Top Banner
BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi dan perusahaan. Para peneliti memandang komitmen organisasi sebagai tantangan utama pada abad ke-21 (Luthans, 2006). Individu yang loyal terhadap organisasi akan selalu bekerja dengan organisasi dan terus berusaha untuk mencapai tujuan organisasi. Sebaliknya, individu yang tidak berkomitmen tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi (Kemp dalam Khan dkk, 2014). Komitmen organisasi didefinisikan sebagai 1). keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, 2). keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi 3). keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi (Becker dkk dalam Luthans, 2006). Mowday dkk (dalam Luthans 2006) mengartikan komitmen organisasi sebagai sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Apabila seseorang telah berkomitmen dengan organisasi maka individu akan menunjukkan keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran (goal) yang ingin dicapai oleh organisasi (Mowday dkk, 1979). Individu dengan komitmen organisasi yang tinggi dikarakteristikkan dengan adanya penerimaan dan kepercayaan
33

BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

Mar 20, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Komitmen Afektif

1. Pengertian Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi dan

perusahaan. Para peneliti memandang komitmen organisasi sebagai tantangan

utama pada abad ke-21 (Luthans, 2006). Individu yang loyal terhadap

organisasi akan selalu bekerja dengan organisasi dan terus berusaha untuk

mencapai tujuan organisasi. Sebaliknya, individu yang tidak berkomitmen

tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi (Kemp dalam Khan dkk,

2014). Komitmen organisasi didefinisikan sebagai 1). keinginan kuat untuk

tetap sebagai anggota organisasi tertentu, 2). keinginan untuk berusaha keras

sesuai keinginan organisasi 3). keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan

tujuan organisasi (Becker dkk dalam Luthans, 2006). Mowday dkk (dalam

Luthans 2006) mengartikan komitmen organisasi sebagai sikap yang

merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan

dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi

dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Apabila seseorang telah

berkomitmen dengan organisasi maka individu akan menunjukkan keyakinan

dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran (goal) yang ingin dicapai

oleh organisasi (Mowday dkk, 1979). Individu dengan komitmen organisasi

yang tinggi dikarakteristikkan dengan adanya penerimaan dan kepercayaan

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

yang tinggi dalam nilai dan tujuan organisasi, keinginan untuk berusaha sekuat

tenaga demi kepentingan organisasi, dan keinginan yang kuat untuk

mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi (Mowday dkk, 1979).

Komitmen organisasi bisa tumbuh disebabkan karena individu memiliki

ikatan emosional terhadap organisasi yang meliputi dukungan moral dan

penerimaan nilai yang ada di dalam organisasi serta tekad dalam diri untuk

mengabdi kepada organisasi (Porter dkk., 1974). Peningkatan komitmen

organisasi berhubungan positif dengan hasil organisasi yang berharga,

termasuk penilaian kinerja, penurunan niat untuk mencari pekerjaan baru dan

mengurangi turnover (Bergmann & Johnston dalam Boles dkk, 2007).

Komitmen organisasi bersifat multidimensi, oleh karena itu Allen dan

Meyer (dalam Luthans, 2006) membedakan bentuk komitmen organisasi yang

dibagi atas tiga komponen, yaitu :

a. Affective commitment

Merupakan hal yang berkaitan dengan keterikatan emosional atau

emotional attachment, identifikasi, dan keterlibatan individu di dalam

suatu organisasi. Individu yang memiliki komitmen afektif yang kuat

akan terus bekerja dalam organisasi karena mereka memang ingin (want

to) melakukan hal tersebut.

b. Continuance commitment

Atau disebut sebagai komitmen berkelanjutan berkaitan dengan persepsi

individu tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan

organisasi. Jadi individu akan mempertimbangkan untung rugi apabila

9

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

ingin tetap bergabung dengan organisasi atau justru meninggalkan

organisasi. Hal ini mungkin karena hilangnya senioritas, promosi, atau

benefit. Individu yang bekerja berdasarkan komitmen kontinuans ini akan

bertahan dalam organisasi karena memang mereka butuh (need to)

melakukan hal tersebut karena tidak adanya pilihan lain.

c. Normative commitment

Komitmen normatif merupakan perasaan-perasaan individu tentang

kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi, karena tindakan

tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. Hal ini berarti

individu dengan komitmen normatif yang tinggi akan merasa bahwa

mereka wajib (ought to) bertahan dalam organisasi dimana mereka

bergabung.

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa komitmen

organisasi merupakan keinginan individu untuk bertahan sebagai anggota

organisasi, menerima tujuan dan nilai-nilai yang dianut organisasi dan hal itu

diwujudkan dengan pengabdian serta loyalitas penuh sesuai tujuan dan nilai

organisasi yang diharapkan. Adanya komitmen organisasi yang baik dari

individu akan berdampak positif pada hasil baik organisasi serta berkurangnya

intensitas anggota untuk keluar dari organisasi.

2. Pengertian Komitmen Afektif

Allen & Meyer (1990) mengungkapkan bahwa setiap komponen

memiliki dasar yang berbeda. Individu yang memiliki komitmen afektif tinggi

masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

anggota. Hal ini diperkuat oleh Vandenberghe (2004), bahwa komitmen afektif

memberikan efek kuat secara langsung terhadap niat untuk keluar dari

organisasi. Apabila komitmen afektif tinggi, maka niat untuk keluar dari

organisasi juga rendah. Individu yang memiliki dedikasi dan loyalitas terhadap

organisasi juga ditentukan oleh adanya komitmen afektif atau keterikatan

secara emosional terhadap organisasi (Rhoades dkk, 2001).

Hartmann dan Bambacas (2000) mendefinisikan bahwa komitmen afektif

mengacu kepada perasaan memiliki, merasa terikat kepada organisasi dan

telah memiliki hubungan dengan karakteristik pribadi, struktur organisasi,

pengalaman bekerja misalnya gaji, pengawasan, kejelasan peran, serta berbagai

keterampilan. Buchanan (dalam Allen dan Meyer, 1990) menjelaskan

komitmen afektif sebagai keikutsertaan suatu individu terhadap tujuan dan nilai

organisasi dengan berdasarkan pada ikatan psikologis antara individu dan

organisasi tersebut.

