6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kelelahan Kerja a. Pengertian Kelelahan Kelelahan adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja (Maulidi, 2012). Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat (Chesnal dkk, 2015). Istilah kelelahan menunjukan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh yang secara umum gejala kelelahan yang lebih dekat adalah pada pengertian kelelahan fisik atau physical fatigue dan kelelahan mental atau mental fatigue (Budiono dkk, 2003). Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kelelahan merupakan suatu kondisi tubuh yang mengalami penurunan ketahanan tubuh dalam bekerja. b. Pengertian Kelelahan Kerja Kelelahan kerja merupakan salah satu sumber masalah bagi kesehatan dan keselamatan pekerja. Kelelahan dapat menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja yang akan berpeluang menimbulkan kecelakaan kerja. Tentu saja hal ini tidak dapat dibiarkan
28
Embed
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka · 2019. 8. 1. · 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kelelahan Kerja a. Pengertian Kelelahan Kelelahan adalah suatu kondisi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kelelahan Kerja
a. Pengertian Kelelahan
Kelelahan adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi
dan kebutuhan dalam bekerja (Maulidi, 2012). Kelelahan adalah suatu
mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih
lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat (Chesnal dkk, 2015).
Istilah kelelahan menunjukan kondisi yang berbeda-beda dari setiap
individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisensi dan
penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh yang secara umum
gejala kelelahan yang lebih dekat adalah pada pengertian kelelahan fisik
atau physical fatigue dan kelelahan mental atau mental fatigue (Budiono
dkk, 2003). Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
kelelahan merupakan suatu kondisi tubuh yang mengalami penurunan
ketahanan tubuh dalam bekerja.
b. Pengertian Kelelahan Kerja
Kelelahan kerja merupakan salah satu sumber masalah bagi
kesehatan dan keselamatan pekerja. Kelelahan dapat menurunkan kinerja
dan menambah tingkat kesalahan kerja yang akan berpeluang
menimbulkan kecelakaan kerja. Tentu saja hal ini tidak dapat dibiarkan
7
begitu saja, karena tenaga kerja merupakan aset perusahaan yang dapat
mempengaruhi produktivitas perusahaan (Irma dkk, 2014).
Menurut Nurmianto (2004) kelelahan kerja adalah kondisi
seseorang mengalami penurunan performansi akibat dari perpanjangan
kerja. Sedangkan menurut Setyawati (2010) kelelahan kerja adalah
perasaan lelah, adanya penurunan kesiagaan dan respon total individu
terhadap stress psikososial yang dialami dalam satu periode waktu
tertentu dan kelelahan kerja itu cenderung menurunkan prestasi, motivasi
serta penurunan produktivitas kerja karyawan.
c. Fisiologi Kelelahan
Menurut Santoso (2004) bahwa kelelahan terjadi akibat
kontraksi otot rangka yang lama dan kuat, dimana proses metabolisme
tidak mampu lagi meneruskan supply energi yang dibutuhkan serta
membuang sisa metabolisme, khususnya asam laktat. Jika asam laktat
yang banyak terkumpul, otot akan kehilangan kemampuannya.
Terbatasnya aliran darah pada otot (ketika berkontraksi), otot menekan
pembuluh darah dan membawa oksigen sehingga menyebabkan
terjadinya kelelahan.
Fisiologi kelelahan secara fisiologis tubuh manusia dapat
diumpamakan sebagai suatu mesin yang dalam menjalankan
pekerjaannya membutuhkan bahan bakar sebagai sumber energi.
Kelelahan dapat sebagai akibat akumulasi asam laktat di otot-otot
disamping zat ini juga berada dalam aliran darah. Akumulasi asam laktat
8
dapat menyebabkan penurunan kerja otot-otot dan kemungkinan faktor
saraf tepi dan sentral berpengaruh terhadap proses terjadinya kelelahan.
Pada saat otot berkontraksi, glikogen diubah menjadi asam laktat dan
asam ini merupakan produk yang dapat menghambat kontinuitas kerja
otot sehingga terjadi kelelahan (Setyawati, 2010).
d. Pembagian Kelelahan
Menurut Suma’mur (2009) terdapat dua jenis kelelahan, yaitu
kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot ditandai antara lain
oleh tremor atau rasa nyeri yang terdapat pada otot. Kelelahan umum
ditunjukkan oleh hilangnya kemauan untuk bekerja, yang penyebabnya
adalah keadaan persarafan sentral atau kondisi psikis-psikologis. Akar
masalah kelelahan umum adalah monotonnya pekerjaan, intensitas dan
lamanya kerja mental dan fisik yang tidak sejalan dengan kehendak
tenaga kerja yang bersangkutan, keadaan lingkungan yang berbeda dari
estimasi semula, tidak jelasnya tanggung jawab, kekhawatiran yang
mendalam dan konflik batin serta kondisi sakit yang diderita oleh tenaga
kerja.
