i STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH BANK MUAMALAT INDONESIA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) Oleh : MUTIA SARAYATI NIM. 1111046100030 K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1436 H/2015 M
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
STRATEGI MITIGASI RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
BANK MUAMALAT INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
MUTIA SARAYATI
NIM. 1111046100030
K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436 H/2015 M
i
ii
LEMBAR PENGESAHAN
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, Juli 2015
Mutia Sarayati
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan segala rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kewajiban studinya. Shalawat serta salam
semoga tercurahkan kepada junjungan kami, Nabi Muhammad SAW. beserta para
keluarga dan sahabatnya.
Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa banyak tangan yang
terulur memberikan bantuan. Ucapan rasa hormat dan terima kasih atas segala
kepedulian mereka yang telah memberikan bantuan, baik berupa sapaan moril, kritik,
masukan, dorongan semangat, dukungan finansial maupun sumbangan pemikiran
dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis secara khusus mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak A.M. Hasan Ali, M.A, selaku ketua Pogram Studi Muamalat (Hukum
Ekonomi Islam)
3. Bapak H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., MH., dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan masukan saran mengenai proposal penelitian skripsi.
4. Ibu Ir. Rr. Tini Anggraeni, ST, M.Si, selaku pembimbing skripsi yang telah
banyak membantu meluangkan waktu, pikiran dan tenaga serta kesabarannya
untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan nasihat kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
v
5. Seluruh dosen serta civitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan
memberikan ilmunya kepada penulis.
6. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum,
serta Perpustakaan Umum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Sumber: Laporan Tahunan Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, dan BRI Syariah, diolah
7 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), h. 367 8 Tarsidin, Bagi Hasil: Konsep dan Analisis, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi,
2010), h. 43 9 Ibid., h. 47
7
Berdasarkan data tabel diatas, menunjukkan bahwa dari ketiga bank
syariah yang memiliki aset terbesar seperti Bank Syariah Mandiri, BRI
Syariah, dan Bank Muamalat Indonesia dari tahun 2011 hingga 2013 masih
didominasi oleh pembiayaan murabahah. Akan tetapi, pembiayaan
musyarakah yang berbasis bagi hasil sudah mulai cukup banyak digunakan
oleh ketiga bank tersebut dan rata-rata mengalami peningkatan tiap tahunnya.
Adapun data tersebut menunjukkan Bank Muamalat Indonesia (BMI)
memiliki komposisi pembiayaan musyarakah yang lebih besar dibandingkan
dengan BUS lainnya. Besarnya komposisi pembiayaan musyarakah BMI tiap
tahunnya tidak jauh berbeda dengan pembiayaan murabahah yang
disalurkannya. Pada tahun 2011 BMI memiliki komposisi pembiayaan
musyarakah sebesar 37.16%, tahun 2012 sebesar 39.58%, dan 2013 sebesar
45.44%. Sedangkan BUS lainnya, komposisi pembiayaan musyarakah hanya
mencapai 14-23%. Hal ini menunjukkan bahwa BMI mampu menyalurkan
pembiayaan musyarakah lebih banyak dan mampu menghadapi risiko yang
melekat pada pembiayaan tersebut. Karena semakin banyak dana yang
disalurkan, maka semakin tinggi pula risiko yang dihadapi bank, khususnya
pada risiko kredit/ pembiayaan musyarakah.
Pengelolaan risiko pembiayaan merupakan hal utama yang paling penting
dalam keberlangsungan usaha Bank Syariah. Risiko pembiayaan yang
dihadapi oleh bank syariah perlu dikelola secara tepat karena kesalahan dalam
8
pengelolaannya dapat berdampak pada peningkatan NPF (Non Performing
Financing). Tingginya tingkat NPF akan berpengaruh pada menurunnya
pendapatan yang diterima oleh bank dan bagi hasil yang diterima oleh para
deposan bank syariah tersebut.
Dengan demikian, berdasarkan uraian permasalahan tersebut, maka
penulis tertarik untuk meneliti mitigasi risiko pembiayaan musyarakah pada
usaha produktif yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia tersebut dengan
judul “Strategi Mitigasi Risiko Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat
Indonesia”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut, maka terdapat beberapa
identifikasi masalah pada penelitian ini antara lain :
1. Bagaimana penerapan pembiayaan musyarakah yang sudah diterapkan
bank syariah selama ini?
2. Apa saja faktor-faktor yang menjadi kendala penerapan pembiayaan
musyarakah?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi risiko pembiayaan
musyarakah?
4. Risiko apa saja yang dihadapi dalam penerapan pembiayaan dengan akad
musyarakah?
9
5. Apa yang menjadi risiko utama pada pembiayaan dengan akad
musyarakah?
6. Bagaimana manajemen risiko pembiayaan musyarakah Bank Muamalat
Indonesia?
C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini, terdapat pembatasan masalah pada tingginya tingkat
risiko pembiayaan musyarakah karena erat kaitannya dengan hubungan
kemitraan dan pentingnya pengelolaan risiko pembiayaan tersebut yang akan
berpengaruh pada keberlangsungan usaha Bank Syariah.
Fokus masalah yang dikaji terletak pada risiko kredit/pembiayaan
musyarakah dan strategi mitigasi risiko pembiayaan musyarakah yang
dilakukan Bank Muamalat Indonesia (BMI). Adapun rumusan masalah yang
akan dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan pembiayaan Musyarakah pada pembiayaan
produktif Bank Muamalat Indonesia?
2. Apa saja risiko-risiko yang dihadapi Bank Muamalat dalam
pembiayaan Musyarakah?
3. Bagaimana strategi mitigasi risiko pembiayaan Musyarakah yang
dilakukan Bank Muamalat Indonesia?
10
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui penerapan pembiayaan musyarakah pada pembiayaan
produktif Bank Muamalat Indonesia
b. Mengidentifikasi risiko pembiayaan Musyarakah yang dihadapi Bank
Muamalat Indonesia
c. Mengetahui strategi mitigasi risiko pembiayaan Musyarakah Bank
Muamalat Indonesia
2. Manfaat penelitian
a. Bagi Penulis
Memberikan wawasan pengetahuan mengenai implementasi dan upaya
meminimalisir risiko pembiayaan Musyarakah pada penyaluran
pembiayaan produktif bank syariah
b. Bagi Akademisi
Menambah literatur mengenai manajemen risiko pembiayaan
musyarakah ataupun pembiayaan lainnya yang menggunakan prinsip
bagi hasil pada Bank Umum Syariah maupun Lembaga Keuangan
Syariah lainnya.
c. Bagi Lembaga/ Perusahaan
Diharapkan dapat menjadi referensi bagi lembaga keuangan syariah
lainnya dalam menerapkan pembiayaan musyarakah dan manajemen
11
risiko yang tepat dalam pengelolaannya. Serta dapat memberikan
alternatif sistem lembaga keuangan yang menjunjung tinggi aspek
keadilan dan mampu menggerakan perekonomian sektor riil di
Indonesia.
d. Bagi Masyarakat
Dapat membantu masyarakat dalam memahami konsep dan penerapan
pembiayaan syariah terutama pada pembiayaan musyarakah.