Mowday dkk (dalam Allen dan Meyer, 1990) memiliki definisi tersendiri

mengenai komitmen afektif, yaitu suatu hubungan yang kuat antara individu

dengan organisasi atau perusahaan yang diidentifikasikan dengan

keikutsertaannya dalam kegiatan perusahaan atau organisasi. Lebih lanjut lagi

Becker (dalam Allen dan Meyer, 1990) menggambarkan komitmen afektif

sebagai suatu kecenderungan untuk terikat dalam aktivitas organisasi secara

konsisten sebagai hasil dari akumulasi investasi yang hilang jika aktivitasnya

dihentikan.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

komitmen afektif merupakan salah satu komponen dalam komitmen organisasi

yang berkaitan dengan keterikatan emosional, identifikasi, dan merasa terlibat

dalam seluruh aktivitas, tujuan, nilai suatu organisasi. Komitmen afektif

merupakan kesadaran bahwa anggota organisasi memiliki tujuan dan nilai yang

sama dan selaras dengan organisasi tempatnya bergabung. Pada tahap ini

tujuan dan nilai individu memiliki keselarasan dan kesatuan sehingga akan

mempengaruhi individu untuk berdedikasi penuh dengan loyalitasnya dan ingin

tetap bergabung dengan organisasi serta rendahnya niat untuk keluar dari

organisasi.

3. Faktor-Faktor Komitmen Afektif

Secara konseptual masing-masing dari tiga komponen komitmen

organisasi memiliki anteseden yang berbeda. Mowday dkk (dalam Allen &

Meyer, 1990) mengemukakan bahwa anteseden komitmen afektif individu

terhadap organisasi dipengaruhi oleh empat kategori, yaitu:

a. Karakteristik pribadi

Gender, usia, masa jabatan dalam organisasi, status pernikahan, tingkat

pendidikan, kebutuhan untuk berprestasi, etos kerja, dan persepsi

individu mengenai kompetensinya.

b. Karakteristik pekerjaan

c. Pengalaman kerja

Meyer dan Allen (dalam Allen dan Meyer, 1990) telah menunjukkan

bahwa penyebab terkuat dalam komitmen afektif adalah pengalaman

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

kerja, terutama pengalaman-pengalaman yang dapat memenuhi

kebutuhan psikologis karyawan untuk merasa nyaman dalam organisasi

serta kompeten dalam melakukan pekerjaan sesuai peranannya.

d. Karakteristik struktural

Meliputi besarnya organisasi, kehadiran serikat kerja, luasnya kontrol,

dan sentralisasi otoritas.

Dari keempat kategori diatas, Meyer & Allen (Allen & Meyer, 1990)

menunjukkan bukti terkuat terletak pada faktor pengalaman kerja, terutama

pengalaman atas kebutuhan psikologis untuk membuat individu nyaman dalam

organisasi dan kompeten dalam peran kerjanya.

Rhoades dkk (2001) mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor

munculnya komitmen afektif individu dalam organisasi yang diperkuat oleh

persepsi dukungan organisasi, antara lain penghargaan yang diberikan oleh

organisasi (reward), keadilan prosedural, dan dukungan penyelia.

Allen & Meyer (1990) memiliki penjelasan tersendiri mengenai

anteseden atau penyebab dari komitmen afektif, yaitu :

a. Tantangan pekerjaan

Merupakan pekerjaan yang dilakukan individu dalam organisasi adalah

menantang dan menarik.

b. Kejelasan peran

Merupakan kejelasan harapan dari organisasi terhadap individu.

c. Kejelasan sasaran dalam tugas

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

Merupakan pemahaman individu mengenai apa yang seharusnya

dilakukan individu dalam pekerjaannya.

d. Kesulitan tujuan

Merupakan persyaratan pekerjaan dari organisasi yang tidak terlalu

menuntut

e. Manajemen yang menerima

Merupakan kondisi orang-orang yang berada di manajemen puncak

organisasi menaruh perhatian terhadap ide yang diberikan oleh karyawan

lain

f. Kedekatan dengan sesama anggota

Merupakan adanya hubungan dekat dengan beberapa orang-orang dalam

organisasi

g. Ketergantungan organisasi

Merupakan rasa kepercayaan terhadap organisasi karena apa yang

dikatakan maka akan dilakukan oleh pihak organisasi

h. Keadilan atau kewajaran

Pada organisasi terdapat orang-orang mendapatkan lebih dari layak dan

ada juga yang mendapatkan jauh lebih sedikit

i. Kepentingan pribadi

Pada organisasi, individu didorong untuk merasa bahwa pekerjaan yang

dilakukan membawa kontribusi penting terhadap tujuan besar organisasi

j. Tanggapan organisasi atas kinerja

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

Merupakan seberapa sering organisasi memberikan umpan balik terhadap

kinerja individu

k. Pastisipasi

Merupakan kesempatan individu untuk berpartisipasi dalam memutuskan

mengenai standar beban kerja dan kinerja.

Berdasarkan pemaparan beberapa faktor komitmen afektif diatas, maka

dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor komitmen afektif secara garis besar

adalah karakteristik pribadi, karakteristik pekerjaan, karakteristik struktural,

dan pengalaman kerja. Faktor karakteristik pribadi meliputi kepentingan

pribadi dan kedekatan dengan sesama anggota. Faktor karakteristik pekerjaan

meliputi tantangan kerja, kejelasan peran, kejelasan sasaran dan tugas,

kesulitan tujuan. Faktor karakteristik struktural meliputi keadilan prosedural,

dukungan penyelia, penerimaan manajer, keadilan, ketergantungan organisasi.

Sedangkan yang terakhir adalah faktor pengalaman kerja meliputi reward,

partisipasi individu, dan feedback organisasi.

4. Aspek-Aspek Komitmen Afektif

Beberapa ahli memiliki penjelasan dan konsep tersendiri mengenai

komitmen afektif. Allen & Meyer (1990) menjelaskan ada tiga aspek yang

menggambarkan adanya komitmen afektif individu terhadap organisasi, yaitu:

a. Keterikatan emosional

Merupakan perasaan kuat individu terhadap organisasi sehingga akan

mudah melekat secara emosional terhadap organisasi. Individu akan

merasa bahwa ia adalah bagian dari keluarga organisasi tersebut yang

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

ditunjukan dengan afeksi positif dan rasa memiliki (sense of belonging)

yang tinggi terhadap organisasi. Karena adanya perasaan terikat terhadap

organisasi, maka individu hanya mempunyai sedikit alasan untuk keluar

dari organisasi dan tetap berkeinginan untuk melanjutkan

keanggotaannya pada organisasi.

b. Identifikasi

Merupakan keyakinan dan penerimaan individu terhadap tujuan dan

nilai-nilai organisasi. Adanya keyakinan dan penerimaan terhadap tujuan

dan nilai-nilai organisasi merupakan salah satu kunci terbentuknya

rangkaian aspek komitmen organisasi lainnya. Aspek tersebut dapat

dilihat dari beberapa sikap, yaitu: adanya kesamaan tujuan dan nilai yang

dimiliki individu dengan organisasi, adanya perasaan individu bahwa

organisasi memberikan kebijakan untuk mendukung kinerjanya, dan

adanya kebanggan telah menjadi bagian dari organisasi.

c. Partisipasi

Merupakan keinginan individu untuk terlibat secara sungguh-sungguh

dalam kepentingan organisasi. Adanya keinginan untuk sungguh-

sungguh terlibat dalam setiap aktivitas atau kegiatan organisasi tercermin

dalam penerimaan individu untuk menerima dan melaksanakan berbagai

macam tugas dan kewajiban yang dibebankan. Individu akan selalu

berusaha memberikan kinerja yang terbaik melebihi standar minimal

yang diharapkan organisasi. Selain itu, individu akan bersedia untuk

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

melaksanakan pekerjaan diluar tugas dan perannya apabila bantuannya

diperlukan oleh organisasi.

Menurut Gautam, Dick, & Wagner (2004) menjelaskan bahwa komitmen

afektif terdiri dari tiga komponen, yaitu:

a. Emotional attachment

Merupakan kelekatan emosional terhadap kelompok atau organisasi.

Organisasi memiliki makna tersendiri bagi individu sehingga individu

merasa telah menjadi bagian organisasi. Individu yang telah terikat

secara emosional akan tetap setia dan loyal terhadap organisasi.

b. Identification

Merupakan keyakinan dan penerimaan terhadap serangkaian nilai dan

kebijakan organisasi. Hal ini ditunjukan dengan kesamaan nilai dan

tujuan individu dengan nilai dan tujuan organisasi. Selain itu individu

merasa bangga menjadi bagian dari organisasi.

c. Involvement

Merupakan keinginan kuat individu untuk berusaha demi kepentingan

organisasi. Hal ini ditunjukan dari usaha individu untuk menerima dan

melaksanakan setiap tugas dan kewajiban yang dibebankan kepadanya

melebihi yang diharapkan organisasi. Individu akan melakukan suatu

pekerjaan diluar tanggung jawabnya apabila dibutuhkan.

Berdasarkan pemaparan beberapa aspek-aspek komitmen afektif

organisasi di atas, yang akan digunakan sebagai landasan alat ukur komitmen

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

afektif dalam penelitian ini adalah aspek yang dirumuskan oleh Allen & Meyer

yang terdiri dari keterikatan emosional, identifikasi, dan partisipasi. Pemilihan

ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa aspek-aspek tersebut telah

digunakan untuk penyusunan alat ukur komitmen afektif dengan nama ACS

(Affective Commitment Scale) yang nantinya akan digunakan sebagai alat ukur

komitmen afektif pada penelitian ini.

5. Komitmen Afektif pada Korp Sukarela

Komitmen afektif merupakan prediktor kuat dari perilaku yang

menguntungkan organisasi dan tindakan sukarela yang bertahan lama dan

melebihi tugas-tugas formal (Mathieu & Zajac, 1990; Meyer dkk, 2002).

Komitmen afektif merupakan hal yang berkaitan dengan keterikatan

emosional, identifikasi, dan keterlibatan individu di dalam suatu organisasi

(Allen & Meyer, 1990). Individu yang memiliki komitmen afektif yang kuat

akan terus bekerja dalam organisasi karena mereka memang ingin (want to)

melakukan hal tersebut, bukan merasa berkewajiban terhadap organisasi

(normative) atau takut mengalami kerugian apabila meninggalkan organisasi

(continuance). Individu dengan komitmen afektif yang kuat terhadap

organisasi tercermin dalam penerimaan nilai dan tujuan organisasi serta

dedikasi dan loyalitas kepada organisasi (Rhoades dkk, 2001).

Korps Sukarela merupakan relawan dalam gerakan Palang Merah

Indonesia yang bekerja secara sukarela dalam pelayanan kemanusiaan.

Relawan bukanlah pegawai yang ingin dibayar atas pekerjaan yang dilakukan,

yang harus dilindungi oleh hukum ketenagakerjaan yang berlaku (Susilo dkk,

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

2008). Hal ini berarti bahwa relawan bekerja tanpa imbalan, mengorbankan

waktu, tenaga dan pikiran untuk organisasi.

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat dipahami bahwa komitmen afektif

korps sukarela adalah keterikatan relawan terhadap organisasi, penerimaan

nilai dan tujuan organisasi, serta loyalitas untuk terlibat dalam tugas atau

kegiatan organisasi dalam pelayanan kemanusiaan secara sukarela.

B. Optimisme

1. Pengertian Optimisme

Optimisme muncul sebagai salah satu komponen utama dalam gerakan

psikologi positif terbaru yang digagas oleh Martin Seligman. Namun,

optimisme juga telah dibahas selama bertahun-tahun sebelumnya. Optimisme

memiliki dampak positif terhadap kesehatan fisik, kesehatan psikologis,

karakteristik ketekunan, prestasi, dan motivasi yang dapat menyebabkan

keberhasilan akademis, olahraga, politik, dan pekerjaan yang telah diteliti

selama bertahun-tahun. Psikologi menempatkan optimisme sebagai

karakteristik kognitif berkenaan dengan harapan atas hasil akhir positif dan

atau atribusi kausal positif (Luthans, 2006).

Optimisme didefinisikan oleh First, Carver, dan Scheier (dalam Peterson

& Seligman, 2004) sebagai ekspektasi menyeluruh bahwa hal-hal baik akan

banyak terjadi di masa depan dan sedikit hal-hal buruk. Ketika seseorang

mengalami hambatan dalam mencapai tujuan maka individu memiliki

pengaturan diri untuk tetap bisa mencapai tujuan yang diinginkan. Optimisme

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

akan menyebabkan individu terus berusaha mencapai tujuan, sedangkan

individu yang pesimis akan menyerah.

Kebalikan dari optimisme adalah pesimisme. Pesismisme telah diketahui

dapat menyebabkan kepasifan, kegagalan, kerenggangan sosial, dan yang lebih

ekstrem dapat menyebabkan depresi dan kematian (Luthans, 2006). Individu

yang optimis akan menginterpretasikan suatu peristiwa yang buruk dengan

membuat atribusi eksternal (bukan kesalahan mereka), tidak stabil

(kemunduran temporer), dan spesifik (bermasalah hanya dalam situasi

tersebut). Sedangkan individu yang pesimis akan menginterpretasi suatu

peristiwa yang buruk dengan membuat atribusi internal (kesalahan mereka

sendiri), stabil (akan berlangsung lama), dan global (akan menentukan apapun

yang mereka inginkan) (Buchanan, Seligman, Gillham, Peterson, & Maier

dalam Peterson & Seligman, 2004).

Menurut Seligman (2008), seseorang yang optimis apabila mengalami

ketidakberuntungan akan melawan ketidakberuntungan tersebut dengan

menganggap hal tersebut dikarenakan keadaan, akan berlalu dengan cepat, dan

masih banyak hal yang bisa dilakukan dalam hidup. Individu yang optimis

biasanya akan bereaksi lebih positif terhadap kemunduran-kemunduran normal

dalam hidup dan bangkit dari kegagalan besar dengan lebih cepat daripada

yang dilakukan sebelumnya.

Optimisme memiliki hubungan signifikan dengan karakteristik yang

diinginkan seperti kebahagiaan, daya tahan, prestasi, dan kesehatan (Peterson

dalam Luthans, 2006). Seseorang yang optimis akan lebih sehat dan bisa

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

meraih banyak hal dalam pertandingan, sekolah, serta pekejaan (Seligman,

2008).

Di tempat kerja, optimisme dapat menjadi kekuatan yang sangat positif.

Orang yang optimis mungkin termotivasi untuk bekerja lebih keras, lebih puas

dan punya semangat tinggi, punya tingkat aspirasi yang tinggi dan memperluas

tujuan, tekun menghadapi tantangan dan kesulitan, membuat atribusi dari

kegagalan seseorang dan mundur sementara, atribusi yang terjadi bukan karena

ketidakmampuan pribadi tetapi sebagai suatu kejadian unik, dan cenderung

merasa nyaman dan kuat secara fisik dan mental. Ada beberapa bidang

pekerjaan dan karier dimana optimisme akan sangat berharga (misalnya

penjualan, periklanan, humas, desain produk, pelayanan pelanggan, dan dalam

bidang layanan kesehatan dan sosial) (Luthans, 2006).

Berdasarkan pemaparan diatas, optimisme dapat disimpulkan sebagai

sikap individu mengenai harapan hasil akhir positif dan memperkirakan sedikit

terjadi hal-hal buruk sehingga individu akan terus berusaha mencapai tujuan,

bereaksi positif terhadap kemunduran hidup, mudah bangkit dari kegagalan.

Individu yang bersikap optimis akan memperoleh banyak manfaat dalam

berbagai bidang kehidupan serta dapat bersikap lebih positif dalam

menghadapi berbagai hal yang ditemui dalam keseharian.

2. Aspek-Aspek Optimisme

Optimisme merupakan salah satu komponen dalam gerakan psikologi

positif. Seligman (2008) menjelaskan aspek-aspek optimisme adalah sebagai

berikut:

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

a. Permanence

Permanence merupakan kepercayaan bahwa kejadian-kejadian buruk atau

kejadian baik akan berlangsung dalam waktu tertentu, dan selalu ada

mempengaruhi kehidupan seseorang. Sebagian orang tetap tak berdaya

ketika mengalami kegagalan sementara orang-orang lainnya akan mudah

membuang ketidakberdayaan.

Peristiwa buruk akan diyakini penyebabnya sebagai permanensi oleh orang

yang pesimis dan mudah menyerah. Kejadian-kejadian buruk itu akan tetap

berlangsung, dan akan mempengaruhi kehidupan mereka. Sedangkan bagi

orang-orang yang optimis peristiwa buruk yang membuat mereka tidak

berdaya akan dilawan dengan keyakinan bahwa penyebab dari banyak

kejadian buruk hanya bersifat sementara.

Peristiwa baik akan diyakini oleh orang-orang yang optimis bahwa peristiwa

tersebut memiliki penyebab permanensi. Sedangkan bagi orang yang

pesimis, peristiwa baik akan diyakini memiliki penyebab yang sementara.

Orang-orang yang percaya bahwa kejadian-kejadian baik mempunyai

penyebab permanensi akan berusaha lebih keras setelah keberhasilannya.

Orang-orang yang melihat alasan-alasan sementara untuk kejadian-kejadian

baik mungkin akan menyerah walaupun mereka berhasil, dan percaya

bahwa keberhasilan itu hanya kebetulan.

b. Pervasiveness

Pervasiveness merupakan keyakinan bahwa suatu peristiwa baik atau buruk

memiliki penyebab universal atau spesifik. Penjelasan-penjelasan universal

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

menciptakan ketidakberdayaan pada berbagai situasi dan penjelasan-

penjelasan yang spesifik hanya menciptakan ketidakberdayaan pada daerah

yang tertimpa masalah saja.

Seseorang yang optimis akan percaya bahwa kejadian-kejadian buruk

memiliki penyebab yang spesifik, dan kejadian-kejadian baik memiliki

penyebab yang universal. Seseorang akan menyimpan masalahnya dengan

rapi dalam sebuah kotak dan menjalani kehidupannya yang menyangkut

masalah tersebut dengan baik. Individu yang mengidentifikasikan

kegagalan memiliki penyebab spesifik akan tetap kuat pada kehidupan yang

lainnya. Kejadian-kejadian baik akan diterima sebagai sesuatu yang akan

memperbaiki segala sesuatu yang dikerjakan oleh orang yang optimis.

Orang-orang yang pesimis meyakini bahwa kejadian-kejadian buruk

memiliki penyebab universal, dan kejadian-kejadian baik memiliki

penyebab yang spesifik. Saat mengalami kegagalan atau masalah mereka

seperti tertimpa bencana besar, jika satu hal dalam hidupnya hancur maka ia

akan menyerah pada segala hal dan seluruh kehidupannya kacau.

c. Personalization

Personalization merupakan keyakinan penyebab internal diri atau eksternal

terhadap suatu kejadian buruk atau baik. Seseorang individu yang optimis

akan menjelaskan kejadian buruk yang menimpa disebabkan oleh faktor

eksternal, dan menjelaskan kejadian baik disebabkan oleh faktor internal.

Orang-orang yang menyalahkan kejadian-kejadian eksternal tidak

kehilangan rasa penghargaan terhadap dirinya sendiri saat kejadian-kejadian

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

buruk menimpa mereka. Secara keseluruhan, mereka lebih banyak suka

pada diri mereka sendiri. Individu yang pesimis akan menjelaskan kejadian

buruk yang menimpa disebabkan oleh faktor internal diri, dan menjelaskan

kejadian baik disebabkan oleh faktor eksternal. Orang-orang yang

menyalahkan dirinya sendiri saat mereka gagal membuat rasa penghargaan

terhadap diri mereka sendiri menjadi rendah. Mereka berpikir bahwa

mereka tidak berguna, tidak memiliki kemampuan, dan tidak dicintai.

Berdasarkan pemaparan diatas, aspek yang dirumuskan oleh Seligman

yang terdiri dari: permanence, pervasiveness, dan personalization akan

digunakan untuk penyusunan alat ukur optimisme pada penelitian ini

dikarenakan paling sesuai dengan tujuan penelitian ini. Pemilihan ini dilakukan

dengan pertimbangan bahwa aspek-aspek tersebut telah digunakan untuk

penyusunan alat ukur optimisme oleh Seligman (2008) yang nantinya akan

digunakan sebagai alat ukur optimsime pada penelitian ini.

C. Perilaku Prososial

1. Pengertian Perilaku Prososial

Perilaku prososial menurut Eisenberg & Mussen (1989) merujuk pada

tindakan sukarela yang bertujuan untuk menolong orang lain atau

menguntungkan orang lain atau kelompok. Perilaku prososial didefinisikan

dengan istilah memberikan konsekuensi bagi orang lain, mereka melakukan

secara sukarela dan bukan di bawah paksaan. Baron & Byrne (2005)

mendefinisikan perilaku prososial sebagai suatu tindakan yang menguntungkan

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang

yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan suatu

risiko bagi orang yang memberikan pertolongan. Myers (dalam Sarwono,

2002) menyatakan bahwa perilaku prososial atau altruisme adalah hasrat untuk

menolong orang lain tanpa memikirkan kepentingan-kepentingan sendiri.

Perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan

orang lain.

Sears, dkk (1994) mendefinisikan perilaku prososial sebagai kategori

yang lebih luas dibanding atruisme, meliputi segala bentuk tindakan yang

dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan

motif-motif si penolong. Beberapa jenis perilaku prososial tidak merupakan

tindakan altruistik. Perilaku prososial berkisar dari tindakan altruisme yang

tidak mementingkan diri sendiri atau tanpa pamrih sampai tindakan menolong

yang sepenuhnya dimotivasi oleh kepentingan diri sendiri (Rushton dalam

Sears dkk, 1994). Kartono (2003) menyatakan bahwa perilaku prososial adalah

suatu perilaku sosial yang menguntungkan dan di dalamnya terdapat unsur-

unsur kebersamaan, kerjasama, kooperatif, dan altruisme. Perilaku prososial

dapat memberikan pengaruh bagaimana individu melakukan interaksi sosial.

Seseorang yang prososial akan melakukan tindakan kecil dengan

menawarkan pertolongan kepada orang-orang yang dikenalnya padahal

sebenarnya akan lebih mudah jika ia hanya mengurus dirinya sendiri. Tindakan

prososial selalu melibatkan perpaduan dari sedikit pengorbanan pribadi untuk

memberikan pertolongan dan pada saat yang sama memperoleh sejumlah

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

kepuasan pribadi karena melakukannya. Perpaduan dari pengorbanan dan

kepuasan ini terjadi baik pada tingkatan yang relatif sederhana dan aman,

misalnya menolong ibu dan anak kecilnya di bandara, maupun sesuatu yang

rumit dan berbahaya, misalnya menyelamatkan orang asing yang tenggelam

(Baron & Byrne, 2005).

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku

prososial adalah tindakan individu memberikan bantuan kepada orang lain

tanpa mengharapkan suatu keuntungan bagi diri sendiri meskipun terkadang

membutuhkan pengorbanan.

2. Aspek-Aspek Perilaku Prososial

Terdapat beberapa macam aspek dalam perilaku prososial menurut

Eisenberg dan Mussen (1989) yaitu:

a. Sharing (Berbagi)

Berbagi merupakan kondisi dimana individu memiliki kecukupan

untuk saling membagi apa yang dimilikinya lebih baik secara materi

maupun ilmu pengetahuann kepada orang lain. Selain itu perilaku berbagi

akan dilakukan dalam suasana suka maupun duka.

b. Cooperating (Bekerja sama)

Bekerja sama merupakan suatu bentuk perilaku individu yang

sengaja dilakukan dengan sekelompok orang maupun organisasi demi

terwujudnya suatu tujuan yang diinginkan. Kerja sama biasanya saling

menguntungkan, saling memberi, saling menolong, dan menyenangkan satu

sama lain.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

c. Helping (Menolong)

Menolong merupakan tindakan sukarela individu tanpa

mempedulikan keuntungan maupun kerugian dari tindakan memberi

bantuan atau menolong dan tanpa mengharapkan imbalan apa-apa dari

orang yang ditolong. Menolong orang yang sedang mengalami kesulitan

dapat berupa moril maupun meteriil.

d. Honesty (Kejujuran)

Kejujuran adalah perilaku individu yang ditunjukkan dengan

perkataan dan perbuatan yang sesuai dengan keadaan dan tidak

menambahkan atau mengurangi kenyataan yang ada. Perilaku jujur juga

termasuk tidak berbuat curang kepada orang lain.

e. Donating (Menyumbang)

Perilaku menyumbang adalah tindakan individu yang bersedia

untuk membantu dengan tenaga, pikiran, maupun materi kepada orang lain

yang membutuhkan.

f. Generosity (Dermawan)

Perilaku dermawan adalah tindakan individu yang menunjukkan

rasa kemanusiaan dengan cara memberikan secara sukarela sebagian barang

yang dimilikinya kepada orang lain yang membutuhkan.

Menurut Penner dkk (1995) dalam perilaku prososial terdapat beberapa

komponen yaitu:

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

a. Tanggung jawab sosial

Merupakan kecenderungan untuk menerima segala konsekuensi dan

bertanggung jawab atas tindakan yang diperbuat.

b. Empati

1) Mampu berempati

Merupakan kecenderungan untuk berorientasi pada perasaan simpati

atas apa yang dialami orang lain dan peduli terhadap orang yang

kurang beruntung.

2) Pengambilan sudut pandang

Merupakan kecenderungan secara spontan mengadopsi sudut pandang

dari sisi psikologis orang lain.

3) Kemampuan mengatasi stres

Kecenderungan untuk mengalami perasaan cemas dan gelisah pada

situasi tegang dengan orang lain.

c. Penalaran moral

1) Orientasi moral orang lain

Merupakan kecenderungan untuk fokus pada hal yang terbaik untuk

orang lain saat membuat keputusan moral.

2) Perhatian dengan moral bersama

Merupakan kecenderungan untuk mempertimbangkan kepentingan

semua pihak dan dampaknya saat membuat keputusan moral.

d. Menolong

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

Merupakan kecenderungan untuk memberi bantuan kepada individu atau

kolompok yang membutuhkan.

Berdasarkan pemaparan beberapa aspek-aspek perilaku prososial di atas,

yang akan digunakan sebagai landasan alat ukur perilaku prososial dalam

penelitian ini adalah aspek yang dirumuskan oleh Eisenberg & Mussen yang

terdiri dari sharing, cooperating, helping, honesty, donating, dan generosity.

Pemilihan ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa aspek-aspek yang

dirumuskan oleh Eisenberg & Mussen pada tahun 1989 ini merupakan aspek

yang paling sesuai dengan tujuan dalam penelitian ini.

D. Hubungan antara Optimisme dan Perilaku Prososial dengan

Komitmen Afektif

Komitmen organisasi merupakan kekuatan relatif identifikasi individu

dan keterlibatan dalam organisasi tertentu (Mowday dkk dalam Allen &

Meyer, 1990). Komitmen organisasi terdiri dari beberapa komponen salah

satunya adalah komitmen afektif. Komitmen afektif merupakan salah satu

komponen dalam komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer (1990),

komitmen jenis ini merupakan ikatan secara emosional yang melekat pada

individu untuk mengidentifikasikan dan melibatkan dirinya dalam organisasi.

Komitmen afektif bisa dikatakan sebagai hal yang penting untuk menentukan

dedikasi dan loyalitas karyawan.

Seorang individu yang memiliki kecenderungan tinggi dalam hal

komitmen afektif akan menunjukkan rasa memiliki (sense of belonging)

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

terhadap organisasi, meningkatnya keterlibatan dalam aktifitas organisasi,

keinginan untuk mencapai tujuan organisasi, dan keinginan untuk dapat tetap

bertahan dalam organisasi (Rhoades dkk, 2001). Karyawan yang memiliki

komitmen afektif kuat akan senantiasa setia terhadap organisasi dikarenakan

keinginan tersebut berasal dari dalam hati.

Kanter (dalam Allen & Meyer, 1990) menyebut affective attachment

dengan istilah komitmen kohesi yaitu kedekatan individu yang berdasar pada

perasaan dan emosional kepada kelompok dan oleh Buchanan (dalam Allen

dan Meyer, 1990) yang mengkonsepsikan komitmen sebagai pendukung,

kedekatan afektif kepada tujuan dan nilai-nilai organisasi, peran seseorang

yang berhubungan dengan tujuan, nilai, dan demi organisasi itu sendiri,

terpisah dari nilai instrumental.

Individu yang memiliki komitmen afektif memiliki banyak dampak

positif terhadap diri dan organisasi, salah satunya adalah mengurangi penarikan

diri dan mengurangi tingkat turnover dari organisasi. Vandenberghe dkk

(2004) telah melakukan penelitian longitudinal mengenai penyebab dan

dampak komitmen afektif terhadap organisasi, penyelia, dan kelompok kerja

yang melibatkan 316 responden yang merupakan alumni Belgian University.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa komitmen afektif terhadap organisasi

memiliki korelasi negatif yang signifikan terhadap intensi untuk berhenti dan

berpengaruh secara tidak langsung terhadap turnover. Sedangkan komitmen

afektif terhadap supervisor memiliki efek langsung negatif terhadap intensi

untuk berhenti. Temuan ini mungkin disebabkan bahwa supervisor adalah

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

perwakilan resmi dari organisasi untuk karyawan (Eisenberger dkk dalam

Vandenberghe, 2004) dan jika komitmen afektif karyawan yang rendah

terhadap supervisor tidak meningkat, maka akan mengakibatkan karyawan

keluar dari organisasi. Selain itu komitmen afektif terhadap supervisor

berdampak langsung pada kinerja karyawan dan komitmen afektif terhadap

organisasi berdampak tidak langsung pada kinerja. Hal ini dikarenakan

karyawan menemukan lebih banyak energi dari ikatan emosional dari atasan

dibanding dengan organisasi.

Allen & Smith (dalam Allen & Meyer, 1990) mengemukakan bahwa

terdapat hubungan positif antara komitmen afektif dengan inovasi karyawan,

pelaporan diri, dan efisiensi waktu. Meyer dkk (2002) telah melakukan studi

meta-analisis mengenai penyebab, keterkaitan, dan konsekuensi dari komitmen

organisasi, menemukan bahwa komitmen afektif memiliki korelasi yang paling

kuat dan menguntungkan terhadap organisasi yaitu kehadiran, kinerja, perilaku

kewargaan organisasi (OCB) serta menguntungkan bagi individu yaitu

berkurangnya stres, dan berkurangnya konflik pekerjaan-keluarga.

Beberapa peneliti berpendapat bahwa komitmen afektif berkorelasi

negatif dengan stres pekerjaan yang akan mempengaruhi kesehatan dan

kesejahteraan individu (Begley & Czajka dalam Meyer dkk, 2002). Individu

yang memiliki komitmen afektif tinggi akan bereaksi negatif terhadap stressor

dibanding mereka yang kurang berkomitmen afektif (Reilly dalam Meyer dkk,

2002).

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

Konsekuensi positif dari komitmen afektif yang dimiliki individu

terhadap organisasi tentunya menjadi keinginan besar bagi setiap organisasi

maupun perusahaan, akan tetapi membangun komitmen afektif individu bukan

suatu hal yang mudah. Menurut Allen & Meyer (1990) terdapat faktor

karakteristik individu sebagai pendorong terbentuknya komitmen afektif

terhadap organisasi. Karakteristik individu menurut Robbins & Judge (2008)

terdiri dari kemampuan, karakteristik biografis, pembelajaran, persepsi, nilai,

kepribadian dan sikap yang berhubungan kuat dengan komitmen afektif. Sikap

optimis dan prososial diduga berhubungan dengan terjadi atau tidak terjadinya

komitmen afektif individu. Sehingga, individu dengan kepribadian optimis dan

sikap prososial yang tinggi akan memiliki tingkat komitmen afektif yang tinggi

pula.

Bressler (2006) dalam penelitiannya mengenai hubungan antara harapan,

optimisme, komitmen organisasi dan intensi turnover pada prajurit tentara

Amerika Serikat menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara harapan

dan optimisme dengan komitmen afektif tentara. Sebaliknya, tentara yang

merasa kurang optimis dan penuh harap terhadap organisasi berarti mereka

merasa tidak ada hubungan emosional. Hal tersebut diperkuat oleh Karrasch

(2003) yang menyatakan bahwa tentara dengan penuh harapan dan optimis

akan menunjukkan komitmen afektif yang lebih kuat terhadap organisasi

dibandingkan menunjukkan komitmen kontinuan.

Vohra & Goel (2009) melakukan penelitian mengenai hubungan lima

konstruk psikologi positif yaitu hope, optimisme, resilience, subjective well

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

being, dan self efficacy dengan komitmen organisasi dan kepuasan kerja. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara lima

konstruk psikologi positif (termasuk optimisme) dengan komitmen organisasi

(komitmen afektif dan komitmen normatif) dan kepuasan kerja. Hal ini

dikarenakan pada individu yang optimis akan cenderung terus berada dalam

suatu organisasi karena mereka mengidentifikasikannya pada level perasaan.

Hubungan positif ini menunjukkan bahwa optimis akan membuat individu

terus bertahan dengan harapan bahwa situasi akan membaik pada pekerjaan

yang sama dan tidak perlu mencari alternatif lain. Optimisme ini juga

memberikan kontribusi pada pengorbanan yang tinggi dalam pekerjaan

meskipun kepuasan kerja relatif lebih rendah.

Hubungan mengenai optimisme dan komitmen afektif juga diungkapkan

dalam penelitian Simons & Buitendach (2013) yang menguji hubungan

konstruk psychologycal capital (hope, optimism, resilience, self efficacy)

dengan keterikatan dan komitmen organisasi karyawan. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara hope, optimism,

resilience, self efficacy dengan affective commitment dan normative

commitment. Optimisme berhubungan positif dengan komitmen afektif

dikarenakan adanya suatu kepercayaan dan penerimaan tujuan serta nilai-nilai

organisasi. Karyawan akan bersedia untuk fokus membantu organisasi

mencapai tujuannya dan keinginan untuk mempertahankan keanggotaannya

dalam organisasi.

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

Terdapat faktor lain yang diduga berhubungan dengan komitmen afektif

yaitu perilaku prososial. Beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui

hubungan antara perilaku prososial dengan komitmen afektif. Schad (1994)

menguji hubungan antara perilaku prososial dengan komitmen organisasi yang

didalamnya terdapat komitmen afektif dan keterlibatan jaringan komunikasi.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perilaku prososial berkorelasi

signifikan dengan komitmen organisasi. Ini berarti bahwa dorongan perilaku

membantu orang lain di tempat kerja juga dapat membantu organisasi menjadi

sukses dan mendorong komitmen terhadap organisasi.

Hubungan mengenai perilaku prososial dengan komitmen afektif juga

dilakukan oleh Grant, Dutton, & Rosso (2008). Hasil penelitian tersebut

mengungkapkan bahwa semakin tinggi identitas prososial karyawan maka

semakin tinggi tingkat komitmen afektif terhadap perusahaan. Hal ini

dikarenakan prososial akan menumbuhkan penerimaan terhadap organisasi

serta memberikan yang terbaik untuk organisasi.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa optimisme dan

perilaku prososial yang termasuk dalam faktor karakteristik individu

merupakan faktor yang penting yang mempengaruhi adanya komitmen afektif

individu terhadap organisasi. Individu yang memiliki kecenderungan untuk

prososial akan membantu orang lain atau organisasi tanpa diminta dan untuk

kepentingan orang lain maupun organisasi. Seseorang dengan sikap prososial

mendapatkan akses untuk menolong dengan bergabung pada organisasi non

profit (NGO) salah satunya adalah Palang Merah Indonesia sehingga individu

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

akan berkomitmen pada organisasi untuk tetap bisa menolong orang lain.

Selain itu, individu yang memiliki optimisme tinggi akan berpikir positif

terhadap kondisi dan tindakannya saat ini dan juga masa yang akan datang. Hal

ini akan membuat individu cenderung terikat secara emosional atau

berkomitmen afektif terhadap organisasi.

E. Hubungan antara Optimisme dengan Komitmen Afektif

Optimisme didefinisikan oleh First, Carver, dan Scheier (dalam Peterson

& Seligman, 2004) sebagai ekspektasi menyeluruh bahwa hal-hal baik akan

banyak terjadi di masa depan dan sedikit hal-hal buruk. Ketika seseorang

mengalami hambatan dalam mencapai tujuan maka individu memiliki

pengaturan diri untuk tetap bisa mencapai tujuan yang diinginkan. Optimisme

akan menyebabkan individu terus berusaha mencapai tujuan, sedangkan

individu yang pesimis akan menyerah.

Buchanan & Seligman, Gillham, Peteson, Maier (dalam Peterson &

Seligman, 2004) mengungkapkan bahwa seseorang yang menjelaskan peristiwa

buruk pada hal yang terbatas, dengan penyebab eksternal, ketidakstabilan, dan

spesifik merupakan deskripsi dari seseorang yang optimis, sedangkan

seseorang yang merasa bahwa peristiwa buruk memiliki penyebab internal,

stabil, dan global merupakan deskripsi dari seseorang yang pesimis.

Optimisme dikaitkan dengan karakteristik positif yang diinginkan seperti

kebahagiaan, daya tahan tubuh yang baik, prestasi dan kesehatan (Peterson

dalam Luthans, 2006). Optimisme yang dimiliki individu memiliki dampak

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

positif diberbagai bidang, salah satunya dalam bidang pekerjaan. Orang yang

optimis akan cenderung termotivasi untuk bekerja lebih keras, lebih puas dan

memiliki semangat yang tinggi, memiliki aspirasi yang tinggi, memiliki tujuan

yang luas, tekun dalam menghadapi tantangan dan kesulitan. Selain itu, mereka

membuat atribusi dari kegagalan dan mundur sementara, atribusi yang terjadi

bukan karena ketidakmampuan pribadi tetapi sebagai suatu kejadian unik, dan

cenderung merasa nyaman dan kuat secara fisik dan mental (Luthans, 2006).

Optimisme menjadi sangat berharga di berbagai bidang pekerjaan misalnya

penjualan, periklanan, humas, desain produk, layanan pelanggan, layanan

kesehatan dan layanan sosial (Luthans, 2006).

Selain itu, Seligman (2008) menjelaskan banyak manfaat yang akan

diperoleh bagi orang yang bersikap optimis. Bagi siswa yang bersekolah, siswa

yang optimis akan cenderung sukses dan berprestasi di kelas maupun di

lapangan bermain. Siswa yang optimis akan mengatasi hambatan belajar, tidak

mudah menyerah atas kegagalan dikelas, dan terdorong untuk mengembangkan

potensinya. Selain itu, individu atau tim yang lebih optimis dalam bidang olah

raga akan berusaha untuk mencapai kesuksesan dalam pertandingan dengan

mengejar kemenangan meskipun telah memperoleh kekalahan sebelumnya,

mampu mengatasi tekanan selama pertandingan di lapangan, dan memiliki

percepatan pergerakan untuk menang. Sikap optimis pada individu juga

berpengaruh terhadap kesehatan. Orang yang optimis apabila menderita sakit

dan berada dalam ketidakberdayaan akan bertahan dalam ketidakberdayaan dan

tidak mudah menyerah, sehingga akan memperbaiki sistem kekebalan

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

tubuhnya. Orang yang optimis akan berpegang pada gaya hidup sehat

(Seligman, 2008).

Optimis sangat bermanfaat bagi individu dalam berbagai aspek

kehidupan. Sikap optimis diduga berpengaruh terhadap adanya komitmen

afektif individu terhadap organisasi. Hubungan antara optimisme dan

komitmen afektif telah ditunjukan dalam beberapa penelitian. Deddy, dkk

(2014) melakukan penelitian mengenai psychological capital yang di dalamnya

terdapat dimensi optimisme, hope, self-efficacy, dan resiliensi terhadap

komitmen organisasi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa masing-

masing dimensi termasuk dimensi optimisme berkorelasi signifikan terhadap

komitmen organisasi yang di dalamnya terdapat komponen komitmen afektif.

Hal ini dikarenakan individu dengan level hope, resilience, optimism yang

tinggi menunjukkan kepuasan dan komitmen yang lebih tinggi (Luthan dan

Youssef dalam Deddy dkk, 2014).

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Ahmadi dkk (2015) yang meneliti

hubungan psychologycal capital dengan komitmen organisasi karyawan. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara

optimisme, hope, resiliensi, self-efficacy dengan komitmen organisasi

(komitmen afektif, normatif dan kontinuan). Hal ini dikarenakan karyawan

yang menunjukkan psychologycal capital akan lebih berkomitmen secara

emosional terhadap organisasi, dan memiliki kesediaan membantu

meningkatkan performa organisasi, sehingga tercapai keberhasilan dan

keunggulan organisasi.

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa sikap optimis

membawa manfaat bagi individu dalam berbagai bidang kehidupan, salah

satunya dalam bidang organisasi. Adanya optimisme pada relawan diharapkan

membawa individu kepada komitmen terhadap organisasi KSR PMI secara

emosional atau afektif.

F. Hubungan antara Perilaku Prososial dengan Komitmen Afektif

Perilaku prososial didefinisikan oleh Eisenberg & Mussen (1989) sebagai

tindakan sukarela yang dimaksudkan untuk menolong atau menguntungkan

orang lain atau anggota dari kelompok. Perilaku prososial diartikan sebagai

istilah untuk memberikan konsekuensi bagi orang lain, mereka melakukan hal

tersebut dengan sukarela meskipun dibawah tekanan. Meskipun perilaku

prososial memiliki konsekuensi positif bagi orang lain, ada kemungkinan

mereka melakukan hal tersebut karena berbagai alasan. Contoh alasan individu

terdorong untuk membantu seseorang adalah alasan egois (untuk mendapat

penghargaan), untuk mendapat pengakuan dari orang lain, atau karena benar-

benar simpati atau peduli mengenai orang lain. Perilaku prososial individu

kepada orang lain dapat ditunjukan dengan berbagi, kerja sama, menolong,

jujur, menyumbang, dan dermawan (Eisenberg & Mussen, 1989).

Keinginan untuk menolong atau prososial merupakan dorongan dari

dalam. Keinginan menolong tersebut diduga berhubungan dengan bagaimana

individu terkoneksi secara emosional terhadap suatu organisasi sehingga dapat

berkomitmen secara afektif. Hubungan antara perilaku prososial dan komitmen

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

afektif telah terbukti dalam beberapa penelitian. Shaw dkk (2003) melakukan

penelitian untuk menguji hubungan komitmen organisasi dengan performa

karyawan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa komitmen organisasi

berkorelasi dengan performansi. Selain itu, komitmen organisasi (afektif,

normatif, dan kontinuan) juga terbukti berhubungan dengan perilaku prososial

dalam organisasi. Hal ini dikarenakan apabila perilaku menolong dan perilaku

kewargaan organisasi lainnya meningkat maka akan meningkat pula komitmen

afektif.

Akhigbe dkk (2014) meneliti hubungan antara perilaku prososial dan

komitmen organisasi pegawai sektor publik. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa perilaku prososial (didalamnya terdapat basis moralitas

personal, membangun image organisasi, identifikasi psikologi) berpengaruh

terhadap komitmen afektif, normatif, dan kontinuan. Pegawai yang berperilaku

melampaui tugas peranannya akan menciptakan dampak positif dan komitmen

organisasi. Hal ini dikarenakan kesediaan membantu oleh pegawai dalam

organisasi dan melakukan lebih dari tugas yang telah dideskripsikan akan

membantu mendorong organisasi berhasil. Selain itu menolong orang lain

dalam organisasi akan mempengaruhi perasaan positif terhadap organisasi.

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku

prososial merupakan tindakan sukarela untuk menguntungkan orang lain.

Adanya perilaku prososial pada individu terutama relawan diharapkan

membawa individu kepada komitmen terhadap organisasi KSR PMI secara

emosional atau afektif.

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1 ...BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Afektif 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi muncul sebagai topik penting dalam studi

G. Kerangka Pemikiran

Bagan 1

Bagan Kerangka Pemikiran Hubungan antara Optimisme dan Perilaku

Prososial dengan Komitmen Afektif pada Korps Sukarela

H. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara optimisme dan perilaku prososial dengan

komitmen afektif pada Korps Sukarela PMI Unit Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

2. Terdapat hubungan antara optimisme dengan komitmen afektif pada Korps

Sukarela PMI Unit Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Terdapat hubungan antara perilaku prososial dengan komitmen afektif pada

Korps Sukarela PMI Unit Universitas Sebelas Maret Surakarta.