8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil penelitian Rismawati dan Siti (2014) Menunjukkan bahwa sistem bagi hasil deposito mudharabah ini banyak di minati para nasabah untuk berinvestasi pada bank bni syariah. Dalam penelitiannya, menggunakan akad mudharabah muthlaqah dan menggunakan metode revenue sharing. PT Bank BNI Syariah sudah menerapkan system bagi hasil pada deposito mudharabah sesuai dengan prinsip Syariah. Maka dari itu diharapkan agar tetap menjaga dan menerapkan system Syariah yang dianjurkan. Anan dan Dzulkirom (2015) Menunjukkan bahwa perhitung sistem bagi hasil untuk produk pembiayaan Mudharabah pada bank syariah mandiri cabang malang tidak diberlakukan angsuran, tetapi setiap bulannya hanya membayar bagi hasil saja dan pokok pembiayaan pada waktu selesai kontrak. Dalam penelitiannya, menggunakan akad mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah dan menggunakan metode revenue sharing karena dianggap lebih maslahat daripada profit sharing yang mengacu pada fatwa No. 15/DSN-MUI/IX/2000. Teknik perhitungan bagi hasil yang diterapkan oleh PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Malang, pada dasarnya sama seperti teknikbagi hasil yang diterapkan oleh bank Syariah pada umumnya, akan tetapi pada penetapan besarnya nisbah bagi hasil dihitung berdasarkan jumlah pembiayaan dikalikan dengan expectasi rate.
23
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORIeprints.umm.ac.id/38630/3/BAB II.pdf · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Penelitian Terdahulu Berdasarkan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Berdasarkan hasil penelitian Rismawati dan Siti (2014) Menunjukkan bahwa
sistem bagi hasil deposito mudharabah ini banyak di minati para nasabah untuk
berinvestasi pada bank bni syariah. Dalam penelitiannya, menggunakan akad
mudharabah muthlaqah dan menggunakan metode revenue sharing. PT Bank BNI
Syariah sudah menerapkan system bagi hasil pada deposito mudharabah sesuai
dengan prinsip Syariah. Maka dari itu diharapkan agar tetap menjaga dan
menerapkan system Syariah yang dianjurkan.
Anan dan Dzulkirom (2015) Menunjukkan bahwa perhitung sistem bagi hasil
untuk produk pembiayaan Mudharabah pada bank syariah mandiri cabang malang
tidak diberlakukan angsuran, tetapi setiap bulannya hanya membayar bagi hasil saja
dan pokok pembiayaan pada waktu selesai kontrak. Dalam penelitiannya,
menggunakan akad mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah dan
menggunakan metode revenue sharing karena dianggap lebih maslahat daripada
profit sharing yang mengacu pada fatwa No. 15/DSN-MUI/IX/2000. Teknik
perhitungan bagi hasil yang diterapkan oleh PT. Bank Syariah Mandiri Cabang
Malang, pada dasarnya sama seperti teknikbagi hasil yang diterapkan oleh bank
Syariah pada umumnya, akan tetapi pada penetapan besarnya nisbah bagi hasil
dihitung berdasarkan jumlah pembiayaan dikalikan dengan expectasi rate.
9
Wijayanti (2007) Menunjukkan bahwa pendapatan bagi hasil antara metode
revenue sharing dengan profit sharing terjadi penurunan. Penurunan pendapatan
margin dan bagi hasil dikarenakan biaya pengolahan dana pihak ketiga ditanggung
bersama antara pemilik dana dan pengelola dana. Perbedaan besarnya pembagian
ini sekaligus berdampak terhadap rate return. Rate return pada prinsip revenue
sharing dinilai lebih baik dibandingkan dengan prinsip profit sharing. Maka hasil
dari prinsip revenue sharing dapat memberikan keuntungan yang lebih besar untuk
nasabah.