E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan latar belakang, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini disajikan teori terkait tinjauan literatur dan teori-
teori yang berkaitan dengan Manajemen Risiko Bank Syariah,
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko
yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank.13
Menurut PBI No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen
Risiko Bank Indonesia, bank wajib menerapkan manajemen risiko
secara efektif. Penerapan manajemen risikosekurang-kurangnya
mencakup :
1) Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi
2) Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit
3) Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian risiko, serta sistem informasi manajemen risiko
4) Sistem pengendalian intern yang menyeluruh
b. Proses Manajemen Risiko
Proses manajemen risiko adalah tahapan-tahapan melalui mana
sebuah perusahaan memastikan bahwa risiko yang dihadapinya adalah
sesuai dengan risiko yang diinginkan, dibutuhkan, atau direncanakan
supaya terjadi.
13 Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2012), h. 86
18
Gambar 2.1
Proses Manajemen Risiko
Pada gambar 2.1, tahapan manajemen risiko dimulai dari (1)
Identifikasi risiko dan penentuan besarnya toleransi terhadap risiko,
(2) Pengukuran risiko, (3) Memantau dan melaporkan risiko, (4)
Mengendalikan risiko, (5) dan akhirnnya mengkaji ulang, mengaudit,
menstel, dan meluruskan kembali, kemudian kembali kepada tahapan
(1) dan seterusnya secara berkesinambungan ibarat cincin yang tidak
pernah putus.14
14 Hinsa Siahaan, Manajemen Risiko: Konsep, Kasus, dan Implementasi, (Jakarta: PT.
Gramedia, 2007), h. 59-60
Identify risk and
determine tolerance
Measure Risk
Monitor anad
report risk
Control risk
Overseas, audit tune,
and re-align
19
Sebagai sebuah proses, kerangka kerja manajemen risiko pada
dasarnya terbagi dalam tiga tahapan kerja.15
1) Identifikasi risiko, adalah rangkaian proses pengenalan yang
seksama atas risiko dan komponen risiko yang melekat pada
suatu aktivitas atau transaksi yang diarahkan kepada proses
pengukuran dan pengelolaan risiko yang tepat. Identifikasi
risiko adalah pondasi dimana tahapan lainnya dalam proses
manajemen risiko dibangun
2) Pengukuran risiko, adalah rangkaian proses yang dilakukan
dengan tujuan untuk memahami signifikansi dari akibat yang
ditimbulkan suatu risiko, baik secara individual maupun
portofolio, terhadap tingkat kesehattan dan kelangsungan
usaha. Pemahaman yang akurat tentang signifikansi tersebut
akan menjadi dasar bagi pengelolaan risiko yang terarah dan
berhasil guna
3) Pengelolaan risiko, pada dasarnya adalah rangkaian proses
yang dilakukan untuk meminimalisasi tingkat risiko yang
dihadapi sampai pada batas yang dapat diterima. Secara
kuantitatif untuk meminimalisasi risiko ini dilakukan dengan
15 Veithzal Rivai, Islamic Risk Management for Islamic Bank, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama), h. 131-132
20
menerapkan langkah-langkah yang diarahkan pada turunnnya
hasil ukur yang diperoleh dari proses pengukuuran risiko.
B. Pembiayaan Musyarakah
1. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan atau financing ialah pendanaan yang diberikan oleh satu
pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. 16 Pembiayaan
merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas dana
untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit.
Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat terbagi menjadi dua
yaitu pembiayaan produktif dan pembiayaan konsumtif. 17
a. Pembiayaan produktif adalah pembiayaan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk
meningkatkan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun
investasi.
b. Pembiayaan konsumtif adalah pembiayaan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi yang akan habis dipakai untuk
memenuhi kebutuhan.
16 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), h.15 17 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, h. 160-161
21
2. Pengertian Musyarakah
Menurut Afzalur Rahman, seorang Deputy Secretary General in The
Muslim School Trust, secara bahasa al-syirkah berarti al-ihktilath
(percampuran) atau persekutuan dua orang atau lebih, sehingga antara
masing-masing sulit dibedakan atau tidak dapat dipisahkan. Istilah lain
dari musyarakah adalah sharikah atau syirkah atau kemitraan.18
Musyarakah merupakan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. 19 Dalam Musyarakah,
para mitra sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha
tertentu dan bekerja sama mengelola usaha tersebut. Modal yang ada
harus digunakan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan
bersama sehingga tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi atau
dipinjamkan pada pihak lain tanpa seizin mitra lainnya.20
Rukun dari akad yang harus dipenuhi dalam musyarakah, ada
beberapa, yaitu :21
18Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2013), Edisi 3, h.
150 19Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama dan Mahkamah
Syar’iyah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, Ed.1), h. 79 20Sri Nurhayati, loc. cit., h. 150 21 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), h. 52
22
a. Pelaku akad, yaitu para mitra usaha
b. Objek akad, yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan
(ribh); dan
c. Sighah, yaitu Ijab dan Qabul
3. Jenis-jenis Musyarakah
Dalam terminologi fiqih Islam, syirkah terbagi menjadi dua jenis,
yaitu :
a. Syirkah al-milk atau syirkah amlak atau syirkah kepemilikan, yaitu
kepemilikan bersama dua pihak atau lebih, dari suatu properti. 22
Syirkah al-milk mengandung arti kepemilikan bersama (co-ownership)
yang keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh
kepemilikan bersama atas suatu kekayaan (aset). Misalnya dua orang
atau lebih menerima warisan/hibah/wasiat sebidang tanah atau harta
kekayaan atau perusahaan baik yang dapat dibagi atau tidak dapat
dibagi-bagi.23
b. Syirkah al-‘aqd atau syirkah akad, yang berarti kemitraan yang terjadi
karena adanya kontrak bersama, atau usaha komersial bersama. 24
Setiap mitra dapat berkontribusi modal/dana dan atau dengan bekerja,
serta berbagi keuntungan dan kerugian. Syirkah jenis ini dapat
dianggap kemitraan yang sesungguhnya, karena pihak yang
22 Ibid., h. 49 23 Sri Nurhayati, op.cit., h. 151 24 Ascarya, op.cit., h. 49-50
23
bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk membuat suatu
kerjasama investasi dan berbagi keuntungan dan risiko. Berbeda
dengan syirkah al-milk, dalam kerja sama jenis ini setiap mitra dapat
bertindak setbagai wakil dari pihak lainnya. Syirkah Al-‘Uqud dapat
dibagi menjadi sebagai berikut :25
1) Syirkah Abdan
Syirkah Abdan (Syirkah fisik), disebut juga syirkah ‘amal
(syirkah kerja) atau syirkah shanaa’i (syirkah para tukang) atau
syirkah taqabbul (syirkah penerimaan). Syirkah abdan adalah
bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih dari kalangan
pekerja/professional dimana mereka sepakat untuk bekerjasama
mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagi penghasilan yang
diterima.
2) Syirkah Wujuh
Syirkah Wujuh adalah kerjasama antara dua pihak dimana masing-
masing pihak sama sekali tidak menyertakan modal dan
menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan pihak ketiga.
