1 BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah 1. Pengertian Pembiayaan Musyarakah Pembiayaan Musyarakah merupakan salah satu produk lembaga keuangan syariah seperti Koperasi, Baitul Maal Tanwil (BMT), atau Bank Syariah. Pembiayaan Musyarakah sendiri terdiri dari dua teori yaitu pembiayaan dan musyarakah. a. Pengertian Pembiayaan Pembiayaan berasal dari bahasa latin yaitu dari kata credere yang berarti percaya. Oleh karena itu dasar pemikiran persetujuan pemberian pembiayaan oleh suatu lembaga keuangan kepada seseorang oleh badan usaha berdasarkan kepercayaan. Secara bahasa pembiayaan berasal dari kata biaya, yaitu uang yang dikeluarkan untuk mengadakan atau mendirikan sesuatu. Pembiayaan dapat juga diartikan sebagai pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan baik perorangan maupun kelembagaan untuk mendukung suatu usaha yang telah direncanakan. (Veithzal, Et.Al, 2010: 68) Dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan syariah pengertian pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan dana atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (Kasmir, 2014: 82).
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pembiayaan Musyarakah
1. Pengertian Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan Musyarakah merupakan salah satu produk lembaga keuangan
syariah seperti Koperasi, Baitul Maal Tanwil (BMT), atau Bank Syariah.
Pembiayaan Musyarakah sendiri terdiri dari dua teori yaitu pembiayaan dan
musyarakah.
a. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan berasal dari bahasa latin yaitu dari kata credere yang berarti
percaya. Oleh karena itu dasar pemikiran persetujuan pemberian pembiayaan
oleh suatu lembaga keuangan kepada seseorang oleh badan usaha
berdasarkan kepercayaan. Secara bahasa pembiayaan berasal dari kata biaya,
yaitu uang yang dikeluarkan untuk mengadakan atau mendirikan sesuatu.
Pembiayaan dapat juga diartikan sebagai pendanaan yang diberikan oleh
suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang direncanakan,
baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan
adalah pendanaan yang dikeluarkan baik perorangan maupun kelembagaan
untuk mendukung suatu usaha yang telah direncanakan. (Veithzal, Et.Al,
2010: 68)
Dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan syariah
pengertian pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank syariah dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan dana atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil (Kasmir, 2014: 82).
2
Sedangkan pengertian pembiayaan atau qardh dalam fiqih muamalah
secara bahasa berarti potongan yaitu istilah yang diberikan untuk suatu modal
usaha, dimana sesuatu ini terputus atau terpotong. Sedangkan pembiayaan
(qardh) secara istilah berarti penyerahan dari pihak lain sesuatu yang bernilai
kebendaan. Pengertian pembiayaan berdasarkan prinsip syariah menurut
Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, pembiayaan
adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa :
a. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, dan salam,
istishna.
b. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.
c. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiyah bittamlik.
d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qordh
e. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk trasaksi multi
jasa
Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan UUS
dan pihak lain yan mewajibkan pihak yang dibiayai dan diberi fasilitas dana
untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Dari pengertian mengenai
pembiayaan tersebut dapat disimpulkan bahwa:
a. Sesuai dengan fungsinya, dalam transaksi pembiayaan bank syariah
bertindak sebagai peyedia dana.
b. Setiap nasabah penerima fasilitas (debitur) yang telah mendapat
pembiayaan dari bank syariah apapun jenisnya, setelah jangka waktu
tertentu wajib untuk mengembalikan pembiayaan tersebut kepada bank
syariah berikut imbalan atau bagi hasil.
3
b. Pengertian Musyarakah
Musyarakah berasal dari kata syarika yang berarti persekutuan. Secara
etimologi as-syarikah atau al-musyarakah mengandung makna al-ikhtilāt wa
al-imtijāz yaitu percampuran. Dalam lisan al-Arab disebutkan as-syirkah dan
as-syarikah mengandung makna yang sama mukhalatatu as-syarikaini
(bercampur atau bergabungnya dua orang) untuk melalukan kerja sama.
