyarakat luas seperti: kesempatan ekonomi, wawasan lebih luas, kesempatan

untuk keluar dari feodalisme, dan membuka diri terhadap nilai-nilai modernitas.

Selain itu, globalisasi mampu menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan

bertanggung jawab.

Dalam pandangan kaum hiperglobalis, globalisasi budaya adalah,

.....homogenization of the world under the auspices of American Popular Culture

or Western consumerism in general”. Ini berarti bahwa globalisasi budaya adalah

proses hegemonisasi di dunia di bawah bantuan budaya popular Amerika. Di era

globalisasi kebanyakan media tidak hanya ditujukan pada pasar dalam negeri,

melainkan mengalir ke konsumen atau pengguna yang secara geografis hidup

berjauhan. Atau sebaliknya, media itu ditemukan dan digunakan oleh orang yang

pada awalnya tidak diperkirakan sebagai pengguna. Namun saat ini, globalisasi

yang sering diidentikkan dengan Amerikanisasi atau Westernisasi sepertinya

hanya merupakan wacana perdebatan lama.

Di Asia khususnya, masyarakat mulai bosan dengan budaya popular

Amerika yang notabene bertahun-tahun telah menguasai pasar, sehingga

munculah budaya global alternatif yang tidak didominasi oleh budaya popular

Amerika tetapi mulai menyisipkan nilai-nilai Asia. Munculnya budaya global

alternatif ini disebabkan kelemahan pada asumsi-asumsi imperialisme budaya

seperti tidak melakukan analisis dinamika yang terjadi pada tingkat individu.

Page 12: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

22  

Peneliti imperialisme budaya memang lebih menekankan diri pada unsur-unsur

makro. Morley juga mengkritik model awal imperialisme budaya karena hanya

mempertimbangkan secara ekslusif arus komunikasi internasional searah dari

Amerika ke seluruh belahan dunia lain. Contoh nyata saat ini, banyak terdapat

counter flow eksporter program televisi dari berbagai belahan dunia

(Badruddin,2006:77).

2.1.8 Memahami Budaya Populer

Secara umum, budaya populer atau sering disingkat budaya pop merupakan

budaya yang ringan, menyenangkan, trendi, banyak disukai dan cepat berganti.

Menilik dari sejarahnya, kehadiran budaya populer tidak dapat terlepaskan dari

perkembangan pembangunan pada abad ke-19 dan abad ke -20. Pada abad ke-19,

pembangunan aspek media massa, khususnya surat kabar dan novel menjadikan

jarak yang terpisah antara suatu masyarakat di belahan dunia yang berbeda dapat

mengakses trend kultur, tidak terhambat oleh jarak. Memasuki abad ke-20,

penemuan radio, televisi dan komputer semakin mempercepat penyebaran trend

kultur dari belahan dunia yang satu ke belahan dunia lain.

Budaya populer sebelum masa industri disebut juga sebagai budaya yang

berasal dari budaya rakyat (folk culture). Ia mengangkat masalah ini melalui

pendekatan yang beranggapan bahwa budaya pop adalah sessuatu yang diterapkan

pada ”rakyat” dari atas. Budaya pop adalah budaya otentik ”rakyat” yang

kemudian berkembang menjadi sebuah budaya yang populer di tengah

masyarakat. Namun, seiring perkembangan kajian mengenai budaya pop dan

terciptanya masyarakat industri, terjadi pergeseran makna terhadap budaya pop.

Budaya pop kini dipandang sebagai budaya massa. Budaya massa acapkali

Page 13: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

23  

diartikan sebagai budaya populer yang diproduksi oleh teknik industri dengan

produksi massal dan dipasarkan kepada masyarakat massa demi keuntungan

kapitalis.

Budaya massa mulai banyak menarik perhatian teoritikus sejak tahun 1920

dimana pada tahun tersebut mulai bermunculan sinema dan radio, produksi massal

dan konsumsi kebudayaan, bangkitnya fasisme dan kematangan demokrasi liberal

di sejumlah negara Barat.

Signifikansi sosial budaya populer di zaman modern ini dapat dipetakan

berdasarkan bagaimana budaya populer itu diidentifikasikan melalui gagasan

budaya massa. Tidak bisa dipungkiri, industrialisasi dan urbanisasi merupakan

elemen yang paling berpengaruh terhadap lahirnya khalayak budaya massa yang

disebut masyarakat massa. Industrialisasi memicu konsumerisme yang berlebihan

sementara urbanisasi menjadi perantara budaya secara geografis. Industrialisasi

dan urbanisasi meruntuhkan perantara sosial yang sebelumnya menjadi petanda

identitas sosial.

Sebuah budaya yang akan memasuki dunia hiburan dan dipentaskan

kemudian disebarluaskan ke berbagai wilayah di belahan dunia, pada umumnya

menempatkan unsur populer sebagai unsur utamanya. Budaya itu kemudian

memperoleh kekuatannya manakala media massa digunakan sebagai by pass

penyebaran pengaruh di masyarakat.

Konteks sosial semacam ini lebih cenderung membawa manusia dalam

dunia yang serba tipuan. Maksudnya, kadang kefanaan menjadi suatu tujuan yang

lebih konkret dari apa yang diperjuangkan oleh manusia itu sendiri. Dan disaat

dunia tipuan ini dapat dimanipulasi oleh industri media, maka tipuan itu menjadi

abadi dalam dunia fana. Kemajuan teknologi telekomunikasi telah membentuk

Page 14: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

24  

dunia ini sekecil telur burung merpati. Batas-batas budaya dan negara menjadi

musnah. Kekuasaan tertinggi di dunia ini tidak lagi terletak pada pemilikan, akan

tetapi pada penguasaan ( Bungin, 2008:51)

Pada awalnya kajian tentang budaya populer tidak bisa dilepaskan dari

peran Amerika Serikat dalam memproduksi dan menyebarkan budaya populer.

Negara itu telah menanamkan akar yang sangat kuat dalam industri budaya

populer, antara lain melalui Music Television (MTV), McDonald, Hollywood, dan

industri animasi mereka (Walt Disney, Looney Toones, dll). Namun,

perkembangan selanjutnya memunculkan negara-negara lain yang juga berhasil

menjadi pusat budaya populer seperti Jepang, Korea Selatan, Hongkong, dan

Taiwan.

Menurut Nissim Kadosh Otmazgin, peneliti dari Center for Southeast Asian

Studies (CSEAS) Kyoto University, Jepang sangat sukses dalam menyebarkan

budaya populernya. Ia mengemukakan bahwa, “Selama dua dekade terakhir,

produk-produk budaya populer Jepang telah diekspor, diperdagangkan, dan

dikonsumsi secara besar-besaran di seluruh Asia Timur dan Asia Tenggara”.

Manga (komik Jepang), anime (film animasi), games, fashion, musik, dan drama

Jepang (dorama) merupakan contoh-contoh budaya populer Jepang yang sukses

di berbagai negara.

Setelah kedigdayaan Jepang, menyusul Korea Selatan yang kini semakin

menunjukkan kemampuannya menyaingi serbuan budaya Jepang yang terlebih

dulu melakukan ekspansi melalui budaya populer dalam bentuk hiburan. Tidak

ketinggalan, film, drama dan musik k-pop Korea semakin mendunia. Amerika

Serikat sebagai negara asal budaya pop juga tidak luput terkena imbas Korean

Wave (istilah penyebaran budaya pop Korea ke berbagai belahan dunia). Amerika

Page 15: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

25  

kini menjadi basis para ikon budaya pop Korea memperluas pengaruhnya.

Beberapa artis kenamaan Korea kini telah berhasil masuk ke dunia hiburan

terbesar di dunia yaitu Hollywood. Selain itu, film-film Korea juga menjadi

semacam magnet yang mengundang sutradara Hollywood untuk melakukan re-

make film Korea, salah satunya Il Mare yang ceritanya diadopsi Hollywood

menjadi Lake House. Kasus di Amerika Serikat tersebut menjadi contoh

keberhasilan ekspansi budaya populer Korea dan kekhawatiran yang

menyertainya. Istilah “Koreanisasi” sering digunakan untuk menggambarkan

penyebaran budaya populer Korea.

Budaya populer sifatnya lebih banyak mempertontonkan sisi hiburan, yang

kemudian mengesankan lebih konsumtif. Hiburan merupakan kebutuhan pribadi

masyarakat yang telah dipengaruhi oleh struktur kapitalis. Prinsip –prinsip yang

menonjol dalam hiburan adalah kesenangan yang tertanam dan menjelma dalam

kehidupan manusia, sehingga pada saat lain akan menjelma membentuk budaya

manusia. Akhirnya, kesenangan itu menjadi larut dalam kebutuhan manusia yang

lebih besar, bahkan kadang menjadi eksistensi kehidupan manusia. Kesenangan

juga membuat manusia manja dan terbiasa dengan kehidupan yang aduhai dan

serba mengagumkan.