Masing-masing mitra menyumbangkan nama baik, reputasi, credit
worthiness, tanpa menyetorkan modal
25 Sri Nurhayati, op. cit., h. 153-154
24
3) Syirkah ‘Inan
Adalah bentuk kerjasama dimana posisi dan komposisi pihak-
pihak yang terlibat di dalamnya adalah tidak sama, baik dalam
modal maupun pekerjaan. Setiap mitra bertindak sebagai kuasa
dari kemitraan tersebut, tetapi bukan merupakan penjamin bagi
mitra usaha lainnya. Keuntungan yang diperoleh akan dibagi pada
para mitra sesuai kesepakatan sedangkan kerugian akan dibagi
secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
4) Syirkah Muwafadhah
Syirkah Muwafadhah adalah bentuk kerjasama dimana posisi dan
komposisi pihak-pihak yang terlibat didalamnya harus sama, baik
dalam hal modal, pekerjaan, agama, keuntungan maupun resiko
kerugian. Konsekuensinya, setiap mitra sepenuhnya bertanggung
jawab atas tindakan-tindakan hukum dan komitmen dari para mitra
lainnya dalam segala hal yang menyangkut kemitraan
Adapun bentuk-bentuk musyarakah antara lain:
a. Musyarakah Permanen
Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan
bagian dana setiap mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap
hingga akhir masa akad
25
b. Musyarakah Menurun/Musyarakah Mutanaqisah
Musyarakah Menurun adalah musyarakah dengan ketentuan
bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap
kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan
pada saat akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik
penuh usaha musyarakah tersebut.
4. Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan bagi hasil dalam bentuk musyarakah diatur dalam UU
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan. Dalam ketentuan Pasal 1 ayat (13) secara eksplisit
disebutkan bahwa musyarakah merupakan salah satu dari produk
pembiayaan pada perbankan syariah.
Musyarakah juga telah diatur dalam ketentuan Fatwa DSN No.
08/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 13 April 2000. Intinya Fatwa DSN
tersebut menyebutkan bahwa kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan dan usaha terkadang memerlukan dana dari pihak lain,
antara lain melalui pembiayaan musyarakah yaitu pembiayaan
berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
26
ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung sesuai dengan
kesepakatan.26
Ketentuan secara teknis mengenai aplikasi akad musyarakah ini telah
diatur dalam PBI No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan Dana
dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam kegiatan penyaluran dana dalam
bentuk pembiayaan musyarakah berlaku persyaratan paling kurang
sebagai berikut:
a. Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha
dengan bersama-sama menyediakan dana dan/atau barang untuk
membiayai suatu kegiatan usaha tertentu
b. Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan Bank sebagai mitra
usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tuga dan
wewenang yang disepakati
c. Bank berdasarkan kesepakatan dengan nasabah dapat menunjuk
nasabah untuk mengelola usaha
d. Pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau barang
e. Dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang
yang diserahkan harus dinilai secara tunai berdasarkan kesepakatan
26 Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2007), h. 128
27
f. Jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian
keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Bank dan
nasabah
g. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama sesuai kesepakatan
h. Pembagian keuntungan dari pengelolaan dana dinyatakan dalam
bentuk nisbah yang disepakati
i. Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut
porsi modal masing-masing, kecuali jika terjadi kecurangan, lalai, atau
menyalahi perjanjian dari salah satu pihak
j. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka
waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak dan tidak
berlaku surut
k. Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara berjenjang (tiering) yang
besarnya berbeda-beda berdasarkan kesepakatan pada awal akad
l. Pembagian keuntungan dapat dilakukan dengan metode bagi untung
atau rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan
(revenue sharing)
m. Pembagian keuntungan berdasarkan hasil usaha sesuai dengan laporan
keuangan nasabah
28
Nisbah X% Nisbah Y%
Modal A%
Modal B%
n. Pengembalian pokok pembiayaan dilakukan pada akhir periode akad
atau dilakukan secara angsuran berdasarkan aliran kas masuk (cash in
flow) usaha
o. Bank dapat meminta jaminan atau agunan untuk mengantisipasi risiko
apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat
dalam akad karena kelalaian dan atau kecurangan
Gambar 2.2
Skema Pembiayaan Musyarakah27
C. Manajemen Risiko Pembiayaan Musyarakah
1. Manajemen Risiko Pembiayaan Bank Syariah
Investasi atau bisnis yang dijalankan melalui aktivitas pembiayaan
adalah aktivitas yang selalu berkaitan dengan risiko. Persoalannya adalah
27 Ikatan Bankir Indonesia, Memahami Bisnis Bank Syariah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2014), h. 216
Pembiayaan Musyarakah
Bank Syariah Nasabah
Proyek/Usaha
Pembagian Hasil Usaha
Pengembalian Modal Usaha
29
bagaimana investasi atau bisnis dalam pembiayaan tersebut mengandung
risiko yang minimal. Risiko tersebut dapat diminimalkan dengan
melakukan manajemen risiko secara baik. Manajemen risiko ini dapat
diawali dengan melakukan penyaringan (screening) terhadap calon
nasabah dan proyek yang akan dibiayai. Jika pembiayaan telah
direalisasikan, pengendalian risiko pembiayaan dapat dilakukan dengan
memberikan perlakuan (treatment) yang sesuai dengan karakter nasabah
maupun proyek.
Manajemen risiko pembiayaan di bank syariah sangat berkaitan
dengan risiko karakter nasabah dan risiko proyek. Risiko karakter
berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan dengan karakter nasabah.
Sementara risiko proyek berkaitan dengan karakter proyek yang
dibiayai.28
Risiko karakter nasabah dapat dilihat dari aspek skill, reputations, dan
origins. Ketiga faktor tersebut dapat dianalisis menjadi sub faktor sebagai
berikut : 29
1) Faktor skill (keterampilan), meliputi kefamiliaran terhadap pasar,
mampu mengoreksi risiko bisnis, mampu melakukan usaha yang
berkelanjutan, mampu mengartikulasikan bahasa bisnis
28 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), h.365 29 Ibid., h.365-366
30
2) Faktor reputasi (reputation), meliputi track record sebagai
karyawan, memiliki track record sebagai pengusaha,
direkomendasikan oleh sumber terpercaya, dapat dipercaya,
memiliki jaminan usaha
3) Faktor asal-usul (origins), meliputi memiliki hubungan keluarga
atau persahabatan dengan investor, sebagai pebisnis yang sukses,
berasal dari kelas sosial terpandang
Sementara risiko proyek yang dibiayai dapat dilihat dari ciri-ciri atau
atribut proyek. Ciri-ciri atau atribut proyek yang harus diperhatikan untuk
meminimalkan risiko adalah : 1) Sistem informasi akuntansi (pelaporan);
(2) Tingkat return proyek; (3)Tingkat risiko proyek; (4) Biaya
pengawasan; (5) Kepastian hasil dari proyek; (6) Klausul kesepakatan
proyek; (7) Jangka waktu kontrak; (8) Arus kas perusahaan; (9) Jaminan
yang disediakan; (10) Tingkat kesehatan proyek; dan (11) Prospek proyek
2. Manajemen Risiko Pembiayaan Musyarakah
Risiko terkait pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty Contracts
(NUC) adalah mengindentifikasi dan menganalisis dampak dari seluruh
risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah
memperhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan berbasis Natural
Uncertainty Contracts, seperti mudharabah dan musyarakah.