(Asmuni, 2004: 160)
Menurut ulama Malikiyah, Syirkah (musyarakah) adalah suatu izin
untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang bekerjasama terhadap
harta mereka. Dalam mazhab Syafi’i dan Hambali diuraikan bahwa syirkah
adalah hak bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang
mereka sepakati. Sedangkan mazhab Hanafi mendefinisikan syirkah yang
berupa akad yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerjasama dengan
modal dan keuntungan. Dikemukakan pula dengan adanya akad syirkah yang
disepakati kedua belah pihak, maka semua pihak yang mengikat diri berhak
bertindak hukum terhadap harta syarikat itu dan berhak mendapatkan
keuntungan sesuai yang disepakati. (Haroen, 2007:166)
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000, tanggal
13 April 2000 bahwa, kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan dan usaha terkadang memerlukan dana dari pihak lain, antara
lain melalui pembiayaan musyarakah yaitu pembiayaan berdasarkan akad
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, masing-
masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
(Haroen, 2007:166)
Sedangkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.
32/34/Kep/Dir tanggal 12 Mei 1999, pasal 28 butir b.2.b. sebagaimana
dijabarkan dalam lampiran 6 bahwa penyaluran dana masyarakat dapat
dilakukan dalam bentuk musyarakah yaitu akad kerjasama usaha patungan
4
antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha
yang halal dan produktif. Pendapatan atau keuntungan dibagi sesuai dengan
nisbah yang disepakati. (Luqman, 2006:44)
Jadi secara istilah Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak
atau lebih untuk memberikan suatu usaha tertentu di mana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/ expertise) dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan. (Antonio, 2000: 90) Dan prinsip Musyarakah dijalankan
berdasarkan partisipasi antara pihak bank dengan pencari biaya untuk
diberikan dalam bentuk proyek usaha, dan partisipasi ini di jalankan
berdasarkan sistem bagi hasil baik dalam keuntungan maupun kerugian.
Syarat-syarat yang berkenaan dengan kontrak musyarakah berdasarkan
kesepakatan yang telah dibicarakan antara kedua belah pihak (Bank dan
partner) umumnya pihak bank memberikan modal dan manajemen usahanya
kepada partner, al- Musyarakah boleh dilakukan antara individu. Individu
dengan lembaga dan antara lembaga berbadan hukum. (Aziz, 1990: 52)
2. Rukun dan Syarat Pembiayaan Musyarakah
Salah satu rukun yang harus dipenuhi ketika mengadakan kesepakatan dalam
transaksi perseroan mengharuskan adanya ijab dan qabul sekaligus, sebagaimana
layaknya transaksi yang lain. Bentuk ijab-nya adalah: “Aku mengadakan
perseroan dengan anda dalam masalah ini”, kemudian yang lain menjawab
(qabul): ”Aku terima”. Akan tetapi, tidak harus selalu memakai ungkapan di atas,
yang penting maknanya sama. Artinya, didalam menyatakan ijab dan qabul
tersebut harus ada makna yang menunjukakan, bahwa salah satu di antara mereka
mengajak kepada yang lain, baik secara lisan ataupun tulisan untuk mengadakan
kerja sama (perseroan) dalam suatu masalah.
Syarat sahnya dan tidaknya transaksi perseroan amat tergantung kepada
sesuatu yang ditransaksikan, yaitu harus sesuatu yang bisa dikelola, dapat
diwakilkan sehingga sesuatu yang bisa dikelola tersebut sama-sama mengikat para
5
pihak. (Taqiyudin, 1996: 153) Menurut Imam Hanafi hanya ada dua rukun dan
syarat musyarakah, yaitu ijab dan qabul. Tetapi menurut para ulama menjabarkan
lebih lanjut rukun musyarakah di dalam Fatwa mengenai pembiayaan musyarakah
No: 08/DSN MUI/IV/2000, yaitu:
a) Ucapan (shigot), penawaran dan penerimaan (ijab dan qabul) harus
dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam
mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan
kontrak (akad).
2. Penerimaan dari penawaran dilakukan secara kontrak.
3. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan cara- cara komunikasi modern.
b) Para pihak yang berkontrak; harus cakap hukum dan memperhatikan hal-hal
berikut:
1. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
2. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra
melaksanakan kerja sebagai wakil.
3. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam
proses bisnis normal.
4. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk
mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang
untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan
kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang
disengaja.
5. Seorang mintra tidak diizinkan untuk mencairkan atau
menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
c) Objek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
1. Modal
a. Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang
nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti
6
barang-barang, properti dan sebagainya. Jika modal bentuk aset,
harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati para mitra.
b. Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan
atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain kecuali
atas dasar kesepakatan.
c. Pada prinsipnya. dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan,
namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan. LKS dapat
meminta jaminan.
2. Kerja
a. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan
musyarakah akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan
syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari
yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan
tambahan bagi dirinya.
b. Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama
pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing masing dalam
organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
3. Keuntungan
a. Keutungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan
perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau
penghentian musyarakah.
b. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas
dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di
awal yang ditetapkan bagi seorang mitra. Seorang mitra boleh
mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tententu,
kelebihan atau presentase itu diberikan kepadanya.
c. Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi
jumlah tertentu, kelebihan atau presentase itu diberikan kepadanya.
d. Sistem pembagian keuntungan harus tentuang dengan jelas dalam
akad.
7
4. Kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut
saham masing-masing dalam modal.
d) Biaya Operasional dan Persengketaan
1. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
2. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara para pihak. maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.
3. Landasan Hukum Musyarakah
Dasar hukum syariah yang mendasari konsep musyarakah ini adalah al-
Qur’an, al- Hadits dan Ijma (Antonio, 2000: 90-91) yaitu:
a. Al-Qur’an QS. Shaad 24
Artinya: Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu
dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya.
Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat
sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya;
Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan
bertaubat.
b. Al-Hadits
عن أبي هريرة, رفعه قال : ان الله يقول : أ نا ثالث الشركين, مالم يخن أحدهما صاحبه, فاذا
خانه خرجت من بينهما )رواه أبوا داود والحاكم عن أبي هريرة(
“Dari hadits Qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah saw. telah Bersabda, “Allah swt. telah berkata kepada saya;
menyertai dua pihak yang sedang berkongsi selama salah satu dari
8
keduanya tidak menghianati yang lain, seandainya berkhianat maka saya
keluar dari penyertaan tersebut” (HR.Abu Dawud no.2936, dalam kitab
al-Buyu, dan Hakim).
c. Ijma
Ibnu Qudama dalam kitabnya, al-Mughni, telah berkata: ”kaum muslimin
telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global
walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya”.
d. Landasan hukum positif
Musyarakah ini diatur dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 dengan
aturan pelaksana Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.
32/34/Kep/Dir tanggal 12 Mei 1999, pasal 28 butir b.2.b. sebagaimana
dijabarkan dalam lampiran 6, juga terdapat dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000, tanggal 13 April 2000.
Pembiayaan musyarakah disahkan pada Februari 1996 dan sudah mulai
diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1998.
Berdasarkan hukum yang diuraikan di atas, maka secara tegas dapat
dikatakan bahwa kegiatan syirkah dalam usaha diperbolehkan dalam Islam,
sebagai dasar hukumnya telah jelas dan tegas.
4. Jenis-jenis Musyarakah
Secara umum, musyarakah terbagi menjadi dua jenis, yaitu: musyarakah
kepemilikan dan musyarakah akad. Musyarakah kepemilikan terjadi karena
warisan, wasiat, dan kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan suatu asset
oleh dua orang atau lebih. Sedangkan musyarakah akad tercipta dengan cara
kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa mereka memberikan modal
musyarakah. Merekapun sepakat membagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah
akad terbagi menjadi empat jenis, yaitu:
9
1. Syirkah al-‘Inan
Syirkah al-‘Inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak
memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam
kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana
yang disepakati di antara mereka. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak,
baik dalam dana mupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik
sesuai dengan kesepakatan mereka. Mayoritas ulama membolehkan jenis
al-Musyarakah ini.
2. Syirkah Mufawadhah
Syirkah mufawadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau
lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan
berpartisipasi dalam kerja. Dengan demikian, syarat utama dari jenis al
musyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja,
tanggungjawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak.