Susana dan Prasetyani (2011) Menunjukkan bahwa Penyaluran pembiayaan
mudharabah disalurkan ke segala sektor perekonomian yang dapat memberikan
keuntungan dan melarang penyaluran untuk usaha yang mengandung unsur tidak
halal. Pembiayaan mudharabah disalurkan untuk jenis usaha pertanian,
perdagangan, konstruksi, dan jasa-jasa usaha lainnya. PT. Bank Muamalat
Indonesia Tbk. Cabang Malang dalam melakukan analisis pembiayaan pada
dasarnya sudah tepat dan sesuai dengan pedoman analisis pembiayaan yang
berdasarkan prinsip syariah, yaitu melakukan analisis yang mendalam atas ikhtikad
dan kemampuan serta kesanggupan nasabah untuk mengembalikan pembiayaan
sesuai dengan yang telah diperjanjikan sebelumnya. Pengambilan keputusan
pembiayaan ini didasarkan pada analisis 6C (character, capacity, capital,
collateral, condition of economy, constrains) dan dalam mewujudkannya
dituangkan dalam analisis kelayakan pembiayaan yang terdiri dari analisis terhadap
aspek legalitas, aspek manajemen, aspek teknis, aspek pemasaran, dan aspek
jaminan.
10
Fauziyah (2006) Menunjukkan bahwa Metode revenue sharing yang dipakai
oleh BMT Khonsa Cilacap sudah sesuai dengan Fatwa DSN No.15/DSN-
MUI/IX/2000 yang menyebutkan bahwa dilihat dari kemaslahatan, pembagian hasil
usaha sebaiknya digunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing).
Junaidi (2006) Menunjukkan bahwa dalam menentukan besarnya nisbah bagi
hasil Bank Syariah Mandiri (BSM ) berpedoman pada Bank Syariah Mandiri
(BSM) Pusat. Sistem revenue sharing dijadikan dasar pembagian nisbah bagi hasil
pada Bank Syariah Mandiri, sistem revenue sharing merupakan format bagi hasil
yang berdasarkan atas pandapatan usaha.
Yusanti (2001) meneliti tentang Analisa Penilaian Pembiayaan yang
Diajukan oleh nasabah di BMT Mitra Sarana. Berdasarkan hasil penelitian tersebut
dapat disimpulkan bahwa di BMT Mitra Sarana dalam penilaian pembiayaan
menerapkan prinsip kredit 5 C seperti yang digunakan oleh perbankan konvensional
lainnya. Penilaian terhadap caracter nasabah lebih mengutamakan hubungan baik
dengan nasabah. Penilaian terhadap aspek capacity atau kemampuan membayar
nasabah dilakukan dengan melihat kemampuan nasabah dalam melunasi
pembiayaan tepat waktu. Penilaian terhadap capital BMT mensyaratkan bahwa
nasabah harus memepunyai modal sendiri atau usaha yang diajukan seperti barang
dagangan. Collateral digunakan sebagai dasar untuk menentukan berapa besarnya
pembiayaan yang akan diberikan. Condition of ekonomi dilakukan dengan
mengamati kemampuan daya beli masyarakat dilingkungan usaha nasabah terhadap
usaha yang dilakukan nasabah.
11
B. Landasan Teori
1. Pelaksanaan Sistem Bagi Hasil
a. Pengertian Sistem Bagi Hasil
Bagi hasil menurut terminologi asing (inggris) dikenal dengan profit sharing.
Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan sebagai pembagian laba. Secara
definitif, profit sharing adalah distribusi beberapa bagian dari laba pada para
pegawai dari suatu perusahaan. Lebih lanjut dikatakan bahwa hal itu dapat
berbentuk suatu bonus uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang
diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk pembayaran
mingguan atau bulanan ( Muhamad, 2001:101).