31
Penilaian risiko ini mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu (a) Business Risk
(risiko bisnis yang dibiayai, (b) Shrinking Risk (risiko berkurangnya nilai
pembiayaan mudharabah/musyarakah), dan (c) Character Risk (risiko
karakter buruk mudharib).30
a. Business Risk adalah risiko yang terjadi pada First Way Out yang
dipengaruhi oleh :31
1) Industry risk yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang
ditentukan oleh karakteristik masing-masing jenis usaha yang
bersangkutan dan kinerja keuangan jenis usaha yang
bersangkutan (industry financial standard)
2) Faktor negatif lainnya yang mempengaruhi perusahaan
nasabah, seperti kondisi grup usaha, keadaan force majeure,
permasalahan hukum, pemogokan, kewajiban off balance sheet
(L/C import, bank garansi), market risk (forex risk, interest
natural-uncertainty-contracts-nuc/, diakses pada 17 Februari 2015 31Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT RajaGrafindo
yang ada pada Bank Muamalat Indonesia, prosedur penerapan pembiayaan
musyarakah, dan data penyaluran dana pembiayaan Bank Muamalat
D. Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa metode pengumpulan data yang dikenal dalam penelitian
kualitatif, walaupun demikian bisa dikatakan bahwa metode yang paling
40
pokok adalah pengamatan atau observasi dan wawancara mendalam atau in-
depth interview.35 Pengumpulan data dapat ditempuh dengan berbagai metode
diantaranya yaitu, penggunaan bahan dokumen, observasi/pengamatan,
wawancara, penggunaan pengalaman individu, kuesioner (angket), dan
penggunaan projective test. 36 Adapun penelitian ini menggunakan metode
pengumpulan data sebagai berikut :
1. Dokumentasi
Metode ini merupakan suatu cara pengumpulan data yang
menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah
yang diteiti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah, dan buka
perkiraan.37 Pada studi dokumentasi, dokumen-dokumen yang diperoleh
penulis dari Bank Muamalat Indonesia dan studi kepustakaaan untuk
memperoleh pengetahuan dan memahami teori mengenai pembiayaan
musyarakah, manajemen risiko pembiayaan musyarakah, serta upaya
mitigasi risiko untuk meminimalisir risiko pembiayaan Musyarakah.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua
pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pengaju/pemberi
pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) sebagai pemberi
35 Bagong Suryanto, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 172 36 Afifi Fauzi Abbas, Metode Penelitian, (Jakarta: Adelina Bersaudara, 2010), h. 82 37 Basrowi dan Suwandi, op. cit., h. 158
41
jawaban atas pertanyaan.38 Tujuan wawancara ialah untuk mengetahui apa
yang terkandung dalam pikiran dan hati orang lain, bagaimana
pandangannya tentang dunia, yaitu hal-hal yang tidak dapat kita ketahui
melalui observasi.39
Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan langsung
kepada narasumber dari Bank Muamalat Indonesia yang kompeten dan
berwenang dalam menjawab pertanyaan yang diajukan. Kemudian
jawaban dari narasumber atas pertanyaan yang diajukan dicatat dan
direkam yang kemudian didokumentasikan apa yang didapat dari hasil
wawancara tersebut.
E. Metode Analisis Data
Untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Dengan metode analisis
deskriptif kualitatif, data yang diperoleh baik dari wawancara maupun studi
dokumen akan dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan mengkaji,
memaparkan, menelaah dan menjelaskan data-data yang diperoleh mengenai
prosedur pembiayaan musyarakah, risiko yang dihadapi dalam pembiayaan
musyarakah, serta mitigasi risiko pembiayaan musyarakah Bank Muamalat
Indonesia (BMI).
38 Ibid, h. 127 39 S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 2002), h. 73
42
F. Kerangka Konsep
Gambar 3.1
Kerangka Konsep
Bank Syariah memiliki aktivitas pembiayaan yang berbeda dengan Bank
Konvensional. Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik
umum dan landasan bagi operasional bank Islam secara keseluruhan. Namun
data perbankan syariah yang menunjukkan masih rendahnya komposisi
pembiayaan dengan prinsip bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah.
Hingga September 2014, pembiayaan dengan prinsip bagi hasil selalu
Rendahnya Komposisi Pembiayaan dengan Prinsip Bagi
Hasil di Perbankan Syariah Indonesia
Pembiayaan
Musyarakah
Risiko Pembiayaan
Musyarakah
Termasuk kategori NUC
dan muncul permasalahan
Principal Agent
Strategi Mitigasi Risiko Pembiayaan Musyarakah
Bank Muamalat Indonesia
Bank Muamalat
Indonesia
43
dibawah 50% pembiayaan murabahah (jual beli). Hal ini dikarenakan
pembiayaan tersebut memiliki risiko yang tinggi karena pembiayaan bersifat
Natural Uncertainty Contracts (NUC) dan terkait dengan masalah principal
agent. Adapun salah satu bank syariah yang memiliki komposisi pembiayaan
musyarakah yang berbasis bagi hasil dengan komposisi yang lebih banyak
dibandingkan dengan bank syariah lainnya yaitu Bank Muamalat Indonesia.
Banyaknya pembiayaan yang disalurkan, menggambarkan bahwa BMI
berani menerima risiko pembiayaan yang melekat pada pembiayaan
musyarakah. Pengelolaan risiko kredit/pembiayaan ini sangat penting untuk
dikelola dengan baik, karena akan mempengaruhi pada tingkat pembiayaan
bermasalah dan bagi hasil yang akan dibagikan kepada para deposan. Dengan
demikian, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui strategi mitigasi risiko
pembiayaan musyarakah Bank Muamalat Indonesia (BMI).
44
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Bank Muamalat Indonesia
1. Sejarah Singkat Bank Muamalat Indonesia
Gagasan pendirian Bank Muamalat berawal dari lokakarya Bunga
Bank dan Perbankan yang diselenggarakan Majelis Ulama Indonesia pada
18-20 Agustus 1990 di Cisarua, Bogor. Ide ini berlanjut dalam
Musyawarah Nasional IV Majelis Ulama Indonesia di HOTEL Sahid Jaya,
Jakarta, pada 22-25 Agustus 1990 yang diteruskan dengan pembentukan
kelompok kerja untuk mendirikan bank murni syariah pertama di
Indonesia.
Realisasinya dilakukan pada 1 November 1991 yang ditandai dengan
penandatanganan akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk di
Hotel Sahid Jaya berdasarkan Akte Notaris Nomor 1 Tanggal 1 November
yang dibuat di Notaris Yudo Paripurno, S.H. dengan izin Menteri
Kehakiman Nomor C2.2413.T..01.01 Tanggal 21 Maret 1992/Berita
Negara Republik Indonesia Tanggal 28 April 1992 Nomor 34.