3. Syirkah A’maal
Al-musyarakah ini adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk
menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari
pekerjaan itu. Misalnya, kerja sama dua orang arsitek untuk menggarap
sebuah proyek, atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima order
pembuatan seragam sebuah kantor. Al-musyarakah ini kadang-kadang
disebut musyarakah abdan atau sanaa’i.
4. Syirkah wujuh
Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki
reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang
secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara
tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan
jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra. Jenis al-
musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit
berdasar pada jaminan tersebut. Karenanya, kontrak ini pun lazim disebut
sebagai musyarakah piutang (Antonio, 2000:161-162).
10
5. Penerapan dan Skema Pembiayaan Musyarakah
Menurut Veithzal Rifai (2008: 122) Penerapan pembiayaan musyarakah
dalam perbankan diaplikasikan kedalam bentuk:
1. Pembiayaan dalam modal kerja, dapat dialokasikan untuk perusahaan yang
bergerak dalam bidang konstruksi, industri, perdagangan, dan jasa.
2. Pembiayaan investasi; dapat dialokasikan untuk perusahaan yang bergerak
dalam bidang industri.
3. Pembiayaan secara sindikasi; baik untuk kepentingan modal kerja maupun
investasi.
Untuk memastikan kesesuaian syariah pada praktik transaksi musyarakah
dilakukan bank, DPS melakukan pengawasan syariah secara periodik. (Yahya,
2014: 139) Pengawasan tersebut berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh bank
Indonesia dilakukan untuk:
1. Meneliti apakah pemberian informasi lengkap telah disampaikan oleh bank
kepada nasabah, baik secara tertulis maupun lisan tentang persyaratan
perjanjian musyarakah telah.
2. Menguji apakah perhitungan bagi basil telah dilakukan sesuai prinsip
syariah.
3. Memastikan adanya persetujuan para pihak dalam perjanjian pembiayaan
musyarakah.
4. Memastikan terpenuhinya rukun dan syarat musyarakah.
5. Memastikan bahwa kegiatan investasi yang dibiayai tidak termasuk jenis
kegiutan usaha yang bertentangan dengan syariah.
Dengan adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS menuntut bank
syariah untuk hati-hati dalam melakukan transaksi musyarakah dengan para
nasabah. Selain itu, bank juga dituntut untuk melaksanakan tertib administrasi agar
berbagai dokumen yang diperlukan DPS dapat tersedia setiap saat dilakukan
pengawasan.
11
Manfaat dan syirkah (musyarakah) adalah sebagai berikut:
1. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat
keuntungan usaha meningkat.
2. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah
pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan atau basil
usaha sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow atau arus
kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
4. Bank akan lebih efektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-
benar halal, aman, dan menguntungkan. Karena keuntungan yang riil dan
benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
5. Prinsip bagi hasil dalam musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga
tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu
jumlah bunga. Tetapi berapapun keuntungun yang dihasilkan nasabah,
bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
Sedangkan risiko yang terdapat dalam musyarakah terutama pada
penerapannya dalam pembiayaan, yaitu:
1. Side Streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut
dalam kontrak.
2. Lalai dan kesalahan yang disengaja.
3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur.
Melalui pembiayaan musyarakah, kebutuhan nasabah untuk mendapatkan
tambahan modal kerja dapat terpenuhi setelah mendapatkan pembiayaan dari
lembaga keuangan bank maupun non bank. Selain dipergunakan untuk pembiayaan
modal kerja, secara umum pembelian barang investasi dun pembiayaan proyek.
Bagi lembaga keuangan pembiayaan ini memberi manfaat berupa keuntungan dari
hasil pembiayaan usaha. Namun disamping bagi hasil, lembaga keuangan juga akan
mendapatkan fee based income (administrasi, komisi asuransi, dan komisi notaris)
(Burhanudin, 2010: 68).
12
Dalam pembiayaan musyarakah, Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
memberikan modal sebagian dari total keseluruhan modal yang dibutuhkan. LKS
dapat menyertakan modal sesuai porai yang disepakati dengan nasabah. Misalnya,
LKS memberikan modal sebesar 70%, dan 30% sisanya berasal dari modal nasabah.
Pembagian hasil keuntungan, tidak harus dihitung sesuai porsi modal yang
ditempatkan, akan tetapi sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak awal, misalnya
60% untuk nasabah, dan 40% untuk LKS. (Ismail, 2011: 181-182) Untuk lebih
jelasnya lihat skema musyarakah di bawah ini:
1. Akad Pembiayaan Musyarakah
3. Modal 30% 2. Modal 70%
Bagi Hasil 60% Bagi Hasil 40%
Bagi Hasil 30% Bagi Hasil 70%
Gambar 2.1
Skema Pembiayan Musyarakah
KERJA SAMA USAHA
SHAHIBUL MAAL 2
(Nasabah)
SHAHIBUL MAAL 1
(LKS)
5. PENDAPATAN
6. MODAL
13
Keterangan Skema:
1. LKS (Shahibul Maal 1) dan nasabah (Shahibul Maal 2) menandatangani
akad pembiayaan.
2. LKS menyerahkan dana sebesar 70% dari kebutuhan proyek usaha yang
akan dijalankan.
3. Nasabah menyerahkan dana 30% dan menjalankan usaha sesuai dengan
kontrak.
4. Pengelolaan proyek usaha dijalankan oleh nasabah, dapat dibantu oleh
LKS atau menjalankan bisnisnya sendiri, LKS memberikan kuasa kepada
nasabah untuk mengelola usaha.
5. Hasil usaha atas kerja sama yang dilakukan antara LKS dan nasabah dibagi
sesuai dengan nisbah yang telah diperjanjikan dalam akad pembiayaan,
misalnya 60% untuk nasabah dan 40% untuk LKS. Namun dalam hal
terjadinya kerugian, maka LKS akan menanggung kerugian sebesar 70%
dan nasabah menanggung kerugian sebesar 30%.
6. Setelah kontrak berakhir, maka modal dikembalikan kepada masing-
masing mitra kerja, yaitu 70% dikembalikan kepada LKS dan 30%
dikembalikan kepada nasabah.
Secara umum, berakhirnya syirkah karena beberapa hal (Nawawi, 2012:158)
sebagai berikut :
1. Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan yang
lainnya.
2. Salah satu pihak kehilangan kecakapan mengelola harta.
3. Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi jika anggota syirkah lebih dari
dua, yang batal hanya yang meninggal dunia.
4. Salah satu pihak berada dibawah pengampunan.
5. Jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang menjadi
saham syirkah.
Mayoritas ulama, kecuali mazhab Maliki, berpendapat bahwa musyarakah
adalah salah satu bentuk kontrak yang dibolehkan. Maka, tiap mitra berhak
14
menghentikannya kapan saja ia inginkan, sama halnya dalam kontrak
perwakilan. Ketika salah satu mitra meninggal, salah satu ahli warisnya yang
baligh dan berakal sehat dapat menggantikan posisi mitra yang meninggal
tersebut. Namun, hal ini memerlukan persetujuan ahli waris lain dan mitra
musyarakah. Hal demikian juga berlaku jika salah satu mitra kehilangan
kompetensi hukumnya.
Adapun hikmah dari syirkah (musyarakah) adalah manusia tidak dapat
hidup sendirian, pasti membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan.
Ajaran Islam, mengajarkan supaya kita menjalin kerja sama dengan siapa pun
6. Dimensi dan Indikator Pembiayaan Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
memberikan suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. (Antonio, 2000: 90)
Menurut Yopie Maelani (2013) Dimensi dari pembiayaan musyarakah yang menjadi
tolak ukur tingkat keberhasilannya adalah sebagai berikut:
1. Kerjasama adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan dua orang atau juga lebih
supaya dapat mencapai tujuan aupun target yang sebelumnya sudah
direncanakan atau disepakti secara bersama. Kerjasama disini antara shahibul
maal (BMT) dengan mudharib (nasabah). Indikatornya adalah komitmen,
kepercayaan, dan bertanggungjawab.
2. Prinsip Syariah merupakan aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara
bank dan pihak lain untuk menyimpan dana, dan atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai syariah. Indikatornya
adalah bagi hasil, halal (bebas riba), dan saling tolong-menolong.
3. Bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha
antara penyedia dana dan pengelola dana. (Rofiq. 2004: 153). Indikatornya
adalah transparan, pembagian keuntungan (nisbah) bagi hasil, dan pembagian
kerugian.
15
B. Pend’ampingan
1. Pengertian Pendampingan
Pendampingan adalah suatu strategi (cara untuk mencapai tujuan) dimana
hubungan antara pendamping dengan yang didampingi adalah hubungan
dialogis (saling mengisi) diantara dua subjek. Diawali dengan memahami
realitas masyarakat dan memperbaharui kualilas realitas ke arah yang lebih baik.
(Ismawan, dkk, 1994: 40)
Kementrian Sosial Republik Indonesia mendefinisikan pendampingan
sosial sebagai suatu proses menjalin relasi sosial antara pendamping dengan
Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Lembaga Keuangan Mikro (LKM), dan
masyarakat sekitarnya dalam rangka memecahkan masalah, memperkuat
dukungan, mendayagunakan berbagai sumber dan potensi dalam pemenuhan
kebutuhan hidup, serta meningkatkan akses anggota terhadap pelayanan sosial
dasar, lapangan pekerjaan, dan fasilitas pelayanan publik lainnya. (Departemen
Sosial RI, 2005: 14)
Tujuan pendampingan adalah pemberdayaan dan penguatan (empowering).
(Adi, 2003: 96) Dari definisi yang disebutkan diatas dapat disimpulkan bahwa
pendampingan merupakan upaya untuk menyertakan masyarakat dalam
mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki sehingga mampu mencapai
kualitas kehidupan yang lebih baik. Kegiatan pendampingan merupakan upaya
berkelanjutan yang dilakukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat.
Berdasarkan pengertian pendampingan di atas, Ismawan mengatakan
bahwa pendampingan adalah orang yang bertugas untuk mewujudkan kelompok
swadaya masyarakat yang sukses dalam meningkatkan kesadaran pengetahuan
dan keterampilan anggota, menghidupkan dinamika kelompok dan usaha
(produktif) anggota. (Ismawan, dkk,1994: 30) Dalam kaitannya dengan
pendampingan yang dilakukan di BMT Islamic Centre, maka BMT Islamic
Centre bertindak sebagai pendamping yang mendampingi para anggota yang
mendapatkan pembiayaan musyarakah dari BMT Islamic Centre.
16
2. Fungsi dan Tujuan Pendampingan
Tanggungjawab seorang pendamping sangat dipengaruhi terhadap
pengetahuannya terhadap tujuan dan fungsi pendampingan, adapun fungsi
pendampingan ialah tergantung kepada tujuan yang ingin dicapai. Namun
menurut wiryasaputra (2006:87) beberapa fungsi pendampingan adalah sebagai
berikut:
1. Fungsi Penyembuhan (Healing), fungsi ini di pakai pendamping ketika
melihat keadaan yang perlu dikembalikan ke keadaan semula atau
mendekati keadaan semula. Fungsi ini biasa untuk membantu orang yang
didampingi menghilangkan gejala-gejala dan tingkah laku yang
disfungsional dan dapat berfungsi kembali secara normal sama seperti
sebelum mengalamin krisis.
2. Fungsi Membimbing (Guiding), fungsi membimbing ini dilakukan pada
waktu orang harus mengambil keputusan tertentu tentang masa depannya.
Dalam hal ini, klien sedang dalam proses pengambilan keputusan.
3. Fungsi Menopang (Sustaining), fungsi ini dilakukan bila klien tidak
mungkin kembali ke keadaan semula. Fungsi menopang digunakan
sekarang sebagaimana adanya, kemudian berdiri di atas kaki sendiri
dalam keadaan baru, bertumbuh secara penuh dan utuh.
4. Fungsi Memperbaiki Hubungan (Renconciling), fungsi ini dipakai untuk
membantu klien bila mengalami konflik batin dengan pihak lain yang
mengakibatkan putus dan rusaknya hubungan relasi. Fungsi
membebaskan (Liberating, empowering, capacity building), fungsi ini
dapat juga disebut sebagai ‘membebaskan” (liberating) atau
“memampukan” (empowering) dan memperkuat (capacity building).
Keberhasilan pendampingan di ukur melalui beberapa tujuan yang ingin
dicapai. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa tujuan dari pendampingan
adalah sebagai pemberdayaan dan penguatan. Namun, lebih spesifik Twelvetrees
17
sebagaimana yang dikutip oleh Meerada Saryati Aryani (2003:35) bahwa tujuan
dari pendampingan adalah:
a. Memastikan bahwa perubahan yang konkret terjadi di lingkungan tersebut.
b. Memungkinkan orang-orang yang diajak bekerja untuk menggabungkan
kepercayaan dan kemampuan dalam menangani permasalahan.
Bahwasanya Pincus dan Minahan (2000:36) mengemukakan dalam Andriani:
a. Meningkatkan kemampuan dari orang dalam memecahkan masalah dan
mencontohkannya.
b. Menghubungkan orang dengan sistem yang menyediakan mereka berbagai
sumber, pelayanan dan kesempatan.
c. Meningkatkan keefektifan dan kemudahan pelaksanaan dari sistem
tersebut.
d. Memberikan sumbangan pada pembangunan kebijakan sosial dan
memperbaiki kebijakan sosial.
3. Prinsip Pendampingan
Adapun prinsip-prinsip pendampingan menurut Karsidi (2007:137) usaha
yang bisa diterapkan para lembaga-lembaga pendamping usaha adalah sebagai
berikut:
a) Belajar Dari Masyarakat
Prinsip yang paling mendasar adalah prinsip bahwa melakukan
pemberdayaan masyarakat adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. lni
berarti, dibangun pada pengakuan serta kepercayaan akan nilai dan relevansi
pengetahuan tradisional masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk
memecahkan masalah sendiri.
b) Pendamping sebagai Fasilitator, Masyarakat sebagai Pelaku
Masyarakat sebagai pelaku konsekuensi dari psinsip pertama adalah
perlunya pendamping menyadari perannya sebagai fasilitator dan bukan’
18
sebagai pelaku atau guru. Untuk itu perlu sikap rendah hati semi kesediaan
belajar dari masyarakat dan menempatkan warga masyarakat sebagai
narasumber utama dalam memahami keadaan masyarakat itu sendiri.
Bahkan dalam penerapannya masyarakat dibiarkan mendominasi kegiatan.
Kalaupun pada awalnya peran pendamping lebih besar, harus diusahakan
agar secara bertahap peran itu bisa berkurang dengan mengalihkan prakarsa
kegiatan-kegiatan pada warga masyarakat itu sendiri.
c) Saling Belajar, Saling Berbagi Pengalaman
Salah satu prinsip pendampingan untuk memajukan usaha mereka adalah
pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan lokal masyarakat. Hal ini
bukanlah berarti bahwa masyarakat selamanya benar dan harus dibiarkan
tidak berubah. Kenyataan objektif telah membuktikan bahwa dalam banyak
hal perkembangan pengalaman dan pengetahuan lokal (bahkan tradisional)
masyarakat sempat mengejar perubahan-perubahan yang terjadi dan tidak
lagi dapat memecahkan masalah-masalah yang berkembang. Namun
sebaliknya, telah terbukti pula bahwa pengetahuan modern dan inovasi dari
luar diperkenalkan oleh orang luar tidak juga dapat memecahkan masalah
mereka. Bahkan dalam banyak hal, pengetahuan modern dan inovasi dari
luar malah menciptakan masalah yang lebih besar lagi karena pengetahuan
lokal masyarakat dan pengecahuan dari luar atau inovasi, harus dipilih secara
arif dan atau saling melengkapi satu sama lainnya.
4. Tugas Pendamping
Adi (2003:23) menuliskan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh seorang
pendamping, yaitu:
1. Menjalin kontak dengan individu, kelompok atau organisasi.
19
2. Mengembangkan profil komunitas, menilai (asses), kebutuhan, dan
sumber daya masyarakat.
3. Mengembangkan analisis strategis, merencanakan sasaran, tujuan jangka