Menurut Setyawati (2010) berdasarkan waktu terjadinya,
kelelahan ada dua macam yaitu:
1) Kelelahan akut, terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau
seluruh tubuh karena secara berlebihan.
2) Kelelahan kronis, terjadi bila kelelahan berlangsung setiap hari dan
berkepanjangan.
9
e. Gejala Kelelahan Kerja
Menurut Budiono dkk (2003), kelelahan kerja memiliki gejala
kelelahan secara subjektif dan objektif antara lain :
1) Perasaan lesu, ngantuk dan pusing;
2) Tidak atau kurang mampu berkonsentrasi;
3) Berkurangnya tingkat kewaspadaan;
4) Persepsi yang buruk dan lambat,
5) Tidak ada atau berkurangnya gairah untuk bekerja;
6) Menurunya kinerja jasmani dan rohani.
Menurut Nurmianto (2004) perasaan adanya kelelahan kerja
ditandai dengan berbagai kondisi antara lain:
1) Kelelahan visual (indera penglihatan),
2) Kelelahan seluruh tubuh,
3) Kelelahan mental,
4) Kelelahan urat syaraf,
5) Stres atau pikiran tegang
6) Rasa malas bekerja.
f. Dampak Kelelahan Kerja
Kelelahan kerja dapat menimbulkan beberapa keadaan yaitu
prestasi yang menurun, badan terasa tidak enak di samping semangat
kerja yang menurun. Perasaan kelelahan kerja cenderung meningkatkan
terjadinya kecelakaan kerja, sehingga dapat merugikan diri pekerja
sendiri maupun perusahaanya karena adanya penurunan produktivitas
10
kerja. Kelelahan kerja terbukti memberikan kontribusi lebih dari 60%
dalam kejadian kecelakaan kerja di tempat kerja (Setyawati, 2010).
g. Penyebab dan Faktor Kelelahan Kerja
1) Penyebab Kelelahan Kerja
Menurut Setyawati (2010) penyebab kelelahan kerja
umumnya berkaitan dengan
a) Sifat pekerjaan yang monoton.
b) Intensitas kerja dan ketahanan kerja mental dan fisik yang tinggi.
c) Cuaca ruang kerja, pencahayaan dan kebisingan serta lingkungan
kerja lain yang tidak memadai.
d) Faktor psikologis, rasa tanggung jawab, ketegangan-ketegangan
dan konflik-konflik.
e) Penyakit-penyakit, rasa kesakitan dan gizi.
f) Cicardian rhytm.
2) Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan
Menurut Atiqoh dkk (2014), bahwa terdapat dua faktor yang
mempengaruhi kelelahan kerja, antara lain :
a) Faktor dari Dalam Individu (Faktor Internal)
(1) Usia
Usia mempengaruhi ketahanan tubuh dan kapasitas
kerja seseorang yang berakibat pada kelelahan. Salah satu
indikator dari kapasitas kerja adalah kekuatan otot seseorang.
Semakin tua usia seseorang, maka semakin menurun kekuatan
11
ototnya. Kekuatan otot yang dipengaruhi oleh umur akan
berakibat pada kemampuan fisik tenaga kerja untuk melakukan
pekerjaannya. Laki-laki maupun wanita pada umur sekitar 20
tahun merupakan puncak dari kekuatan otot seseorang, dan pada
umur sekitar 50 – 60 tahun kekuatan otot mulai menurun sekitar
15 – 25% (Setyowati dkk, 2014).
(2) Jenis Kelamin
Perbedaan secara fisik antara jenis kelamin wanita dan
laki-laki terletak pada ukuran tubuh dan kekuatan ototnya.
Kekuatan otot wanita relatif kurang jika dibandingkan dengan
kekuatan otot laki-laki. Kekuatan otot ini akan mempengaruhi
kemampuan kerja seseorang yang merupakan penentu dari
terjadinya kelelahan. Permasalahan wanita lebih kompleks
dibandingkan laki-laki, salah satunya adalah haid. Wanita yang
sedang mengalami haid cenderung cepat lelah dibandingkan
wanita yang tidak mengalami haid (Suma’mur, 2009).
(3) Status Gizi
Status gizi merupakan salah satu penyebab kelelahan.
Seorang pekerja dengan status gizi yang baik akan memiliki
ketahanan tubuh dan kapasitas kerja yang lebih baik, sedangkan
seorang pekerja dengan status gizi yang tidak baik akan
memiliki ketahanan tubuh dan kapasitas kerja yang tidak baik
juga (Budiono, 2003).