Pada saat penandatanganan akte pendirian ini diperoleh komitmen dari
berbagai pihak untuk membeli saham sebanyak Rp 84 miliar. Kemudian
dalam acara silaturahmi pendirian di Istana Bogor diperoleh tambahan
45
dana dari masyarakat Jawa Barat senilai Rp 106 miliar sebagai wujud
dukungan mereka.
Dengan modal awal tersebut dan berdasarkan surat Keputusan Menteri
Keuangan RI Nomor 1223/MK.013/1991 tanggal 5 November 1991 serta
izin usaha yang berupa Keputusan Mernteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 430/kmk.013/1992 Tanggal 24 April 1992, Bank Muamalat mulai
beroperasi pada 1 Mei 1992 bertepatan dengan 27 Syawal 1412 H. Pada
27 Oktober 1994, Bank Muamalat mendapat keprcayaan dari Bank
Indonesia sebagai Bank Devisa.
Beberapa tahun yang lalu Indonesia dan beberapa negara di Asia
Tenggara pernah mengalami krisis moneter yang berdampak terhadap
perbankan nasional yang menyebabkan timbulnya kredit macet pada
segmen korporasi. Bank Muamalat pun ikut terimbas dampak tersebut.
Tahun 1998, angka Non Performing financing (NPF) Bank Muamalat
sempat mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat kerugian sebesar Rp
105 miliar dan ekuitas mencapai titik terendah hingga Rp 39,3 miliar atau
kurang dari sepertiga modal awal.
Kondisi tersebut telah mengantarkan Bank Muamalat memasuki era
baru dengan keikutsertaan Islamic Development Bank (IDB), yang
berkedudukan di Jeddah Saudi Arabia, sebagai salah satu pemegang
saham luar negeri yang resmi diputuskan melalui Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) pada 21 Juni 1999.
46
Dalam kurun waktu 1999-2002 Bank Muamalat terus berupaya dan
berhasil memperbaiki kinerja dari rugi menjadi laba. Hasil tersebut tidak
lepas dari upaya dan dedikasi segenap karyawan dengan dukungan
kepemimpinan yang kuat, strategi usaha yang tepat, serta kepatuhan
terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni.
Pada tahun 2009 Bank Muamalat memulai proses transformasi salah
satunya dengan membuka kantor cabang internasional pertamanya di
Kuala Lumpur, Malaysia dan tercatat sebagai bank pertama dan satu-
satunya dari Indonesia yang membuka jaringan bisnis di Malaysia. Dan
pada tahun 2012 tepat pada milad yang ke-20 tahun, Bank Muamalat
meluncurkan logobaru (rebranding) dengan tujuan menjadi bank syariah
yang Islamic, Modern, dan Profesional.
Proses transformasi yang dijalankan Bank Muamalat membawa hasil
yang positif dan signifikan terlihat dari aset Bank Muamalat yang tumbuh
dari tahun 2008 sebesar Rp 12,6 triliun menjadi Rp 54,6 triliun di tahun
2013.
2. Visi dan Misi
a. Visi
Menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar
spiritual, dikagumi di pasar rasional
47
b. Misi
Menjadi role model lembaga keuangan syariah dunia dengan
penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen dan
orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimumkan nilai bagi
stakeholder.
3. Produk Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia
a. Konsumen
1) KPR Muamalat iB
KPR Muamalat iB adalah produk pembiayaan yang akan
membantu Anda untuk memiliki rumah (ready stock/bekas),
apartemen, ruko, rukan, kios maupun pengalihan take-over KPR
dari bank lain.
2) Auto Muamalat
Automuamalat adalah produk pembiayaan yang akan
membantu Anda untuk memiliki kendaraan bermotor. Produk ini
adalah kerjasama Bank Muamalat dengan Al-Ijarah Indonesia
Finance (ALIF).
3) Pembiayaan Umroh Muamalat
Pembiayaan Umroh Muamalat adalah produk pembiayaan
yang akan membantu mewujudkan impian Anda untuk beribadah
Umroh dalam waktu yang segera.
48
4) Pembiayaan Anggota Koperasi
Pembiayaan konsumtif yang diperuntukkan bagi beragam jenis
pembelian konsumtif kepada karyawan/guru/PNS (selaku end
user) melalui koperasi
b. Pembiayaan Modal Kerja
1) Pembiayaan iB Modal Kerja Muamalat
Pembiayaan iB Modal Kerja Muamalat adalah fasilitas
pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada nasabah untuk
memenuhi kebutuhan modal kerja seperti :
i. Pembelian barang persediaan;
ii. Kebutuhan dana untuk menutup kebutuhan dana tertanam
(Asset Convention Cycle);
iii. Kebutuhan Modal Kerja Pelaksanaan Proyek yang didapat
calon nasabah dari Pemberi Pekerjaan/Proyek (bowheer)
2) Pembiayaan iB Buyer Supplier Financing
Pembiayaan iB Buyer-Supplier Financing merupakan
Pembiayaan khusus untuk memperluas target akuisisi dari Unit
Bisnis BMI dengan meng-capture potensi bisnis dari nasabah
existing pembiayaan, baik ditingkat pembeli produk/pengguna jasa
usaha (buyer) nasabah maupun supplier (penyedia/penyuplai
bahan baku kepada nasabah). Tujuan dari pembiayaan ini antara
lain :
49
i. Modal Kerja Pembelian Barang/Pemakaian Jasa dari nasabah
existing oleh Recommended Buyer
ii. Investasi Pembelian barang dari nasabah existing oleh
Recommended Buyer yang merupakan Mitra Usaha nasabah
iii. Talangan Pembayaran Tagihan Recommended Supplier atas
pengiriman dan/atau pembelian barang/bahan baku oleh
nasabah existing
3) Pembiayaan Modal Kerja Lembaga Keuangan Mikro Syariah
(LKMS)
Pembiayaan Modal Kerja LKMS adalah produk pembiayaan
yang ditujukan untuk LKM Syariah (BPRS/BMT/Koperasi) yang
hendak meningkatkan pendapatan dengan memperbesar portfolio
pembiayaannya kepada Nasabah atau anggotanya (end-user).
Pembiayaan dilakukan berdasarkan prinsip syariah dengan akad
mudharabah atau musyarakah yang digunakan untuk memperbesar
modal dalam menyalurkan pembiayaan kepada Nasabah atau
Anggota dengan pola executing (bank terlepas dari perikatan
kepada end-user). Skema yang dapat digunakan berupa revolving
maupun non-revolving, bergantung pada karakteristik
BPRS/BMT/Koperasi
50
4) Pembiayaan Jangka Pendek BPRS iB
Pembiayaan Jangka Pendek BPRS iB adalah produk
pembiayaan yang ditujukan kepada Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) untuk memenuhi kebutuhan modal kerja BPRS
yang bersifat sementara (jangka pendek) dan untuk memenuhi
kebutuhan modal kerja yang akan disalurkan oleh BPRS ke end-
user dengan pola executing. Jangka waktu pembiayaan maksimum
6 bulan dengan skema revolving.
c. Pembiayaan Investasi
1) Pembiayaan iB Investasi
Pembiayaan iB Investasi adalah fasilitas pembiayaan jangka
panjang yang diberikan kepada Nasabah untuk digunakan
tidak bergerak lainnya (persediaan barang, chessy/ tagihan, dan
deposito) ataupun personal guarantee.