Budaya pop sengaja dimunculkan untuk menjaga jarak keterlibatan ‘orang-

orang’ dari budaya ‘riil’. Kita juga dapat melihat bagaimana budaya pop sengaja

dibangkitkan untuk menegaskan posisi orang-orang yang memusuhi mode

manipulasi komersial yang disokong oleh ideologi industri budaya kapitalis. Dari

kedua hal tersebut, nyata-nyata budaya pop digunakan sebagai agen penghancur

budaya yang lain; sebuah bayang-bayang berbahaya yang mengancam dan

menjegal kemajuan hal-hal yang riil.(Storey;2003:276)

Page 16: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

26  

Dalam dunia kapitalisme, hiburan dan bahkan budaya telah menjelma

menjadi industri. Pada konteks ini, Theodor Adorno dan Max Horkheimer

mengatakan budaya industri adalah media tipuan. Budaya telah berubah menjadi

alat industri serta menjadi produk standar ekonomi kapitalis. Dunia hiburan telah

menjadi sebuah proses reproduksi kepuasan manusia dalam media tipuan. Hampir

tidak ada perbedaan lagi antara kehidupan nyata dan dunia yang digambarkan

dalam film yang dirancang menggunakan efek suara dengan tingkat ilusi yang

sempurna sehingga tak terkesan imaginator.

Karl Marx dan pengikutnya selalu menganggap keberadaan media menjadi

penunjang bertahannya budaya populer hingga saat ini dan mengakibatkan

penurunan selera khalayak terhadap berbagai hal. Namun hal ini ditentang kaum

populis yang melihat keberadaan budaya pop sebagai suatu hal yang positif. Kubu

populis memandang bahwa tidak ada salahnya media massa melayani selera

massa dalam masyarakat kapitalistik dan demokratis.

Susan Sontag sebagai pelopor revisionisme budaya populer dalam bukunya

“On Culture and The New Sensibility” menganggap bahwa budaya populer tidak

sekedar budaya rendahan yang tidak memiliki nilai. Sontag menunjukkan bahwa

budaya pop bisa mengangkat isu-isu serius seperti yang dilakukan seni tinggi

dengan membandingkan kesan yang ditimbulkan lukisan Rauschenberg dengan

lagu-lagu Supreme. Selain itu, Sontag juga memandang keberadaan budaya pop

mampu menjadi perekat sosial.

Hingga saat ini, kaum konservatif dan neokonservatif terus menyerang

kebudayaan populer, namun anehnya kekuatan budaya populer semakin kuat dan

mengakar pengaruhnya kepada miliaran manusia. Dan anehnya pula, kebudayaan

populer lebih banyak berpengaruh pada kelompok orang muda dan menjadi pusat

Page 17: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

27  

ideologi masyarakat dan kebudayaan, padahal budaya populer terus menjadi

kontradiksi dan perdebatan ( Bungin, 2008:50)

Mazhab Frankfurt dan Marxisme menjadi gagasan yang paling mengemuka

banyak digunakan sebagai landasan dalam mengkaji budaya populer. Mazhab

Frankfurt meyakini bahwa kapitalisme mampu bertahan lama karena kemakmuran

dan konsumerisme. Kapitalisme mampu menciptakan kebutuhan-kebutuhan palsu,

menciptakan semacam ikon yang dipuja dan menjadikan kita sebagai korban

fetisisme yang mengatasnamakan uang, lebih memuja harga, berupaya menaikkan

status dalam pandangan orang lain dengan mengonsumsi barang-barang bermerek

dan memaksakan diri memenuhi gaya hidup berlebihan.

Konsep kapitalisme menyebabkan kita memiliki kebutuhan palsu. Pada

dasarnya, manusia memiliki kebutuhan sejati untuk bersikap kreatif, lepas dan

mandiri, menentukan nasibnya sendiri, berpartisipasi penuh sebagai anggota

kelompok kolektif yang bermakna dan demokratis serta sanggup menjalani hidup

bebas dan tanpa kekangan serta berpikir untuk diri sendiri. Oleh karena itu,

konsep ini didasarkan pada pernyataan bahwa kebutuhan sejati tidak dapat

direalisasikan dalam kapitalisme modern karena adanya kebutuhan-kebutuhan

palsu yang baru dilahirkan sistem ini supaya dapat bertahan

Mazhab Frankfurt menyatakan bahwa kapitalisme berhasil mengatasi

banyak kontradiksi maupun krisis yang dihadapinya, sehingga memperoleh

kekuatan stabilitas dan kesinambungan baru sekaligus yang belum pernah ada.

Kapitalisme menyebabkan pertumbuhan ekonomi, kemakmuran dan

konsumerisme serta berbagai persoalannya seperti ketidakmerataan secara terus-

menerus, kemiskinan dan rasisme.

Page 18: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

28  

Adorno merupakan salah satu teoretikus penganut Mazhab Frankfurt yang

pendapat-pendapatnya paling banyak dijadikan landasan dalam mempelajari

budaya populer. Ia lebih merujuk budaya populer sebagai budaya massa yang

diembel-embeli kapitalisme. Adorno beranggapan bahwa budaya populer selera

(yang lebih) rendah masyarakat secara keseluruhan, sehingga mengurangi

kualitasnya sebagai masyarakat. Hal itu dianjurkan karena media massa dapat

“menakortikakan” dan “mengatomkan” orang-orang, turut menyebabkan mereka

dicurigai terhadap teknik persuasi massa dengan keterampilan demagogues yang

mencabut demokrasi. Bernard Rosenberg merangkumnya sebagai berikut: “Pada

tempatnya yang terburuk, budaya massa diperlakukan tidak hanya untuk

mengkerdilkan selera tetapi untuk membuat brutal sembari memberi jalan kepada

totaliterianisme. Namun di balik semua keburukan itu, budaya populer mampu

menciptakan sebuah kehidupan ekonomi yang jauh lebih baik dan

mensejahterakan.

Teori ini juga menunjukkan adanya jarak intelektual dan politis antara

Mazhab Frankfurt dan analisis Marx. Frankfurt melihat sifat tahan lama dari

kapitalisme. Frankfurt jelas tidak menyangkal bahwa kapitalisme mengalami

berbagai kontradiksi internal. Akan tetapi, selama masyarakat kapitalis mampu

melahirkan tingkat kesejahteraan ekonomi yang semakin tinggi bagi sebagian

besar populasi, termasuk kelas pekerjanya, peruntuhan akhir dan bangkitnya

sosialisme menurut Marx agaknya nyaris tak mungkin terjadi. Marx yang

menganggap bahwa suatu saat orang-orang akan menjadi jenuh dengan budaya

pop yang disuguhkan akan meruntuhkan keberadaan dan kejayaan budaya pop

dan melahirkan suatu kehidupan yang dinamai sosialisme.

Page 19: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

29  

2.1.9 Menggagas Sub-Kultur

Secara sosiologis, sebuah subkultur adalah sekelompok orang yang

memiliki perilaku dan kepercayaan yang berbeda dengan kebudayaan induk

mereka. Subkultur dapat terjadi karena perbedaan usia anggotanya, ras, etnisitas,

kelas sosial, dan/atau gender, dan dapat pula terjadi karena perbedaan aesthetik,

religi, politik, dan seksual; atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut

(http://.en.wikipedia/org/wiki/Subkultur)

Anggota dari suatu subkultur biasanya menunjukan keanggotaan mereka

dengan gaya hidup atau simbol-simbol tertentu. Karenanya, studi subkultur

seringkali memasukkan studi tentang simbolisme (pakaian, musik dan perilaku

anggota sub kebudayaan) dan bagaimana simbol tersebut diinterpretasikan oleh

kebudayaan induknya. Sebuah subkultur selalu hadir dalam ruang dan waktu

tertentu, ia bukanlah satu gejala yang lahir begitu saja. Kehadirannya akan saling

kait mengkait dengan peristiwa-peristiwa lain yang menjadi konteksnya.

Thornton dalam usaha pendefinisian subkultur menjelaskan bahwa atribut

subkultur diberikan berdasarkan pembedaan antara suatu kelompok sosial atau

budaya tertentu dengan masyarakat atau kebudayaan yang lebih luas. Penggunaan

kata “sub” sendiri berkonotasi dengan perbedaannya dengan masyarakat dominan

atau mainstream (Sosang,2009:26)

Subkultur seringkali diidentikkan dengan budaya kaum muda. Menurut

Johanna and Rob White, sebagai subjek dalam masyarakat, kaum muda seringkali

didefinisikan dalam bingkai usia sebagai sebuah fase dalam kehidupan manusia.