12
b) Faktor dari Luar Individu (Faktor Eksternal)
(1) Sikap Kerja
Hasil perbandingan antara kerja otot statis dan dinamis
pada kondisi yang hampir sama, dihasilkan bahwa kerja otot
statis mempunyai konsumsi energi lebih tinggi, denyut nadi
meningkat, dan diperlukan waktu istirahat yang lebih lama
(Atiqoh dkk, 2014).
(2) Beban Kerja
Semakin meningkatnya beban kerja, maka konsumsi
oksigen akan meningkat secara proporsional sampai didapat
kondisi maksimumnya. Beban kerja yang lebih tinggi yang tidak
dapat dilaksanakan dalam kondisi aerobik, disebabkan oleh
kandungan oksigen yang tidak mencukupi untuk suatu proses
aerobik. Akibatnya adalah manifestasi rasa lelah yang ditandai
dengan meningkatrnya kandungan asam laktat (Nurmianto,
2004).
(3) Tekanan Panas
Faktor lingkungan pekerjaan merupakan salah satu
faktor penyebab terjadinya kelelahan pada pekerja. Salah satu
faktor lingkungan ditempat kerja adalah tekanan panas. Jika
pekerja terpapar panas akan organ tubuh akan bekerja lebih
keras untuk mengeluarkan kelebihan panas dari tubuh, sehingga
13
beban fisik yang diterima pekerja akan lebih besar dan pekerja
akan mengalami kelelahan yang lebih cepat (Marif, 2013).
(4). Penerangan
Kondisi kerja dengan intensitas penerangan kurang
pada umumnya tenaga kerja berupaya untuk dapat melihat
pekerjaan dengan sebaik-baiknya dapat mengakibatkan
ketegangan mata, terjadi ketegangan otot dan saraf yang dapat
menimbulkan kelelahan mata, kelelahan mental, sakit kepala,
penurunan konsentrasi dan kecepatan berpikir, demikian juga
kemampuan intelektual juga mengalami penurunan. Penyebaran
cahaya yang berlebihan dapat menyebabkan kesilauan yang
mengakibatkan retina mata terlalu peka terhadap cahaya yang
berlebih sehingga timbul kelelahan (Setyowati, 2014).
(5). Kebisingan
Kebisingan merupakan faktor yang menyebabkan
kelelahan kerja. Semakin tinggi intensitas kebisingan maka
harus diperhatikan kelelahannya karena mempengaruhi kinerja
dari kapasitas fisik seseorang. Pengendalian untuk mengurangi
kelelahan pekerja yaitu dengan diberlakukannya rotasi kerja dan
penggunaan alat pelindung telinga (ear plug) (Purbaningrum,
2015).
14
h. Pencegahan dan Penanggulangan Kelelahan Kerja
Menurut Budiono dkk (2003) untuk mencegah dan mengatasi
memburuknya kondisi kerja akibat faktor kelelahan pada tenaga kerja
disarankan agar :
1) Menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman
bagi tenaga kerja.
2) Melakukan pengujian dan evaluasi kinerja tenaga kerja secara
periodik untuk mendeteksi indikasi kelelahan secara lebih dini dan
menemukan solusi yang tepat.
3) Menerapkan sasaran produktivitas kerja berdasarkan pendekatan
manusiawi dan fleksibilitas yang tinggi.
Menurut Setyawati (2010) kelelahan dapat dikurangi melalui
program penanggulangan kelelahan kerja dengan kegiatan promosi
kesehatan, pencegahan kelelahan kerja, pengobatan kelelahan kerja dan
rehabilitasi kelelahan kerja, yang meliputi :
1) Primer
Promosi kesehatan dalam pelaksanaannya dapat bekerjasama
dengan berbagai pihak misalnya departemen tenaga kerja, deprtemen
kesehatan, departemen perindustrian dan pihak-pihak lain baik dalam
pemerintahan maupun pihak swasta seperti media masa dan organisasi
pekerja. Promosi kesehatan dalam program penanggulangan kelelahan
ini dapat dilakukan dengan penyuluhan kepada tenaga kerja. Materi
15
penyuluhan tentang kelelahan kerja, faktor-faktor penyebabnya,
dampak dan cara pencegahan terjadinya kelelahan (Setyawati, 2010).
2) Sekunder
Pencegahan kelelahan dapat dilakukan dengan cara
menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman
bagi tenaga kerja, tidak menciptakan dan menghindarkan stres buatan
manusia (Budiono dkk, 2003).
3) Tersier
Pengobatan kelelahan kerja dapat dilakukan dengan
meminum vitamin atau obat-obatan yang berfungsi untuk memulihkan
tenaga seseorang, perbaikan lingkungan kerja, mengupayakan sikap
kerja dan menggunakan alat kerja yang ergonomis, penyuluhan mental
dan bimbingan mental (Setyawati, 2010).
