12 BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Manajemen Sumber Daya Manusia a. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Beberapa ahli menjelaskan mengenai pengertian dari manajemen sumber daya manusia, yakni Menurut Dessler (2015) Manajemen Sumber Daya Manusia-MSDM (Human Resourch Management-HRM) adalah proses untuk memperoleh , melatih, menilai, dan mengompensasi karyawan, dan untuk mengurus relasi tenaga kerja mereka, kesehatan dan keselamatan mereka, serta hal-hal yang berhubungan dengan keadilan. Menurut Hidayat, dkk (2017) MSDM merupakan fungsi organisasi yang berhubungan dengan isu-isu yang berkaitan dengan kompensasi, perekrutan, manajemen kinerja, pengembangan organisasi, keselamatan, kesehatan, manfaat, motivasi karyawan, komunikasi, administrasi dan pelatihan. Sedangkan menurut Bangun (2012), manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan sebagai suatu proses perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, penggerakan, dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemisahan tenaga kerja untuk mencapai tujuan organisasi. Orang yang melaksanakan aktivitas tersebut adalah manajer http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN …. BAB II.pdf12 BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Manajemen Sumber Daya Manusia
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN
HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Manajemen Sumber Daya Manusia
a. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Beberapa ahli menjelaskan mengenai pengertian dari manajemen
sumber daya manusia, yakni Menurut Dessler (2015) Manajemen Sumber
Daya Manusia-MSDM (Human Resourch Management-HRM) adalah
proses untuk memperoleh , melatih, menilai, dan mengompensasi karyawan,
dan untuk mengurus relasi tenaga kerja mereka, kesehatan dan keselamatan
mereka, serta hal-hal yang berhubungan dengan keadilan. Menurut Hidayat,
dkk (2017) MSDM merupakan fungsi organisasi yang berhubungan dengan
isu-isu yang berkaitan dengan kompensasi, perekrutan, manajemen kinerja,
pengembangan organisasi, keselamatan, kesehatan, manfaat, motivasi
karyawan, komunikasi, administrasi dan pelatihan.
Sedangkan menurut Bangun (2012), manajemen sumber daya
manusia dapat didefinisikan sebagai suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, penyusunan staf, penggerakan, dan pengawasan terhadap
pemeliharaan dan pemisahan tenaga kerja untuk mencapai tujuan
organisasi. Orang yang melaksanakan aktivitas tersebut adalah manajer
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
sumber daya manusia, yang memperoleh kewenangan dari manajer umum
untuk mengelola manusia dalam suatu organisasi.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen
sumber daya manusia merupakan suatu proses yang menangani sumber
daya manusia mulai dari memperoleh atau merekrut, mengelola dan melatih,
pemberian kompensasi, jaminan sosial hingga pemutusan hubungan kerja
guna mencapai tujuan organisasi yang efektif dan efisien.
b. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Marwansyah (2014), manajemen sumber daya manusia
terdapat sejumlah fungsi operasional, yakni perencanaan sumber daya
manusia, rekrtumen dan seleksi, pengembangan sumber daya manusia,
kompensasi, keselamatan dan kesehatan kerja, hubungan industrial dan
penelitian sumber daya manusia
1) Perencanaan sumber daya manusia
Proses yang secara sistematis mengkaji kebutuhan sumber daya manusia
untuk menjamin tersedianya tenaga kerja dalam kompetensi yang sesuai
pada saat dibutuhkan.
2) Rekrutmen dan seleksi
Proses menarik perhatian sejumlah calon karyawan potensial dan
mendorong mereka agar melamar pekerjaan pada sebuah organisasi.
Seleksi adalah proses identifikasi dan pemilihan orang-orang dari
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
sekumpulan pelamar yang paling cocok dengan posisi yang ditawarkan
oleh organisasi.
3) Pengembangan sumber daya manusia
Upaya terencana yang dilakukan oleh manajemen untuk meningkatkann
kompetensi pekerja dan kinerja organisasi melalui program-program
pelatihan, pendidikan dan pengembangan.
4) Kompensasi
Kompensasi atau balas jasa didefinisikan sebagai semua imbalan yang
diterima oleh seseorang sebagai balasan atas kontribusinya terhadap
organisasi
5) Keselamatan dan kesehatan kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja meliuti upaya untuk melindungi para
pekerja dari cidera akibat kecelakaan kerja. Kesehatan kerja adalah
terbebasnya para pekerja dari penyakit dan terwujudnya kesejahteran
fisik dan mental pekerja.
6) Hubungan industrial
Sebuah sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku dalam proses
produksi barang dan atau jasa yang terdiri dari atas unsur pengusaha,
pekerja, dan pemerintah.