Saat dimana mereka mulai tertarik memperbincangkan hal-hal mengenai

seksualitas, dan menemukan cara-cara mengekspresikan kemandirian mereka.

Tindakan dan perhatian dalam hal ini dilihat sebagai kesadaran generasi. Namun

Page 20: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

30  

pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat banyak jenis subkultur

dan mengapa orang-orang memilih jenis subkultur tertentu (Sosang,2009:29)

Tidak dipungkiri, kebanyakan dari kita menganggap dan mengidentikkan

subkultur dengan suatu kegiatan yang sifatnya negatif. Geng motor, musik

underground, anak jalanan dan perilaku amoral lainnya. Padahal, kalaulah kita

tahu dan sadar akan arti dan tujuan kata tersebut dialamatkan, maka kita akan

sadar dengan sendirinya bahwa subkultur tidak selalu ditujukan untuk hal yang

negatif. Pesantren barangkali salah satu subkultur yang nyata dan jelas juga

berkesan positif. Pesantren yang dimaksud adalah pesantren yang kiai dan sistem

pendidikannya tidak mengacu pada sistem pendidikan nasional. Contoh lain selain

pesantren adalah klub/komunitas pecinta sepeda motor yang mewadahi para

pecinta atau pengendara sepeda motor ke arah yang lebih positif, subkultur anime

yang mewadahi para pecinta komik atau korea lovers yang merupakan subkultur

penggemar hiburan Korea.

Konsep subkultur merupakan hal yang berdaya mobilitas mengkonstitusi

obyeknya dari studi. Hal ini merupakan suatu istilah klasifikatori yang mencoba

memetakan dunia sosial didalam suatu tindakan terhadap representasi. Keakuratan

sub kultur bukan pada sejauh mana mampu berfungsi dalam pemakaiannya. Kata

Sub bermakna sebagai istilah dan menunjukkan pembedaan dengan jelas arus

utama budaya dominan dalam masyarakat. Dengan kata lain, sub kultur

dimaksudkan agar bagian masyarakat tertentu mampu memaknai hidup secara

baru sehingga dapat menikmati kesadaran menjadi yang lain dalam perbedaan

terhadap budaya dominan masyarakat.

Dalam suatu subkultur, identitas kultural menjadi suatu cerminan dari suatu

kelompok walaupun kita tidak bisa memungkiri dalam suatu kelompok itu

Page 21: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

31  

terdapat karakter individual yang berbeda satu sama lain diantara para

anggotanya. Identitas kultural sendiri adalah suatu karakter tertentu dari sebuah

sistem komunikasi kelompok yang timbul ketika orang menyatakan dirinya

sebagai anggota sebuah kelompok di dalam situasi, kegiatan, atau konteks

komunikasi tertentu. Dalam perspektif komunikasi, identitas diletakkan dalam

proses komunikasi dimana pesan-pesan dibentuk, diperkuat, dipertandingkan, dan

ditantang. Sebuah perspektif komunikasi juga mencakup perhatian terhadap

penciptaan identitas kultural melalui produk, kata-kata, dan gambar-gambar yang

dikirimkan melalui media atau kanal-kanal teknologi.

Pada level kelompok, subkultur Korea Lovers dijadikan sebagai basis politik

identitas. Aktivitas khalayak media dan penggemar adalah bagian aktivitas

subkultur yang paling cepat pertumbuhannya. Yang menjadi perekat pada

kelompok subkultur penggemar budaya pop Korea adalah media, dalam hal ini

film, drama dan musik Korea itu sendiri meskipun anggota kelompok ini mungkin

memiliki identitas lain di luar kelompok ini. Konsumsi budaya pop Korea secara

kolektif, kesenangan yang mereka dapatkan, dan kekritisan mereka terhadap

budaya dominan yaitu Barat juga membentuk identitas pada level transnasional

dan membentuk komunitas bervisi sama yang beroperasi di luar batasan negara.

Ini dapat dilihat dari partisipasi penggemar dalam forum-forum internasional dan

persamaan nilai dan praktik budaya pada penggemar budaya pop Korea di negara

lain.

Terbentuknya identitas dalam sebuah subkultur tentu saja menyeret

anggotanya pada kegiatan konsumsi tanda atau simbol yang menunjukkan

identitas mereka sebagai bagian dari sebuah subkultur. Konsumsi subkultural

adalah konsumsi pada tahapnya yang paling diskriminatif. Melalui suatu proses

Page 22: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

32  

‘perakitan’, subkultur-subkultur mengambil berbagai komoditas yang secara

komersial tersedia untuk tujuan dan makna subkultur itu sendiri. Produk-produk

dipadukan atau diubah dengan cara yang tidak diniatkan oleh produsennya;

komoditas diartikulasikan kembali untuk menghasilkan makna-makna

oposisional. Contoh-contoh seperti komunitas Teddy Boys yang mengenakan

Jaket Savile Row Edwardian, komunitas mod yang mengenakan setelan Italia.

(Storey,2007:152). Seperti halnya komunitas di atas, Korea Lovers juga

merupakan sebuah komunitas yang memiliki ciri khas tersendiri dengan

menunjukkan identitas ke-Korea-an mereka, baik melalui pakaian, cara mereka

bicara maupun pernak-pernik yang dapat memperkuat identitas mereka sebagai

penggemar budaya pop Korea.

Judith K. Martin dan Thomas K. Nakayama mengatakan terdapat tiga

perspektif tentang identitas yaitu: perspektif psikologi sosial, perspektif

komunikasi dan persfektif kritis. Dalam kasus pembentukan identitas dari para

penggemar budaya pop Korea, untuk menganalisis pada skala mikro yaitu pada

tataran individu, peneliti menggunakan perspektif komunikasi dimana proses

avowal dan ascription merupakan hal yang penting. Seorang penggemar budaya

pop Korea bisa saja melakukan avowal tentang identitas dirinya, namun jika

proses ascription dari orang lain di lingkungannya itu bertentangan dengan apa

yang digambarkan oleh dirinya, seorang penggemar budaya pop Korea yang

termasuk dalam dominant reader akan menarik diri dari lingkungan sosialnya dan

lebih memilih mencari teman bermain atau masuk dalam kelompok yang akan

melakukan ascription yang sesuai dengan avowalnya. Sementara penggemar

budaya pop Korea yang termasuk negotiated reader mungkin akan

menegosiasikannya dan akan menyesuaikan identitas kulturalnya ke dalam

Page 23: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

33  

identitas kultural yang dominan di lingkungannya, atau dengan kata lain ia akan

menyesuaikan proses avowalnya dengan proses ascription orang-orang di

lingkungannya (Setiowati,2008:544).

Sementara itu dalam analisis skala meso, peneliti akan menggunakan

perspektif kritis karena identitas para penggemar Korea ini tercipta karena latar

belakang sejarah, ekonomi, politik dan wacana yang beredar saat ini. Maraknya

serbuan hiburan budaya pop Korea saat ini akan menciptakan suatu identitas

kultural bagi penggemar budaya pop Korea. Berdasarkan pengamatan, identitas

para penggemar budaya pop Korea akan “Ke-Korea-an” tiap individu dalam

kelompok memang berbeda-beda baik dari segi jenis maupun tingkatannya. Cara

pembacaan teks yang berbeda ini terjadi akibat proses sosialisasi yang berbeda

dari tiap-tiap individu. Latar belakang keluarga, pendidikan, agama, dan aspek

sosial lainnya pada tiap individu, amat berpengaruh pada cara pembacaan

khalayak terhadap teks media. Cara pembacaan yang berbeda juga berpengaruh

pada pembentukan identitas dari khalayak.

Sesuai dengan teori perbedaan individual yang berpendapat bahwa karena

karakter psikologis pada setiap orang sangat beragam dan karena mereka memiliki

persepsi yang berbeda-beda terhadap sesuatu, pengaruh media berbeda-beda

antara satu orang ke orang lain. Lebih spesifik, pesan media mengandung ciri

stimulus tertentu yang memiliki interaksi yang berbeda dengan karakteristik

pribadi masing-masing khalayak. Walaupun pada akhirnya individu tersebut

membentuk suatu kelompok sosial atas dasar kesamaan, perbedaan individu

dalam kelompok tetap ada. Kelompok sosial hanya menjadi penguat apa yang

diyakini oleh individu, namun tingkat hegemoni di dalam kelompok tidak akan

Page 24: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

34  

utuh. Mereka memang memiliki kesamaan namun tidak dalam segala hal karena

ada faktor lain yang turut andil dalam membentuk individu.

Melvin D. Defleur dalam teorinya “Individual Differences Theory of Mass

Communication Effect” menelaah perbedaan-perbedaan diantara individu-

individu sebagai sasaran media massa ketika mereka diterpa sehingga

menimbulkan efek tertentu. Anggapan dasar dari teori ini ialah bahwa manusia

amat bervariasi dalam organisasi psikologisnya secara pribadi. Variasi ini

sebagian dimulai dari dukungan perbedaan secara biologis. Tetapi ini dikarenakan

pengetahuan secara individual yang berbeda. Manusia yang dibesarkan dalam

lingkungan yang secara tajam berbeda, menghadapi titik-titik pandangan yang

berbeda secara tajam pula. Dari lingkungan yang dipelajarinya itu, mereka

menghendaki seperangkat sikap, nilai, dan kepercayaan yang merupakan tatanan

psikologisnya masing-masing pribadi yang membedakannya dari yang lain. Teori

perbedaan individual ini mengandung rangsangan-rangsangan khusus yang

menimbulkan interaksi yang berbeda dengan watak-watak perorangan anggota

khalayak. Oleh karena terdapat perbedaan individual pada setiap pribadi anggota

khalayak itu, maka secara alamiah dapat diduga akan muncul efek yang bervariasi

sesuai dengan perbedaan individual itu. Tetapi dengan berpegang tetap pada

pengaruh variabel-variabel kepribadian (yakni menganggap khalayak memiliki

ciri-ciri kepribadian yang sama) teori tersebut tetap akan memprediksi

keseragaman tanggapan terhadap pesan tertentu (jika variabel antara bersifat

seragam).

Mary Jane Collier pun mempertegas dengan mengatakan, ketika kita

menggunakan budaya sebagai pendekatan untuk melihat karakter atau identitas

kelompok, kita harus menyadari bahwa tiap kelompok itu dibangun atas dasar

Page 25: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

35  

pendapat-pendapat sekelompok individual. Selain itu, seseorang bisa mempunyai

identitas yang beragam, tergantung peran apa yang sedang dijalankannya,

sehingga kita harus menyadari bahwa identitas kultural itu kompleks dan

diciptakan, dipelihara, dipertentangkan dan dipertandingkan pada saat kita

melakukan hubungan dengan orang lain (Setiowati,2008:543).

2.1.10 Budaya Penggemar

Para penggemar adalah bagian paling tampak dari khalayak teks dan

dan praktik budaya pop. Penggemar selalu dicirikan sebagai suatu kefanatikan

yang potensial. Hal ini berarti bahwa kelompok penggemar dilihat sebagai

perilaku yang berlebihan dan berdekatan dengan kegilaan. Jenson

menunjukkan dua tipe khas patologi penggemar; individu yang terobsesi dan

kerumunan histeris. Ia berpendapat bahwa kedua figur itu lahir dari pembacaan

tertentu dan kritik atas modernitas yang tak diakui dimana para penggemar

dipandang sebagai simptom psikologis dari dugaan disfungsi sosial. Para

penggemar ditampilkan sebagai salah satu dari ‘liyan’ yang berbahaya dalam

kehidupan modern. ‘Kita’ ini waras dan terhormat, ‘mereka’ itu terobsesi dan

histeris. (Storey,2003:157-158)

Penggemar dipahami sebagai korban-korban pasif dan patologis dari

media massa. Media massa mengkonstruksikan wacana kepada penggemar dan

membentuk theatre of mind mereka. Hal ini menyebabkan penggemar tidak

bisa mendiskriminasikan dan menciptakan jarak antara diri mereka dan objek-

objek kesenangan. Stereotip yang paling umum misalnya adalah kelompok-

kelompok gadis dan perempuan histeris yang meneriaki para selebritis idola

mereka, kelompok penggemar yang saling bersaing mengadopsi gaya idolanya

Page 26: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

36  

atau kelompok penggemar yang rela melakukan apa saja demi bertemu

idolanya.

Kelompok penggemar (fandom) dipandang sebagai simptom (patologis)

yang tampak dari kemungkinan runtuhnya budaya, moral dan sosial yang tak

terelakkan lagi mengikuti transisi dari masyarakat pedesaan dan agrikultural

menuju masyarakat industrial dan urban. Pada tahapnya yang paling lunak,

kelompok penggemar merepresentasikan satu upaya yang putus asa untuk

mengompensasikan kelemahan kehidupan modern. Fandom cenderung selalu

mengejar kepentingan-kepentingan, memamerkan selera dan preferensi

sehingga sangat pas untuk berbagai teks dan praktik budaya pop. Para khalayak

ini dapat dikatakan memamerkan kesenangan mereka hingga menimbulkan

rasa emosional, sementara khalayak dominan senantiasa mampu menjaga jarak

dan kontrol estetik yang terhormat.

Hal ini memperlihatkan bagaimana pasifnya khalayak penggemar

budaya pop dalam menerima isi media, sehingga mereka mau ‘menggilai’

sesuatu yang dianggap tidak mempunyai nilai estetika seperti halnya budaya

dominan. Namun Jenson tidak sependapat dengan istilah khalayak yang pasif

sebab menurutnya, pandangan ini terbentuk karena adanya dominasi pemikiran

sosial dari kelompok masyarakat yang lebih dominan. Menurut Jenson,

terdapat tiga ciri utama dalam menandai moda pemberian makna budaya

penggemar dalam teks-teks media, yaitu: (1) cara penggemar menarik teks

mendekati ranah pengalaman hidup mereka; (2) peran yang dimainkan melalui

pembacaan kembali dalam budaya penggemar; (3) proses yang memasukkan

informasi program ke dalam interaksi sosial secara terus menerus (Storey,

2003: 157-158)

Page 27: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

37  

Paul Wills mengatakan bahwa dalam kehidupan remaja yang notabene

adalah penggemar budaya pop, para individu dan kelompok berusaha untuk

secara kreatif membuktikan kehadiran, identitas dan makna dari ungkapan

perasaan, tanda dan simbol dalam kehidupan mereka, melalui suatu upaya yang

disebut kreativitas simbolik. Mereka menciptakan suatu kreativitas simbolik

dari apa yang mereka konsumsi dari media. Kreativitas simbolik sendiri

merupakan bertumpuk cara dimana remaja menggunakan, memanusiakan,

menghiasi, dan menobatkan makna-makna dalam ruang-ruang kehidupan dan

praktek-praktek sosial yang umum. Mereka menciptakan gaya-gaya dan

pilihan-pilihan pakaian, penggunaan musik, TV, majalah yang selektif dan

aktif, hiasan kamar-kamar mereka, ritual-ritual percintaan dan gaya-gaya

subkultural seperti gaya bicara dan senda gurau, serta penciptaan musik dan

tarian (Setiowati, 2008:541).

Untuk memuaskan hasrat sebagai bagian dari kelompok penggemar,

individu dalam kelompok tersebut merasa dituntut untuk mengikuti gaya hidup

kelompok penggemar tersebut. Tidak dapat dielakkan lagi, praktik konsumsi

tidak bisa lepas dari mereka demi pemenuhan kebutuhan demi mendapat

pengakuan dan menjadi bagian dari kelompok penggemar. Berbelanja menjadi

sebuah solusi untuk memenuhi segala kebutuhan berupa atribut-atribut yang

mencerminkan mereka sebagai bagian dari kelompok penggemar.

Praktik konsumsi yang dilakukan kelompok penggemar sepertinya

sejalan dengan pernyataan Bre Renada “Aku membeli, maka aku ada...”

Menurut Bre Renada, dalam konteks kehidupan masyarakat modern sekarang

ini, faktor konsumsilah yang menjadi dasar untuk menjelaskan realitas

sekaligus meletakkan eksistensi manusia dalam kehidupan sosialnya.

Page 28: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

38  

Konsumsi di era yang disebut Bre sebagai kapitalisme mutakhir ini telah

mengalami pergeseran nilai dari tingkat konsumsi barang-barang kebutuhan

atau benda-benda yang mempunyai kegunaan langsung dan mendesak, menjadi

konsumsi “simbol-simbol” atau “tanda-tanda”.

Meaghan Morris menegaskan bahwa pusat perbelanjaan digunakan oleh

kelompok-kelompok berbeda secara berbeda.

“Terdapat praktik-praktik yang berbeda dalam menggunakan suatu pusat perbelanjaan pada suatu hari; sejumlah orang bisa ada di sana sekali seumur hidup mereka; terdapat pengguna-pengguna yang sesekali memilih pusat perbelanjaan itu dan bukan yang ini pada hari itu untuk alasan-alasan khusus atau cukup manasuka saja; orang mungkin belanja di satu pusat perbelanjaan dan pergi ke pusat perbelanjaan lainnya untuk bersosialisasi atau berkeliling-keliling. Penggunaan pusat-pusat perbelanjaan sebagai tempat pertemuan (dan kadang kala untuk berteduh dan bernaung gratis) oleh orang-orang muda, para pensiunan, pengangguran dan tunawisma adalah bagian familiar dari fungsi sosialnya yang kerap kali direncanakan, kini, oleh manajemen pusat perbelanjaan”

Ada sebuah perumpamaan yang mengatakan bahwa pusat-pusat

perbelanjaan tidak lain merupakan ‘katedral-katedral konsumsi’. Konsumsi

tidak hanya dipandang sebagai aktivitas ekonomi belaka untuk memuaskan

kebutuhan-kebutuhan material. Lebih dari itu, konsumsi juga berhubungan

dengan mimpi dan hasrat, identitas dan komunikasi. Paul Willis dalam Storey

(2003:171) berpendapat bahwa orang-orang membawa identitas hidup ke

perdagangan dan konsumsi komoditas-komoditas kultural dan juga terbentuk di

sana. Mereka membawa pengalaman, perasaan, posisi sosial, dan keanggotaan

sosial ke pertemuan mereka dengan perdagangan. Karenanya, mereka

membawa tekanan simbolik kreatif yang dibutuhkan, tidak hanya untuk

memahami komoditas kultural, tetapi sebagian melalui komoditas kultural itu

mereka memahami kontradiksi dan struktur sebagaimana mereka

mengalaminya di sekolah, college, produksi, pertetanggaan, dan sebagai

Page 29: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

39  

anggota-anggota gender, ras, kelas, dan usia tertentu. Akibat dari kerja

simbolik yang diperlukan ini boleh jadi cukup berbeda dengan apa pun yang

pada awalnya terkode di dalam komoditas kultural. Willis berpendapat bahwa

dorongan kapitalis akan keuntungan menghasilkan kontradiksi-kontradiksi

yang bisa dimanfaatkan oleh kreativitas simbolik dalam ranah budaya bersama.

Tetapi, lebih dari ini semua, dan lebih penting dari ini, dorongan kapitalis akan

keuntungan menghasilkan kondisi-kondisi bagi produksi ranah budaya bersama

itu sendiri.

Barangkali catatan mutakhir paling menarik mengenai budaya

penggemar dalam Cultural Studies adalah Textual Poachers karya Henry

Jenkins. Dalam sebuah penelitian etnografis mengenai sebuah komunitas

penggemar (yang sebagian besar, tetapi tidak semata-mata, perempuan kelas

menengah kulit putih), Jenkins mendekati kelompok penggemar sebagai

seorang akademikus (yang mengakses teori-teori budaya pop tertentu,

seperangkat literatur kritis dan etnografis) maupun sebagai penggemar (yang

memiliki akses terhadap pengetahuan tertentu dan tradisi-tradisi dalam

komunitas tersebut). Sebagaimana Jenkins ingin tegaskan, kajian itu

dituangkan dalam bentuk dialog aktif dengan komunitas penggemar:

“Praktik saya dari permulaan adalah berbagi pengalaman dengan semua

penggemar yang saya kutip pendapatnya di tiap-tiap bab serta mendorong

kritisme mereka terhadap isinya. Saya telah menerima banyak surat dari para

penggemar, yang menawarkan wawasan mereka mengenai isu-isu yang

diangkat di sini dan saya sudah banyak belajar banyak dari reaksi mereka. Saya

telah bertemu dengan kelompok-kelompok penggemar dalam diskusi-diskusi

terbuka mengenai suatu teks dan menyertakan pendapat mereka dalam revisi

Page 30: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

40  

teks tersebut. Pada sejumlah kasus, saya memasukkan reaksi-reaksi mereka ke

dalam teks, tetapi ketika ini tidak terjadi secara langsung dan eksplisit, haruslah

dipahami bahwa teks ini ada dalam dialog aktif dengan komunitas penggemar

tersebut”.(Storey,2003:159-160)

Penelitian Jenkins ini bertujuan untuk menentang stereotip negatif

mengenai penggemar sebagai sosok-sosok yang menggelikan atau

memprihatinkan serta mendorong satu kesadaran yang lebih besar akan

kekayaan budaya penggemar. Kajian ini dapat dijadikan rujukan untuk

meningkatkan pengetahuan akademis mengenai budaya penggemar serta

menjadi sebuah penegasan bahwa kaum akademisi bisa belajar dari budaya

penggemar.

Melalui berbagai penelitian yang telah dilakukan selama ini oleh

Jenkins, ia menyimpulkan tiga ciri utama yang menandai pemberian makna

budaya penggemar dalam teks-teks media: pertama, cara penggemar menarik

teks mendekati ranah pengalaman hidup mereka. Pembacaan penggemar

dicirikan oleh sebuah intensitas keterlibatan intelektual dan emosional.

Pembaca tidak ditarik ke dalam dunia fiksi yang belum ditetapkan, tetapi

sebaliknya ditarik ke dalam suatu dunia yang telah dia ciptakan dari materi-

materi tekstual. Hanya dengan mengintegritasikan isi media kembali dalam

kehidupan sehari-hari mereka, hanya dengan keterlibatan yang karib dengan

makna dan materinya, para penggemar bisa mengonsumsi fiksi dan

menjadikannya sebagai sumber daya yang aktif.

Kedua, peran yang dimainkan melalui pembacaan kembali dalam

budaya penggemar. Penggemar tidak sekedar membaca teks, mereka senantiasa

membaca kembali teks-teks itu. Pembacaan kembali atas teks-teks dapat

Page 31: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

41  

mengubah pengalaman pembaca mengenai suatu teks. Pembacaan kembali

dapat meruntuhkan operasi ‘kode hermeneutik’ (cara di mana suatu teks

mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mendorong hasrat untuk terus

membaca). Pembacaan kembali dengan begitu menggeser perhatian pembaca

dari apa yang akan terjadi menuju bagaimana sesuatu itu terjadi,

mempertanyakan hubungan antartokoh, tema, narasi, produksi pengetahuan

dan wacana sosial.

Terakhir, proses yang dengannya informasi program dimasukkan ke

dalam interaksi sosial yang terus-menerus. Sementara kebanyakaan pembacaan

adalah suatu proses soliter, yang dilakukan secara pribadi, para penggemar

mengonsumsi teks-teks sebagai bagian dari suatu komunitas. Budaya

penggemar berkenaan dengan penampilan publik dan sirkulasi produksi makna

dan praktik-praktik pembacaan. Para penggemar mencipta makna-makna untuk

berkomunikasi dengan para penggemar lain. Tanpa penampilan publik dan

sirkulasi makna-makna ini, kelompok penggemar tidak akan menjadi

kelompok penggemar. Seperti yang kita ketahui bersama, kelompok

penggemar sifatnya terorganisir, barangkali pertama dan terutama, adalah suatu

institusi teori dan kritik, suatu ruang semi-terstruktur dimana interpretasi-

interpretasi yang bertanding dan evaluasi-evaluasi terhadap teks-teks bersama

dikedepankan, diperdebatkan, dan dinegosiasikan serta ruang dimana pembaca

berspekulasi mengenai hakikat media massa dan hubungan mereka sendiri

dengan media massa.

Sumber teoretis utama Jenkins adalah teoretikus budaya Perancis,

Michel de Certeau yang membongkar istilah konsumen untuk menguak

aktivitas yang terletak di dalam tindak konsumsi: apa yang dia sebut produksi

Page 32: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

42  

sekunder. Konsumsi itu berliku-liku, ia tersebar, tetapi ia memperkenalkan

dirinya di mana-mana, secara diam-diam dan hampir tidak kelihatan, sebab ia

tidak memanifestasikan dirinya lewat produk-produknya sendiri, tetapi

sebaliknya lewat caranya menggunakan produk-produk yang ditimpakan oleh

tatanan ekonomi dominan. De Certeau mencirikan konsumsi aktif atas teks-

teks itu sebagai ‘berburu’: para pembaca adalah orang yang bepergian, mereka

bergerak melintasi tanah milik orang lain, seperti orang-orang nomaden yang

meretas jalan mereka melintasi medan-medan yang tidak mereka tulis. Gagasan

de Certeau mengenai ‘berburu’ merupakan sebuah penolakan atas model

tradisional pembacaan ini, dimana tujuan pembacaan adalah penerimaan pasif

terhadap maksud tekstual. Ia adalah model dimana pembacaan disederhanakan

menjadi sebuah pertanyaan tentang salah atau benar. Menurut Jenkins:

“ Apa yang signifikan dalam hubungannya dengan model de Certeau adalah

bahwa mereka merupakan komunitas konsumen yang sangat aktif dan vokal

yang aktivitas-aktivitasnya mengarahkan perhatian pada proses pemberian

(makna) kultural ini...... Para penggemar tidaklah unik dalam status mereka

sebagai pemburu tekstual, kendati demikian, mereka telah mengembangkan

tindakan berburu menjadi sebentuk seni”. (Storey,2003:161)

Michel de Certeau berpendapat bahwa di dalam kelompok penggemar

tidak terdapat pembedaan yang kaku antara pembaca dan penulis. Budaya

penggemar adalah sebuah budaya konsumsi dan produksi. Kelompok

penggemar tidak hanya soal konsumsi, ia juga berkenaan dengan produksi teks,

lagu, puisi, novel, fanzine (majalah yang dikelola secara amatir dan ditujukan

bagi subkultur yang antusias pada minat tertentu), video dan lain-lain yang

Page 33: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

43  

dibuat secara respons atas teks media profesional mengenai kelompok

penggemar (Storey,2003:162).

Berbicara mengenai kelompok penggemar, bukan hanya mengenai

komunitas-komunitas kumpulan pembaca teks yang antusias, lebih daripada

itu, budaya penggemar juga berkenaan dengan produksi budaya. Mereka me

re-cycle teks yang dikonsumsinya dengan berbagai cara. Misalnya saja melalui

karya fiksi yang terinspirasi dari berbagai teks yang telah mereka konsumsi,

membuat video-video musik di mana citra dari program favorit menjadi

semacam panduan, atau bahkan membuat fanzine.

Menurut Jenkins, kelompok penggemar merupakan suatu ruang yang

didefinisikan berdasarkan penolakannya atas nilai dan praktik biasa,

perayaannya atas emosi yang digeluti secara mendalam dan kesenangan yang

direngkuh dengan penuh gairah. Eksistensi kelompok penggemar itu sendiri

merepresentasikan kritik terhadap bentuk-bentuk konvensional budaya

konsumen (Storey,2003:166). Jenkins menemukan cara kelompok penggemar

memberdayakan diri mereka yaitu dengan jalan perjuangan untuk menciptakan

sebuah budaya partisipatoris dari kekuatan-kekuatan yang mengubah banyak

orang menjadi penonton. Komunitas kelompok penggemar menurut Jenkins

berjuang untuk menentang tuntutan terhadap yang biasa dan sehari-hari.

Sementara berbagai subkultur kaum muda mendefinisikan diri mereka

bertentangan dengan orang tua dan budaya-budaya dominan, komunitas

kelompok penggemar menempatkan diri sebagai beroposisi dengan pasivitas

budaya sehari-hari dari praktik biasa.

Page 34: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

44  

2.1.11 Gaya Hidup

Gaya hidup dapat dipahami sebagai adaptasi aktif individu terhadap

kondisi sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk menyatu dan

bersosialisasi dengan orang lain. Kepribadian dianggap sebagai penentu gaya

hidup, dan oleh karena kepribadian setiap manusia unik, gaya hidup pun unik.

Gaya hidup dipahami sebagai tata cara hidup yang mencerminkan sikap-sikap

dan nilai dari seseorang. Namun, ketika satu gaya hidup menyebar kepada

banyak orang dan menjadi mode yang diikuti, pemahaman terhadap gaya hidup

sebagai suatu keunikan tidak memadai lagi digunakan. Gaya hidup bukan lagi

semata-mata tata cara atau kebiasaan pribadi dan unik dari individu, tetapi

menjadi suatu identitas yang diadopsi oleh sekelompok orang. Sebuah gaya

hidup bisa menjadi populer dan diikuti oleh banyak orang. Mereka tak segan-

segan mengikutinya jika dianggap baik oleh banyak orang

(Hujatnikajennong,2006:37).

Dalam pola kehidupan sosial, masalah gaya hidup tak bisa dilepaskan

dari terminologi budaya. Seperti yang diungkapkan Kephart, budaya biasa

didefinisikan sebagai “Keseluruhan gaya hidup suatu masyarakat –

kebiasaan/adat istiadat, sikap dan nilai-nilai mereka, serta pemahaman yang

sama yang menyatukan mereka sebagai suatu masyarakat”. Namun definisi ini

menurut Chaney merupakan penyalahgunaan gagasan tentang gaya hidup.

Sementara gaya hidup tergantung pada bentuk-bentuk kultural, masing-masing

merupakan gaya, tata krama, cara menggunakan barang-barang, tempat dan

waktu tertentu yang merupakan karakteristik suatu kelompok, tetapi bukanlah

keseluruhan pengalaman sosial mereka. (Putra,2006:48)

Page 35: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

45  

Dalam arus kultur kontemporer, gaya hidup memegang peranan penting

dalam membangun eksistensi manusia yang hidup dalam kultur tersebut. Gaya

hidup dianggap sebagai cerminan identitas diri seseorang atau sekelompok

orang. Gaya hidup dalam arus kultur kontemporer ini kemudian memunculkan

dua hal yang sama dan sekaligus berbeda, yaitu alternatif dan diferensiasi.

Alternatif lebih bermakna resistensi atau perlawanan terhadap arus budaya

mainstream sedangkan diferensiasi mengikuti arus mainstream. Alternatif

adalah sebuah bentuk resistensi untuk tidak mengikuti arus kapitalisme

sedangkan Diferensiasi adalah suatu pilihan untuk membuat diri berbeda

dengan mengonsumsi barang-barang yang ditawarkan pemegang

modal/kapitalis.

Penggunaan waktu luang dan konsumsi atas barang dan jasa dapat

dikatakan sebagai sebuah parameter untuk melihat gaya hidup. Pola konsumsi

tersebut jelas lahir dari suatu ekspansi besar dari ideologi kapitalisme.

Kapitalisme menaruh cengkeramannya di berbagai aspek kehidupan, seakan

menemukan bentuk manifestasi yang sangat mantap pada budaya

mengonsumsi. Masyarakat seolah-olah dibuat butuh oleh kapitalisme untuk

mengikuti pola konsumsi suatu benda atau jasa. Kesadaran masyarakat sengaja

diracuni demi mencetak dollar bagi kelompok tertentu (Putra,2006:53).

Menurut Marxis, sifat produksi dalam sistem kapitalisme tidak semata

komoditi dianggap sebagai benda guna (use value), akan tetapi sebagai objek

yang mengandung kekuatan daya pesona tertentu dan membentuk pencitraan

diri melalui penciptaan icon, yang memberikan status tertentu pada orang yang

memakainya. Itulah yang terjadi pada pengaruh budaya Korea, menjadikan

produk massal yang menyihir berbagai pihak untuk menjadikan pesona budaya

Page 36: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

46  

Korea begitu memikat dan memesona. Menurut Karl Marx, produk budaya

adalah komoditas, fetisisme terhadap suatu icon terletak dalam nilai dan

kualitas yang dikenakan terhadap produk-produk tersebut.

Di era modern seperti sekarang ini, masyarakat sepertinya digiring

menuju dunia gaya hidup konsumeristis: “Aku adalah apa yang aku konsumsi”.

Piramida kebutuhan Maslow pun jungkir balik. Aktualisasi diri adalah

kebutuhan pertama manusia seperti halnya Korea Lovers yang rela merogoh

kocek dalam-dalam demi pemenuhan akan kebutuhan yang semu. Alasan

utama mereka membeli berbagai produk berbau Korea bukan untuk memenuhi

kebutuhan utama yaitu bertahan hidup tapi demi sekedar pemenuhan hasrat

untuk ‘menjadi’.

Dalam pandangan Giddens yang menyatakan gagasan gaya hidup telah

dikorupsi oleh konsumerisme, menunjukkan kebutuhan tentang gaya ini

menjadi tidak wajar dan dibuat-buat. Istilah konsumerisme berasal dari kata

consumption yang berarti konsumsi dan pemakaian. Konsumerisme pada

Bahasa Latin: consumere atau consumo, sumpsi, sumptum, yang berarti

menghabiskan, memakai sampai habis, memboroskan, menghambur-

hamburkan, menggerogoti sampai habis. Menurut James F. Engel, bahwa

konsumerisme memiliki dua pemaknaan, pertama, dilihat sebagai gerakan atau

kebijakan untuk melindungi konsumen dengan menata metode dan standar

kerja produsen, penjual dan pengiklan; kedua, paham atau gaya hidup yang

menganggap barang-barang mewah sebagai ukuran kebahagiaan, kesenangan,

dan sebagainya. Pada opsi ini, konsumerisme termaknai sebagai gaya hidup

yang boros dan bergaya hidup pada peningkatan pembelian barang-barang

yang secara teori bukan kebutuhan pokok. Ia adalah mentalitas yang terbentuk

Page 37: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

47  

oleh kondisi dan kebijakan sosial yang menyenangkan, sekaligus juga

menyengsarakan.

Iklan TV terus mencekoki kita dengan segala kebutuhan, keinginan dan

naluri yang wajib untuk dipenuhi. Kebutuhan tersier bahkan berubah posisi

menjadi kebutuhan primer. Akibatnya, orang-orang bersandar pada siklus

keinginan yang tiada putusnya. Orang-orang diarahkan untuk selalu

mempunyai keinginan terhadap sesuatu yang baru, tanpa peduli apakah ia

benar-benar membutuhkannya. Orang-orang berusaha mengikuti lingkaran

setan konsumerisme secara terus menerus. Mereka bekerja ekstra keras untuk

membeli segala sesuatu yang terbaru dan terbaik yang sebetulnya tidak mereka

butuhkan agar menurut mereka bisa menjadi manusia “yang terbaik”. Agar

aliran “pengabdian diri kepada segala sesuatu yang paling baru” ini bisa

diterima oleh umat manusia, maka para tokoh aliran yang mendewakan

konsumerisme ini harus bekerja keras dalam mengajarkan agamanya. Mereka

tidak sekedar menjajakan berbagai produk tetapi juga mengajarkan sebuah

ideologi. Mereka mengembangkan suatu sistem nilai yang terus menerus

membombardir masyarakat dengan pesan-pesan untuk “memanjakan diri

sendiri” dan “mendapat kepuasan secara instan” . Untuk dapat memahami

sistem nilai yang mereka kembangkan, seseorang hanya perlu melihat pada

ungkapan-ungkapan seperti “aku harus menjadi yang pertama” atau “aku

harus memilikinya” atau “berikan itu kepadaku”. Dewa konsumerisme inilah

yang menciptakan dan menopang sistem kapitalis (Fredericks,100:2004).

Gaya hidup dalam masyarakat konsumsi dalam kacamata Baudrillard

tak lebih dari pengaturan dan penampakan contoh diskriminasi sosial

berdasarkan mode yang menciptakan ketakjuban sesaat (ephemeral

Page 38: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

48  

mystifications). Sebagai contoh, selain bermaksud memberikan makna dan

tujuan hidup, fashion semata-mata merupakan kekacauan dan kedahsyatan

yang tidak menandakan apapun sehingga dalam permainan struktural dari

penandaan referensi diri (self-referential signification) terdapat anarki tanda

yang mengancam karena tidak adanya tata tertib (Ferica,2006:3). Dalam

pandangan ini, sebagian besar kegiatan konsumsi adalah konsumsi tanda

(signs). Kumpulan tanda tertanam dalam pertumbuhan kebudayaan komoditas

dan penciptaan gaya hidup.

Pernyataan yang kemudian muncul adalah seberapa pentingkah gaya

hidup menurut kacamata penikmatnya? Tentu pertanyaan ini akan dekat sekali

dengan, seberapa penting nilai-nilai trend dalam kehidupan dan urat nadi

seorang penikmat gaya hidup. Menurut Giddens, perkembangan gaya hidup

dan perubahan struktural modernitas saling terhubung melalui reflektifitas

institusional; karena keterbukaan kehidupan sosial masa kini, pluralisasi

konteks tindakan dan aneka ragam otoritas, pilihan gaya hidup semakin penting

dalam penelusuran identitas diri dan aktifitas keseharian.

Identitas diri tidak diwariskan atau statis, melainkan menjadi suatu

proyek refleksif, yang menjadi sebuah nilai dari kehidupan seseorang.

Dipertegas juga, bahwa identitas seseorang tidak dapat ditemukan dalam

perilaku, maupun dalam reaksi orang lain, tetapi pada kemampuan untuk

menjaga akan narasi tertentu. Pada wilayah ini, berbicara identitas diri semakin

masuk pada wilayah ideologis tertentu, yang melandasi kenapa seseorang harus

bergaya. Gaya hidup yang muncul pada masa kini merupakan cerminan dan

wajah kultural dari elemen kultural yang ada, sehingga identitas diri tersebut

Page 39: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

49  

sudah masuk pada identitas kelompok, bahkan menjadi identitas kultural dalam

wacana nasional.

Bagi Hebdige, gaya bukanlah ekspresi lokasi kelas, ia adalah sistem

yang menandai, yang mengomunikasikan identitas kultural dan perbedaan

kultural. Subkultur-subkultur kaum muda mengkomunikasikan identitas khas

mereka dan perbedaan mereka dari dan dalam oposisi terhadap kelompok

sebaya, orang tua serta budaya-budaya dominan melalui suatu politik gaya.

Makna dari subkultur kaum muda senantiasa dimainkan melalui gaya dan

bukannya sebagai suatu perjuangan yang sungguh-sungguh berlangsung di

tempat lain. (Storey,2007:153)

Melalui teori hegemoni Gramsci, Cohen berpendapat bahwa perjuangan

subkultur kaum muda kini bisa diposisikan pada perjuangan kelas yang lebih

luas. Hebdige menggeser penekanan dari politik kelas ke politik gaya. Seperti

dijelaskan bahwa tentangan terhadap hegemoni yang direpresentasikan

subkultur tidak dikemukakan secara langsung oleh mereka. Sebaliknya,

tentangan itu diungkapkan secara tak langsung dalam gaya. (Storey,2007:151)

Konsumsi subkultural adalah konsumsi yang pada tahapnya bersifat

diskriminatif. Melalui suatu proses perakitan, subkultur-subkultur mengambil

berbagai komoditas yang secara komersial tersedia untuk tujuan dan makna

subkultur itu sendiri. Produk-produk dipadukan atau diubah dengan cara yang

tidak diniatkan oleh produsennya; komoditas diartikulasikan kembali untuk

menghasilkan makna-makna oposisional. (Storey,2007:152)

Melalui ritual konsumsilah subkultur membentuk identitas yang

bermakna. Pemberian makna selektif dan penggunaan kelompok atas apa yang

disediakan oleh pasar bekerja serentak untuk mendefinisikan,

Page 40: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

50  

mengekspresikan, merefleksikan serta memperjelas perbedaan dan pembedaan

kelompok (Storey,2007:128)

Setiap kelompok memiliki tanda-tanda yang membedakannya dengan

kelompok lain. Tanda tersebut biasanya mereka ekspresikan melalui aktivitas

konsumsi yang meliputi barang-barang atau gaya hidup tertentu. Beberapa

waktu lalu masyarakat Indonesia sangat menggandrungi gaya ala Jepang yaitu

Harajuku. Berbagai lapisan masyarakat terkena imbasnya termasuk beberapa

musisi, salah satunya Maia Estianty yang bergaya Harajuku saat manggung.

Seiring waktu, selera masyarakat berubah sejak munculnya tayangan hiburan

Korea. Mereka mulai melirik Korea sebagai kiblat, bahkan adaptasi gaya hidup

ala Korea ini masih bertahan sampai sekarang sejak kemunculannya di tahun

2002.

Munculnya trend baru dalam mengkonsumsi tayangan hiburan ala

Korea di berbagai penjuru negara, cukup banyak berpengaruh terhadap gaya

hidup dan fashion yang diusung para penikmatnya. Ini tampak dari berbagai

komoditas berbau Korea yang difetisasi untuk membebani konsumen demi

kepentingan produsen semata.

Sama halnya dengan sistem industri lain, kekuatan arbitrer industri

hiburan Korea dan sosialisasi media massa berperan membentuk kebutuhan

akan tayangan hiburan Korea beserta embel-embelnya serta mengendalikan

perilaku konsumen dan menyediakan model gaya hidup mengkonsumsi segala

hal berbau Korea. Media massa menjadi semacam sarana konsumsi hiburan

Korea yang memungkinkan terciptanya konsumsi. Sarana konsumsi yaitu

media, tidak hanya tempat orang mengonsumsi tanda, tapi juga penting bagi

dirinya sendiri sebagai struktur yang menggiring orang mengonsumsi hal-hal

Page 41: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

51  

lain yang lebih banyak dan berbeda. Dalam konteks penelitian ini, media massa

menjadi sarana konsumsi yang memfasilitasi gaya hidup Korea Lovers di

Makassar. Perannya tak hanya sebagai latar tempat bagi konsumen untuk

mengonsumsi tayangan hiburan Korea tetapi juga sebagai sebuah struktur yang

mendorong konsumen terpengaruh untuk mengadopsi dan menerapkannya

sebagai gaya hidup.

2.1 Teori Khusus

2.2.1 Teori Uses and Gratification

Teori ini pertama kalinya diperkenalkan oleh Herbert Blumer dan

Elihu Katz pada tahun 1947 dalam buku The Uses Of Mass Communications:

Current Perspectives On Gratifications Research. Penelitiannya diarahkan

kepada jawaban terhadap pertanyaan “apa yang dilakukan media untuk

khalayak (what do media do to people?)”. Teori ini mengatakan bahwa

pengguna media memainkan peran aktif dalam memilih dan menggunakan

media. Dengan kata lain, pengguna media memainkan peran aktif dalam

memilih dan menggunakan media, dimana pengguna media berusaha untuk

mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenuhi

kebutuhannya (Nurudin, 2007: 191-192).

Uses and Gratifications merupakan salah satu teori yang paling

terkenal pada bidang komunikasi massa. Teori ini menunjukkan bahwa

permasalahan utamanya bukan pada bagaimana cara media mengubah sikap

dan perilaku khalayak, tetapi lebih kepada bagaimana media memenuhi

kebutuhan pribadi dan sosial khalayak. Sehingga pada khalayak yang aktif,

yang menang menggunakan media untuk mencapai tujuan khusus.

Page 42: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

52  

Blumer dan Katz mengatakan bahwa pengguna media memainkan

peran aktif untuk memilih dan menggunakan media. Artinya, audiens

(pengguna media) adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi, dan

berusaha untuk mencari sumber media yang paling baik dalam usaha

memenuhi kebutuhannya. Walaupun ada juga yang mengatakan bahwa

selektifitas media berdasarkan suasana hati seseorang.

John Fiske (2005) menyatakan bahwa teori uses and gratifications

secara tak langsung menyatakan bahwa pesan adalah apa yang dibutuhkan

oleh khalayak, bukan yang dimaksudkan oleh pengirim. Menurutnya

pendekatan atau teori uses and gratifications adalah suatu teori yang

menyatakan bahwa para anggota khalayak memiliki kebutuhan atau dorongan

tertentu yang bisa dipenuhi dengan menggunakan sumber-sumber media dan

nonmedia; atau suatu studi tentang motif-motif penggunaan dan ganjaran

yang dicari.

Dalam melihat media, teori uses and gratifications lebih menekankan

pada pendekatan manusiawi. Artinya, manusia itu punya otonomi dan

wewenang dalam memperlakukan media. Karena khalayak mempunyai

banyak alasan untuk menggunakan media. Selain itu, konsumen mempunyai

kebebasan untuk memutuskan bagaimana mereka menggunakan media (lewat

media mana) dan bagaimana media itu akan berdampak pada dirinya. Karena

menurut teori ini mungkin saja media itu akan berdampak pada dirinya.

Karena menurut teori ini mungkin saja media dapat mempunyai pengaruh

jahat dalam kehidupan mereka. Sebagai contoh penulis akan

menggunakannya dalam aplikasi teori uses and gratifications yang akan

penulis jabarkan di bawah.

Page 43: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

53  

Seperti diulas Nurudin (2004), teori uses and gratifications beroperasi

dalam beberapa cara, seperti yang akan dilihat pada bagan dibawah ini:

Gambar 2.2 Teori Uses and Gratification

Bagan tersebut menjelaskan bahwa:

Kebutuhan kognitif adalah kebutuhan yang berkaitan dengan

peneguhan informasi, pengetahuan, dan pemahaman mengenai lingkungan.

Kebutuhan ini didasarkan pada hasrat untuk memahami dan menguasai

lingkungan, juga memuaskan rasa penasaran kita dan dorongan untuk

Lingkungan Sosial 

1. Ciri‐ciri demografis 

2. Afiliasi kelompok

Kebutuhan Khalayak 

1. Kognitif 2. Afektif 3. Integratif 

personal 4. Integratif 

sosial 5. Pelepasan 

Sumber pemuasan kebutuhan yang berhubungan dengan non media: 

1. Keluarga, teman‐teman 

2. Komunikasi interpersonal 

Penggunaan media massa: 

1. Jenis‐jenis media SK, majalah, radio, TV dan film 

2. Isi media 3. Terpaan 

media 4. Konteks 

sosial dan terpaan

Pemuasan media (fungsi): 

1. Pengamatan lingkungan 

2. Diversi/hiburan 

3. Identitas personal

Page 44: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

54  

penyelidikan kita. Kebutuhan afektif adalah kebutuhan yang berkaitan

dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang estetis, menyenangkan, dan

emosional. Kebutuhan pribadi secara integratif adalah kebutuhan yang

berkaitan dengan peneguhan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas, dan status

individual. Kebutuhan sosial secara integratif adalah kebutuhan yang

berkaitan dengan peneguhan kontak dengan keluarga , teman , dan dunia. Hal

tersebut didasarkan pada hasrat untuk berafiliasi. Sementara itu, kebutuhan

pelepasan adalah kebutuhan yang berkaitan dengan upaya menghindarkan

tekanan, ketegangan, dan hasrat akan keanekaragaman. (Nurudin, 2007: 194-

195).

Berbicara tentang kebutuhan, biasanya orang akan menrujuk kepada

hirarki kebutuhan ( need Hierarchi) Abraham Meshlow (1954), yaitu sebagai

berikut:

1. Phsycological needs ( kebutuhan fisiologis),

2. Safety Needs (kebutuhan keamanan),

3. Love needs (kebutuhan cinta),

4. Esteem needs (kebutuhan penghargaan),

5. Self-actualization needs (kebutuhan aktualisasi diri).

Dari lima kebutuhan tersebut para peneliti uses and gratifications

lebih banyak tertarik kepada kebutuhan cinta, kebutuhan penghargaan, dan

kebutuhan aktualisasi diri.

Teori yang dikembangkan untuk menjelaskan komunikasi massa ini,

berlandaskan keyakinan bahwa khalayak memiliki sekumpulan kebutuhan

yang dicari pemuasannya melalui media massa. Sehingga pengguna

mempunyai pemilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya.

Page 45: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

55  

Fiske (2005) meringkas asumsi-asumsi teori uses and gratifications

sebagai berikut:

1. Khalayak itu aktif, bukanlah penerima yang pasif atas apapun yang media

siarkan, khalayak memilih menggunakan isi program.

2. Para anggota khalayak secara bebas menyeleksi media dan program-

programnya yang terbaik yang bisa mereka gunakan untuk memuaskan

keburuhannya. Produser media mungkin tak menyadari penggunaanoleh

khalayak yang menjadi sasaran program, dan anggota khalayak yang

berbeda mungkin memanfaatkan program yang sama untuk memuaskan

kebutuhan yang berbeda.

3. Media bukan satu-satunya sumber pemuasan.

4. Orang bisa, tahu dibuat bisa, menyadari kepentingan dan motifnya dalam

kasus-kasus tertentu. (bagi pengkritik metode ini, ini adalah asumsi yang

terlemah. Kritik seperti menyatakan bahwa motif yang bisa

diartikulasikan seringkali kurang penting, dan bahwa menghubungkan

khalayak dengan isi program hanya lewat mata rantai kebutuhan-

kebutuhan yang rasional dan pemuasan adalah “pemaknaan” terbatas

yang tak bisa diterima).

5. Petimbangan nilai tentang signifikasi kultural dari media massa harus

dicegah.

2.2 Kerangka Konsep

Dalam menyusun kerangka konsep diperlukan hasil pemikiran rasional

yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang

akan dicapai (Nawawi, 2001:40).

Page 46: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

56  

Konsep yakni istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan

secara abstrak: kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat

perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 2006:33).

Jadi kerangka konsep adalah landasan berfikir yang menjelaskan makna

dan maksud dari teori yang dipakai atau menjelaskan kata-kata yang mungkin

masih abstrak pengertiannya di dalam teori tersebut. Agar konsep-konsep dapat

diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalisasikan dengan mengubahnya

menjadi variabel.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagi berikut:

1. Variabel Bebas (X)

Adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan atau

mempengaruhi munculnya gejala, faktor, atau unsur yang lain (Nawawi,

2001:56). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah acara Top KPop di

stasiun televisi O Channel.

2. Variabel Terikat (Y)

Adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada atau muncul

dipengaruhi atau ditentukan adanya variabel bebas (Nawawi, 2001:57).

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Perilaku remaja di Perumahan

Kencana Loka Blok F1.

2.3 Model Teoritis

Varibel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep akan

dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagai berikut:

Page 47: BAB II Landasan Teori - library.binus.ac.id · menyebarkan informasi yang merupakan produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. ... maka proses

57  

Gambar 2.3

Model Teoritis

 

Variabel Bebas (X) Acara Top KPop di O Channel 

Variabel Terikat (Y) Perilaku Remaja di Perumahan 

Kencana Loka Blok F1

Karakteristik Responden