Penanggulangan terhadap kelelahan kerja dilakukan dari
lingkungan kerja yang baik, pemberian waktu istirahat, pemberian gizi
yang baik, beban kerja tidak terlalu lama, tempat tinggal diusahakan
sedekat mungkin dengan tempat kerja dan diberikan perhatian khusus
pada kelompok terentu seperti tenaga kerja beda usia, wanita hamil dan
menyusui, tenaga kerja dengan kerja gilir di malam hari, tenaga baru
pindahan (Hasibuan, 2010).
Menghindari rasa lelah diperlukan adanya keseimbangan antara
masukan sumber datangnya kelelahan tersebut (faktor-faktor penyebab
kelelahan) dengan jumlah keluaran yang diperoleh lewat proses
16
pemulihan. Proses pemulihan dapat dilakukan dengan cara antara lain
memberikan waktu istirahat yang cukup baik yang terjadwal atau
terstruktur atau tidak dan seimbang dengan tinggi rendahnya tingkat
ketegangan kerja. Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara yang
ditunjukkan kepada umum dan lingkungan fisik tepat kerja. Misalnya,
banyak hal yang dapat dicapai dengan jam kerja, pemberian kesempatan
istirahat, masa-masa libur atau rekreasi, dll (Roshadi, 2014).
i. Pengukuran Kelelahan
Menurut Susetyo dkk (2012), ada beberapa cara yang dapat
digunakan untuk mengetahui kelelahan yang sifatnya hanya mengukur
indikator-indikator kelelahan yaitu :
1) Kualitas dan kuantitas dari penampilan kerja.
2) Mencatat persepsi subyektif dari kelelahan.
3) Electroencephalography (EEG).
4) Uji hilangnya kelipatan (Flicker-fusion test).
5) Tes mental: aritmatic problem, test konsentrasi misalnya tes Bourdon
Wiersma.
6) Pengukuran kelelahan secara subyektif (Subjective feeling of fatigue).
Menurut Setyawati (2010) ada beberapa pengukuran kelelahan
kerja antara lain :
1) Salah satu cara untuk mengukur kelelahan subyektif adalah dengan
Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2). KAUPK2
merupakan suatu alat untuk mengukur indikator perasaan kelelahan
17
kerja yang telah di disain oleh Setyawati, khusus bagi pekerja
Indonesia.
2) Reaction Timer
Menurut Setyawati (2010) bahwa uji waktu reaksi, ternyata
stimuli terhadap cahaya lebih signifikan daripada stimuli suara. Hal
tersebut disebabkan karena stimuli suara lebih cepat diterima oleh
reseptor daripada stimuli cahaya. Tingkat kelelahan diklasifikasikan
berdasarkan waktu reaksi yang diukur dengan reaction timer yaitu :
a) Normal dengan waktu reaksi 150,0 - 240,0 milidetik.
b) Kelelahan kerja ringan dengan waktu reaksi 240,0 < x <410,0
milidetik.
c) Kelelahan kerja sedang dengan waktu reaksi 410,0 < x < 580,0
milidetik.
d) Kelelahan kerja berat dengan waktu reaksi > 580,0 milidetik.
2. Masa Kerja
a. Definisi Masa Kerja
Masa kerja adalah lamanya seorang karyawan menyumbangkan
tenaganya pada perusahaan tertentu dan menghasilkan penyerapan dari
berbagai aktivitas manusia, serta mampu menumbuhkan keterampilan
yang muncul secara otomatis dalam tindakan yang dilakukan karyawan
menyelesaikan pekerjaannya. Semakin berpengalaman seorang karyawan
maka akan semakin membantu perusahaan untuk menghasilkan kinerja
atau output yang lebih banyak (Rudiansyah, 2014).
18
Masa kerja dapat dikatakan sebagai loyalitas karyawan kepada
perusahaan. Rentang waktu masa kerja yang cukup, sama dengan orang
yang memiliki pengalaman yang luas baik hambatan dan keberhasilan.
Waktu yang membentuk pengalaman seseorang, maka masa kerja adalah
waktu yang telah dijalani seorang teknisi selama menjadi tenaga
kerja/karyawan perusahaan. Masa kerja memberikan pengalaman kerja,
pengetahuan dan keterampilan kerja seorang karyawan. Pengalaman
kerja menjadikan seseorang memiliki sikap kerja yang terampil, cepat,
mantap, tenang, dapat menganalisa kesulitan dan siap mengatasinya
(Hermanto, 2012).
Masa kerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai pertama
kali masuk kerja hingga saat penelitian. Tekanan melalui fisik (beban
kerja) pada suatu waktu tertentu mengakibatkan berkurangnya kinerja
otot, gejala yang ditunjukkan juga berupa pada makin rendahnya
gerakan. Keadaaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal
seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanan–tekanan
yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa yang panjang (Melati,
2013).