Bank Muamalat menetapkan collateral coverage ratio minimal
100%, yang berarti nilai jaminan minimal sama dengan nilai fasilitas
pembiayaan yang diberikan bank. Jika dirincikan lebih lanjut,
collateral coverage ratio setiap segmen memiliki rasio yang berbeda.
Pada segmen retail pembiayaan modal kerja dan investasi minimal
rasio sebesar 100%, sedangkan pada segmen komersial dan korporat
minimal sebesar 100 % untuk investasi dan 50% untuk pembiayaan
modal kerja.
Menurut analisis penulis, pengenaan jaminan pada pembiayaan
Musyarakah merupakan salah satu incentive-compatible constrains
berupa collateral yang ditetapkan Bank Muamalat. Pada pengenaan
jaminan berupa fixed asset akan mencegah nasabah pengelola dana
melakukan penyelewengan (moral hazard) karena jaminan yang sudah
diberikan dapat menjadi harga dari penyelewengan perilakunya,
53 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Untung Rofian Toni, Relationship Manager, 20 Mei 2015,
Bank Muamalat Indonesia
94
sedangkan jaminan berupa personal guarantee menjadi penjamin atas
character risk yang dilakukan nasabah. Dengan demikian, jaminan
dapat digunakan bank sebagai pengganti atas gagalnya nasabah
memenuhi kewajiban pembiayaan.
d. Sistem bagi hasil Revenue Sharing
Bagi hasil merupakan keuntungan yang didapat bank melalui
pembiayaan musyarakah. Besar kecilnya bagi hasil sangat dipengaruhi
oleh pendapatan yang diperoleh oleh nasabah pembiayaan melalui
usaha yang dibiayai. Semakin baik kinerja usaha nasabah dalam
menghasilkan pendapatan, semakin besar pula pendapatan bagi hasil
yang diperoleh bank, dan sebaliknya.
Dalam pembiayaan musyarakah, Bank Muamalat menggunakan
sistem bagi hasil dari revenue sharing, Pertimbangannya diantaranya
adalah dibutuhkan kejujuran dari nasabah dalam memberikan laporan
keuangannya, sedangkan bank tidak memiliki waktu banyak untuk
mengecek apakah nasabah jujur dalam memberikan laporan
keuangannnya. Misalnya bisa saja nasabah mengecilkan porsi
pendapatan, dan membesarkan porsi pengeluaran, sehingga profit akan
semakin kecil atau bahkan minus dan bank akan sangat dirugikan.
Alasan lainnya, dengan menggunakan sistem revenue sharing, bank
dapat dengan mudah mengecek dari nota penjualan nasabah, sehingga
95
total pendapatan bulanan masih dapat di lacak dengan meminta
nasabah melampirkan nota penjualannya.54
Berdasarkan uraian hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan
bahwa dengan menetapkan sistem bagi hasil revenue sharing, Bank
dapat dengan mudah mengontrol pembiayaan, menghindari moral
hazard dari ketidakjujuran nasabah dalam melaporkan pendapatan dan
menghindari adanya biaya-biaya tak terduga yang tinggi dalam
pengelolaan dana yang dilakukan nasabah. Dengan demikian, bank
dapat mengurangi risiko munculnya pembiayaan bermasalah dan tetap
memaksimalkan keuntungan dari pemberian pembiayaan tersebut.
e. Monitoring berkala
Monitoring merupakan kunci utama dalam pengelolaan
pembiayaan musyarakah yang dilakukan pasca dropping pembiayaan,
termasuk pada pengawasan dan pembinaan. Monitoring dilakukan
secara on desk monitoring, call monitoring dan on site monitoring
minimal sebulan sekali atau 3 bulan sekali, tergantung pada objek
pembiayaaan.
Monitoring yang dilakukan antara lain memantau transaksi
keuangan nasabah dan bukti penggunaan dana, memberikan
pemahaman dan memantau kewajiban nasabah dalam melaporkan
54 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Untung Rofian Toni, Relationship Manager, 20 Mei 2015,
Bank Muamalat Indonesia
96
laporan pendapatannya setiap bulan, mengidentifikasi ketidaktepatan
pembayaran, melakukan pembinaan ketika mulai terjadi penurunan
kinerja usaha nasabah terutama yang terkait dengan pendapatan, dan
menangani pembiayaan bermasalah dengan tepat waktu.
Untuk memudahkan kontrol pembiayaan, Bank Muamalat juga
mensyaratkan bahwa nasabah pembiayaan harus memiliki rekening
escrow. 55 Sehingga bank akan terhindar penyalahgunaan transaksi
penarikan yang dilakukan oleh nasabah.56
Menurut analisis penulis, monitoring merupakan mitigasi utama
yang sangat penting setelah adanya pencairan pembiayaan. Tingginya
tingkat risiko pembiayaan NPF Gross yang melebihi 5% di tahun 2013
dan 2014 pada pembiayaan musyarakah dirasa memerlukan
monitoring yang lebih ketat guna mencegah munculnya pembiayaan
bermasalah dan jika tidak ditangani dengan cepat akan berdampak
pada pembiayaan macet dengan dilakukannya monitoring secara
langsung dan teratur terhadap faktor internal (manajemen dan kondisi
keuangan) dan eksternal (kondisi makro dan mikro) yang
mempengaruhi usaha nasabah dan pendapatan bank.
55Rekening Escrow adalah Rekening giro yang hanya bisa ditarik berdasarkan izin bank;
rekening penampungan untuk dana yang dipercayakan kepada kustodian berdasarkan perjanjian
tertulis untuk tujuan tertentu, bertindak sebagai kustodian pada umumnya ialah bank atau perusahaan
trust (trust company), sejumlah dana yang disetorkan oleh pemilik baru suatu bank dan ditanamkan
dalam rekening yang dibuka secara khusus untuk keperluan penyelamatan kredit 56 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Amin Syafi’i, Commercial Financing Risk Manager, 10
April 2015, KPO Bank Muamalat Indonesia
97
Seringnya pihak bank berkomunikasi dengan nasabah sebagai
mitra melalui monitoring, hubungan dengan nasabah menjadi lebih
baik dan terhindar dari permasalahan asymmetric information seperti
moral hazard yang mungkin dilakukan nasabah. Selain itu, kinerja
usaha nasabah dapat terkontrol sehingga nasabah dapat
memaksimalkan keuntungan dan bank tetap memperoleh pendapatan
yang telah diproyeksikan.
f. Meningkatkan kompetensi karyawan
Bank Muamalat dalam penyaluran pembiayaannya, memiliki
aturan bahwa setiap unit bisnis bank harus memahami usaha yang
diajukan nasabah, untuk menghindari kecurangan nasabah mengenai
informasi usaha yang akan dibiayai dan penyalahgunaan penggunaan
dana usaha.