7) Penelitian sumber daya manusia
Studi sistematis tentang sumber daya manusia sebuah perusahaan dengan
maksud memaksimalkan pencapaian tujuan individu dan tujuan
organisasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
2. Organizational Citizenship Behavior (OCB)
a. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan kontribusi
seorang individu yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja serta akan
diberi penghargaan berdasarkan hasil kinerja individu. Organizational
Citizenship Behavior (OCB) ini melibatkan beberapa perilaku meliputi
menolong orang lain, menjadi sukarelawan untuk tugas-tugas ekstra, patuh
terhadap aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang ada di tempat kerja.
Perilaku-perilaku tersebut menggambarkan "nilai tambah karyawan"
(Putrana, dkk 2016).
Menurut Titisari (2014) Organizational Citizenship Behavior
(OCB) merupakan kontribusi individu yang melebihi tuntutan peran di
tempat kerja. Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan
perilaku karyawan perusahaan yang ditujukan untuk meningkatkan
efektifitas kinerja perusahaan tanpa mengabaikan tujuan produktivitas
individual karyawan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Organizational Citizenship
Behavior (OCB) merupakan perilaku karyawan dalam perusahaannya
yang melebihi dari apa yang telah menjadi deskripsi job mereka dan
dilakukan secara sukarela (tanpa paksaan dari pihak manapun) sehingga
perilaku tersebut menjadi gambaran “nilai tambah” bagi seorang
karyawan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Organizational Citizenship
Behavior (OCB)
Menurut Titisari (2014) peningkatan Organizational Citizenship
Behavior (OCB) dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu :
1) Faktor internal yang berasal dari diri karyawan sendiri, antara lain
adalah kepuasan kerja, komitmen, kepribadian, moral karyawan,
motivasi, dan lain sebagainya.
2) Organizational Citizenship Behavior (OCB) dipengaruhi oleh faktor
eksternal yang berasal dari luar karyawan, antara lain gaya
kepemimpinan, kepercayaan pada pimpinan, budaya organisasi, dan
lain sebagainya.
c. Dimensi dan indikator Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Menurut Titisari (2014), dimensi Organizational Citizenship
Behavior (OCB) sebagai berikut :
a. Altruism
Perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang
mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik
mengenai tugas dalam organisasi maupun masalah pribadi orang
lain. Dimensi ini mengarah kepada memberi pertolongan yang
bukan kewajiban yang ditanggungnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
b. Conscientiousness
Perilaku yang ditunjukkan dengan berusaha melebihi yang
diharapkan perusahaan. Perilaku suka rela yang bukan merupakan
kewajiban atau tugas karyawan. Dimensi ini menjangkau di atas dan
jauh ke depan dari panggilan tugas.
c. Sportmanship
Perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang
kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan.
Seseorang yang mempunyai tingkatan yang tinggi dalam
sportsmanship akan meningkatkan iklim yang positif diantara
karyawan, karyawan akan lebih sopan dan bekerja sama dengan
yang lain sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih
menyenangkan.
d. Courtesy
Menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar
dari masalah-masalah interpersonal. Seseorang yang memiliki
dimensi ini adalah orang yang menghargai dan memerhatikan orang
lain.
e. Civic Virtue
Perilaku yang mengindikasikan tnggung jawab pada kehidupan
organisasi (mengikuti perubahan dalam organisasi, mengambil
inisiatif untuk merekomendasikan bagaimana operasi atau prosedur-
prosedur organisasi dapat diperbaiki, dan melindungi sumber-
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
sumber yang dimiliki oleh organisasi). Dimensi ini mengarah pada
tanggung jawab yang diberikan organisasi kepada seseorang untuk
meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang ditekuni.
Beberapa pengukuran tentang Organizational Citizenship Behavior
(OCB) seseorang telah dikembangkan. Menurut Aldag & Resckhe dalam
Titisari (2014) Skala Morrison merupakan salah satu pengukuran yang
sudah disempurnakan dan memiliki kemampuan psikometrik yang baik.
Skala ini mengukur kelima dimensi Organizational Citizenship Behavior
(OCB) sebagai berikut:
Dimensi 1: Altruism
a. Menggantikan rekan kerja yang tidak masuk atau istirahat.
b. Membantu orang lain yang pekerjaannya overload
c. Menjadi volunteer untuk mengerjakan sesuatu tanpa diminta
d. Membantu orang lain di luar departemen ketika mereka memiliki
permasalahan.
Dimensi 2: Conscientiousness
a. Tiba lebih awal, sehingga siap bekerja pada saat jadwal kerja
dimulai
b. Menyelesaikan tugas tepat waktu.
Dimensi 3: Sportmanship
a. Tidak menemukan kesalahan dalam organisasi.
b. Tidak mengeluh tentang segala sesuatu.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
c. Tidak membesar-besarkan permasalahan diluar proporsinya.
Dimensi 4: Courtesy
a. Keterlibatan dalam fungsi-fungsi organisasi
b. Memberikan perhatian terhadap fungsi-fungsi yang membantu
image organisasi
Dimensi 5: Civic Virtue
a. Mengikuti perubahan-perubahan dan perkembangan-
perkembangan dalam organisasi.
b. Ikut berpartisipasi dalam kegiatan pekerjaan perusahaan secara
sukarela.
3. Kecerdasan Emosional
a. Pengertian Kecerdasan Emosional
Menurut Robbin & Judge (2015) kecerdasan emosional (emotional
intelligence) adalah kemampuan seseorang untuk menilai emosi dalam diri dan
orang lain, memahami makna emosi-emosi, dan mengatur emosi seseorang
secara teratur. Goleman (2015) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional
merupakan ciri dari orang-orang yang menonjol dalam kehidupan nyata.
Kecerdasan emosional memiliki kemampuan untuk memotivasi diri sendiri,
bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati, mengatur
suasana hati supaya beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir
mereka. Sedangkan menurut Wibowo (2015) kecerdasan emosional adalah
sekumpulan kemampuan untuk merasakan, mengasimilasi emosi dalam
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
berpikir, memahami dan alasan dengan emosi, dan menghubungkan emosi
dalam diri sendiri dan orang lain.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
emosional adalah kemampuan seseorang dalam mengenali dirinya dan orang
lain serta dapat memahami dan mengatur emosi dalam diri dan orang lain guna
menciptakan suatu hubungan yang baik dan sejahtera terhadap dirinya dan
orang lain.
b. Unsur-Unsur Utama Kecerdasan Emosional
Goleman (2015) membagi unsur-unsur utama kecerdasan emosional
sebagai berikut :
1) Kesadaran diri
Mengamati diri dan mengenali perasaan-perasaan diri, menghimpun
kosakata untuk perasaan, serta mengetahui hubungan antara pikiran,
perasaan, dan reaksi.
2) Pengambilan keputusan pribadi
Mencermati tindakan-tindakan diri dan mengetahui akibat-akibatnya,
mengetahui apa yang menguasai sebuah keputusan, pikiran atau
perasaan dan menerapkan pemahaman ini ke masalah-masalah seperti
sex dan obat terlarang.
3) Mengelola perasaan
Memantau “omongan sendiri” untuk menangkap pesan-pesan negatif
seperti ejekan-ejekan yang tersembunyi, menyadari apa yang ada dibalik
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
suatu perasaan (misalnya sakit hati yang dapat mendorong amarah) dan
menemukan cara untuk menangani rasa takut dan cemas, amarah, dan
kesedihan.
4) Menangani stress
Mempelejari pentingnya berolahraga, perenungan yang terarah, metode
relaksasi guna menangani ataupun mengurangi stress yang terjadi.
5) Empati
Memahami perasaan dan masalah orang lain, dan berpikir dengan sudut
pandang mereka; menghargai perbedaan perasaan orang mengenai
berbagai hal.
6) Komunikasi
Berbicara mengenai perasaan secara efektif. Menjadi pendengar dan
penanya yang baik, membedakan antara apa yang dilakukan atau yang
dikatakan seseorang dengan reaksi atau penilaian diri sendiri mengenai
hal tersebut.
7) Membuka diri
Menghargai keterbukaan dan membina kepercayaan dalam suatu
hubungan, mengetahui kapan situasi aman untuk mengambil resiko
pembicaraan perasaan sendiri.
8) Pemahaman
Mengidentifikasi pola-pola dalam kehidupan emosional diri dan reaksi-
reaksinya, serta mengenali pola-pola serupa orang-orang lain.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
9) Menerima diri sendiri
Merasa bangga dan memandang diri sendiri dalam sisi yang positif;
mengenali kekuatan dan kelemahan diri.
10) Tanggung jawab pribadi
Rela memikul tanggung jawab, mengenali akibat-akibat dari keputusan
dan tindakan, menerima perasaan dan suasana hati, dan menindaklanjuti
komitmen.
11) Ketegasan
Mengungkapkan keprihatinan dan perasaan diri tanpa rasa marah atau
berdiam diri.
12) Dinamika kelompok
Mau bekerja sama, mengetahui kapan dan bagaimana memimpin, seta
kapan mengikuti.
13) Menyelesaikan konflik
Bagaimana berkelahi secara jujur dengan orang lain, contoh menang
untuk merundingkan kompromi.
c. Dimensi dan Indikator Kecerdasan Emosional
Menurut Goleman (2015), aspek-aspek kecerdasan emosional sebagai
berikut:
1) Kesadaran diri emosional
a. Perbaikan dalam mengenali dan merasakan emosinya sendiri.
b. Lebih mampu memahami penyebab perasaan yang timbul.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
2) Mengelola emosi.
a. Toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi dan pengelolaan
amarah.
b. Lebih mampu mengungkapkan amarah dengan tepat.
c. Lebih baik dalam menangani ketegangan jiwa
3) Memanfaatkan emosi.
a. Lebih mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan
b. Lebih bertanggung jawab.
c. Lebih menguasai diri
4) Empati
a. Lebih mampu menerima sudut pandang orang lain
b. Lebih baik dalam mendengarkan orang lain.
5) Membina hubungan
a. Lebih baik dalam menyelesaikan persoalan yang timbul.
b. Lebih suka berbagi rasa, bekerja sama, dan suka menolong
4. Servant Leadership
a. Pengertian Servant Leadership
Kepemimpinan yang melayani (Servant Leadership) merupakan sikap
pemimpin yang melayani akan melampaui kepentingan diri mereka sendiri
dan menitikberatkan pada kesempatan untuk membantu para pengikutnya
agar bertumbuh dan berkembang (Robbin & Judge, 2015).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
Kepemimpinan yang melayani (servant leadership) adalah sebuah
paradoks, suatu penekatan untuk kepemimpinan yang bertentangan dengan
realisme yang ada. Kepemimpinan yang melayani adalah pendekatan yang
berfokus pada kepemimpinan dari sudut pandang pemimpin dan perilakunya.
Menekankan bahwa pemimpin perhatian pada masalah pengikut mereka,
empati dengan mereka, serta mengembangkan mereka. Serta memimpin
dengan cara yang melayani kepentingan yang lebih besar dari organisasi,
komunitas dan masyarakat secara umum (Northouse, 2013).
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Servant Leadership
Menurut Beck (2010), ada 6 hal yang dapat menjadi faktor dalam
mempengaruhi servant leadership, yakni :
a) Semakin lama berada di posisi sebagai pemimpin, perilaku sebagai
servant leadership akan semakin meningkat. Hal ini terkait dengan peran
sebagai mentor, refleksi terhadap pengalaman memimpin yang kemudian
membawa kepada pertumbuhan personal dan kesadaran diri.
b) Pemimpin yang menyediakan waktu setidaknya 1 (satu) jam seminggu
dapat menunjukkan perilaku servant leadership yang lebih tinggi. Hal ini
berhubungan denngan pengertian tujuan, giving back dan spiritualistis.
c) Servant leader mendemonstrasikan pola pikir yang altruistic.
d) Servant leader mempengaruhi orang lain lewat membangun relasi saling
mempercayai.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
e) Servant leader didirikan oleh kompetensi interpersonal dapat
didefinisikan sebagai sebuah kesadaran tajam akan emosi, perhatian dan
perilaku orang lain untuk bertindak sesuai dengan pemahaman tersebut.
f) Servant leader tidak harus memimpin dari depan atau puncak organisasi.
c. Dimensi Servant Leadership
Analisis faktor dalam penelitian Barbuto dan Wheeler (2006) yang dikutip
oleh Sedarmayanti dan Kuswanto (2015) menghasilkan 5 faktor, yaitu :
1) Altruistic Calling
Menggambarkan hasrat yang kuat dari pemimpin untuk membuat
perbedaan positif pada kehidupan orang lain diatas kepentingannya
sendiri dan akan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan bawahannya.
2) Emotional Healing
Menggambarkan komitmen seorang pemimpin dan keterampilannya
untuk meningkatkan dan mengembalikan semangat bawahan dari
trauma atau penderitaan.
3) Wisdom
Menggambarkan pemimpin yang mudah untuk menangkap tanda-
tanda di lingkungannya, sehingga memahami situasi dan memahami
implikasi dari situasi tersebut.
4) Persuasive Mapping
Menggambarkan sejauh mana pemimpin memiliki keterampilan
untuk memetakan persoalan dan mengkonseptualisasikan kemungkinan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
tertinggi untuk terjadinya dan mendesak seseorang untuk melakukan
sesuatu ketika mengartikulasikan peluang.
5) Organizational Stewardship
Menggambarkan sejauh mana pemimpin menyiapkan organisasi
untuk berkontribusi positif terhadap lingkungannya melalui program
pengabdian masyarakat dan pengembangan komunitas dan mendorong
pendidikan tinggi sebagai satu komunitas.
d. Indikator Servant Leadership
Spears mengidentifikasi terdapat 10 indikator dalam yang menjadi inti
dari pengembangan kepemimpinan yang dilayani dikutip Northouse (2013)
sebagai berikut :
1) Mendengarkan
Komunikasi antara pemimpin dan pengikut adalah proses interaktif
yang mencakup mengirim dan menerima pesan (yaitu berbicara dan
mendengarkan). Pemimpin yang melayani berkomunikasi dengan
mendengarkan dulu. Mereka mengakui bahwa mendengarkan adalah hal
yang dapat dipelajari, termasuk terbuka dengan apa yang orang lain
katakana. Lewat mendengarkan, pemimpin yang melayani mengakui
sudut pandang pengikut dan membenarkan perspektif ini.
2) Empati
Empati adalah “ berdiri didalam sepatu” orang lain dan berupaya
untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Pemimpin yang melayani
menunjukkan bahwa mereka benar-benar memahami apa yan dipiirkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
dan dirasakan pengikut. Ketika pemimpin yang melayani menunjukkann
empati, hal itu menenangkan dan meyakinkan pengikut. Hal itu membuat
pengikut merasa unik.
3) Menyembuhkan
Menyembuhkan berarti membuat sehat. Pemimpin yang
melayanipeduli dengan kesehatan pribadi pengikutnya. Mereka
mendukung pengikut dengn membantu mereka mengatasi masalh
pribadi. Penyembuhan adalah jalan dua arah : dengan membantu
pengikut menjadi sehat, pemimpin yang melayani itu sendiri menjadi
sembuh.
4) Perhatian
Perhatian adalah kualitas dalam diri pemimpin yang melayani yan
membuat mereka cepat beradaptasi dan peka terhadap lingkungan fisik,
sosial dan politis. Hal itu mencakup pemahaman akan diri sendiri dan
dampak yang dimiliki seseorang terhadap orang lain. Dengan perhatian,
pemimpin yang melayani mampu untuk melangkah ke samping dan
melihat diri mereka sendiri serta sudut pandang mereka sendiri, dalam
konteks situasi yang lebih besar.
5) Persuasi
Persuasi adalah komunikasi yang jelas dan ulet yang meyakinkan
orang lain untuk berubah. Sebagai lawan dari paksaan, yang
memanfaatkan otoritas posisi untuk memaksakan kepatuhan, persuasi
menciptakan perubahan dengan menggunakan argumen nonpenilaian
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
yang lembut. Menurut Spears, penekanan Greenleaf pada persuasive atas
paksaan mungkin terkait dengan hubungan yang bernilai dengan
Religious Society of Friends.
6) Konseptualisasi
Konseptualisasi merujuk pada kemampuan individu untuk menjadi
orang yang berpandangan jauh kedepan bagi suatu organisasi, dan
memberi pemahaman yang jelas akan tujuan dan arah. Konseptualisasi
juga melengkapi pemimpin yang melayani guna merespon masalah
organisasi yang kompleks dalam cara yang kreatif, sehingga
memungkinkan mereka untuk menghadapi kompleksitas organisasi
dalam hubungannya dengan tujuan jangka panjang.
7) Peramalan
Peramalan meliputi kemampuan pimpinan yang melayani untuk
mengetahui masa depan. Ini adalah kemampuan untuk menduga hal apa
yang akan terjadi berdasarkan pada apa yang terjadi di masa sekarang
dan apa yang akan terjadi di masa lampau. Peramalan memiliki dimensi
etis karena dia percaya pemimpin seharusnya bertanggung jawab untuk
segala kegagalan, guna mengantisipasi apa yang secara masuk akal dapat
diramalkan dan bertindak atas pemahaman itu.
8) Tugas untuk mengurus
Tugas untuk mengurus itu adalah tentang memiliki tanggung jawab
untuk peran yang dipercayakan kepada pemimpin. Pemimpin yang
melayani menerima tanggung jawab untuk mengelola secara hati-hati
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
orang dan organisasi yang mereka pimpin. Selain itu, mereka
mempercayai organisasi untuk kebaikan masyarakat yang lebih besar.
9) Komitmen untuk pertumbuhan orang-orang
Kepemimpinan yang melayani menempatkan suatu nilai ekstra pada
memperlakukan setiap karyawan sebagai orang yang unik dengan nilai
instrinsik yang lebih, dari kontribusi mereka untuk organisasi. Pemimpin
yang melayani memiliki komitmen untuk membantu setiap orang di
dalam organisasi agar bisa tumbuh, baik secara pribadi maupun
professional. Komitmen bisa memiliki banyak bentuk, termasuk
menyediakan bagi pengikut peluang pengembangan karier, membantu
mereka mengembangkan keterampilan kerja baru, menghilangkan
kepentingan pribadi dalam ide mereka, serta melibatkan mereka dalam
pengambilan keputusan.
10) Membangun komunitas
Kepemimpinan yang melayani memperkuat perkembangan
komunitas. Suatu komunitas adalah kumpulan individu yang memiliki
kepentingan serta upaya bersama dan merasakan kesatuan serta
keterkaitan.komunitas memungkinkan pengikut untuk memihak sesuatu
yang lebih besar dari diri mereka yang mereka hargai. Pemimpin yang
melayani membangun komunitas untuk menyediakan tempat dimana
orang bisa merasa aman dan terhubung dengan orang lain, tetapi tetap
diperkenankan untuk mengekspresikan individualitas mereka.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
Sepuluh indikator kepemimpinan yang melayani menggambarkan
pentingnya tentang pelayan sebagai pemimpin. Mereka memberi lensa
kreatif yang mereka gunakan untuk melihat kompleksitas kepemipinan
yang melayani.
5. Komitmen Organisasi
a. Pengertian Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer dalam Fitriastuti
(2013) berpendapat bahwa komitmen adalah keinginan kuat untuk tetap
sebagai anggota organisasi tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai
keinginan organisasi dan keyakinan terhadap penerimaan nilai dan tujuan
organisasi. Sopiah dalam Putrana, dkk (2016) memberikan definisi komitmen
organisasi adalah derajat yang mana pegawai percaya dan menerima tujuan-
tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak meninggalkan organisasi.
Jika menurut Robbins & Judge (2013) komitmen organisasional didefinisikan
sebagai suatu keadaan dimana seorang individu memihak organisasi serta
tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaannya
dalam organisasi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi merupakan
keinginan yang kuat dari para pegawai untuk tetap berada dalam organisasi
tersebut berdasarkan tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan
keanggotaannya dalam organisasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
b. Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi
Steers dan Porter dalam Sopiah (2011) menyatakan tiga faktor yang
mempengaruhi komitmen seorang pegawai antara lain:
1) Faktor personal
Faktor personal merupakan faktor dari pribadi pekerja yang meliputi
job expectation, psychological contract, job choice factor, dan
karakteristik personal sehingga akan membentuk komitmen awal.
2) Faktor organisasi
Faktor organisasi merupakan faktor dari pekerjaan yang meliputi
pengalaman kerja, lingkup pekerjaan, supervision, dan tujuan
organisasi yang konsisten.
3) Non-organizational factors
Faktor dari luar organisasi seperti ada atau tidaknya altenatif pekerjaan
lain. Jika ada dan lebih baik dari organisasi sebelumnya maka karyawan
tentu akan meninggaalkan organisasi tersebut.
c. Dimensi dan Indikator Komitmen Organisasi
Terdapat tiga dimensi komitmen organisasi menurut Meyer yang
dikutip Sopiah (2011) sebagai berikut :
1) Affective Commitment
Affective Commitment merupakan komitmen yang berkaitan dengan
adanya keinginan untuk terikat pada organisasi. Individu akan menetap
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
dalam organisasi karena keinginannya sendiri. Kunci dari komitmen ini
adalah (want to).
2) Continuance Commitment
Continuance Commitment merupakan komitmen yang didasarkan akan
kebutuhan rasional. Dengan kata lain, komitmen ini terbentuk atas
dasar untung-rugi, dipertimbangkan atas apa yang harus dikorbankan
bila akan menetap atau meninggalkan suatu organisasi. Kunci dari
komitmen ini adalah kebutuhan untuk bertahan (need to)
3) Normative Commitment
Normative Commitment merupakan komitmen yang didasarkan pada
norma yang ada dalam diri pegawai. Berisi keyakinan individu akan
tanggung jawab terhadap organisasi. Pegawai merasa harus bertahan
karena loyalitas. Kunci dari komitmen ini adalah merasa berkewajiban
untuk bertahan dalam organisasi (ought to).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
B. Kajian Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Penelitian Hasil
1. Indriani & Sari (2017)
Pengaruh Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Emosi, Sikap Budaya Organisasi, dan Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior pada Guru Sekolah Menengah Kejuruan Negeri Kelompok Teknologi dan Industri di Kabupaten Tegal.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan kausal antara kecerdasan spiritual, kecerdasan emosi, budaya organisasi dan sikap dalam komitmen organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Dalam penelitian ini dikatakan bahwa hipotesis yang menyatakan ada pengaruh kecerdasan spiritual, kecerdasan emosi, sikap pada budaya organisasi, dan komitmen organisasi, bersama-sama pada Organizational Citizenship Behavior diterima sebagai benar.
2. Mira & Margareta (2012)
Pengaruh Servant Leadership terhadap Komitmen Organisasi dan Organizational Citizenship Behavior.
Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh kepemimpinan melayani terhadap komitmen organisasi dan perilaku warga organisasi. Dari analisis hipotesis, ditemukan bahwa kepemimpinan melayani memiliki pengaruh positif terhadap komitmen organisasi dan perilaku organisasi kewarganegaraan.
3.
Sedarmayanti & Kuswanto (2015)
Pengaruh Servant Leadership, Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Servant Leadership dan Komitmen Organisasi berpengaruh signifikan dan berpengaruh positif terhadap Organizational Citizenship Behavior sedangkan kepuasan kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior. Adapun variabel yang memiliki pengaruh yang dominan adalah servant leadership.
4. Widiastuti & Suaris (2017)
Pengaruh Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Komitmen Organisasi, dan Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB. Dan variabel yang memiliki efek paling dominan pada OCB adalah variabel Komitmen Organisasi.
5. Yadav & Punia (2016)
The effect of Emotional Intelligence and Spiritual Intelligence on Organizational Citizenship Behavior.
Hasil penelitian mengungkap korelasi yang signifikan antara Emotional Intelligence dan Spiritual Intelligence dan lebih lanjut menggambarkan bahwa Emotional Intelligence hanya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap OCB karyawan dan Spiritual Intelligence mereka tidak berdampak apa pun.
6. Ibrahim (2013)
Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Organizational Citizenship Behavior dan dampaknya pada Kinerja.
Berdasarkan 3 observator dari 5, kecerdasan emosional terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) memenuhi syarat maka dinyatakan signifikan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
7. Al-Amri, dkk (2016)
The Relationship between Servant Leadership and Organizational Citizenship Behavior: An Empirical Study on Saudi Insurance Companies.
Kuesioner dibagikan kepada sampel yang terdiri dari (500) karyawan asuransi perusahaan. Total (327) kuesioner lengkap telah diterima kembali pada tingkat tanggapan 65%. Hasilnya menunjukkan bahwa Servant Leadership signifikan dan berpengaruh positif terhadap Organizational Citizenship Behavior.
8. Helmy (2016)
Pengaruh Spiritual Leadership dan Emotional Intelligence terhadap Organizational Citizenship Behaviour dengan Workplace Spirituality sebagai variabel Intervening.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan spiritual dan kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap Organizational Citizenship Behaviour. Selain itu spiritualitas di tempat kerja mampu memediasi pengaruh kepemimpinan spiritual dan kecerdasan emosional terhadap Organizational Citizenship Behaviour.
9. Newman, dkk (2017)
How Servant Leadership Influences Organizational Citizenship Behavior: The Roles of LMX, Empowerment, and Proactive Personality.
Servant Leadership tidak signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior
10. Olcer, dkk (2014)
The Effects of Transformational Leadership and Emotional Intelligence of Managers on Organizational Citizenship Behaviors of Employees.
Berdasarkan 5 dimensi Organizational Citizenship Behavior memenuhi standar (p < 0,05) (p < 0,01) (p < 0,001) Emotional Intelligence berpengaruh signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior.
11. Irshad & Hashmi (2014)
How Transformational Leadership is related to Organizational Citizenship Behavior? The Mediating Role of Emotional Intelligence.
Emotional Inteligence (Kecerdasan emosional) atau mediator tengah pada penelitian ini berpengaruh signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior
12. Vipraprastha, dkk. (2018)
The effect of Transformational Leadership and Organizational Commitment to Employee Performane with Organizational Citizenship Behavior as Intervening variabel.
Commitment Organizational memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior
13. Abid, dkk (2015)
The impact of servant leadership on organizational citizenship behaviors with the mediating role of trust and moderating role of group cohesiveness: A Study of public Sector of Pakistan.
Hasil dari penelitian ini adalah adanya hubungan positif antara servant leadership terhadap OCB (organizational citizenship behaviors) dan Trust sebagai variabel mediasi.
14. Sharma & Mahajan (2017)
Relationship Between Emotional Intelligence and Organisational Citizenship Behaviour Among Bank Employees.
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara variabel kecerdasan emosional dan perilaku warga organisasi (OCB) karyawan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
15. Butt, dkk (2017)
Longitudinal study to examine the influence of emotional intelligence on organizational citizenship behavior mediating role of political skills.
Dalam penelitian ini menunjukkan hasil bahwa Emotional intelligence berpengaruh signifikan associated terhadap Organization Citizenship Behavior (rT1 = .516; rT2= .532)
16. Bakan, dkk (2013)
The Effect of Organizational Commitment on Women Employees’ Organizational Citizenship Behavior.
Komitmen Organisasi berpengaruh signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior.
17. Antony (2013)
The influence of Emotional intelligence on Organizational Commitment and Organizational Citizenship Behavior.
Terdapat korelasi yang positif antara emotional intelligence dengan Organizational Commitment dan Organizational Citizenship Behavior
18. Somayehadabirozjaeee, dkk (2014)
The Study of Relationship between Emotional Intelligence and Organizational Citizenship Behavior of High School Teachers in Iran.
Kecerdasan Emosional menunjukkan korelasi positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dan tujuh faktor perilaku kewargaan organisasional atau OCB (kebajikan kewarganegaraan, altruisme, ketelitian, koordinasi personalmutual, perlindungan sumber daya organisasi, sportivitas dan kesopanan).
19. Harwiki (2015)
The impact of Servant Leadership on Organizational culture, OrganizationalCommitment, Organizational Citizenship Behavior (OCB) and Employee Performance in Women Cooperatives.
Dari penelitian ini terdapat hasil yang membuktikan bahwa Servant Leadership signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior. Namun Organizational Commitment tidak signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior
20. Helmy & Wiwoho (2016)
The influence of Spiritual Leadership and Emotional Intelligence to Organizational Citizenship Behavior
Hasil menunjukkan bahwa kepemimpinan spiritual dan kecerdasan emosional positif mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior.
Sumber: Berbagai Jurnal Penelitian
6. Hubungan Antar variabel
a. Kecerdasan Emosional Terhadap Organizational Citizenship Behavior
(OCB)
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang dalam
mengelola emosi yang dimiliknya dan orang lain. Kecerdasan emosional
penting bagi seseorang guna menjadi pengontrol emosi dalam berbagai
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
situasi yang sedang dihadapi. Apabila seseorang memiliki kecerdasan
emosional yang tinggi, maka akan mampu menumbuhkan sikap
Organizational Citizenship Behavior (OCB) dalam diri pegawai.
Penelitian yang dilakukkan oleh Indriani dan Sari (2017)
menemukan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB).
Penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim (2013) menemukan bahwa
berdasarkan 3 obsevator dari 5 obsevator, kecerdasan emosional terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB) memenuhi syarat maka
dinyatakan signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Yadaf dan Punia
(2016) menemukan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh posotif dan
signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB).
Penelitian yang dilakukan oleh Olcer, dkk. (2014) menemukan bahwa
kecerdasan emosional berdasarkan 5 dimensi Organizational Citizenship
Behavior (OCB) telah memenuhi standar atau dengan kata lain
berpengaruh signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior
(OCB). Penelitian yang dilakukan oleh Irshad dan Hashmi (2014),
menemukan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB).
Penelitian yang dilakukan oleh Sharma dan Mahajan (2017), menemukan
bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB). Penelitian yang dilakukan
oleh Somayehadabirozjaeee et, al. (2014), menemukan bahwa kecerdasan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap Organizational
Citizenship Behavior (OCB). Penelitian yang dilakukan oleh Helmy dan
Wiwoho (2016), menemukan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh
positif dan signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior
(OCB). Penelitian yang dilakukan oleh Helmy (2016) menemukan bahwa
kecerdasan emosinal berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB). Penelitian yang dilakukan
oleh Butt, dkk (2017) menemukan bahwa kecerdasan emosional
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Organizational Citizenship
Behavior (OCB). Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Antony
(2013), menemukan bahwa kecerdasan emosional terdapat hubungan yang
positif terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB).
Berdasarkan hasil dari pernyataan dari beberapa peneliti diatas
dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional berpanguh positif dan
signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB), maka
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H1 : Kecerdasan Emosional berpengaruh signifikan terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB)
b. Pengaruh Servant Leadership terhadap Organizational Citizenship
Behavior (OCB)
Servant Leadership dapat memicu para pegawai untuk
memunculkan perilaku suka rela dalam menolong sesame rekan kerja atau
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
yang bisa disebut dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB).
Seorang pemimpin akan menjadi panutan bagi para pegawainya, jadi
apabila pemimpin dapat menjalankan kepemimpinannya yang melayani
maka pegawai pun tidak merasa sungkan untuk memiliiki sikap atau