Masa kerja merupakan lama waktu seseorang bekerja pada satu
instansi atau tempat kerja dalam satuan waktu tertentu. Masa kerja dapat
mempengaruhi pekerja baik positif maupun negatif. Akan memberikan
pengaruh positif bila semakin lama sesorang bekerja maka akan
berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sebaliknya akan
19
memberikan dampak negatif apabila semakin lama bekerja akan
menimbulkan kelelahan dan kebosanan (Tulus, 1992).
Masa kerja disebutkan sebagai penyebab meningkakan
produktivitas karena dengan masa kerja yang lama sudah tentu seorang
karyawan akan mendapatkan mutu kerja yang lebih baik dari
sebelumnya. Namun masa kerja juga dapat sebagai penyebab
menurunnya tingkat produktivitas kerja karyawan jika yang terjadi dalam
masa kerja adalah kebosanan (Maryam, 2007).
b. Klasifikasi Masa Kerja
Menurut Tulus (1992) masa kerja merupakan kurun waktu atau
lamanya tenaga kerja belajar di suatu tempat. Masa kerja dapat
memberikan pegaruh positif pada kinerja apabila dengan semakin
lamanya masa kerja akan timbul perasaan terbiasa dengan keadaan dan
menyepelekan pekerjaan maka akan menimbulkan kebosanan.
Sejauh mana tenaga kerja dapat mencapai hasil yang
memuaskan dalam bekerja tergatung dari kemampuan, kecakapan dan
keterampilan tertentu agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan
baik. Masa kerja sangat mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap
pekerjaan. Masa kerja ≤ 3 tahun termasuk dalam masa kerja baru dan > 3
tahun termasuk dalam masa kerja lama (Budiyanto dan Pratiwi, 2010).
20
3. Produktivitas Kerja
a. Pengertian Produktivitas dan Produktivitas Kerja
Berbagai definisi produktivitas sebagai berikut:
1) Menurut Purnomo (2004), produktivitas sering diartikan sebagai
ukuran sampai sejauh mana sumber-sumber daya yang ada sebagai
masukan sistem produksi dikelola sedemikian rupa untuk mencapai
hasil atau keluaran pada tingkat kuantitas tertentu atau keluaran pada
tingkat kuantitas tertentu.
2) Menurut Hasibuan (2003), produktivitas adalah perbandingan antara
output (hasil) dengan input (masukan). Jika produktivitas naik ini
hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi waktu, bahan,
tenaga dan sistem kerja, teknik produksi dan adanya peningkatan
keterampilan dari tenaga kerjanya.
3) Menurut Atmosoeprapto (2001), produktivitas merupakan hasil dari
efisiensi pengelolaan masukan dan efektivitas pencapaian sasaran.
Efektivitas dan efisiensi yang tinggi akan menghasilkan produktivitas
tinggi.
4) Produktivitas mempunyai pengertian sebagai sikap mental yang selalu
berpandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari
kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini (Setiawan, 2012).
b. Pengertian Produktivitas Kerja
1) Menurut Revianto (1990), produktivitas kerja adalah kegiatan mampu
menghasilkan produk sesuai dengan standar yang telah ditentukan,
21
dalam satuan waktu yang lebih singkat, atau memakai sumber daya
yang lebih sedikit.
2) Menurut Sedarmayanti (2009b), produktivitas kerja menunjukkan
bahwa individu merupakan perbandingan dari efektivitas keluaran
(pencapaian unjuk kerja maksimal) dengan efisiensi salah satu
masukan (tenaga kerja) yang mencakup kuantitas, kualitas dalam
waktu tertentu. Produktivitas kerja adalah suatu ukuran dari pada hasil
kerja atau kinerja seseorang dengan proses input sebagai masukan
dan output sebagai keluarannya yang merupakan indikator daripada
kinerja karyawan dalam menentukan bagaimana usaha untuk
mencapai produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi.
3) Produktivitas kerja adalah perbandingan antara output dengan input,
dimana outputnya harus mempunyai nilai tambah dan teknik
pengerjaannya yang lebih baik (Hasibuan, 2000).
4) Beberapa definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
produktivitas kerja yaitu, produktivitas adalah keluaran fisik per unit
dari usaha produktif, produktivitas merupakan tingkat keefektifan dari
manajemen industri dalam menggunakan fasilitas untuk produksi dan
produktivitas adalah keefektifan dari penggunaan tenaga kerja dan
peralatan. Jelas bahwa produktivitas kerja merupakan rasio dari hasil
kerja dengan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari
seorang tenaga kerja.
22
c. Faktor Pengaruh Produktivitas Kerja
Menurut Sutrisno (2009) faktor yang dapat mempengaruhi
produktivitas kerja dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1) Faktor dari Dalam Individu (Faktor Internal)
a) Usia
Usia berpengaruh terhadap produktivitas kerja, karena
semakin tinggi usia maka akan rendah produktivitas kerja
karyawan. Sebaliknya semakin rendah usia maka akan semakin
tinggi produktivitas kerja karyawan (Pandapotan, 2013).
Menurut Moekijad (1992) mengatakan usia antara 20-40
tahun mampu berpikiran maju, pandai, pengetahuan luas, usahanya
rata-rata maju, penghasilan tinggi, kaya dan memiliki produktivitas
yang tinggi. Adapun pekerja yang umurnya sudah tua yaitu 50
tahun keatas biasanya kurang giat untuk hal-hal baru, kurang
bersemangat dalam bekerja sehingga produktivitasnya menurun.
b) Pendidikan
Pendidikan berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Hal
ini disebabkan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan
semakin tinggi produktivitas kerjanya, sebab orang tersebut akan
memiliki pola pikir, pandangan serta motivasi yang juga semakin
baik. Pola pikir yang baik, pandangan yang maju serta tingginya
motivasi akan mendorong kinerja orang tersebut. Kinerja yang baik
akan meningkatkan produktivitasnya. Sebaliknya, jika pendidikan
23
seseorang rendah maka pola pikirnya juga akan rendah, pandangan
yang rendah, semangat kerja rendah, serta motivasi tidak bagus.
Oleh karena itu, semua ini akan berdampak terhadap rendahnya
kinerja. Kinerja yang rendah ini akan menurunkan produktivitasnya
(Buranda, 2015).
c) Status Gizi
Status gizi merupakan salah satu penentu kapasitas kerja
dan ketahanan tubuh. Dengan dipenuhinya kebutuhan gizi dan
berbadan sehat, maka akan kuat dalam bekerja, apalagi bila
mempunyai semangat kerja yang tinggi maka akan dapat
meningkatkan produktivitas kerja (Sedarmayanti, 2009a). Status gizi
seseorang dapat diketahui melalui Indeks Masa Tubuh (IMT).
Menurut WHO (2006) tingkatan status gizi adalah sebagai berikut:
(1) Kriteria Kurus (underweight) dengan IMT <18,5
(2) Kriteria Normal dengan IMT 18,5-25,0
(3) Kriteria Gemuk (overweight) dengan IMT > 25,0
d) Kelelahan
Kelelahan merupakan suatu kelompok gejala yang
berhubungan dengan adanya penurunan efisiensi kerja yang
mempengaruhi ksehatan kerja dan menurunkan produktivitas kerja
(Roshadi, 2014).
24
e) Motivasi
Motivasi yang tinggi akan meningkatkan produktivitas
kerja karyawan. Motivasi merupakan salah satu faktor yang
memberikan kontribusi terhadap produktivitas kerja. Dengan
adanya motivasi yang tinggi berarti karyawan tersebut mempunyai
minat yang tinggi dalam menjalankan rutinitas kerja sesuai dengan
apa yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan adanya minat yang
tinggi, karyawan akan bekerja dengan perasaan senang. Perasaaan
senang inilah yang mampu memberikan kontribusi terhadap
efisiensi dan produktivitas kerja karyawan (Damayanti, 2005).
f) Mental dan Kemampuan Fisik Karyawan
Keadaan mental dan fisik karyawan merupakan hal yang
sangat penting untuk menjadi perhatian bagi organisasi, sebab
keadaan fisik dan mental karyawan mempunyai hubungan yang
erat dengan produktivitas kerja karyawan (Sutrisno, 2009).
2) Faktor dari Luar Individu (Faktor Eksternal)
a) Pelatihan
Pelatihan dilakukan untuk melengkapi karyawan
dengan keterampilan dan cara yang tepat dalam menggunakan
peralatan kerja. Pelatihan kerja diperlukan bukan hanya sebagai
pelengkap tetapi sekaligus untuk memberikan dasar-dasar
pengetahuan. Karena dengan latihan karyawan belajar untuk
mengerjakan sesuatu dengan benar dan tepat, serta dapat
25
memperkecil dan meninggalkan kesalahan yang pernah
dilakukan. Peningkatan produktivitas bukan pada pemutakhiran
peralatan, akan tetapi pada pengembangan karyawan yang
paling utama. Bahwa 75% peningkatan produktivitas justru
dihasilkan oleh perbaikan pelatihan dan pengetahuan kerja,
kesehatan dan alokasi tugas (Sutrisno, 2009).
b) Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja berpengaruh terhadap produktivitas
tenaga kerja karena, pengalaman kerja mempunyai pengaruh
terhadap banyaknya produksi besar kecilnya dan efisiensi yang
dapat dilihat dari hasil produksi tenaga kerja yang diarahkan.
Dalam pengertian lain, pengalaman kerja juga dapat diperoleh
dengan melewati masa kerja yang telah dilakukan disuatu
tempat kerja. Pengalaman kerja seseorang dalam suatu
pekerjaan yang dimanifestasikan dalam jumlah masa kerja akan
meningkatkan kemampuan dan kecakapan kerja seseorang
sehingga hasil kerja akan semakin meningkat (Buranda, 2015).
c) Masa Kerja
Semakin lama masa kerja karyawan, maka
produktivitas akan semakin tinggi, sedangkan masa kerja
pendek maka produktivitas kerja juga rendah. Masa kerja yang
sudah lama memiliki pengalaman kerja yang banyak, artinya
karyawan yang memiliki masa kerja cukup lama akan memiliki
26
pengalaman kerja yang banyak sehingga menghasilkan
produktivitas kerja yang tinggi (Pandapotan, 2013). Namun
masa kerja juga dapat sebagai penyebab menurunnya tingkat
produktivitas kerja karyawan jika yang terjadi dalam masa kerja
adalah kebosanan (Maryam, 2007).
d) Jaminan Sosial
Jaminan sosial yang diberikan oleh suatu perusahaan
kepada karyawannya pada dasarnya dimaksudkan untuk
meningkatkan pengabdian dan semangat kerja. Apabila jaminan
sosialnya mencukupi, maka akan menimbulkan kesenangan
bekerja sehinga mendorong pemanfaatan kemampuan yang
dimiliki untuk meningkatkan produktivitas (Setiadi, 2009).
e) Upah
Upah memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap produktivitas tenaga kerja. Hal ini memberikan bukti
empiris bahwa tenaga kerja yang mendapatkan upah yang lebih
tinggi akan memiliki produktivitas yang lebih besar. Pada saat
pekerja merasa nyaman dengan upah yang diterima maka
produktivitasnya dalam bekerja diharapkan akan meningkat.
Sehingga ketika tingkat penghasilan cukup, akan menimbulkan
konsentrasi kerja dan mengarahkan kemampuan yang dimiliki
untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja (Adhadika dan
Pujiyono, 2014).
27
f) Hubungan antara atasan dan bawahan
Hubungan atasan dengan bawahan akan mempengaruhi
kegiatan yang akan dilakukan setiap harinya. Bagaimana
pandangan atasan terhadap bawahan, dan sejauh mana bawahan
diikutsertakan dalam penentuan tujuan. Sikap yang baik antara
atasan dan bawahan telah mampu meningkatkan produktivitas
karyawan dalam bekerja. Karyawan diperlakukan secara baik,
maka karyawan tersebut akan berpartisipasi dengan baik pula
dalam proses produksi, sehingga akan berpengaruh pada tingkat
produktivitas kerja. Sikap dan perilaku positif serta
produktivitas para karyawan tidak terlalu dipengaruhi oleh
fasilitas dan kondisi kerja, melainkan oleh perhatian yang
diberikan oleh manajemen terhadap mereka (Siagian, 2008).
g) Beban Tambahan Akibat Lingkungan Kerja
Suatu pekerjaan biasanya dilakukan dalam satu waktu
lingkungan atau situasi kerja yang berakibat beban tambahan
pada jasmani dan rohani tenaga kerja. Menurut Suma’mur
(2009) terdapat 5 faktor penyebab beban tambahan kerja :
(1) Faktor Lingkungan fisik
(2) Faktor Kimia
(3) Faktor Biologis
(4) Faktor Fisiologis dan Ergonomis
(5) Faktor Mental dan Psikologis.
28
Secara garis besar menurut Purnomo (2004), produktivitas
kerja banyak dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor teknis
dan faktor sumber daya manusia (tenaga kerja).
a) Faktor Teknis
Faktor teknis adalah segala hal yang berkaitan dengan
penggunaan sumber daya (selain sumber daya manusia) yang
berhubungan dengan pemakaian dan penerapan fasilitas produksi
secara lebih baik, penerapan metode kerja yang lebih efektif dan
efisien, dan atau penggunaan bahan baku yang lebih ekonomis
(Padmanaba, 2006).
b) Faktor Manusia
Faktor manusia mempunyai pengaruh terhadap usaha-
usaha yang dilakukan manusia dalam menyelesaikan pekerjaan
yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Di sini hal pokok
penentu adalah motivasi kerja yang memerlukan pendorong ke arah
kemajuan dan peningkatan prestasi kerja dan produktivitas kerja
seseorang (Prasetyo, 2014).
3) Pengukuran Produktivitas Kerja
Menurut Sinungan (2009), secara umum pengukuran
produktivitas berarti perbandingan yang dapat dibedakan dalam tiga
jenis, yaitu :
a) Perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara
historis yang tidak menunujukkan apakah pelaksanaan sekarang ini
29
memuaskan namun hanya mengetengahkan apakah meingkat atau
berkurang serta tingkatannya.
b) Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan tugas, seksi,
proses) dengan lainya. Pengukuran seperti itu menunjukkan
pencapaian relatif.
c) Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah yang
terbaik sebagai memusatkan perhatian pada sasaran atau tujuan.
Jadi bagi keperluan pengukuran umum produktivitas tenaga
kerja memiliki unit-unit yang diperlukan, yakni : kuantitas hasil dan
kuantitas penggunaan masukan tenaga kerja (Sinungan, 2009).
Menurut Mulyono (2004), bahwa indeks produktivitas tenaga
kerja pada umumnya dihitung dengan menghitung jumlah keluaran per
jumlah tenaga kerja. Dalam proses pengukuran, untuk menghasilkan
keluaran diperlukan lebih dari satu macam masukan. Sehingga terdapat
tiga macam pengukuran produktivitas, yaitu :
1) Partial productivity (produktivitas parsial), yaitu keluaran dengan
salah satu masukan saja.
2) Multifactor productivity (produktivitas multifaktor), yaitu rasio antara
keluaran dengan lebih dari satu macam sumber daya.
3) Total productivity (produktivitas total), yaitu rasio antara keluaran
dengan semua masukan.
30
Menurut Budiono dkk (2003), produktivitas dapat diukur
menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
P = Produktivitas
O = Output (Keluaran)
I = Input (Masukan)
4. Pengaruh Kelelahan Kerja dan Masa Kerja Terhadap Produktivitas Kerja
Terdapat keterkaitan yang erat antara kelelahan kerja dengan
produktivitas kerja, atau lebih tepatnya kelelahan yang dialami tenaga kerja
dengan kinerja perusahaan. Jika tingkat produktivitas seorang tenaga kerja
terganggu dikarenakan adanya faktor kelelahan fisik maupun psikis, maka
ini akan berdampak juga pada perusahaan yang berupa penurunan
produktivitas perusahaan (Budiono dkk, 2003). Jika diteliti dampak
kelelahan terjadi pada suatu pekerjaan yang bebannya biasa-biasa saja, yaitu
tidak terlalu ringan atau berat, produktivitasnya mulai menurun sesudah 4
jam bekerja. Keadaan ini terutama sejalan dengan menurunnya kadar gula
dalam darah (Suma’mur, 2009).
Semakin lama masa kerja karyawan pada sebuah perusahaan, maka
semakin banyak pula pengalaman yang ia dapatkan. Dengan pengalaman
kerja yang banyak, maka tingkat produktivitas yang dihasilkanpun juga
akan semakin tinggi (Simanjuntak, 1985).
31
Masa kerja merupakan panjangnya waktu terhitung mulai pertama
kali masuk kerja hingga saat penelitian. Tekanan melalui fisik (beban kerja)
pada suatu waktu tertentu mengakibatkan berkurangnya kinerja otot, gejala
yang ditunjukkan juga berupa pada makin rendahnya gerakan. Keadaaan ini
tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti terlalu kerasnya
beban kerja, namun juga oleh tekanan–tekanan yang terakumulasi setiap
harinya pada suatu masa yang panjang (Melati, 2013).
Kelelahan dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja dan juga
menurunkan produktivitas. Investigasi di beberapa negara menunjukkan
bahwa kelelahan memberi kontribusi yang signifikan terhadap terjadinya
kecelakaan kerja. Kelelahan kerja merupakan suatu kelompok gejala yang
berhubungan dengan adanya penurunan efisiensi kerja, keterampilan serta
peningkatan kecemasan atau kebosanan. Adapun faktor yang berpengaruh
terhadap produktivitas adalah tenaga kerja, maka dari itu kondisi karyawan
harus selalu dijaga baik fisik maupun psikologisnya, karena hal itu yang
sangat mempengaruhi dalam bekerja. Pekerjaan yang terus menerus
dilakukan dan bersifat monoton akan berakibat kelelahan dan kelelahan
akan berakibat menurunnya konsentrasi bekerja dan mempengaruhi pada
hasil kerja (Hasibuan, 2010).
Tujuan akhir dari kesehatan kerja yaitu untuk menciptakan tenaga
kerja yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tercapai apabila didukung
oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat kesehatan. Salah satu tujuan
dari pelaksanaan kesehatan kerja dalam bentuk operasional adalah
32
pencegahan kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan, kenikmatan kerja
serta efisiensi kerja yang berarti produktivitas kerja meningkat. Dengan
meningkatnya produktivitas kerja maka pemenuhan kebutuhan fisik mereka
akan lebih terjamin, bahkan meningkat (Natoatmodjo, 1998).
33
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
C. Hipotesis
Ada Pengaruh Kelelahan Kerja dan Masa Kerja terhadap Produktivitas
Kerja pada Karyawan Bagian Sewing CV. Indonesia Live Garment Sragen.