Para Relationship Manager (RM) Financing terus dibekali dengan
berbagai pelatihan dan pendampingan secara berkesinambungan dari
sisi pengetahuan lini bisnis untuk sektor-sektor spesifik yang dibiayai,
untuk menigkatkan kemampuan dalam mengidentifikasi sektor
maupun nasabah yang potensial dan berkualitas baik. Pelatihan dan
pendampingan juga diberikan untuk meningkatkan kompetensi
teknikal terkait produk atau skema pembiayaan yang ada agar mereka
mampu memberikan solusi dengan nilai lebih kepada nasabah, dan
98
bukan sekedar menjadi fasilitas pembiayaan investasi ataupun modal
kerja.57
Menurut analisis penulis, kompetensi karyawan memang perlu
untuk terus ditingkatkan guna meningkatkan kualitas penyaluran
pembiayaan, tidak hanya untuk para RM Financing tetapi untuk semua
unit bisnis yang terlibat pembiayaan.
g. Penggunaan risk tools Bank Muamalat
Bank Muamalat dalam mengendalikan risiko pembiayaan
menggunakan beberapa tools diantaranya :
1) Muamalat Early Warning System (MEWS)
MEWS digunakan BMI untuk memantau secara aktif
kinerja nasabah pembiayaan dalam memenuhi kewajiban
sesuai akad pembiayaan yang disepakati dengan Bank
Muamalat. MEWS merupakan laporan hasil monitoring yang
menunjukkan raport pembiayaan nasabah (merah/ kuning/
hijau) sebagai peringatan dini atas pembiayaan bermasalah.
Pada aplikasi MEWS, menggambarkan beberapa informasi
mengenai usaha dan aktivitas keuangan nasabah di Bank
Muamalat yang akan diukur kinerjanya secara berkala 3
bulanan. Informasi yang terdapat pada aplikasi MEWS antara
lain informasi mengenai fasilitas pembiayaan, informasi
57 Laporan Tahunan Bank Muamalat Indonesia Tahun 2013
99
keuangan, informasi Sistem Informasi Debitur (SID atau BI
X3 = earning before interest and taxes/total asset
X4 = market value of equity / book value of total debt
X5 = sales / total asset
Dari formulanya diketahui bahwa Z-Score berkorelasi
positif dengan rasio-rasio keuangan yang berbasis Total
Asset atau total aktiva. Jika rasio-rasio keuangan ini naik,
maka Z-Score naik, atau probabilitas kebangkrutan turun.
Dalam model tersebut perusahaan yang mempunyai
skor Z >2,99 diklasifikasikan sebagai perusahaan sehat,
sedangkan perusahaan yang mempunyai skor Z <1,81
diklasifikasikan sebagai perusahaan potensial bangkrut.
Selanjutnya skor 1,81-2,99 diklasifikasikan sebagai
perusahaan pada grey area atau daerah kelabu.
b) Sistem Informasi Debitur (SID)
SID digunakan Bank Muamalat untuk menganalisis
track record seorang debitur. Bank akan melihat berapa
dan apa saja pembiayaan yang dimiliki debitur dan terlihat
bagaimana status koletibilitas yang dimiliki nasabah.
Dengan demikian, jika nasabah mengalami penurunan
kolektibilitas dapat diantisipasi dan ditindaklanjut secara
dini.
101
c) Informasi Kualitatif
Informasi kualitatif seperti manajemen, regulasi, dan
kondisi makro ekonomi terhadap usaha nasabah dan
aktivitas keuangan nasabah di Bank Muamalat
Dengan adanya MEWS, permasalahan nasabah karena kondisi
internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi
kemampuannya untuk memenuhi kewajiban pembayaran kepada
bank, dapat diantisipasi dan ditindaklanjuti secara dini. Akan tetapi
berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Bank Muamalat,
penerapan MEWS belum berjalan efektif karena masih belum
dilakukan secara teratur dalam pengisian, pelaporan dan terkadang
masih terdapat kesalahan dalam proses input data. Dengan
demikian, hal ini perlu dilakukan review kembali mengenai
penggunaannya dan ditetapkannya prosedur tertentu agar
penggunaan MEWS dapat dilakukan secara maksimal.
2) Sistem Internal Customer Rating untuk melakukan screening atas
nasabah pembiayaan
Sistem Internal Costumer Rating merupakan sistem credit
rating yang digunakan Bank Muamalat. Berdasrkan definisi,
credit rating (pemeringkatan kredit) mengacu pada penilaian
mengenai tingkat kelayakan kredit (creditworthiness) suatu entitas
atau transaksi, meliputi kemampuan (capacity) maupun kemauan
102
(willingness) untuk membayar kewajiban-kewajibannya. 59 Pada
sistem rating internal, sistem ini mengidentifikasi risiko kredit
yang dihadapi bank pada satu aset dengan berbasis pada total aset,
dengan cara yang sistemik dan terencana, dan akhirnya bisa
diketahui risiko bank dalam kebijakan portofolio yang
dilakukan.60
Secara global, aspek-aspek dalam penilaian Internal Costumer
Rating Bank Muamalat meliputi kondisi bisnis, aspek manajemen,
dan aspek financial.
Tabel 4. 6 Aspek Penilaian Internal Rating Costumer Bank Muamalat
Kriteria
Bobot
Indikator Bobot
Utama
Sub
Bobot
Bussiness
Condiition 25%
1.Industry Risk
2.The Age of Bussiness
3.Marketing
a.Competition
b.Costumer Relationship, Product
Quality
4.Continuity of Bussiness
a.Product diversification
b.Continuity of stock supply by and
relationship with suppliers/producers
Management 30%
1.Management Experiences
a. Experiences on Management and/or
related business
b.Managerial Skill, decision making,
59 Kajian mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System: Persiapan Bank Indonesia
dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, (Jakarta: Bank Indonesia, 2009), h. 9 60 Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,
(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008, Cet.I), h. 157
103
clearity of organization & existence
of successionprogram
c. Financial planning & control ability
d.Entrepreneurship, profit & growth
oriented and result driven
2. Integrity and reputation
3. Quality of Financial statements
Financial 45%
60% 1. Future Performance of Cash Flow
40%
1. Past Financial Performance
a. Sales Growth
b. Return on Equity
c. EBIT/ Sales
d. Sales/Total Asset
e. Asset/Equity
f. EBIT/Interest
g. Current Ratio
Sumber : Bank Muamalat Indonesia
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa setiap aspek
memiliki penilaian bobot tersendiri, sehingga diakhir credit
rating akan muncul kriteria calon nasabah secara otomatis
karena sudah diprogram sesuai dengan kriteria yang sudah
ditetapkan. Dengan demikian, hasil rating tersebut, digunakan
untuk memberikan gambaran apakah nasabah layak dibiayai,
atau layak dibiayai tapi dengan syarat, dan nasabah tidak layak
dibiayai.
104
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dan merujuk pada
hasil penelitian yang dilakukan penulis, maka dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Pembiayaan Musyarakah yang diterapkan Bank Muamalat Indonesia
menggunakan jenis akad Syirkah ‘Inan. Adapun konsep pembiayaan
Musyarakah yang diterapkan pada produk pembiayaan produktif BMI
terbagi menjadi dua, yaitu dengan konsep akad Musyarakah dan
Musyarakah Mutanaqisah. Pembiayaan ini digunakan sesuai dengan
kebutuhan nasabah, baik untuk modal kerja maupun investasi dan
umumnya pembiayaan digunakan untuk pembiayaan proyek yang
memiliki kontrak yang jelas. BMI dalam penerapannya juga memiliki
beberapa kendala diantaranya budaya nasabah yang hanya meminjam
uang dan menyetorkan pembiayaan tanpa diharuskan membuat laporan
keuangan, munculnya masalah moral hazard, manajemen administrasi
nasabah yang kurang baik, sistem yang tidak secara otomatis mendebet
bagi hasil, dan sistem kolektibilitas yang berbeda dengan akad
pembiayaan lainnya.
2. Berdasarkan hasil analisis risiko dan pendapatan bagi hasil musyarakah,
pada tahun 2013 dan 2014 NPF Gross mengalami peningkatan, dengan
105
persentase sebesar 7,07% pada 2013 dan 7,12% pada 2014. Sedangkan
NPF Net memiliki persentase sebesar 2,27% pada 2013 dan 4,87% pada
2014, hal ini disebabkan oleh kurangnya monitoring reguler yang
dilakukan dan anggapan nasabah pembiayaaan bagi hasil berarti bagi rugi
yang menyebabkan nasabah tidak memaksimalkan usahanya untuk
memperoleh keuntungan. Akan tetapi, pendapatan bagi hasil musyarakah
pada periode 2011-2014 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dan hal
ini menunjukkan bahwa meskipun tingkat NPF gross pembiayaan
musyarakah melebihi batas maksimum, NPF tidak terlalu berpengaruh
pada pendapatan musyarakah dan menunjukkan bahwa pembiayaan macet
pada pembiayaan musyarakah masih dapat dikelola dengan baik.
3. Risiko pembiayaan musyarakah yang dihadapi Bank Muamalat Indonesia
diantaranya berkaitan dengan risiko investasi, risiko operasional, dan
risiko kepatuhan. Umumnya, risiko-risiko tersebut muncul karena adanya
permasalahan principal agent yakni permasalahan pada hubungan
kemitraan antara bank dan nasabah pembiayaan.
4. Strategi mitigasi risiko pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat,
diantaranya terdapat penetapan limit segmen pembiayaan terbatas pada
segmen Retail, Komersial dan Korporat dan syarat-syarat tertentu dalam
pemberian pembiayaan; evaluasi mendalam pada usaha dan karakter
nasabah yang dibiayai; pengikatan jaminan utama berupa fixed asset dan
personal guarantee; menggunakan sistem bagi hasil revenue sharing;
106
monitoring berkala; meningkatkan kompetensi karyawan; dan penggunaan
risk tools berupa Muamalat Early Warning System (MEWS) dan Internal
Customer Rating.
B. Saran
Beberapa saran penulis sampaikan berdasarkan hasil penelitian, antara lain :
1. Bank Muamalat agar melakukan monitoring yang lebih ketat guna
mencegah munculnya pembiayaan bermasalah dan jika tidak ditangani
dengan cepat akan berdampak pada pembiayaan macet dengan
dilakukannya monitoring secara langsung dan teratur terhadap faktor
internal (manajemen dan kondisi keuangan) dan eksternal (kondisi makro
dan mikro) yang mempengaruhi usaha nasabah dan pendapatan bank.
2. Bank Muamalat perlu meningkatkan kualitas Sumber Daya Insani (SDI)
dengan dilaksanakannya pelatihan mendalam untuk menigkatkan
kemampuan dalam mengidentifikasi sektor maupun nasabah yang
potensial dan berkualitas baik.. Pelatihan yang dilakukan tidak hanya
untuk RM Financing, tetapi juga untuk seluruh unit bisnis yang terlibat
dalam proses pembiayaan, agar menghasilkan analisa kelayakan
pembiayaan yang akurat dan tepat dan dapat memberikan solusi atas
pembiayaan bermasalah yang muncul.
3. Menyusun prosedur dan mereview kembali penggunaan aplikasi risk tools
seperti Muamalat Early Warning System (MEWS) dan Internal Customer
Rating guna menetapkan strategi pengelolaan risiko yang lebih baik
107
kedepannya dan mampu meminimalisir risiko yang melekat pada
pembiayaan musyarakah.
4. Sosialisasi kepada masyarakat mengenai produk bank syariah, terutama
bagi produk pembiayaan yang menggunakan prinsip bagi hasil. Dapat
dijelaskan bahwa pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, kedua belah
pihak yang melakukan kerjasama dalam kontribusi dana bersama-sama
menanggung untung dan rugi. Dan pihak yang mengelola dana
mempunyai kewajiban memaksimalkan keuntungan dalam pengelolaan
usahanya.
5. Perlu adanya insentif atau penghargaan bagi Bank Syariah yang mampu
menyalurkan pembiayaan dalam komposisi yang besar dengan prinsip
bagi hasil, baik dengan akad mudharabah maupun musyarakah agar Bank
Syariah tidak terlalu aversion to risk dalam menyalurkan pembiayaan
tersebut.
6. Peneliti selanjutnya dapat meneliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi tingginya risiko pembiayaan bagi hasil, yang salah
satunya musyarakah baik secara kualitatif dan kuantitatif, sehingga dapat
diperoleh strategi khusus menangani pembiayaan yang memiliki risiko
yang tinggi ini.
108
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abbas, Afifi Fauzi. 2010. Metode Penelitian. Jakarta: Adelina Bersaudara
Anshori, Abdul Ghofur. 2007. Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
Antonio, M. Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani
Arifin, Zainul. 1999. Memahami Bank Syariah: Lingkup, Peluang, Tantangan dan
Prospek. Jakarta: Alvabet
Arifin, Zainul. 2006. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Pustaka
Alvabet
Ascarya. 2007. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Basir, Cik. 2009. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama
dan Mahkamah Syar’iyah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Basrowi dan Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif.
Basyaib, Fachmi. 2007. Manajemen Risiko. Jakarta: PT. Gramedia
Gudono. 2012. Teori Organisasi. Yogyakarta: BPFE
Ikatan Bankir Indonesia. 2014. Memahami Bisnis Bank Syariah. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Ikatan Bankir Indonesia. 2015. Mengelola Bisnis Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Karim, Adiwarman A. 2013. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada
Kasidi. 2010. Manajemen Risiko,.Bogor: Ghalia Indonesia
Khan, Tariqullah, dan Habib Ahmed. 2008. Manajemen Risiko Lembaga Keuangan
Syariah. Jakarta: PT. Bumi Aksara
109
Mishkin, Frederic S. 2008. Ekonomi Uang, Perbankan dan Pasar Keuangan, Edisi 8.
Jakarta: Salemba Empat
Muhammad. 2005. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Muhammad. 2014. Manajemen Dana Bank Syariah. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada
Nasution, S. 2002. Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Nurhayati, Sri. 2013. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat
Rivai, Veithzal. Islamic Risk Management for Islamic Bank. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama
Siahaan, Hinsa. 2007. Manajemen Risiko: Konsep, Kasus, dan Implementasi, Jakarta:
PT. Gramedia.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Suryanto, Bagong. 2011. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana.
Tarsidin. 2010. Bagi Hasil: Konsep dan Analisis. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas