8 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Belajar Pengertian belajar dalam arti sehari-hari dapat diartikan suatu proses usaha yang dilakukan dengan tujuan mendapatkan suatu perubahan agar lebih baik yang disebabkan oleh pengalamannya sendiri di lingkungan. Belajar dapat ditandai dengan perubahan yang terjadi pada tingkah laku seseorang. Sebagai contoh siswa yang mendapatkan nilai jelek harus lebih rajin lagi membaca buku agar mendapatkan nilai yang lebih bagus dari sebelumnya. Menurut Hamalik (2003: 25), “belajar adalah memodifikasi atau memperkuat perilaku yang lalui dengan pengalaman”. Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan merupakan suatu hasil atau tujuan melainkan belajar itu bukan hanya mengghafal saja. Begitupun menurut Heri Rahyubi (2011: 2) menambahkan bahwa “belajar merupakan suatu aktivitas seseorang untuk mencapai kepandaian atau ilmu yang sebelumnya belum dimiliki”. Pada intinya belajar merupakan proses yang dapat mengubah perilaku seseorang yang dikarenakan adanya reaksi terhadap situasi tertentu atau adanya reaksi terhadap suatu situasi tertentu atau adanya proses internal yang terjadi didalam diri seseorang. Lain halnya dengan Hakim (2007), belajar adalah “suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuam, sikap, kebiasaan, pemahaman, dan keterampilan”. Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang dapat dilakukan siswa dan mengakibatkan siswa mengalami perubahan dalam dirinya berupa penambahan kecakapan, pengetahuam, sikap, kebiasaan, pemahaman, dan keterampilan dalam kehidupannya. Oleh karena itu, apabila setelah belajar peserta didik tidak mengalami sebuah perubahan tingkah laku yang positif dapat disimpulkan bahwa tingkat belajarnya kurang .
22
Embed
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Belajar - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10865/2/T1_292012065_BA… · ... dan penggunaannya secara umum terbatas ... dan biologi. Tujuan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
8
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Hakikat Belajar
Pengertian belajar dalam arti sehari-hari dapat diartikan suatu proses usaha
yang dilakukan dengan tujuan mendapatkan suatu perubahan agar lebih baik yang
disebabkan oleh pengalamannya sendiri di lingkungan. Belajar dapat ditandai
dengan perubahan yang terjadi pada tingkah laku seseorang. Sebagai contoh siswa
yang mendapatkan nilai jelek harus lebih rajin lagi membaca buku agar
mendapatkan nilai yang lebih bagus dari sebelumnya.
Menurut Hamalik (2003: 25), “belajar adalah memodifikasi atau
memperkuat perilaku yang lalui dengan pengalaman”. Belajar merupakan suatu
proses, suatu kegiatan, dan bukan merupakan suatu hasil atau tujuan melainkan
belajar itu bukan hanya mengghafal saja. Begitupun menurut Heri Rahyubi (2011:
2) menambahkan bahwa “belajar merupakan suatu aktivitas seseorang untuk
mencapai kepandaian atau ilmu yang sebelumnya belum dimiliki”. Pada intinya
belajar merupakan proses yang dapat mengubah perilaku seseorang yang
dikarenakan adanya reaksi terhadap situasi tertentu atau adanya reaksi terhadap
suatu situasi tertentu atau adanya proses internal yang terjadi didalam diri
seseorang. Lain halnya dengan Hakim (2007), belajar adalah “suatu proses
perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan
dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan
kecakapan, pengetahuam, sikap, kebiasaan, pemahaman, dan keterampilan”.
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu
aktivitas yang dapat dilakukan siswa dan mengakibatkan siswa mengalami
perubahan dalam dirinya berupa penambahan kecakapan, pengetahuam, sikap,
kebiasaan, pemahaman, dan keterampilan dalam kehidupannya. Oleh karena itu,
apabila setelah belajar peserta didik tidak mengalami sebuah perubahan tingkah
laku yang positif dapat disimpulkan bahwa tingkat belajarnya kurang
.
9
2.2 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
2.2.1 Pengertian IPA
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari
berbagai fenomena-fenomena yang terjadi alam. IPA berkaitan dengan cara
mencari tahu mengenai alam secara sistematis, sehingga IPA tidak hanya
penguasaan kumpulan dengan berbagai pengetahuan, fakta, konsep, atau prinsip
saja, tetapi ipa juga merupakan proses penemuan.
Trianto (2010: 136) mengatakan bahwa “IPA adalah suatu kumpulan
pengetahuan tersusun secara sistematik, dan penggunaannya secara umum terbatas
pada gejala-gejala alam”. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya
kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah”. Lain halnya
dengan Susanto (2013: 167) berpendapat bahwa Sains atau IPA adalah “suatu
usaha yang dilakukan oleh manusia dengan tujuan untuk memahami alam dengan
cara mengamati tepat sasaran, menggunakan prosedur serta dijelaskan dengan
penalaran untuk mendapatkan kesimpulan”.
Dari uraian pendapat mengenai IPA dapat disimpulkan bahwa IPA
merupakan proses untuk memperoleh ilmu pengetahuan alam yang berhubungan
dengan lingkungan alam melalui suatu prosedur yang disebut metode ilmiah.
Upaya untuk mewujudkan tujuan pembelajaran tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan model pembelajaran yang variatif serta didukung oleh penggunaan
media pembelajaran. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Make A Match siswa aktif untuk mencari sebuah konsep dengan cara
mencocokakan sebuah materi sehingga siswa menemukan sendiri.
2.2.2 Pembelajaran IPA di SD
IPA merupakan salah satu dalam mata pelajaran pokok di sekolah yang
yang juga harus dipelajari, termasuk dijenjang sekolah dasar. Mata pelajaran IPA
salah satu mata pelajaran yang dianggab sulit untuk siswa. Salah satu masalahnya
adalah melemahnya pelaksanaan proses pembelajaran yang telah diterapkan oleh
guru pada saat kegiatan belajar mengajar.
Dalam proses pembelajaran di kelas guru terpaku dengan buku paket yang
merupakan sumber satu-satunya yang dimiliki oleh guru pada saat menjelaskan
10
materi. Hal lain yang membuat melemahnya pembelajaran IPA di SD adalah
sistem penilaian guru terhadap siswa yang hanya menilai mengenai konsep yang
telah disaring dengan tes tertulis secara obyektif dan subyektif. Dengan demikian
guru hanya mengukur menenai penguasaan siswa terhadap materi yang
disampaikan. Guru belum melakukan kegiatan pembelajaran dengan
memfokuskan pada pengembangan keterampilan proses sains anak sebagai alat
ukurnya. Sesuai dengan apa yang dikatakan Ahmad Susanto (2013: 166) “yang
harus diutamakan untuk anak jenjang SD adalah bagaimana cara untuk
mengembangkan rasa ingin tahu dan daya berfikir kritis mereka terhadap suatu
masalah”.
Dari uraian diatas mengenai pembelajaran IPA di SD dapat disimpulkan
bahwa siswa dalam pembelajaran IPA dapat menemukan sendiri dengan prektek
dan bukan hafalan dari sebuah konsep sehingga siswa dapat berfikir secara kritis,
dengan tujuan dalam mempelajari IPA memperoleh suatu perubahan perilaku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya merupakan proses untuk memperoleh ilmu
pengetahuan alam.
Teori kontruktivisme yang dikembangkan oleh Jean Piaget (1896-1980)
mengenai teori perkembangan kognitif. Pada usia sekolah dasar termasuk didalam
tahap perembangan ketiga dari keempat tahap perkembangan Piaget yaitu tahap
operasional konkret. Sesuai dengan tahap perkembangan Piaget, guru harus
pandai dalam mendesain pembelajaran semenarik mungkin agar tujuan yang
diinginkan tercapai.
Mayoritas guru dalam proses pembelajaran IPA masih kurang
memanfaatkan model pembelajaran dan media pembelajaran. Dikarenakan
ketersediaan media pembelajaran di SD juga masih banyak yang kurang. Cara lain
yang bisa digunakan oleh guru yaitu dengan menggunakan model pembelajaran
Make A Match dan video pembelajaran, dengan model pembelajaran Make A
Match berbantuan video pembelajaran siswa akan lebih aktif dengan cara belajar
sambil bermain menggunakan model pembelajaran Make A Match serta tertarik
untuk memahami materi melalui video pembelajaran.
11
2.2.3 Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Pembelajaran sains di SD dikenal dengan pembelajaran ilmu pengetahuan
alam (IPA). Konsep IPA di SD merupakan konsep yang masih terpadu, karena
belum dipisahkan secara tersendiri. Seperti mata pelajaran, kimia, fisika, dan
biologi. Tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar berdasarkan Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP, 2006) yaitu:
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam sekitarnya.
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi, dan masyarakat.
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan pembelajaran IPA di SD dapat
mengembangkan pemahaman siswa mengenai konsep IPA yang bermanfaat
sehingga dapat diterapkan dikehidupan sehari-hari. Tingkat kesadaran siswa akan
meningkat untuk menghargai alam serta ikut menjaga melestarikan lingkungan
alam.
2.3 Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang
mempunyai prinsip membentuk suatu kelompok-kelompok kecil, yang
didalamnya terdapat kerja sama antar anggota kelompok dan diskusi kelompok.
Menurut isjoni (2011: 12) mengemukakan “kooperatif learning merupakan
strategi pembelajaran dengan sejumlah siswa sebagai kelompok kecil yang tingkat
kemampuannya berbeda.” Begitupun sama menurut Suprijono (2009: 54) model
pembelajaran kooperatif adalah “suatu kegiatan pembelajaran dengan membagi
12
siswa dalam kelompok kemudian mengerjakan tugas yang dipimpin dan diarahkan
oleh guru”.
Lain halnya dengan Asih Widi Wisudawati (2013: 53) berpendapat bahwa
“pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang dapat
meningkatkan pencapaian akademik dan sikap sosial peserta didik melalui kerja
sama diantara mereka”. Pembelajaran kooperatif bertujuan dalam peningkatan
pencapaian akademik, peningkatan rasa toleransi dan menghargai perbedaan, serta
membangun keterampilan sosial peserta didik.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kooperatif adalah
pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok kecil dengan teman
sekelas dengan tujuan meningkatkan sikap sosial serta menumbuhkan rasa gotong
royong bekerja sama untuk mencapai tujuan yang dicapai. Kerja sama yang
dilakukan oleh peserta didik dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif
menitik beratkan pada rasa tanggung jawab pribadi untuk pencapaian kelompok.
Pembelajaran kooperatif yang sesungguhnya bukan hanya menyerahkan pada
kelompok, tetapi bagaimana peserta didik mempunyai tanggung jawab untuk
dapat bersama-sama dalam satu kelompok untuk mencapai kompetensi yang
ditetapkan. Model pembelajaran kooperatif dapat membuat siswa lebih untuk
mengembangkan pengetahuan, kemampuan, serta keterampilan yang telah
dimiliki secara penuh dalam kegiatan pembelajaran dalam suasana yang belajar
yang terbuka dan demokratis. Posisi siswa bukan hanya sebagai suatu obyek
dalam pembelajaran, tetapi siswa juga berperan sebagai tutor bagi teman-
temannya.
2.3.1 Make A Match
Make A Match merupakan salah satu permainan dalam suatu pembelajaran
dengan cara mencari pasangan sambil belajar mengenai materi yang sedang
dipelajari dengan alat bantu amplop yang berisi materi sebagai medianya. Make A
Match atau mencari pasangan ini dapat memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bekerja sama dengan teman sekelasnya untuk memahami suatu materi yang
sedang diajarkan.
13
Menurut Hamaruni (2009: 209), “model pembelajaran Make A Match
adalah cara menyenangkan agar siswa aktif untuk meninjau ulang materi
pembelajaran dengan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
berpasangan kepada teman sekelas”. Lain halnya dengan Sholeh Hamid (2011:
228) mengatakan bahwa “Make A Match permaiman mencari pasangan yang
membutuhkan alat bantu berupa kartu-kartu yang berisi dengan materi, konsep,
atau topik yang cocok untuk sesi review”.
Dari pengertian model pembelajaran Make A Match diatas dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran Make A Match suatu permainan dalam
pembelajaran dikelas dengan menggunakan kartu-kartu yang berisi sebuah materi
dengan tujuan memberikan kesempatan kepada siswa agar lebih aktif saat
mengikuti pelajaran dengan cara berpasangan dengan teman sekelasnya untuk
memahami suatu materi.
2.3.2 Langkah-langkah Pembelajaran Make A Match
Pembelajaran Make A Match dilakukan di dalam kelas dengan suasana
yang menyenangkan karena dalam pembelajarannya siswa dituntut untuk
berkompetisi mencari pasangan dari kartu yang sedang dibawanya dengan waktu
yang ditentukan. Dalam mencari pasangan siswa harus siap dengan kartu yang
akan didapatkan baik martu soal maupun kartu jawaban kemudian siswa mencari
pasangan yang cocok dengan kartu yang dipegang.
Menurut Miftahul Huda (2013: 252) langkah-langkah model pembelajaran
Make A Match (mencari pasangan) ini adalah sebagai berikut:
a. Guru menyampaikan materi
b. Siswa dibagi menjadi dua kelompok, misalnya kelompok A dan
kelompok B. Kedua kelompok tersebut diminta untuk berhadap-
hadapan.
c. Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu
jawaban kepada kelompok B.
d. Guru menyampaikan kepada siswa bahwa meraka harus
mencari/mencocokkan kartu yang dipegang dengan kartu kelompok
lain. Guru juga menyampaikkan batasan maksimum waktu yang
diberikan.
e. Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari pasangannya
dikelompok B. Jika mereka sudah menemukan pasangannya masing-
14
masing, guru meminta mereka melaporkan diri kepadanya. Guru
mencatat pada kertas yang sudah dipersiapkan.
f. Jika waktu sudah habis, mereka harus diberi tahu bahwa waktu sudah
habis. Siswa yang belum menemukan pasangannya harus berkumpul
tersendiri.
g. Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan
siswa yang tidak mendapatkan pasangan memperhatikan dan
memberikan tanggapan apakah pasangan itu cocok atau tidak.
h. Terakhir, guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan
kecocokan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan
presentasi.
i. Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya sampai semua
pasangan melakukan presentasi.
Sama halnya dengan Aris Shoimin (2014: 98) langkah-langkah Make A
Match yaitu:
a. Guru menyiapkan beberaa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang cocok sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian
lainnya kartu jawaban.
b. Setiap siswa mendapatkan satu buah kartu.
c. Setiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
d. Setiap siswa mencari pasangan yang cocok dengan kartunya (soal
jawaban).
e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu
diberi point.
f. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu
yang berbeda dari sebelumnya. Demikian selanjutnya.
g. Kesimpulan/penutup.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe Make A Match mempunyai langkah-langkah dengan siswa dibagi
menjadi 2 kelompok besar untuk mendapatkan kartu yang berisi mengenai
pertanyaan ataupun jawaban. Kemudian siswa mencari pasangannya masing-
masing sesuai dengan kartu yang di dapatkan. Setelah siswa mendapatkan
pasangannya, siswa maju kedepan untuk presentasi mencocokkan apakah jawaban
mereka cocok apa tidak. Bagi yang jawabannya benar akan mendapatkan reward
dari guru. Begitupun seterusnya kartu dikocok kembali agar tiap siswa
mendapatkan kartu yang berbeda dari sebelumnya.
15
2.3.3 Kelebihan Pembelajaran Make A Match
Dalam kegiatan pembelajaran Make A Match yang menyenangkan ini
mempunyai beberapa kelebihan salah satunya adalah mebuat siswa lebih aktif
serta membuat siswa menjadi lebih berani untuk tampil didepan teman-temannya.
Siswa yang belum terbiasa tampil didepan kelas akan menjadi percaya diri dengan
adanya kegiatan mencari pasangan ini siswa akan lebih aktif. Selain siswa lebih
aktif juga dapat meningkatkan terwujudnya kerja sama siswa dengan teman
lainnya.
Menurut Aris Soimin (2014: 99) kelebihan Make A Match yaitu:
a. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran.
b. Kerja sama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis.
c. Munculnya dinamika gotong royong yang merata diseluruh siswa.
Lain hal dengan Miftahul Huda (2013: 253) berpendapat model Make A
Match mempunyai kelebihan, yaitu:
a. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif
maupun fisik.
b. Lebih menyenangkan, karena ada unsur permainan sehingga siswa lebih
aktif.
c. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
d. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil
presentasi.
e. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan kegiatan Make A Match
ini dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar. Siswa menjadi cepat
memahami materi dengan menggunakan model ini. Siswa menjadi lebih berani
dan percaya diri untuk tampil didepan guru dan teman-temannya. Dalam kegiatan
didalam kelas terwujud rasa kerja sama dan gotong royong antar siswa satu
dengan siswayang lainnya.
2.3.4 Kelemahan Pembelajaran Make A Match
Selain mempunyai kelebihan, Make A Match juga mempunyai kelemahan.
Siswa didalam kelas menjadi ramai sehingga mengganggu kelas yang lainnya.
16
Menurut Aris Shoimin (2014: 99) kelemahan Make A Match yaitu:
a. Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan pembelajaran.
b. Suasana dikelas menjadi gaduh sehingga dapat mengganggu kelas lain
c. Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai
Berbeda dengan Miftahul Huda (2013: 253) berpendapat bahwa
kelemahan Make A Match yaitu:
b. Jika model ini tidak dilakukan dengan persiapan yang baik, akan banyak
waktu yang terbuang.
c. Pada awal penerapan model, banyak siswa yang masih malu berpasangan
dengan lawan jenisnya.
d. Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik akan banyak siswa yang
kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kelemahan Make A Match
dapat mengganggu kelas yang lain karena ramai. Banyak waktu yang terbuang
dalam kegatan ini. Pada awal kegiatan ini siswa akan merasa malu karena dalam
kegiatan ini pasti ada yang malu berpasangan jika pasangannya lawan jenis.
2.4 Media Pembelajaran IPA
Media pembelajaran yang dikemas dengan baik oleh guru dapat menarik
perhatian siswa dan memotivasi siswa untuk belajar. Media pembelajaran IPA
merupakan alat yang sangat dibutuhkan oleh guru dalam mata pelajaran IPA
untuk membantu siswa dalam memahami suatu konsep saat belajar IPA. Sebagai
alat bantu, keefektifan dalam penggunaan media itu sendiri sangat tergantung
pada kemampuan guru dalam menggunakan dan memfasilitasi media itu sendiri.
Media pembelajaran digunakan untuk menggantikan sebagian besar dari peran
guru sebagai pemberi informasi atau pemberi materi pelajaran.
Sanaky (2009: 3) berpendapat media pembelajaran adalah “sebuah alat
yang berfungsi dan digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran”. Azhar
Arsyad (2002: 15) menambahkan bahwa “pemakaian media pembelajaran dalam
proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru,
membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, bahkan membawa
pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa”. Penggunaan media pembelajaran
17
dalam proses belajar mengajar akan sangat membantu keefektifan proses
pembelajaran. Selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media
pembelajaran juga dapat meningkatkan pemahaman mengenai materi yang sedang
dipelajari. Sama halnya dengan Asra dkk (2007: 55) berpendapat bahwa “media
pembelajaran merupakan wahana penyalur pesan atau informasi belajar untuk
mengkondisikan seseorang untuk belajar. Pada saat kegiatan pembelajaran
berlangsung bahan belajar yang diterima siswa diperoleh melalui media”.
Jadi, dapat disimpulkan media pembelajaran adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk menyalurkan materi pembelajaran, sehingga siswa dapat
memahami materi yang disampaikan memalui media pembelajaran tersebut.
Dalam penggunaan media, guru harus dapat menguasai media tersebut karena
nilai dan manfaat media sangat ditentukan oleh guru yang menggunakannya, agar
pada saat menyampaikan materi pembelajaran, siswa dapat memahami materi
dengan baik sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
2.4.1 Video Pembelajaran
Video merupakan gambar yang bisa bergerak beserta suara yang
menyertainya, sehingga siswa merasa seperti berada disuatu tempat yang sama
dengan program yang ditayangkan dalam video tersebut.
Menurut Andi Prastowo (2013: 301) “video termasuk dalam kategori
bahan ajar audiovisual atau bahan ajar pandang dengar”. Bahan ajar audio visual
merupakan bahan yang mengombinasikan dua materi, yaitu materi visual dan
materi auditif. Materi auditif dapat berfungsi sebagai merangsang indra
pendengaran, sedangkan materi visual berfungsi sebagai merangsang indra
pengelihatan. Dengan kombinasi tersebut, guru dapat menciptakan proses
pembelajaran yang berkualitas, karena komunikasi berlangsung secara efektif.
Berbeda dengan Video pembelajaran menurut Sanaky (2009: 102)
merupakan “seperangkat alat yang dapat memproyeksikan gambar bergerak dan
bersuara”. Media ini memadukan gambar dan suara untuk membentuk karakter
yang sama dengan obyek aslinya. Sama halnya dengan Daryanto (2013: 87)
menambahkan bahwa “video merupakan bahan ajar non cetak yang kaya
informasi dan tuntas karena dapat sampai kehadapan siswa secara langsung”.
18
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa video merupakan
suatu mediun yang sangat efektif untuk membantu proses pembelajaran, baik
pembelajaran yang dilakukan secara besama-sama maupun individu. Video
merupakan bahan ajar non cetak yang kaya informasi dan tuntas karena siswa
dapat melihat secara langsung. Selain itu, video juga menambah dimensi baru
terhadap pembelajaran. Hal ini karena karakteristik teknologi video yang dapat
menyajikan gambar yang bisa bergerak beserta suara yang menyertainya. Dengan
video pembelajaran tersebut membuat siswa lebih bisa mengingat suatu materi
yang ditayangkan melalui video pembelajaran.
2.4.2 Kelebihan Video Pembelajaran
Video pembelajaran dapat menggambarkan suatu proses secara tepat yang
dapat disaksikan secara berulang-ulang. Misalnya, langkah-langkah dan cara yang
benar dalam proses respirasi dalam tubuh manusia. Apabila video tersebut sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai, siswa akan mudah untuk memahami materi
pembelajaran ang disampaikan melalui video pembelajaran tersebut.
Menurut Andi Prastowo (2013: 303) video mempunyai kelebihan, yaitu:
a. Video dapat menambah dimensi baru didalam pembelajaran. Video
menyajikan gambar bergerak kepada siswa disamping suara yang
menyertainya.
b. Video dapat menampilkan suatu fenomena yang sulit untuk dilihat
secara nyata.
Lain halnya kelebihan media video menurut Sanaky (2009: 106) adalah
sebagai berikut:
a. Menyajikan obyek belajar secara konkret atau pesan pembelajaran
secara realistik, sehingga sangat baik untuk menambah pengalaman
belajar.
b. Sifatnya yang audio visual, sehingga memiliki daya tarik tersendiri dan
dapat menjadi pemacu atau memotivasi pembelajar untuk belajar.
c. Sangat baik untuk pencapaian tujuan belajar psikomotorik.
d. Dapat mengurangi kejenuhan belajar, terutama jika dikombinasikan
dengan teknik mengajar secara ceramah dan diskusi persoalan yang
ditayangkan.
e. Menambah daya tahan ingatan atau retensi tentang obyek belajar yang
dipelajari pembelajar.
19
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa video pembelajaran
mempunyai beberapa kelebihan, yaitu video pembelajaran dapat menampilkan
suara dan gambar yang bergerak dengan tujuan memberikan informasi mengenai
materi pelajaran secara bersama-sama didalam kelas. Serta siswa tidak merasa
jenuh pada saat belajar sehingga siswa mudah untuk mengingat materi.
2.4.3 Kelemahan Video Pembelajaran
Video pembelajaran selain mempunyai keunggulan disatu sisinya juga
mempunyai kekurangan salah satunya apabila dalam suatu sekolah tidak
dilengkapi dengan peralatan yang mendukung, dalam pemutaran video
pembelajaran tersebut tidak akan berjalan dengan lancar. Sebagai contoh dalam
pemutaran video pembelajaran didalam kelas tidak terdapat LCD, maka
pemutaran video pembelajaran akan terganggu karena tidak semua siswa dapat
melihat video pembelajaran dengan jelas dan memerlukan tenaga listrik apabila
listrik padam pemutaran video pembelajaranpun akan terganggu.
Menurut Andi Prastowo (2013: 306), kelemahan video antara lain :
a. Ketika akan digunakan, peralatan video tentu harus sudah tersedia
ditempat penggunaan serta haru cocok ukuran dan formatnya dengan
pita video atau piringan video yang akan digunakan.
b. Menyusun naskah atau skenario video bukanlah pekerjaan yang mudah,
disita menyita waktu yang banyak.
c. Biaya produksi video terlalu tinggi dan hanya ada beberapa orang yang
mampu mengerjakannya.
d. Layar monitor yang kecil akan membatasi jumlah penonton, kecuali
jaringan monitor dan sistem proyeksi video diperbanyak.
e. Jumlah grafis pada garis untuk video terbatas, yakni separuh dari
jumlah huruf grafis untuk film atau gambar diam.
Lain hal dengan kelemahan media video menurut Sanaky (2009: 106)
adalah sebagai berikut:
a. Pengadaannya memerlukan biaya yang mahal.
b. Tergantung pada energi listrik, sehingga tidak dapat dihidupkan di
segala tempat.
c. Sifat komunikasi searah, sehingga tidak dapat memberi peluang untuk
terjadinya umpan balik.
d. Mudah tergoda untuk menayangkan video yang bersifat hiburan,
sehingga suasana belajar akan terganggu.
e. video harus sudah tersedia ditempat penggunaan.
20
Dapat disimpulkan bahwa video pembelajaran mempunyai kelemahan
diantaranya apabila dalam suatu kelas tidak dilengkapi peralatan yang mendukung
seperti LCD, proyektor, spiker tidak akan berjalan lancar. Tidak semua orang
dapat memproduksi video pembelajaran, dikarenakan membutuhkan biaya yang
tinggi. Serta akan menimbulkan tindakan memutarkan video diluar materi
pelajaran.
2.4.4 Kriteria Pemilihan Video Pembelajaran yang Baik
Dalam pemilihan video pembelajaran harus dapat memilih video yang baik
dan berkualitas, tidak asal memilih video pembelajaran. Pemilihan video
pembelajaran harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Menurut Smaldino (2011: 430), video mempunyai rubrik seleksi, yaitu:
Tabel 2.1
Rubrik Seleksi Video Pembelajaran
Area
Penilaian Kualitas Tinggi Kualitas Sedang Kualitas Rendah
Selaras
dengan
standar, hasil,
dan tujuan
Standar/hasil/tujuan
tercapai dan
penggunaan video
meningkatkan
belajar siswa.
Standar/hasil/tujuan
sebagian tercapai
dan penggunaan
video mungkin
meningkatkan
belajar siswa.
Standar/hasil/tujuan
tidak tercapai dan
penggunaan video
sepertinya tidak
mungkin
meningkatkan
belajar siswa.
Informasi
akurat dan
terbaru
Informasi adalah
benar dan tidak
berisi material yang
telah usang
Informasi adalah
benar, tetapi berisi
sebagian material
yang telah usang.
Informasi tidak
benar dan berisi
material yang telah
usang.
Bahasa yang
sesuai usia
Bahasa yang
digunakan sesuai
dengan usia dan
kosa kata bisa
dipahami.
Bahasa yang
digunakan hampir
semua umur dan
beberapa kosakata
di atas/di bawah
usia siswa.
Bahasa yang
digunakan tidak
sesuai umur dan
kosakata jelas tidak
sesuai dengan usia
siswa.
21
Tingkat
ketertarikan
dan
keterlibatan
Topik yang
disajikan membuat
siswa tertarik dan
aktif terlibat dalam
belajar.
Topik yang
disajikan memikat
siswa dan di hampr
seluruh waktu dan
melibatkan
sebagian besar
siswa dalam
belajar.
Topik yang
disajikan tidak
menarik para siswa
dan tidak
melibatkan mereka
dalam belajar.
Kualitas
teknis
Materi mewakili
teknologi media
terbaik yang ada.
Materi mewakili
media yang
berkualitas baik,
meskipun terdapat
masalah
menggunakannya.
Materi mewakili
media yang tidak
dipersiapkan
dengan baik dan
berkualitas sangat
buruk.
Mudah
digunakan
(pengguna
mungkin
adalah siswa
atau guru)
Materi mengikuti
pola mudah
digunakan tanpa
membingungkan
pengguna.
Material mengikuti
pola mudah
digunakan di
sebagian besar
waktu, dengan
sedikit hal yang
membingungkan
pengguna.
Material tidak
mengikuti pola dan
pengguna merasa
kebingungan.
Bebas bias Tidak ada bukti
berupa bias atau
iklan yang
meragukan.
Terdapat sedikit
bukti bias atau
iklan.
Terdapat banyak
bukti bias atau
iklan.
Panduan dan
arahan
pengguna
Panduan pengguna
merupakan sumber
daya terbaik untuk
digunakan dalam
sebuah mata
pelajaran. Arahan
membantu guru
dan/atau siswa
menggunakan
materi.
Panduan pengguna
merupakan sumber
daya bagus untuk
digunakan dalam
sebuah mata
pelajaran. Arahan
mungkin
membantu guru
dan/siswa
menggunakan
materi.
Panduan pengguna
merupakan sumber
daya yang jelek
untuk digunakan
dalam sebuah mata
pelajaran. Arahan
tidak membantu
guru dan/ atau
siswa
menggunakan
materi.
22
Melaju
dengan sesuai
Materi video
disajikan
sedemikian rupa
sehingga sebagian
besar siswa dapat
paham dan
memproses
informasi.
Materi video
disajikan
sedemikian rupa
sehingga beberapa
siswa dapat mulai
memahami dan
memproses
informasi.
Sebagian besar
siswa tidak bisa
menggunakan
materi untuk
membuat produk
asli yang mewakili
belajar.
Melaju
dengan sesuai
Materi video
disajikan
sedemikian rupa
sehingga sebagian
besar siswa dapat
paham dan
memproses
informasi.
Materi video
disajikan
sedemikian rupa
sehingga beberapa
siswa mulai
memahami dan
memproses
informasi.
Sebagian besar
siswa tidak bisa
menggunakan
materi untuk
membuat produk
asli yang mewakili
belajar.
2.4.5 Langkah Langkah Penggunaan Video Pembelajaran
Sebelum memulai pelajaran di kelas menggunakan video pembelajaran
guru haruslah mengetahui langkah-langkah pembelajaran menggunakan video
pembelajaran. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Persiapan
Sebelum memanfaatkan program video pembelajaran, guru hendaknya
melakukan hal-hal sebagai berikut:
Menyusun jadwal pemanfaatan disesuaikan dengan topik dan program belajar
yang sudah dibuat.
Memeriksa kelengkapan peralatan termasuk menyesuaikan dengan tegangan
lisrik yang tersedia di sekolah.
Mempelajari materi yang berhubungan dengan video yang akan ditayangkan.
Mempelajari isi program sekaligus menandai bagian-bagian yang perlu atau
tidak pertu disajikan dalam kegiatan pembelajaran.
Memeriksa kesesuaian isi program video dengan judul yang tertera.
Meminta siswa agar mempersiapkan buku, alat tulis, dan peralatan lain yang
diperlukan.
23
Mengatur tempat duduk siswa agar semua siswa dapat melihat dan mendengar
dengan baik.
b. Pelaksanaan
Selama memanfaatkan program video pembelajaran, guru hendaknya
melakukan hal-hal sebagai berikut:
Sebelum menghidupkan/memulai program video pembelajaran mengajak siswa
agar memperhatikan materi yang akan dipelajari dengan baik.
Memberikan penjelasan terhadap materi yang diajarkan.
Menjelaskan tujuan dan materi pokok dari program yang akan dimanfaatkan.
Memberikan prasarat/persepsi pengetahuan/pelajaran sebelumnya.
Mengoperasikan program sesuai dengan petunjuk pemanfaatan/petunjuk teknis
dan bahan penyerta.
Mengamati/memantau kegiatan siswa selama mengikuti program. Selama
program diputar, guru tidak perlu maju ke depan menunjuk gambar di layar
atau mondar-mandir berkeliling kela, tetapi guru menjaga agar suasana kelas
tetap tertib, mengusahakan agar volume suara (narasi) jelas terdengar oleh
seluruh siswa yang ada di ruangan, mengatur kekontrasan dan kecerahan
gambar pada monitor, sehingga gambar terlihat jelas oleh siswa.
Memberi penguatan/penegasan/pengayaan terhadap tayangan program.
Memutar ulang program video pembelajaran bila diperlukan.
Membuat kesimpulan materi/isi program sesudah memberikan evaluasi kepada
siswa.
c. Tindak Lanjut
Setelah pemutaran video selesai, harus ada yang dilaksanakan,
diantaranya:
Memberi pertanyaan/umpan balik.
Bagi mata pelajaran yang memerlukan praktikum, guru kemudian mengajak
siswa untuk mengadakan praktek di laboratorium.
24
Bagi mata pelajaran yang memerlukan tambahan referensi yang lebih lengkap,
guru mengajak siswa untuk belajar di perpustakaan.
Menginformasikan tentang pentingnya memperhatikan/mendengarkan program
video pembelajaran untuk pemanfaatan program video pembelajaran
berikutnya.
Mengajak siswa untuk memperkaya materi melalui sumber belajar lain yang
relevan dengan materi yang dipelaiari.
Tabel 2.2
Tahapan pembelajaran
Model Make A Match Berbantuan Video Pembelajaran
Tahapan Aktivitas
Apresepsi 1. Guru mengucapkan salam
2. Guru meminta ketua kelas untuk memimpin doa.
3. Guru mengabsen siswa.
4. Guru bertanya mengenai pelajaran minggu lalu.
5. Guru melakukan apersepsi
6. Guru menyampaikan tujuan yang hendak di capai.
Inti 7. Guru menyiapkan video untuk ditayangkan.
8. Guru menjelaskan mengenai materi yang pada video
tersebut.
9. Guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya tentang
materi yang belum jelas.
10. Guru membagi satu kelas menjadi 2 kelompok, kelompok
A dan kelompok B. Dengan cara mengambil gulungan
kertas. Bagi yang mendapatkan gulungan kertas yang
warnanya sama menjadi satu kelompok. Kemudian kedua
kelompok diminta untuk saling berhadap-hadapan.
11. Guru membagikan sebuah amplop yang berisi pertanyaan
di kelompok A, dan berisi jawaban di kelompok B.
12. Guru memberikan waktu 5 menit kepada siswa untuk
25
berfikir dan mencari pasangannya masing-masing dengan
cara diskusi dengan teman-temannya yang cocok dengan
kartu yang dipegang.
13. Guru memberi peringatan jika waktu sudah habis. Siswa
yang belum menemukan pasangannya harus berkumpul
tersendiri.
14. Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan
lain dan siswa yang tidak mendapatkan pasangan
memperhatikan dan memberikan tanggapan apakah
pasangan itu cocok atau tidak.
15. Guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan
kecocokan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang
memberikan presentasi.
16. Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya
sampai semua pasangan melakukan presentasi.
17. Guru memberikan reward kepada siswa yang menemukan
pasangannya dengan tepat.
18. Guru mengkocok kartu lagi agar tiap siswa mendapat kartu
yang berbeda dari sebelumnya. Demikian selanjutnya.
Penutup
19. Guru bertanya kepada siswa tentang hal hal yang belum
diketahui siswa.
20. Guru menguji ingatan dan pemahaman siswa melalui tanya
jawab.
21. Guru dan siswa membuat kesimpulan mengenai pelajaran
hari ini.
22. Guru memberikan soal evaluasi.
23. Guru menutup kegiatan pembelajaran dengan mengucap
salam.
26
2.5 Hasil Belajar
Dalam setiap mengikuti proses pembelajaran di sekolah sudah pasti setiap
siswa mengharapkan mendapatkan hasil belajar yang baik, karena hasil belajar
yang baik dapat membantu peserta didik dalam mencapai tujuannya. Hasil belajar
yang baik hanya dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Jika proses belajar
tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang baik.
Menurut Nana Sudjana (2005: 22) mengatakan “perubahan tingkah laku
seseorang yang disebabkan oleh pengalaman belajar”. Serta Ahmad Susanto
(2013: 5) menambahkan “hasil belajar merupakan perubahan yang terjadi pada
diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik
sebagai hasil yang didapatkan selama kegiatan belajar”. Lain halnya menurut
Dimyati dan Mudjiono (2002: 36) “hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan
dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang
diberikan guru”.
Berdasarkan uraian pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses
pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap
selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan.
2.6 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian oleh Sry Wulandari tahun 2009 dalam penelitiannya “Pengaruh
Model Make A Match Pada Mata Pelajaran IPA Sub Pokok Bahasan Struktur dan
Bagian-Bagian Telinga Untuk Meningkatkan Hasil Belajar siswa Kelas IV SDN
Kesepuhan 05 Kecamatan Jepon Kabupaten Blora”. Dalam penelitiannya
penerapan model Make A Match dapat meningkatkan keaktifan serta semangat
siswa pada mata pelajaran IPA sub pokok bahasan struktur dan bagian-bagian
telinga siswa Kelas IV SDN Kesepuhan 05 Kecamatan Jepon Kabupaten Blora.
Rata-rata hasil belajar pada pelaksanaan siklus 1 sebesar 70 dengan KKM yang
ditentukan yaitu 65, dan pada pelaksanaan siklus 2 mengalami peningkatan yang
sangat signifikan yaitu dengan rata-rata 85 dengan ketuntasan sebesar 95%.
Dengan demikian siswa kels IV SDN Kesepuhan 05 Kecamatan Jepon Kabupaten
27
Blora mengalami peningkatan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA kelas
IV semester 2.
Penelitian yang dilakukan oleh Arum Dwi Haryanti dengan judul
Penerapan Model Pembelajaran Make A Match Berbantuan Audio Visual Untuk
Meningatkan Kualitas Pembelajaran IPS pada siswa kelas kelas III SDN Ngijo 01
Kota Semarang yang dalam penelitiannya menggunakan model pembelajaran ini
terbukti dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Hal tersebut dapat dilihat
dengan lebih jelas pada keterampilan guru siklus I mendapatkan skor 18 dan 20
dengan riteria baik, siklus II mendapat skor 25 dan 28 dengan kriteria sangat baik.
Aktivitas siswa siklus I mendapatkan rata-rata 15,3 dan 18,2 dan siklus II
mendapat rata-rata 20,1 dan 22,2 dengan kategori baik. Hasil belajar siswa pada
siklus I mencapai presentase ketuntasan klasikal 50% dan 64%, kemudian
meningkat pada siklus II yaitu presentase ketuntasan klasikal mencapai 75% dan
85%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa model Make A
Match berbantuan audio visual dapat meningkatkan keterampilan guru, aktivitas
siswa, dan hasil belajar siswa kelas II SDN Ngijo 01.
Penelitian juga dilakukan oleh Ria Yuni Astuti dengan judul Upaya
Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Make A Match Siswa Kelas 5 SD Negeri I Colo Kecamatan Dawe Kabupaten
Kudus Semester genap Tahun Ajaran 2011/2012. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dapat
meningkatkan hasil belajar IPA. Hal ini dengan ditunjukkan dengan peningkatan
nilai siswa dari kondisi awal,siklus I, dan siklus II. Pada saat kondisi awal terdapat
5 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 41,7% dan yang belum tuntas
terdapat 7 siswa atau sebesar 58,3%. Pada siklus I terdapat 9 siswa yang tuntas
dalam KKM atau sebesar 75%, dan yang belum tuntas sebesar 25%. Sedangkan
pada siklus II terdapat 12 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 100%, dan
yang belum tuntas terdapat 0 siswa atau sebesar 0%. Dari analisis data tersebut
dapat disimpulkan bahwa penerapan model kooperatif tipe Make A Match dapat
meningkatkan hasil belajar IPA kelas 5.
28
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan untuk melengkapi penelitian-
penelitian yang sudah ada sehingga dapat menambah khasanah pengembangan
pengetahuan mengenai penelitian IPA untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
melalui metode pembelajaran Make A Match. Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi alternatif untuk meningkatkan hasil belajar IPA dan mengubah perilaku
siswa kelas 5 SD Negeri 3 Depok Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan.
2.7 Kerangka Pikir
Metode ceramah sering dipandang sudah biasa bahkan cenderung
membuat siswa merasa bosan dan tidak tertarik dalam mengikuti proses
pembelajaran, hal ini menjadikan siswa menjadi pasif. Oleh karena itu perlu
adanya penggunaan metode pembelajaran yang dapat menjadikan siswa menjadi
lebih aktif dan menyenangkan. Peneliti mencoba mengangkat masalah tentang
penggunaan metode pembelajaran Make A Match berbantuan video pembelajaran
untuk meningkatkan hasil belajar siswa di kelas.
Tabel 2.3
Kerangka Pikir
Guru hanya menggunakan metode
ceramah sehingga siswa bosan dalam
mengikuti proses pembelajaran maka
hasil belajar rendah.
Kondisi Awal
Ceramah
Guru menggunakan medel pembelajaran
Make A Match Berbantuan Video
Pembelajaran sehingga siswa tertarik dan
aktif dalam mengikuti proses
pembelajaran.
Tindakan
Setelah guru menggunakan model
pembelajaran Make A Match Berbantuan
Video Pembelajaran dalam proses
pembelajaran, hasil belajar siswa
meningkat dari kondisi awal yang hanya
menggunakan metode ceramah.
Kondisi
akhir
29
2.8 Hipotesis tindakan
Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini
adalah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas 5 SD Negeri 3 Depok Kecamatan Toroh