Pada mekanisme bank syariah, pendapatan bagi hasil ini berlaku untuk
produk-produk penyertaan, baik penyertaan menyeluruh maupun sebagaian, atau
bentuk bisnis koorporasi (kerjasama). Pihak-pihak yang terlibat dalam kepentingan
bisnis yang disebut tadi, harus melakukan transparansi dan kemitraan secara baik
dan ideal. Sebab semua pengeluaran dan pemasukan rutin yang berkaitan dengan
bisnis penyertaan, bukan untuk kepentingan pribadi yang menjalankan proyek
( Muhamad, 2001:102).
b. Perbedaan Sistem Bunga Dengan Sistem Bagi Hasil
Sekali lagi, islam mendorong praktik bagi hasil serta mengharamkan riba
Keduanya sama-sama memberikan keuntungan bagi pemilik dana, namun
keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan ini dapat dijelaskan
dalam Tabel berikut.
12
Tabel 2.1 Perbedaan Sistem Bunga Dengan Sistem Bagi Hasil
Sumber : Antonio , 2001:67
c. Metode Sistem Bagi Hasil
Ada dua metode dalam sistem bagi hasil yang terdapat dalam menetukan
berapa bagian yang diperoleh oleh masing-masing pihak yang terkait. Sistem bagi
hasil pada dasarnya erat kaitannya dengan berapa marjin yang akan ditetapkan,
yaitu dengan:
1) Profit Sharing (bagi hasil/laba) adalah adalah perhitungan bagi hasil yang
mendasarkan pada laba dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha dikurangi
dengan beban usaha untuk mendapatkan pendapatan usaha tersebut. Apabila
suatu bank menggunakan sistem Profit sharing kemungkinan yang akan terjadi
BUNGA BAGI HASIL
a. Penentuan bunga dibuat padawaktu akad dengan asumsi harusselalu untung.
a) Penentuan besarnya rasio/nisbahbagi hasil dibuat pada waktu akaddengan berpedoman padakemungkinan untung rugi.
b. Besarnya persentase berdasarkanpada jumlah uang (modal) yangdipinjamkan.
b) Besarnya rasio bagi hasilberdasarkan pada jumlahkeuntungan yang diperoleh.
c. Pembayaran bunga tetap sepertiyang dijanjikan tanpapertimbangan apakah proyekyang dijalankan oleh pihaknasabah untung atau rugi.
c) Bagi hasil bergantung padakeuntungan proyek yang dijalankan.Bila usaha merugi, kerugian akanditanggung bersama oleh keduapihak.
d. Jumlah pembayaran bunga tidakmeningkat sekalipun jumlahkeuntungan berlipat atau keadaanekonomi sedang “booming”.
d) Jumlah pembagian laba meningkatsesuai dengan peningkatan jumlahpendapatan.
e. Eksistensi bunga diragukan(kalau tidak dikecam) oleh semuaagama termasuk islam
e) Tidak ada yang meragukankeabsahan bagi hasil.
13
adalah bagi hasil yang akan diterima shahibul maal akan semakin kecil. Kondisi
ini akan mempengaruhi keinginan masyarakat untuk menginvestasikan dananya
pada bank syariah yang berdampak menurunnya jumlah dan pihak tiga secara
keseluruhan.
2) Revenue Sharing (bagi pendapatan), adalah perhitungan bagi hasil yang
mendasarkan pada revenue (pendapatan) dari pengelola dana, yaitu pendapatan
usaha sebelum dikurangi dengan beban usaha untuk mendapatkan pendapatan
usaha tersebut. Bank yang menggunakan sistem Revenue Sharing kemungkinan
akan terjadi adalah tingkat bagi hasil yang diterima oleh pemilik dana akan lebih
besar dibandingkan tingkat suku bunga pasar yang berlaku, kondisi ini akan
mempengaruhi pemilik dana untuk berinvestasi di bank syariah dan dana pihak
ketiga akan meningkat (Muhamad, 2004:97).
Di dalam perbankan syariah di indoensia, sistem bagi hasil yang berlakukan
adalah sistem bagi hasil dengan berlandaskan pada sistem Revenue Sharing. Bank
syariah dapat berperan sebagai pengelola maupun sebagai pemilik dana, ketika
bank berperan sebagai pengelola maka biaya tersebut akan ditanggung oleh bank,
begitu pula sebaliknya jika bank berperan sebagai pemilik dana akan membebankan
biaya tersebut pada pihak nasabah pengelola dana.
d. Penentuan bagi hasil yang berlaku dapat ditentukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
1) Penentuan besarnya rasio bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
2) Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
14
3) Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai
kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An- Taradhin)
di masing- masing pihak tanapa adanya unsur paksaan.
4) Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan sekiranya itu
tidak mendapat keuntungan maka kerugian ditanggung bersama oleh kedua
belah pihak.
5) Jumlah pembagian laba meningkatkan sesuai dengan peningkatan jumlah
pendapatan ( Muhamad, 2003:96-97).
e. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sistem Bagi Hasil
Pembagian bagi hasil dipengaruhi oleh dua faktor. Faktor yang
mempengaruhi bagi hasil adalah:
1. Faktor Langsung
a) Investment Rate Merupakan persentase aktual dana yang diinvestasikan dari
total dana. Jika bank menentukan investment rate sebesar 80 persen, hal ini
berarti 20 persen dari total dana dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.
b) Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan
merupakan jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk
diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan menggunakan salah
satu metode:
(a) rata-rata saldo minimum bulanan
(b) rata-rata total saldo harian
15
c) Nisbah ( profit sharing ratio)
1) Salah satu ciri al mudharabah adalah nisbah yang harus ditentukan dan
disetujui pada awal perjanjian.
2) Nisbah antara satu bank dengan bank lainnya dapt berbeda.
3) Nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam satu bank, misalnya
deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.
4) Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dengan account lainnya
sesuai dengan besarnya dana dan jatuh tempohnya.
2. Faktot Tidak Langsung
a) Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah
1. Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya.
Pendapatan yang “dibagi-hasilkan” merupakan pendapatan yang
diterima dikurangi biaya-biaya.
2. Jika semua biaya ditanggung bank, maka hal ini disebut revenue sharing.
b) Kebijakan akunting ( prinsip dan metode akuntansi)
Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya
aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan
pendapatan dan biaya ( Muhamad, 2002: 106).
f. Cara Penempatan Nisbah Untuk Funding (Pengumpulan Dana)
Bagi hasil yang menginvestasikan dananya di bank syariah dalam
bentuk investasi mudharabah, maka investor akan mendapatkan bagi hasil
yang didasarkan pada nisbah yang dibuat oleh bank. Adapun cara bank syariah
16
dalam menentukan nisbah produk pendanaan, dilakukan dengan langkah
sebagai berikut:
1) Hitung pendapatan bank
2) Hitung biaya-biaya
3) Tentukan harapan keuntungan
4) Hitung nisbah untuk bank: biaya+ harapan keuntungan
(Muhamad, 2004:102).
2. Pembiayaan Mudharabah
a. Pengertian Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata dharb berarti memukul atau berjalan.
Pengertian memukul dan berjalan ini lebih tepatnya adalah proses memukulkan
kakinya dalam menjalankan usahanya (Antonio, 2001:95). Secara teknis al-
mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak
pertama (sahibul maal) menyediahkan seluruh (100%) modal, sedangkan
pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah
dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak dan kerugian
ditanggung oleh pemilik modal. Sedangkan apabila kerugian itu diakibatkan
kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian
tersebut (Antonio, 2001:95).
Bank syariah akan membayar bagi hasil kepada nasabah setiap akhir
bulan, sebesar sesuai dengan nisbah yang telah diperjanjikan pada saat
pembukuan rekening tabungan mudharabah. Bagi hasil yang diterima nasabah
akan selalu berubah pada akhir bulan. Perubahan bagi hasil ini disebabkan
17
karena adanya fluktuasi pada pendapatan bank syariah dan fluktuasi dana
tabungan nasabah.
b. Landasan Syariah
1. Al-Qur’an
Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah
kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-
banyak supaya kamu beruntung.” (QS: Al-Jumu’ah:10)
2. Al-Hadits
Nabi bersabda: “Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli
tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum
dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual. “ (HR.
Ibnu Majah dari Shuhaib).
c. Konsep Bagi Hasil
Konsep bagi hasil sangat berbeda dengan konsep bunga yang
diterapkan oleh sistem ekonomi konvensional. Dalam ekonomi syariah, konsep
bagi hasil dijabarkan sebagai berikut:
1. Pihak pemilik dana menanamkan dananya melalui institusi keuangan yang
bertindak sebagai pengelola dana.
18
2. Pihak pengelola mengelola dana-dana tersebut dalam sistem yang dikenal
dengan sistem pool of fund (penghimpunan dana), selanjutnya pengelola
akan menginvestasikan dana tersebut dalam proyek atau usaha-usaha yang
layak dan menguntungkan serta memenuhi semua aspek syariah.
3. Kedua belah pihak membuat akad yang berisi ruang lingkup kerjasama,
jumlah nominal dana, nisbah, dan jangka waktu berlakunya kesepakatan
tersebut.
4. Sumber dana terdiri dari: 1. Simpanan (tabungan dan simpanan berjangka),
2. Modal (simpanan pokok, simpanan wajib, dana lain-lain), dan 3. Hutang
pihak lain.
d. Jenis- jenis Akad Al- Mudharabah
1. Mudharabah Muthlaqah
Adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang
cukup sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan
daerah bisnis.
2. Mudharabah Muqayyadah
Adalah kebalikan dari Mudharabah Muthlaqah. Si mudharib dibatasi
dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan
ini seringkali mencerminkan kecendrungan umum si shahibul maal dalam
memasuki dunia usaha (Antonio, 2001:97).
e. Aplikasi dalam Perbankan
Al-mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan
dan pendanaan. Pada sisi pendanaan dana, Al-mudharabah diterapkan pada:
19
1. Tabungan, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti
tabungan haji, tabungan kurban, dan sebagainya; deposito biasa;
2. Deposito/Investasi umum (tidak terikat), merupakan deposito berjangka
(pada umumnya untuk satu bulan ke atas) dengan prinsip- mudharabah al-
mutlhaqah. Nasabah rekening investasi ini lebih bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan daripada untuk mengamankan uangnya. Dalam
mudharabah al-mutlhaqah, bank sebagai mudharib mempunyai kebebasan
mutlak dalam pengelolaan investasinya. Jangka waktu investasi dan bagi
hasil disepakati bersama. Deposan dapat menarik dananya dengan
pemberitahuan terlebih dahulu.
3. Deposito/Investasi khusus (terikat), yaitu menawarkan kepada nasabah
yang ingin menginvestasikan dananya langsung dalam proyek yang
disukainya yang dilaksanakan oleh bank dengan prinsip mudharabah
muqayyadah. Rekening ini biasanya ditujukan kepada nasabah/investor
besar dan institusi. Jangka waktu investasi dan bagi hasil disepakati
bersama dan hasilnya langsung berkaitan dengan keberhasilan proyek
investasi yang dipilih.
Investasi khusus ini ada dua jenis, dengan karakteristik masing-masing
sebagai berikut:
a) Investasi Khusus On Balance Sheet (executing)
Pemodal menetapkan syarat; kedua pihak sepakat dengan syarat usaha,
keuntungan; bank menerbitkan bukti investasi khusus; dan bank
memisahkan dana.
20
b) Investasi Khusus Off Balance Sheet (channeling)
Penyaluran langsung ke nasabah; bank menerima komisi; bank
menerbitkan bukti investasi khusus; dan bank mencatat di rekening
administrasi.
4. Sukuk Al-Mudharabah, yaitu akad mudharabah juga dapat dimanfaatkan
oleh bank syariah untuk penghimpunan dana dengan menerbitkan sukuk
yang merupakan obligasi syariah. Dengan obligasi syariah, bank
mendapatkan alternatif sumber dana berjangkan panjang (lima tahun atau
lebih) sehingga dapat digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan berjangka
panjang (Ascarya, 2011:117-119).
Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk:
1) Pembiayaan Modal Kerja, yaitu kebutuhan modal kerja usaha yang
beragam, seperti untuk membayar tenaga kerja, rekening listrik dan air,
bahan baku dan sebegainya, dapat dipenuhi dengan pembiayaan berpola
bagi hasil dengan akad mudharabah dan musyarakah. Sebagai contoh,
usaha rumah makan, usaha bengkel, usaha toko klontong dan sebagainya.
Dengan cara ini bank syariah dan pengusaha berbagi risiko usaha yang
saling menguntungkan dan adil. Agar bank syariah dapat berperan aktif
dalam kegiatan usaha dan mengurangi kemungkinan risiko, seperti moral
hazard, maka bank dapat memilih untuk menggunakan akad musyarakah.
2) Pembiayaan Investasi, yaitu kebutuhan investasi secara umum dapat
dipenuhi dengan pembiayaan berpola bagi hasil dengan akad-mudharabah
21
dan musyarakah. Sebagai contoh, pembuatan pabrik baru, perluasan pabrik,
usaha baru, perluasan usaha dan sebagainya.
Dengan cara ini bank syariah dan pengusaha berbagi risiko usaha
yang saling menguntungkan dan adil. Agar bank syariah dapat berperan
aktif dalam kegiatan usaha dan mengurangi kemungkinan risiko, seperti
moral hazard, maka bank dapat memilih untuk menggunakan akad
musyarakah.
3) Pembiayaan Aneka Barang, Perumahan, dan Properti, yaitu kebutuhan
barang konsumsi, perumahan atau properti dapat dipenuhi dengan
pembiayaan berpola bagi hasil dengan akad musyarakah mutanaqisah,
misalnya, pembelian mobil, sepeda motor, rumah, apartemen dan
sebagainya. Dengan cara ini bank dan nasabah bermitra untuk membeli aset
yang diinginkan nasabah. Aset tersebut kemudian disewakan kepada
nasabah. Bagian sewa dari nasabah digunakan sebagai cicilan pembelian
porsi aset yang dimiliki oleh bank syariah, sehingga pada periode waktu
tertentu (saat jatuh tempo), aset tersebut sepenuhnya telah dimiliki oleh
nasabah ( Ascarya, 2011:124-127).
f. Bentuk- bentuk Akad Mudharabah
1. Mudharabah Bilateral (sederhana), yaitu bentuk Mudharabah antara satu
pihak sebagai shahibul mal dan satu pihak sebagai mudharib. Contoh untuk
Mudharabah bilateral sebagai berikut:
Shahibul maal yang bermitra dengan mudharib untuk usaha
konveksi selama 6 bulan. Shahibul Maal memberikan uang untuk modal
22
usaha sebesar Rp. 10 juta. Dan kedua belah pihak sepakat dengan nisbah
bagi hasil 30:70 (40% keuntungan untuk shahibul maal).
Setelah mudharib menjalankan usaha selama 6 bulan, modal usaha
telah berkembang menjadi Rp. 20 juta, sehingga diperoleh keuntungan
sebesar Rp. 10 Juta (Rp. 20 juta – Rp. 10 Juta).Maka, shahibul maal berhak
mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 3 Juta (30% x Rp. 10 juta). Dan
sisanya sebesar Rp. 7 juta menjadi hak mudharib.
2. Mudharabah Multilateral, yaitu bentuk Mudharabah antara beberapa pihak
sebagai shahibul mal dan satu pihak sebagai mudharib. Contohnya sebagai
berikut:
Jika shahibul maal dari mudharib dalam usaha konveksi tadi terdiri dari 2
orang. Shahibul maal pertama menyerahkan dana Rp. 4 Juta dan shahibul
maal kedua sebesar Rp. 6 juta. Sehingga porsi kepemilikan dananya adalah 40:60.
Perhitungan bagi hasil dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung bagian
pendapatan keuntungan shahibul maal. Setelah itu, keuntungan untuk masing-
masing shahibul maal dibagi berdasarkan proporsi modal yang disetorkan.
Sehingga, jika bagian shahibul maal pada contoh mudharabah sebelumnya adalah
Rp. 10 Juta. Maka keuntungan untuk shahibul maal pertama adalah Rp. 4 Juta
(40% x Rp. 10 juta). Dan bagian shahibul maal kedua sebesar sisanya.
3. Mudharabah Bertingkat, yaitu bentuk mudharabah antara tiga pihak. Pihak
pertama sebagai shahibul mal, pihak kedua sebagai mudharib antara,dan
pihak ketiga sebagai mudharib akhir. Contoh sebagai berikut:
Jika pada contoh kasus usaha konveksi pada mudharabah bertingkat
sebelumnya, shahibul maal membutuhkan pihak lain untuk mengetahui
23
kelayakan dan kemampuan mudharib dalam menjalankan usaha hingga
meraih keuntungan. Untuk itu, Shahibul maal membuat akad mudharabah
dengan mudharib antara dengan kesepakatan nisbah bagi hasil sebesar
50:50 (50% keuntungan untuk mudharib antara).
Dan jangka waktu selama 6 bulan. Mudharib antara kemudian
membuat perjanjian mudharabah dengan mudharib akhir yang akan
mengelola usaha konveksi, dengan jangka waktu selama 6 bulan. Dengan
nisbah bagi hasil sebesar 30:70 (30% untuk mudharib antara). Pada Akhir
masa akad mudharabah, jika keuntungan mudharib akhir adalah Rp. 10
Juta, maka bagian keuntungan mudharib antara adalah Rp. 3 juta (30% x
Rp. 10 juta). Pendapatan mudharib antara harus dibagi dengan shahibul
maal sebesar perjanjian nisbah yang disepakati. Sehingga shahibul
maal memperoleh pendapatan bagi hasil sebesar Rp. 1.5 juta (50% x Rp. 3
juta) (Ascarya, 2011: 68-72).
g. Manfaat dan Risiko Al-Mudharabah
1. Manfaat Al-Mudharabah
a) Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan
usaha nasabah meningkat.
b) Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah
pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil
usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative
spread.
24
c) Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/ arus
kas nasabah.
d) Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar
halal, aman dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan
benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
e) Prinsip bagi hasil dalam Al-mudharabah/ al-musyarakah ini berbeda
dengan prinsip bunga tetap di mana bank akan menagih penerima
pembiayaan (nasabah) satu jumlah tetap berapa pun keuntungan yang
dihasilkan oleh nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
2. Risiko Al-Mudharabah
Risiko yang terdapat dalam Al-Mudharabah, terutama pada
penerapan dalam pembiayaan, relatif tinggi. Di antaranya:
a) Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang
disebut dalam kontrak;
b) Lalai dan kesalahan yang disengaja;
c) Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur
(Antonio, 2001: 93-94).
3. Perlakuan Akuntansi
a. Pengertian Umum Akuntansi
Dhaniel (2009) menjelaskan bahwa: “Akuntansi adalah suatu kegiatan
jasa yang fungsinya memberikan fungsi kwantitatip terutama yang bersifat
keuangan dari suatu kesatuan usaha ekonomi yang berguna dalam pengambilan
keputusan-keputusan yang bersifat ekonomi”.
25
b. Akuntansi Syariah
Akuntansi syariah adalah akuntansi yang berhubungan dengan aspek-
aspek lingkungan. Karena syariah adalah mencakup seluruh aspek kehidupan
umat manusia, baik ekonomi, politik dan sosial. Dengan kata lain syariah
berhubungan dengan seluruh aspek kehidupan manusia termasuk didalamnya
dalam hal akuntansi (Muhamad, 2002).
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) tujuan akuntansi keuangan syariah adalah:
1. Menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat bagi para pemakai
laporan dalam pengambilan keputusan.
2. Mengamankan aktiva dan kewajiban bank serta kewajiban pihak lain secara
memadai.
3. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan
kegiatan usaha.
c. Perlakuan Akuntansi menurut PSAK 105
PSAK 105 tentang pembiayaan mudharabah adalah akad kerjasama
usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan
seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku
pengelola, dan keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan
sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pengelola dana.
Mudharabah Muthlaqah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan
kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. Mudharabah
ini disebut juga investasi tidak terikat. Jenis mudharabah ini tidak ditentukan
26
masa berlakunya, di daerah mana usaha tersebut dilakukan, tidak ditentukan line
of trade, line of industry, atau line of service yang akan dikerjakan.
Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana
memberikan batasan kepada pengelola dana, antara lain mengenai tempat, cara
dan atau obyek investasi. Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah
dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama
investasi.
Pengakuan dan Pengukuran
a. Entitas sebagai pemilik dana
1. Dana syirkah temporer yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai
investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset
nonkas kepada pengelola dana.
2. Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
a) Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang
dibayarkan, jurnalnya :
Investasi Mudharabah xxx
Kas xxx
b) Investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai
wajar aset nonkas pada saat penyerahan.
3. Jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui, maka selisihnya
diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu
akad mudharabah. Jurnal pada saat penyerahan asset non kas:
27
Investasi Mudharabah xxx
Keuantungan xxx
Aset Nonkas xxx
Jurnal amortisasi keuntungan tangguhan:
Keuntungan Tangguhan xxx
Keuntungan xxx
4. Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya
diakui sebagai kerugian, jurnalnya:
Investasi mudharabah xxx
Kerugian penurunan nilai xxx
Asset non kas mudharabah xxx
5. Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan
rusak, hilang atau faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak
pengelola dana, maka penurunan nilai.
tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi
mudharabah. Jurnal:
Kerugian Investasi Mudharabah xxx
Investasi Mudharabah xxx
6. Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa
adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut
diperhitungkan pada saat bagi hasil, jurnalnya:
Kas xxx
Penyisihan Investasi Mudharabah xxx
28
Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah xxx
7. Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan
belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui
sebagai piutang. jurnalnya:
Kerugian Investasi Mudharabah xxx
Penyisihan Kerugian Investasi Mudharabah xxx
a. Penghasilan Usaha
1. Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan
usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang
disepakati.
2. Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah
berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian
investasi. Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara:
a) Investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi;
dan
b) Pengembalian investasi mudharabah; diakui sebagai keuntungan atau
kerugian.
3. Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada
pengelola dana dan tidak mengurangi investasi mudharabah.
4. Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai
piutang, jurnalnya:
Piutang Pendapatan Bagi Hasil xxx
Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah xxx
29
Jurnal pada saat pengelola dana membayar bagi hasil:
Kas xxx
Piutang Pendapatan Bagi Hasil xxx
b. Entitas sebagai pengelola dana
Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui
sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas
yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur
sebesar nilai tercatat. Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian
pengelola dana diakui sebagai beban pengelola dana.
c. Mudharabah Musytarakah
Jika entitas juga menyertakan modal dalam mudharabah musytarakah
maka penyaluran modal milik entitas diakui sebagai investasi mudharabah.
Penyajian
Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan
sebesar nilai tercatat.
Pengungkapan
Pemilik dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi
tidak terbatas, pada:
1) Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian hasil
usaha, aktivitas usaha mudharabah, dan lain-lain;
2) rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya;
3) penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan; dan
30
4) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan