Top Banner
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Pada subbab ini ditelusuri beberapa pustaka, baik berupa buku-buku, hasil- hasil penelitian, maupun tulisan-tulisan yang dimuat di dalam berbagai jurnal ilmiah, terutama terkait dengan penelitian ini. Melalui penelusuran pustaka- pustaka ini diharapkan diperoleh berbagai hal, seperti ide-ide, informasi, inspirasi, konsep-konsep, dan pembuka wawasan. Berdasarkan hal tersebut, dapat ditunjukkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian dan tulisan- tulisan sebelumnya sehingga diketahui originalitas penelitian ini. Dengan demikian, fenomena ”Membongkar Pemberdayaan Penyandang Cacat Tubuh di Yayasan Senang Hati Gianyar, Bali” sangat signifikan dan layak untuk diteliti. Salah satu kajian pemberdayaan masyarakat yang mendekati penelitian ini dilakukan oleh I Gusti Made Bagiadi, yaitu tesis berjudul “Pemberdayaan Kelompok Usaha Bersama Penyandang Cacat di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung“ (2006). Penelitan tersebut membahas pemberdayaan penyandang cacat yang diorganisasikan melalui KUBE berdasarkan keterampilan yang dimiliki dan peranan pemerintah dalam mendukung pemberdayaan untuk mencapai kesejahteraan. Dalam penelitian Bagiadi (2006:176) disimpulkan bahwa meskipun ada sedikit kendala, baik yang bersifat internal maupun eksternal, secara umum ditemukan dua pemberdayaan KUBE penyandang cacat tergolong maju, satu
38

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

Dec 05, 2019

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Pada subbab ini ditelusuri beberapa pustaka, baik berupa buku-buku, hasil-

hasil penelitian, maupun tulisan-tulisan yang dimuat di dalam berbagai jurnal

ilmiah, terutama terkait dengan penelitian ini. Melalui penelusuran pustaka-

pustaka ini diharapkan diperoleh berbagai hal, seperti ide-ide, informasi, inspirasi,

konsep-konsep, dan pembuka wawasan. Berdasarkan hal tersebut, dapat

ditunjukkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian dan tulisan-

tulisan sebelumnya sehingga diketahui originalitas penelitian ini. Dengan

demikian, fenomena ”Membongkar Pemberdayaan Penyandang Cacat Tubuh di

Yayasan Senang Hati Gianyar, Bali” sangat signifikan dan layak untuk diteliti.

Salah satu kajian pemberdayaan masyarakat yang mendekati penelitian ini

dilakukan oleh I Gusti Made Bagiadi, yaitu tesis berjudul “Pemberdayaan

Kelompok Usaha Bersama Penyandang Cacat di Kecamatan Mengwi, Kabupaten

Badung“ (2006). Penelitan tersebut membahas pemberdayaan penyandang cacat

yang diorganisasikan melalui KUBE berdasarkan keterampilan yang dimiliki dan

peranan pemerintah dalam mendukung pemberdayaan untuk mencapai

kesejahteraan. Dalam penelitian Bagiadi (2006:176) disimpulkan bahwa meskipun

ada sedikit kendala, baik yang bersifat internal maupun eksternal, secara umum

ditemukan dua pemberdayaan KUBE penyandang cacat tergolong maju, satu

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

2

berkembang, dan sisanya tumbuh. Faktor yang menyebabkan belum semua KUBE

penyandang cacat maju adalah di satu sisi belum ada kesungguhan KUBE

penyandang cacat itu sendiri, terutama keaktifan pengurusnya dalam menjalankan

organisasi. Sebaliknya, di sisi lain adanya kelemahan dalam pengembangan bakat

kewirausahaan penyandang cacat.

Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada pemrakarsa pemberdayaan.

Dalam penelitian Bagiadi yang diberdayakan adalah penyandang cacat dalam

KUBE yang terbentuk berdasarkan keterampilan yang dimiliki anggotanya,

diprakarsai oleh pemerintah melalui Departemen Sosial, Dinas Kesejahteraan

Sosial Provinsi Bali, Kabupaten Badung, Kecamatan Mengwi. Tujuan

pembentukannya adalah untuk berproduksi dalam mencapai kesejahteraan.

Sebaliknya, penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti adalah membongkar

pemberdayaan penyandang cacat tubuh di Yayasan Senang Hati Gianyar, Bali

yang diprakarsai oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), sedangkan

persamaannya adalah sama-sama membahas pemberdayaan penyandang cacat.

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Dana Lee Baker berjudul

“Children’s Disability Policy in A Global Word: A Question of Convergence

(2006)”. Kajian tentang anak-anak cacat di dunia global ini diterbitkan dalam

Jurnal Internasional Administrasi Publik Vol. 29. No. 4 – 6, Januari 2006. Kajian

ini menyimpulkan bahwa statement Salamanca bangsa Amerika pada pendidikan

semua anak cacat, pemerintah Kanada, Amerika Serikat, dan Meksiko berbagi

tujuan meningkatkan peluang untuk anak-anak dan remaja penyandang cacat.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

3

Secara umum persamaan kajian penulis dengan kajian Dana Lee Baker

terletak pada objek kajian yang sama-sama mengkaji penyandang cacat,

sedangkan perbedaannya adalah pada fokus kajian. Artinya Dana Lee Baker

melihat kebijakan penyandang cacat di bidang pendidikan, sedangkan kajian

penulis melihat pemberdayaan penyandang cacat tubuh agar menjadi masyarakat

yang mandiri.

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Encep Kasroni (2003) dalam

tulisan berjudul “Mencari Format Menuju Keberdayaan Ekonomi Penyandang

Cacat”. Penelitian ini membahas keberdayaan ekonomi penyandang cacat dari

berbagai jenis kecacatan melalui koperasi, sedangkan penelitian yang dilakukan

penulis adalah pemberdayaan khusus penyandang cacat tubuh di Yayasan Senang

Hati. Persamaannya adalah sama-sama membahas pemberdayaan penyandang

cacat.

Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa “koperasi” merupakan salah satu

alternatif yang dapat dipakai untuk memberdayakan ekonomi penyandang cacat.

Sebagai uji coba atau dapat dijalankan pembentukan kelompok swadaya

penyandang cacat (KSP) beranggotakan 5--10 orang penyandang cacat dari

berbagai jenis kecacatan. Kelompok itu dibentuk berdasarkan kesamaan usaha

atau berdasarkan kedekatan domisili yang memungkinkan terbentuknya KSP

dalam keragaman usaha.

Penelitian berikutnya dilakukan oleh I Wayan Nurija (2008) dengan judul

“Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja

Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja Mandiri Terdidik di Kota

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

4

Denpasar”. Penelitan ini membahas pemberdayaan pemuda pengangguran yang

ada di Kota Denpasar melalui pelatihan kewirausahaan dan pemagangan. Hasil

penelitian itu menunjukkan bahwa berdasarkan status kepemilikan usaha

diketahui bahwa 80,3% mengelola usaha milik sendiri dengan modal milik

keluarga.

Perbedaan dengan penelitian penulis, yaitu penelitian tersebut

memberdayakan pengangguran melalui pelatihan kewirausahaan dan

pemagangan. Sebaliknya, penelitian penulis adalah pemberdayaan penyandang

cacat tubuh. Persamaannya, yaitu sama-sama meneliti pemberdayaan melalui

pelatihan kewirausahaan dan pemagangan.

Penelitian Leli Rahayu (2008) dengan judul “Pemberdayaan Kelompok

Usaha Bersama Keluarga Miskin di Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar,

Sebuah Kajian Budaya”. Penelitian itu membahas kelompok usaha bersama

keluarga miskin dengan pemberian bantuan berupa sapi beserta

pengembangannya (pembuatan pupuk kandang). Penelitian tersebut

menyimpulkan walaupun pemberdayaan sudah dilaksanakan secara maksimal,

belum semua keluarga miskin berhasil. Artinya, hanya sebagian yang berhasil

meningkatkan kesejahteraan keluarganya, sedangkan sebagian lagi belum

berhasil. Di pihak lain penelitian penulis membahas pemberdayaan penyandang

cacat tubuh agar menjadi masyarakat mandiri. Persamaannya adalah sama-sama

membahas pemberdayaan.

Penelitian yang dilakukan oleh La Ode Ali Basri, yaitu disertasi berjudul

“Kearifan Lokal sebagai Modal Sosial dan Budaya dalam Pemberdayaan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

5

Masyarakat Pesisir Etnik Bajo Bungin Permai, Sulawesi Tenggara”

(2010). Tujuan penelitian itu adalah (1) untuk mengetahui dan memahami bentuk

kearifan lokal yang dapat menjadi modal sosial dan budaya untuk

memberdayakan masyarakat pesisir etnik Bajo Bungin Permai, Sulawesi

Tenggara; (2) cara pengembangan kearifan lokal sebagai modal sosial budaya

dalam pemberdayaan masyarakat pesisir etnik Bajo Bungin Permai dan faktor

yang dapat menunjang dan menghambat pengembangan kearifan lokal tersebut;

(3) memahami makna kearifan lokal sebagai modal pemberdayaan masyarakat

pesisir etnik Bajo Bungin permai.

Penelitian La Ode Ali Basri menggunakan metode penelitian kualitatif

dengan pendekatan kajian budaya. Teori yang digunakan adalah teori

postkolonial, strukturasi, hegemoni, praktik sosial, dan semiotika. Adapun

simpulan yang diperoleh, yaitu (1) bentuk kearifan filosofi dan sistem

rarambanga; (2) pengetahuan dan keterampilan asli; (3) budaya kerja keras.

Pengembangan kearifan lokal orang Bajo sebagai modal sosial budaya dalam

pemberdayaan masyarakat pesisir etnik Bajo, Bungin Permai berupa pemanfaatan

pengetahuan dan keterampilan asli dan revitalisasi rarambanga orang Bajo.

Faktor penunjang kearifan lokal sebagai modal dalam pemberdayaan

masyarakat Bajo adalah (1) tersedianya sumber daya laut dan pantai di sekitar

wilayah hunian orang Bajo, (2) masih eksisnya institusi-institusi lokal orang Bajo,

serta (3) adanya dukungan dari pemerintah dan masyarakat. Faktor penghambat

kearifan lokal sebagai modal pemberdayaan orang Bajo adalah (1) transformasi

ekonomi kapitalistik yang sudah merambah dalam kehidupan masyarakat Bajo

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

6

Bungin, (2) benturan nilai budaya dengan masyarakat daratan, (3) sumber daya

manusia yang masih rendah, dan (4) pencitraan negatif terhadap masyarakat Bajo.

Makna pemanfaatan kearifan lokal sebagai modal pemberdayaan masyarakat

adalah (1) makna pelestarian budaya, serta (2) makna kemandirian dan

keberdayaan masyarakat.

Penelitian La Ode Ali Basri (2010) memiliki kesamaan dengan penelitian

penulis, yakni sama-sama mengkaji masalah pemberdayaan, tetapi materi kajian

berbeda. La Ode Ali Basri mengkaji pemberdayaan masyarakat pesisir etnik Bajo

Bungin Permai, Sulawesi Tenggara, sedangkan penulis menelaah pemberdayaan

penyandang cacat tubuh di Yayasan Senang Hati Gianyar, Bali.

Penelitian yang dilakukan oleh I Wayan Wana Pariartha berupa disertasi

berjudul “Manajemen Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kecamatan

Denpasar Barat, Kota Denpasar” (2010). Dari hasil penelitian itu disimpulkan

bahwa Perda No. 3, Tahun 2000 sebagai perubahan atas Perda No. 15, Tahun

1993 yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan manajemen pemberdayaan

belum mengakomodasi seluruh komponen yang terkait dengan permasalahan

pedagang kaki lima. Manajemen pemberdayaan belum mempunyai bentuk

organisasi yang pasti. Kenyataan menunjukan bahwa terdapat tiga jalur yang

dilaksanakan pemerintah, yakni (1) jalur pemerintah lewat aparat kecamatan,

desa/kelurahan, dan dusun/lingkungan, (2) jalur langsung, yaitu dimana aparat

pemerintah kota dan kecamatan langsung melakukan pembinaan di lapangan, dan

(3) jalur desa pakraman/adat.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

7

Penelitian Pariartha (2010) memiliki kesamaan dengan penelitian penulis,

yakni sama-sama mengkaji masalah pemberdayaan, tetapi materi kajian berbeda.

Pariartha mengkaji manajemen pemberdayaan pedagang kaki lima di Kecamatan

Denpasar Barat, Kota Denpasar, sedangkan penulis menelaah pemberdayaan

penyandang cacat tubuh di Yayasan Senang Hati Gianyar, Bali.

Penelitian yang dilakukan oleh Ni Putu Listiawati, (2010), yaitu disertasi

berjudul “Efektivitas Pemberdayaan Perempuan Pesisir di Bidang Keterampilan

Hidup di Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, Lombok. Simpulan penelitian

listiawati adalah sebagai beriku. Pertama, upaya pemberdayaan perempuan pesisir

Ampenan belum merata sampai kepada para perempuan kelompok kelas populer

(kelompok perempuan berwawasan kurang, cara berpikir sederhana, sikap nerimo

dan minder). Ketidakmerataan ini juga disebabkan oleh modal sosial yang

dimiliki kelompok kelas populer tidak mendukung. Kedua, penguasaan sumber

daya modal oleh strata kelas pemilik modal (rentenir) membuat perempuan pesisir

kelompok kelas populer terdominasi dan menjadikan pemberdayaannya tidak

efektif. Ketiga, pengetahuan keterampilan usaha mikro menghasilkan kuasa bagi

tiga perempuan dari sembilan yang ikut pemberdayaan ini untuk mengatur diri

sendiri. Pengetahuan ini pun menguasainya sehingga menjadi patuh mengikuti

aturan. Hal ini membuat pemberdayaan menjadi efektif untuk tiga perempuan

tersebut.

Penelitian Listiawati (2010) memiliki kesamaan dengan penelitian penulis,

yakni sama-sama mengkaji masalah pemberdayaan, tetapi materi kajian berbeda.

Listiawati mengkaji efektivitas pemberdayaan perempuan pesisir di bidang

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

8

keterampilan hidup di Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, Lombok, sedangkan

penulis menelaah pemberdayaan penyandang cacat tubuh di Yayasan Senang Hati

Gianyar, Bali. Hasil penelitian dalam bentuk karya ilmiah yang telah diuraikan,

sangat diperlukan sebagai bahan pembanding. Berdasarkan kajian pustaka ini

diketahui bahwa penelitian yang dilakukan belum pernah dibahas secara khusus.

2.2 Konsep

Pengertian konsep menurut Soedjadi (2000:14) adalah ide abstrak yang

dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada

umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata. Menurut Bahri

(2008:30), pengertian konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek

yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu

mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek-objek

dapat ditempatkan dalam golongan tertentu.

Menurut Malo etal. (1985:46), pengertian konsep adalah ide-ide,

penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan

dalam istilah atau kata. Menurut Dahar (1996:80) pengertian konsep adalah suatu

abstraksi yang mewakili kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan,

atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Dari beberapa

pengertian konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan suatu

kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang dirumuskan dan dapat

dilambangkan dalam bentuk suatu kata (lambang bahasa).

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

9

Judul penelitian ini merupakan suatu ungkapan kalimat yang mengandung

beberapa istilah yang perlu dikonsepsikan untuk memberikan arah penelitian.

Istilah-istilah tersebut adalah pemberdayaan, penyandang cacat tubuh, dan

Yayasan/ Organisasi Sosial/ LSM. Dalam hal ini konsepsi mengenai istilah-istilah

tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.

2.2.1 Pemberdayaan

Menurut Sulistiyani (2004:77), secara etimologis pemberdayaan berasal

dari kata dasar “daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari

pengertian tersebut, maka pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses

menuju berdaya atau proses pemberian daya (kekuatan/kemampuan) kepada pihak

yang belum berdaya. Menurut Oxford English Dictionary dalam Prijono (1996:3),

istilah pemberdayaan (empowerment) mengandung dua arti. Pertama, to give

power or authority to. Kedua, to give bility to anable. Dalam pengertian pertama

diartikan sebagai upaya memberikan kekuasaan, mengalihkan kekuasaan atau

mendelegasikan otoritas kepada pihak lain. Dalam pengertian kedua diartikan

sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan. Dari kedua

pengertian tersebut diketahui bahwa konsep pemberdayaan tidak hanya

menyangkut individu, tetapi juga secara kolektif. Konsep pemberdayaan atau

empowerment sebagai bagian dari upaya membangun eksistensi pribadi,

keuangan, masyarakat, bangsa, pemerintah, negara, dan tata dunia di dalam

kerangka proses aktualisasi kemanusiaan yang adil dan beradab. Bookman dan

Morgan (Prijono, 1996:117) menyatakan bahwa pemberdayaan adalah upaya

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

10

memberikan peluang kepada seseorang untuk meningkatkan potensi dan

kemampuan yang dimiliki serta secara mandiri menentukan masa depan yang

diinginkan. Berdasarkan pengertian dan teori para ahli di atas, dapat diketahui

bahwa dalam penelitian ini pemberdayaan diartikan sebagai upaya

membangkitkan kesadaran penyandang cacat tubuh tentang potensi yang dimiliki

serta berupaya untuk mengembangkannya sehingga masyarakat dapat mencapai

kemandirian.

Menurut Soetomo (2011:25) masyarakat adalah sekumpulan orang yang

saling berinteraksi secara kontinu, sehingga terdapat relasi sosial yang terpola,

terorganisasi. Anggota Yayasan Senang Hati saling berinteraksi secara kontinu

dan terdapat relasi sosial yang terpola, terorganisasi.

Moh. Ali Aziz, dkk (2005: 136) menyatakan sebagai berikut.

Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses dimana masyarakat, khususnya mereka yang kurang memiliki akses ke sumber daya pembangunan, didorong untuk meningkatkan kemandiriannya di dalam mengembangkan perikehidupan mereka. Pemberdayaan masyarakat juga merupakan proses siklus terus-menerus, proses partisipatif di mana anggota masyarakat bekerja sama dalam kelompok formal maupun informal untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman serta berusaha mencapai tujuan bersama. Jadi, pemberdayaan masyarakat lebih merupakan suatu proses.

Selanjutnya pemaknaan pemberdayaan masyarakat menurut Madekhan Ali

(2007:86) adalah sebagai berikut.

Pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah bentuk partisipasi untuk membebaskan diri mereka sendiri dari ketergantungan mental maupun fisik. Partisipasi masyarakat menjadi satu elemen pokok dalam strategi pemberdayaan dan pembangunan masyarakat dengan alasan berikut. Pertama, partisipasi masyarakat merupakan satu perangkat ampuh untuk memobilisasi sumber daya lokal, mengorganisasi serta membuka tenaga, kearifan, dan kreativitas masyarakat. Kedua, partisipasi masyarakat juga membantu upaya identifikasi dini terhadap kebutuhan masyarakat.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

11

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan

masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan daya atau kekuatan masyarakat

dengan cara memberikan dorongan, peluang, kesempatan, dan perlindungan

dengan tidak mengatur dan mengendalikan kegiatan masyarakat yang

diberdayakan. Tujuannya adalah untuk mengembangkan potensinya sehingga

masyarakat tersebut dapat meningkatkan kemampuan dan mengaktualisasikan diri

atau berpartisipasi melalui berbagai aktivitas.

2.2.1.1 Tujuan Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Sulistiyani (2004:80), tujuan yang ingin dicapai

dari pemberdayaan masyarakat adalah untuk membentuk individu dan masyarakat

menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak,

dan mengendalikan apa yang dilakukan oleh masyarakat yang diberdayakan.

Untuk mencapai kemandirian masyarakat diperlukan sebuah proses. Melalui

proses belajar, maka secara bertahap masyarakat akan memperoleh kemampuan

atau daya dari waktu ke waktu.

Menurut Sumaryadi (2005:11), pemberdayaan masyarakat adalah "upaya

mempersiapkan masyarakat seiring dengan langkah upaya memperkuat

kelembagaan masyarakat agar mereka mampu mewujudkan kemajuan,

kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang

berkelanjutan". Selain itu, pemberdayaan masyarakat menurut Sumaryadi pada

dasarnya juga sebagai berikut.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

12

1. Membantu pengembangan manusiawi yang autentik dan integral dari

masyarakat lemah yang didiskriminasikan/dikesampingkan.

2. Memberdayakan kelompok masyarakat secara sosial ekonomis sehingga

mereka dapat lebih mandiri dan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup

mereka, tetapi sanggup berperan serta dalam pengembangan masyarakat.

Jamasy (2004) mengemukakan bahwa konsekuensi dan tanggung jawab

utama dalam program pembangunan melalui pendekatan pemberdayaan adalah

masyarakat berdaya atau memiliki daya, kekuatan, atau kemampuan. Kekuatan

yang dimaksud dapat dilihat dari aspek fisik dan material, ekonomi, kelembagaan,

kerja sama, kekuatan intelektual, dan komitmen bersama dalam menerapkan

prinsip-prinsip pemberdayaan.

Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan pemberdayaan

adalah memampukan dan memandirikan masyarakat, terutama dari kemiskinan,

keterbelakangan, kesenjangan, dan ketidakberdayaan. Kemiskinan dapat dilihat

dari indikator pemenuhan kebutuhan dasar yang belum mencukupi/layak.

Kebutuhan dasar itu mencakup sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan,

dan transportasi. Di pihak lain keterbelakangan, misalnya produktivitas yang

rendah, sumber daya manusia yang lemah, dan kesempatan pengambilan

keputusan yang terbatas. Kemudian ketidakberdayaan adalah melemahnya kapital

sosial yang ada di masyarakat (gotong royong, kepedulian, musyawarah, dan

keswadayaan) yang pada gilirannya dapat mendorong pergeseran perilaku

masyarakat yang semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan, dan

kepedulian untuk mengatasi persoalannya secara bersama.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

13

2.2.1.2 Strategi dan Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat

Berdasarkan pendapat Sunyoto Usman (2003: 40--47) diketahui bahwa

ada beberapa strategi yang dapat menjadi pertimbangan untuk dipilih dan

kemudian diterapkan dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu menciptakan iklim,

memperkuat daya, dan melindungi. Dalam upaya memberdayakan masyarakat

dapat dilihat dari tiga sisi. Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang

memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Di sini titik tolaknya

adalah pengenalan bahwa setiap manusia memiliki potensi atau daya yang dapat

dikembangkan. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat

(empowering). Upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan dan

derajat kesehatan. Di samping itu akses ke dalam sumber-sumber kemajuan

ekonomi, seperti modal, lapangan kerja, dan pasar. Ketiga, memberdayakan juga

mengandung arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang

lemah menjadi bertambah lemah.

Berbicara tentang pendekatan, bila dilihat dari proses dan mekanisme

perumusan program pembangunan masyarakat, pendekatan pemberdayaan

cenderung mengutamakan alur dari bawah ke atas atau lebih dikenal pendekatan

bottom-up. Pendekatan ini merupakan upaya melibatkan semua pihak sejak awal

sehingga setiap keputusan yang diambil dalam perencanaan adalah keputusan

semua pihak dan mendorong keterlibatan dan komitmen sepenuhnya untuk

melaksanakannya.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

14

2.2.1.3 Prinsip-prinsip Pemberdayaan Masyarakat

Pembentukan masyarakat yang memiliki kemampuan yang memadai

untuk memikirkan dan menentukan solusi terbaik dalam pembangunan tentunya

tidak selamanya harus dibimbing, diarahkan, dan difasilitasi. Berkaitan dengan hal

ini, Sumodiningrat (2000) menjelaskan bahwa pemberdayaan tidak bersifat

selamanya, tetapi sampai target masyarakat mampu mandiri dan kemudian dilepas

untuk mandiri meskipun dari jauh tetap dipantau agar tidak jatuh lagi.

Berdasarkan pendapat Sumodiningrat dapat dipahami bahwa pemberdayaan

melalui suatu masa proses belajar hingga mencapai status mandiri.

Proses belajar dalam rangka pemberdayaan masyarakat berlangsung

secara bertahap. Pertama, tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju

perilaku sadar dan peduli sehingga yang bersangkutan merasa membutuhkan

peningkatan kapasitas diri. Kedua, tahap transformasi kemampuan berupa

wawasan berpikir atau pengetahuan, kecakapan keterampilan agar dapat

mengambil peran di dalam pembangunan. Ketiga, tahap peningkatan kemampuan

intelektual, kecakapan keterampilan sehingga terbentuk inisiatif, kreatif, dan

kemampuan inovatif untuk mengantarkannya pada kemandirian (Sulistiyani,

2004).

Apabila masyarakat telah mencapai tahap ketiga ini, masyarakat dapat

secara mandiri melakukan pembangunan. Dalam konsep pembangunan

masyarakat pada kondisi seperti ini sering kali didudukkan sebagai subjek

pembangunan atau pemeran utama. Pemerintah tinggal menjadi fasilitator saja.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

15

Serangkaian tahapan yang ditempuh melalui pemberdayaan tersebut dapat diamati

pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Tahapan Pemberdayaan Knowledge, Attitudes, Practice

dengan Pendekatan Aspek Afektif, Kognitif, Psikomotorik, dan Konatif

Sumber: Sulistiyani (2004)

Untuk melakukan pemberdayaan masyarakat secara umum dapat

diwujudkan dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar pendampingan masyarakat,

sebagai berikut.

1) Belajar dari masyarakat

Prinsip yang paling mendasar untuk melakukan pemberdayaan masyarakat

adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Ini berarti dibangun pada pengakuan dan

kepercayaan tentang nilai. Di samping itu, juga relevansi pengetahuan tradisional

masyarakat dan kemampuan masyarakat untuk memecahkan masalah-masalahnya

sendiri.

Tahapan Afektif

Tahapan Kognitif

Tahapan Psikomotorik

Tahapan Konatif

Belum merasa sadar & peduli

Belum memiliki wawasan pengetahuan

Belum memiliki keterampilan dasar

Tidak berperilaku membangun

Tumbuh rasa kesadaran & kepedulian

Menguasai pengetahuan dasar

Menguasai keterampilan dasar

Bersedia terlibat dalam pembangunan

Memupuk semangat kesadaran & kepedulian

Mengembangkan pengetahuan dasar

Mengembangkan keterampilan dasar

Berinisiatif untuk mengambil peran dalam pembangunan

Merasa membutuhkan kemandirian

Mendalami pengetahuan pada tingkat yang lebih tinggi

Memperkaya variasi keterampilan

Berposisi secara mandiri untuk membangun diri dan lingkungan

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

16

2) Pendamping sebagai fasilitator

Mengingat masyarakat sebagai pelaku konsekuensi dari prinsip pertama,

pendamping perlu menyadari perannya sebagai fasilitator, bukan sebagai pelaku

atau guru. Untuk itu diperlukan sikap rendah hati dan ketersediaan untuk belajar

dari masyarakat. Selain itu, juga menempatkan warga masyarakat sebagai

narasumber utama dalam memahami keadaan masyarakat itu. Bahkan, dalam

penerapannya masyarakat dibiarkan mendominasi kegiatan. Kalaupun pada

awalnya peran pendamping lebih besar, harus diusahakan agar secara bertahap

peran itu bisa berkurang dengan mengalihkan prakarsa kegiatan-kegiatan pada

warga masyarakat itu sendiri.

3) Saling belajar

Saling berbagi pengalaman merupakan salah satu prinsip dasar

pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat dalam hal ini adalah pengakuan

tentang pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat. Hal ini tidak berarti

bahwa masyarakat selamanya benar dan harus dibiarkan tidak berubah. Kenyataan

objektif telah membuktikan bahwa dalam banyak hal perkembangan pengalaman

dan pengetahuan tradisional masyarakat tidak sempat mengejar perubahan-

perubahan yang terjadi dan tidak lagi dapat memecahkan masalah-masalah yang

berkembang. Namun, telah terbukti pula bahwa pengetahuan modern dan inovasi

dari luar yang diperkenalkan oleh orang luar tidak dapat memecahkan masalah

yang ada di masyarakat.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

17

Berdasarkan pengertian dan teori para ahli di atas, pemberdayaan dalam

penelitian ini dapat diartikan sebagai upaya membangkitkan kesadaran tentang

potensi yang dimiliki dan upaya untuk mengembangkannya sehingga masyarakat

dapat mencapai kemandirian.

2.2.2 Disabilitas/Penyandang Cacat

Coleridge melalui WHO mengemukakan definisi kecacatan yang berbasis

pada model sosial sebagai berikut.

Impairment (kerusakan/kelemahan): ketidaklengkapan atau ketidaknormalan yang disertai akibatnya terhadap fungsi tertentu. Misalnya, kelumpuhan di bagian bawah tubuh disertai ketidakmampuan untuk berjalan dengan kedua kaki. Disability/handicap (cacat/ketidakmampuan) adalah kerugian/keterbatasan dalam aktivitas tertentu sebagai akibat faktor-faktor sosial yang hanya sedikit atau sama sekali tidak memperhitungkan orang-orang yang menyandang "kerusakan/kelemahan" tertentu dan karenanya mengeluarkan orang-orang itu dari arus aktivitas sosial (1997:132).

Peraturan Pemerintah Nomor 36, Tahun 1980 tentang Usaha

Kesejahteraan Sosial Penderita Cacat menyatakan bahwa penderita cacat

adalah seseorang yang menurut ilmu kedokteran dinyatakan mempunyai

kelainan fisik atau mental yang merupakan suatu rintangan atau hambatan

baginya untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan secara layak. Penderita cacat

terdiri atas cacat tubuh, cacat netra, cacat mental, cacat rungu wicara, dan cacat

bekas penyandang penyakit kronis. Kategori penyandang cacat tersebut

disempurnakan dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 4, Tahun 1997

tentang penyandang cacat yang mendifinisikan bahwa Penyandang Cacat

adalah "setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

18

dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk

melakukan kegiatan secara selayaknya". Penyandang cacat terdiri atas

penyadang cacat fisik, penyandang cacat mental, dan penyandang cacat fisik

dan mental.

Ferial dan Slamet (1998:2) dalam manual RBM mendefinisikan

penyandang cacat sebagai bayi/anak/dewasa/orang tua yang mengalami

gangguan-gangguan sebagai berikut.

a. Gangguan kejang (ayan), yaitu kecacatan yang disebabkan oleh adanya

iritasi di dalam otak.

b. Gagguan belajar, yaitu keadaan seseorang yang mengalami hambatan dalam

mempelajari sesuatu karena memiliki tingkat kecerdasan atau kepandaian

yang rendah dibandingkan dengan yang lainnya.

c. Gangguan wicara, yaitu seseorang yang mengalami hambatan dalam

berbicara atau menyampaikan sesuatu.

d. Gangguan pendengaran, yaitu seseorang yang mengalami hambatan dalam

mendengar sehingga tidak dapat berkomunikasi atau masih bisa

berkomunikasi, tetapi tidak baik.

e. Gangguan penglihatan, yaitu seseorang yang mempunyai kelainan pada

indra penglihatan sedemikian rupa sehingga menghambat dalam

melaksanakan aktivitas sehari-hari.

F. Gangguan gerak, yaitu keadaan seseorang yang mengalami hambatan dalam

menggerakkan lengan, badan, atau tungkai. Hal ini disebabkan oleh

lemahnya fungsi lengan, badan, dan tungkai atau karena kehilangan salah satu

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

19

anggota badannya.

g. Gangguan perkembangan yang secara khusus dialami oleh bayi atau anak

kecil, yaitu perkembangannya tidak senormal orang lain.

h. Gangguan tingkah laku adalah keadaan seseorang yang memperlihatkan

gangguan tingkah laku karena pikirannya tidak bekerja seperti biasanya,

berubah-ubah dan tidak dapat berpikir jernih, bahkan tidak menyadari

tingkah lakunya.

i. Gangguan mati rasa, yaitu keadaan seseorang yang tidak dapat

memfungsikan indra perasaannya.

j. Gangguan lain-lain, seperti bibir sumbing, luka bakar, sesak, termasuk

yang mengalami gangguan/cacat ganda.

Untuk mempermudah memahami perbedaan definisi di atas, dapat

dilihat dalam tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kategori Penyandang Cacat dan Dasar Penggolongan

No Nama

Ahli/Sumber

Dasar Kategori Kategori

Penyandang Cacat 1 WHO Pendekatan medis

atau dokter a. Impairment b. Disability c. Handicap

2 Peter Coleridge Pendekatan sosial a. Impairment b. Disability/handicap

3 UU No. 4, Tahun 1997

Pendekatan sosial a. Penyandang cacat fisik b. Penyandang cacat mental c. Penyandang cacat ganda

4 Manual RBM Pendekatan medis, sosial, pendidikan, dan keterampilan.

a. Gangguan kejang b. Gangguan belajar c. Gangguan wicara d. Gangguan pendengaran e. Gangguan penglihatan f. Gangguan gerak g. Gangguan perkembangan h. Gangguan tingkah laku i. Gangguan lain-lain

Sumber: Diolah dari Coleridge (1997), U U Nomor 4, Tahun 1997, dan Manual RBM (1998)

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

20

Caleridge membahas permasalahan penyandang cacat dengan

menggunakan tiga model pendekatan, yaitu model tradisional, model medis dan

model sosial. Model tradisional merupakan konstruk yang dibuat oleh agama

dan budaya di tiap masyarakat, yang memandang kecacatan sebagai sebuah

hukuman, penyandang cacat dianggap sebagai orang yang telah berbuat dosa

besar, dan akibat kemarahan para leluhur. Penyandang cacat dalam model ini

dipandang sebagai orang yang bernasib sial, berbeda, kotor, dan tercela.

Metode kedokteran menganggap kecacatan sebagai suatu abnormalitas.

Artinya, orang yang mengalami kecacatan harus dinormalkan, dikoreksi,

ditanggulangi, dan disembuhkan sehingga hambatan yang di hadapi di

masyarakat dapat diatasi. Model sosial disusun berdasarkan pemahaman

bahwa penyatuan diri penyandang cacat diartikan sebagai proses merobohkan

rintangan-rintangan dan menjinakkan ranjau-ranjau sosial. Model ini

menekankan aspek perubahan sikap masyarakat terhadap penyandang cacat

yang menghambat kemandirian dan pengembangan dirinya.

Goffman sebagaimana dikemukakan oleh Johnson (1990:47),

mengungkapkan bahwa masalah sosial utama yang dihadapi penyandang

cacat, yaitu mereka abnormal dalam tingkat yang sedemikian jelasnya

sehingga orang lain tidak merasa enak atau tidak mampu berinteraksi

dengannya. Lingkungan sekitar telah memberikan stigma kepada penyandang

cacat bahwa mereka dipandang tidak mampu dalam segala hal. Hal tersebut

merupakan penyebab dari berbagai masalah di atas.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

21

Berdasarkan berbagai gambaran tentang penyandang cacat, terlihat

bahwa permasalahan yang dihadapi penyandang cacat tidak sebatas pada

penyandang cacat itu sendiri, tetapi juga terkait dengan keluarga penyandang

cacat dan masyarakat. Kenyataan sebagaimana terungkap di atas mengarah

kepada simpulan bahwa penyandang cacat, keluarga, dan masyarakat

merupakan sasaran pembinaan dan pendidikan dalam rangka memahami dan

mengerti kecacatan serta cara-cara untuk mengatasinya.

Masyarakat yang melakukan pemberdayaan penyandang cacat harus

memperhatikan kebutuhan penyandang cacat dan keluarganya. Penyandang

cacat membutuhkan dukungan emosional, kesempatan untuk

mengungkapkan perasaan dan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan

perilaku secara bertahap. Tujuannya supaya penyandang cacat mendapatkan

kembali pengetahuan mengenai pengendalian diri dan emosional yang

terdapat pada individu.

Selanjutnya dimukakan bahwa keluarga dan anggotanya yang lain perlu

memahami bagaimana hubungan satu dengan lainnya menjadi berubah. Keluarga

perlu mengetahui siapa yang mengambil alih peran dan fungsi, bagaimana

anggota keluarga dan penyandang cacat merasakan perubahan-perubahan

tersebut, dan bagaimana keluarga sebagai suatu unit ekonomi dan sosial telah

mengubah keberfungsiannya. Penelitian ini membahas pemberdayaan

penyandang cacat tubuh di Yayasan Senang Hati Gianyar, Bali. Di yayasan itu

ada beberapa orang penyandang cacat lainnya, seperti penyandang tuna wicara,

keterbelakangan mental, dan memiliki kecacatan ganda.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

22

2.2.3 Yayasan/ Organisasi Sosial/ LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)

Dalam Keputusan Menteri Sosial RI dirumuskan pengertian organisasi

sosial, yaitu “suatu perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang

berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai

sarana partisipasi masyarakat dalam melaksanakan usaha kesejahteraan sosial”.

Menurut rumusan di atas, diketahui bahwa organisasi sosial berfungsi sebagai

sarana/alat. Fungsi sebagai sarana/alat, menurut F.X. Soedjadi (1992:12),

mengandung dua aspek. Pertama, organisasi sebagai wadah yang relatif bersifat

statis, mengandung stabilitas dengan maksud untuk memberikan adanya suatu

kepastian dan ketentuan-ketentuan tentang pelaksanaan kerja sama antarmanusia

yang berada dalam organisasi yang bersangkutan. Kedua, organisasi sosial

sebagai proses pengelompokan manusia dalam suatu kerja sama yang efisien,

mengandung unsur dinamika, hidup, berkembang sesuai dengan sifat kodrati

manusia yang tidak pernah statis.

Organisasi sosial (social organization) di dalam kehidupan manusia

tersebut merupakan himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup

bersama. Untuk itu, diperlukan beberapa persyaratan tertentu, antara lain seperti

berikut. Pertama, adanya kesadaran pada setiap anggota kelompok bahwa dia

merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan. Kedua, adanya hubungan

timbal balik antara anggota yang satu dan anggota yang lain. Ketiga, adanya

faktor yang dimiliki bersama sehingga hubungan di antara mereka bertambah erat,

yang dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

23

sama, dan ideologi yang sama. Keempat, berstruktur, berkaidah, dan mempunyai

pola perilaku. Kelima, bersistem dan berproses (Hari Budiyanto.dkk., 2008: 9)

Istillah LSM secara tegas didefinisikan dalam Instruksi Menteri Dalam

Negeri (Inmendagri) No.8/1990, yang ditujukan kepada gubernur diseluruh

Indonesia tentang Pembinaaan Lembaga Swadaya Masyarakat. Lampiran II

Inmendagri menyebutkan bahwa LSM adalah organisasi/lembaga yang

anggotanya adalah masyarakat warga negara Republik Indonesia yang secara

sukarela atau kehendak sendiri berminat. Di samping itu, juga bergerak di bidang

kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/lembaga sebagai wujud

partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan

masyarakat, yang menitikberatkan kepada pengabdian secara swadaya.

2.3 Landasan Teori

Dalam penelitian ini diaplikasikan beberapa teori secara eklektis. Secara

garis besar, teori yang diaplikasikan adalah teori hegemoni, teori dekonstruksi,

teori praktik sosial, dan teori relasi kuasa yang pernah dikemukakan oleh para

pakarnya masih-masing. Adapun gagasan-gagasan dan asumsi-asumsi dasar teori

tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

2.3.1 Teori Hegemoni

Gramsci (1971:57) menyatakan bahwa istilah hegemoni digunakan untuk

kelompok yang dominan dalam suatu masyarakat mendapat dukungan dari

kelompok-kelompok subordinasi melalui proses kepemimpinan intelektual dan

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

24

moral. Menurut Simon (1999:9), hegemoni bukan hubungan dominasi dengan

menggunakan kekuasaan, melainkan hubungan persetujuan dengan menggunakan

kepemimpinan politik dan ideologis. Hegemoni adalah organisasi konsensus.

Teori hegemoni dibangun di atas pentingnya ide dan tidak mencukupinya

kekuatan fisik belaka dalam kontrol sosial politik. Menurut Gramsci, agar yang

dikuasai mematuhi penguasa, yang dikuasai tidak hanya harus merasa mempunyai

dan menginternalisasi nilai-nilai serta norma penguasa, juga harus memberikan

persetujuan atas subordinasi tersebut. Inilah yang dimaksud Gramsci dengan

“hegemoni” atau menguasai dengan “kepemimpinan moral dan intelektual” secara

konsensual. Dalam kontek ini Gramsci secara berlawanan mendudukkan

hegemoni sebagai satu bentuk supermasi satu kelompok atau beberapa kelompok

atas yang lainnya dengan bentuk supermasi lain yang dinamakan “dominasi”,

yaitu kekuasaan yang ditopang oleh kekuatan fisik (Sugiono, 1999:31).

Kelebihan konsepsi Gramsci tentang negara integral adalah karena

konsepsi itu memungkinkan dirinya memandang hegemoni dalam batasan

dialektik yang meliputi masyarakat sipil atau masyarakat politik (Sugiono, 1999).

Lebih jauh dikatakan Gramsci bahwa bila kekuasaan hanya dicapai dengan

mengandalkan kekuasaan memaksa, hasil nyata yang berhasil dicapai dinamakan

“dominasi”. Stabilitas dan keamanan memang tercapai, sementara gejolak

perlawanan tidak terlihat karena rakyat memang tidak berdaya. Namun hal ini

tidak dapat berlangsung secara terus-menerus. Dengan demikian, para penguasa

yang benar-benar sangat ingin melestarikan kekuasaannya akan melengkapi

dominasi (bahkan secara perlahan-lahan kalau perlu menggantikannya) dengan

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

25

perangkat kerja yang kedua, yang hasil akhirnya lebih dikenal dengan sebutan

“hegemoni”. Hal ini berarti bahwa supermasi kelompok (penguasa) atau kelas

sosial tampil dalam dua cara, yaitu dominasi atau penindasan serta kepemimpinan

intelektual dan moral. Tipe kepemimpinan yang terakhir inilah yang merupakan

hegemoni (Hendarto, 1993:74). Jadi kekuasaan hegemoni lebih cenderung

merupakan kekuasaan melalui “persetujuan” (konsensus), yang mencakup

beberapa jenis penerimaan intelektual atau emosional atas tatanan sosial politik

yang ada.

Hegemoni adalah sebuah rantai kemenangan yang didapat melalui

mekanisme konsensus (consenso) daripada melalui penindasan terhadap kelas

sosial lain. Ada berbagai cara yang dipakai, misalnya melalui yang ada di

masyarakat yang menentukan secara langsung atau tidak langsung struktur-

struktur kognitif dari masyarakat itu. Itulah sebabnya hegemoni pada hakikatnya

merupakan upaya untuk menggiring orang agar menilai dan memandang

problematika sosial dalam kerangka yang ditentukan (Gramsci, 1976:244). Dalam

konteks tersebut Gramsci menekankan pada aspek kultural (ideologis). Melalui

produk-produknya, hegemoni menjadi satu-satunya penentu dari sesuatu yang

dipandang benar, baik secara moral maupun intelektual. Hegemoni kultural tidak

hanya terjadi dalam relasi antarnegara, tetapi juga dapat terjadi dalam hubungan

antara berbagai kelas sosial yang ada dalam suatu negara.

Ada tiga tingkatan yang dikemukakan oleh Gramsci, yaitu hegemoni total

(integral), hegemoni yang merosot (decadent), dan hegemoni yang minimum

(Femia, 1981). Dalam konteks ini dapat dirumuskan bahwa konsep hegemoni

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

26

merujuk pada pengertian tentang situasi sosial politik. Dalam terminologinya

“momen” filsafat dan praktik sosial masyarakat menyatu dalam keadaan

seimbang, dominasi merupakan lembaga dan manifestasi perorangan. Pengaruh

“roh” ini membentuk moralitas, adat, religi, prinsip-prinsip politik, dan semua

relasi sosial, terutama dari intelektual dan hal-hal yang menunjuk pada moral.

Konsep hegemoni terkait dengan tiga bidang, yaitu ekonomi (economic),

negara (state), dan rakyat (civil society) (Bocock, 1986). Ruang ekonomi menjadi

fundamental. Namun, dunia politik yang menjadi arena hegemoni juga

menampilkan momen perkembangan tertinggi dari sejarah sebuah kelas. Dalam

hal ini pencapaian kekuasaan negara, konsekuensi yang dibawanya bagi

kemungkinan perluasan dan pengembangan penuh dari hegemoni itu telah muncul

secara parsial memiliki sebuah signifikasi yang khusus. Negara dengan segala

aspeknya yang diperluas mencakup wilayah hegemoni memberikan kepada kelas

yang mendirikannya, baik prestise maupun tampilan kesatuan sejarah kelas

penguasa dalam bentuk konkrit, yang dihasilkan dari hubungan organik antara

negara atau masyarakat politik dan civil society.

Gramsci dalam bahasan teorinya memberikan solusi untuk melawan

hegemoni (counter hegemony) dengan menitikberatkan pada sektor pendidikan.

Menurut Gramsci kaum intelektual memegang peranan penting di masyarakat.

Berbeda dengan pemahaman kaum intelektual yang selama ini dikenal, dalam

catatan hariannya Gramsci (1971) menulis bahwa “setiap orang sebenarnya adalah

seorang intelektual, tetapi tidak semua orang menjalankan fungsi intelektualnya di

masyarakat”.

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

27

Tipe intelektual yang ada dalam masyarakat dibedakan menjadi dua.

Pertama, intelektual tradisional. Intelektual ini terlihat independen, otonom, dan

menjauhkan diri dari kehidupan masyarakat. Mereka hanya mengamati dan

mempelajari kehidupan masyarakat dari kejauhan dan sering kali bersifat

konservatif (anti terhadap perubahan). Contoh intelektual tradisional ini adalah

para penulis sejarah, filsuf, dan para profesor. Kedua, intelektual organik. Mereka

yang sebenarnya menanamkan ide, menjadi bagian dari penyebaran ide-ide yang

ada di masyarakat dari kelas yang berkuasa, dan turut aktif dalam pembentukan

masyarakat yang diinginkan. Ketika akan melakukan counter hegemoni kaum

intelektual organik harus berangkat dari kenyataan yang ada di masyarakat.

Artinya, mereka haruslah orang yang berpartisipasi aktif dalam kehidupan

masyarakat, menanamkan kesadaran baru yang menyingkap kebobrokan sistem

lama, dan dapat mengorganisasikan masyarakat. Dengan demikian ide tentang

pemberontakan serta merta dapat diterima oleh masyarakat hingga tercapainya

revolusi.

Yang unik meskipun berasal dari Partai Komunis Italia tidak lantas

Gramsci berpendapat bahwa intelektual organik harus berasal dari kalangan

buruh, tetapi harus lebih luas dari itu. Counter hegemoni bisa dilakukan oleh siapa

saja intelektual dari berbagai kelompok yang tertindas oleh sistem kapitalisme.

Menurut Strinati (1995), “setiap pihak yang berkontribusi dalam perjuangan

melawan hegemoni harus saling menghormati otonomi kelompok yang lain. Di

samping itu, kelompok tersebut harus bekerja sama agar menjadi kekuatan

kolektif yang tidak mudah dipatahkan ketika melakukan counter hegemoni”.

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

28

Dalam penelitian ini teori hegemoni digunakan untuk melihat hegemoni

satu kelompok atas kelompok-kelompok lainnya di Yayasan Senang Hati Gianyar,

Bali. Hegemoni itu harus diraih melalui upaya-upaya politis, kultural, dan

intelektual untuk menciptakan pandangan dunia bersama bagi seluruh masyarakat.

Teori hegemoni juga digunakan untuk melihat perlawanan penyandang cacat

tubuh di Yayasan Senang Hati Gianyar, Bali karena ketidakpuasan terhadap

pemimpin dan manajemen keuangan.

2.3.2 Teori Relasi Kuasa

Teori relasi kuasa digunakan untuk membedah hubungan kuasa yang

terbangun di antara beberapa aktor yang terjalin dalam pemberdayaan penyandang

cacat tubuh di Yayasan Senang Hati Gianyar, Bali. Beberapa aktor yang terjalin

dalam pemberdayaan penyandang cacat tubuh adalah penyandang cacat tubuh,

pengurus, donatur, pemerintah, dan masyarakat. Para aktor dalam hubungan ini

terlibat dalam proses perijinan, pendanaan, pelaksanaan dan pengawasan

pemberdayaan penyandang cacat tubuh di Yayasan Senang Hati Gianyar, Bali.

Perebutan kuasa di antara aktor pada era global bermuara pada penguasaan

ekonomi dan dominasi ditentukan oleh kepemilikan modal masing-masing pihak.

Salah satu tokoh yang memiliki pemikiran terkait dengan relasi kuasa ini

adalah filsuf Prancis bernama Paul Michel Foucault, lahir di Poitiers, 15 Oktober

1926. Selain sebagai filsuf, Foucault dikenal sebagai sejarawan ide, teori sosial,

ahli Bahasa dan kritikus sastra. Teori-teorinya membahas hubungan antara

kekuasaan dan pengetahuan. Foucault dalam Baker (2004:163) menjelaskan

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

29

kuasa/pengetahuan adalah konsep kekuasan/pengetahuan menyangkut

kesalingterkaitan hubungan antara kekuasaan dengan pengetahuan sehingga

produksi pengetahuan dipahami sangat terkait dengan rezim kekuasaan dan

kemudian berkontribusi terhadap perbaikan dan pengembangan.

Foucault mengemukakan wacana erat hubungannya dengan kekuasaan,

disebutkan kekuasaan adalah satu dimensi dari relasi. Menurutnya di mana ada

relasi, di sana ada kekuasaan, sehingga kekuasaan dapat dijumpai di mana saja.

Seperti kekuasaan di antara berbagai relasi dalam pemberdayaan penyandang

cacat di Yayasan Senang Hati Gianyar, Bali pada era global ini. Salah satu

pemikiran Foucault adalah tentang strategi atau teknik kekuasaan. Dalam strategi

kuasa setiap orang memiliki kekuasaan, bukan hanya elite politic atau lembaga-

lembaga kenegaraan saja. Ia berpendapat bahwa konsep kekuasaan telah berubah

dibandingkan dengan abad ke-19. Ciri kekuasaan pada saat itu: pertama, cendrung

brutal. Kedua, dioperasikan secara terus-menerus. Ketiga, menekankan ketaatan

pada tata acara dan penuh dengan simbolisme. Keempat, berada di ruang publik

(Putranto, 2005:154).

Intisari pemikiran-pemikiran Foucault dalam Bertens (2006:352) adalah:

1) Kuasa bukanlah milik individu atau kelompok, melainkan strategi kuasa tidak

dimiliki tetapi dipraktekkan dalam suatu ruang lingkup di mana ada banyak

posisi secara strategis berkaitan satu dengan yang lainnya dan senantiasa

mengalami pergeseran.

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

30

2) Kuasa terdapat di mana-mana, sebelumnya kuasa selalu dikaitkan dengan

orang atau lembaga tertentu. Menurut Foucault strategi kuasa berlangsung di

mana saja selama seorang individu mempunyai hubungan dengan masyarakat.

3) Kuasa tidak selalu bekerja melalui penindasan dan represi yang bersifat

negatif, tetapi juga melalui normalisasi dan regulasi bersifat positif.

4) Kuasa tidak bersifat deskruktif melainkan produktif, terkadang kuasa itu

dianggap menghasilkan sesuatu yang jahat dan harus ditolak, tetapi penolakan

itu sendiri merupakan strategi kuasa.

Dalam praktiknya kuasa berlangsung di antara relasi penguasa dan yang

dikuasai. Penguasaan dapat melahirkan golongan yang didominasi atau golongan

yang terpinggirkan. Menurut Gramsci golongan terpinggirkan disebut dengan

istilah subaltern dimaknai sebagai orang tertindas, kelompok yang didominasi dan

dieksploitasi serta kurang memiliki kesadaran kelas (Ratna, 2005:189).

Kelompok-kelompok masyarakat yang tertindas biasanya menjadi subjek

hegemoni kelas-kelas yang berkuasa, seperti petani, buruh, perajin, nelayan dan

penyandang cacat. Kelompok-kelompok ini tidak memiliki akses kepada

kekuasaan “hegemonic” yang dimainkan pihak penguasa. Istilah ini kemudian

digunakan dalam kajian pascakolonial yang merujuk kepada semua golongan

terpinggir dari segi kelas, usia, kasta, gender, dan perjawatan (Ashcroft,

2000:215--216). Menurut Spivak kelompok-kelompok yang dikuasai tidak

memiliki kemampuan dalam menunjukkan identitasnya dan tertindas secara sosial

dan ekonomi (Morton, 2008:13).

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

31

Sebagai golongan tertindas adalah penyandang cacat tubuh yang

bergabung dalam pemberdayaan di Yayasan Senang Hati Gianyar, Bali.

Penyandang cacat tubuh termasuk individu atau kelompok yang tertindas oleh

pihak-pihak pemilik kuasa dan modal, sehingga yang tidak kuat akan

terpinggirkan. Pada dunia global saat ini, kuasa pengandang cacat tubuh lemah

sehingga kesulitan memperjuangkan kepentingnnya melalui kemampuan yang

dimiliki. Penyandang cacat tubuh selalu menjadi sasaran para hegemonic

melaksanakan program-program dari struktur sebagai pemilik kuasa, misalnya

dalam pemberdayaan penyandang cacat tubuh dan penentuan harga yang

diberikan kepada penyandang cacat.

2.3.3 Teori Dekonstruksi

Teori dekonstruksi Jacques Derrida digunakan untuk mengkaji

pemberdayaan penyandang cacat tubuh di Yayasan Senang Hati Gianyar, Bali.

Derrida adalah seorang Yahudi yang lahir di El-Aljazair 15 Juli 1930 dan

meninggal tahun 2004. Dekonstruksi mengandung arti mengurangi, melepaskan,

membongkar suatu bagian atau keseluruhan dari suatu susunan, bangunan, dan

struktur yang telah dibangun bersama sehingga intensitasnya berkurang,

menyusut, dan sebagainya (Ratna, 2007:244).

Derrida (dalam Lubis, 2004:114) mengatakan bahwa dekonstruksi adalah

membaca dan menafsirkan ulang segala sesuatu yang dianggap final sehingga

dengan cara mendekonstruksi (membongkar) penafsiran lama akan melahirkan

penafsiran baru yang berbeda dengan penafsiran lama. Teori dekonstruksi juga

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

32

menolak kebenaran akhir karena akan berkembang sesuai dengan perkembangan

zaman. Demikian juga dengan makna, menyingkirkan adanya rumus dan makna

yang bersifat jelas dan tegas (makna final).

Barker (2009:81) mengatakan bahwa Derrida biasanya dikaitkan dengan

praktik dekonstruksi. Secara khusus dekonstruksi melibatkan pelucutan oposisi

biner hierarkis, seperti tuturan/tulisan, realitas/penampakan alam/kebudayaan,

dan kewarasan/kegilaan yang berfungsi menjamin kebenaran dengan cara

mengesampingkan dan mengevaluasi bagian ‘inferior” oposisi biner tersebut.

Derrida menunjukkan kelemahan ucapan untuk mengungkapkan makna

dengan menggunakan kata difference. Proses dekonstruksi memahami tanda tidak

sesederhana menemukan makna. Suatu hal yang dimaknai adalah suatu proses

dengan cara membongkar (to dismantle) dan menganalisis secara kritis (critical

analysis) tidak bersifat tetap, tetapi dalam kenyataannya dapat bersifat ‘ditunda”

untuk memperoleh hubungan yang lain atau baru. Dalam proses differance

penundaan ini, proses dekonstruksi bertujuan untuk menemukan makna lain atau

makna baru. Struktur makna suatu tanda bukan sesuatu yang objektif dan bukan

sesuatu yang subjektif (Hoed, 2008:14--15). Menurut Piliang (2003:126),

dekonstruksi adalah penyangkalan akan oposisi ucapan/tulisan, ada/tak ada,

murni/tercemar, dan penolakan akan kebenaran dan logos itu sendiri.

Dekonstruksi (deconstruction) adalah suatu teori atau metode analisis yang

dikembangkan oleh Derrida dengan membongkar struktur dan kode-kode bahasa,

khususnya struktur oposisi biner sedemikian rupa sehingga menciptakan satu

permainan tanda yang tanpa akhir. Di sini dekonstruksi berusaha mengekspos

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

33

ruang-ruang kosong dalam teks akibat adanya oposisi biner berupa asumsi,

ideologi, yang didasari dan menjadi landasan kerja mereka (Piliang, 2004:16).

Dekonstruksi yang dikembangkan Derrida adalah penyangkalan terhadap

oposisi ucapan atau tulisan, ada atau tidak ada, murni atau tercemar, dan akhirnya

penolakan terhadap kebenaran tunggal atau logos itu sendiri. Secara singkat dapat

dikatakan bahwa penganut aliran dekonstruksi berpendapat ketika membaca

penanda (signifier) agar menjadi petanda (signified), maka penafsiran harus

ditunda agar mendapatkan makna yang berbeda (difference) dari petanda yang

sudah menjadi mitos. Karena sifatnya yang mengaitkan tiga segi, yakni penanda,

petanda, dan penafsiran (interpretasi), hal ini dikatakan bersifat trikotomis.

Pemaknaan terhadap pemberdayaan para penyandang cacat tubuh di

Yayasan Senang Hati Gianyar, Bali dilakukan melalui asas-asas yang

dikembangkan. Adapun asas-asas yang dimaksud adalah membuka kemungkinan

untuk membaca peringkat-peringkat penandaan yang real dan yang hipotesis, baik

yang muncul di permukaan maupun yang ada di balik tanda, berupa petanda yang

mencerminkan makna yang sebenarnya (Barthes, 2007:xiii). Teori dekonstruksi

digunakan untuk melihat, mengkritisi, membongkar, dan menafsirkan kembali

berbagai hal yang berhubungan dengan pemberdayaan penyandang cacat tubuh di

Yayasan Senang Hati Gianyar, Bali.

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

34

2.3.4 Teori Praktik Sosial

Bourdieu menyatakan rumus generative yang menerangkan praktik sosial

dengan persamaan: (Habitus x Modal) + Ranah = Praktik (Bourdieu, 1984:101).

Relasi antara habitus, ranah, dan modal dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Habitus

Bourdieu (1984:13) mengartikan habitus sebagai suatu sistem disposisi

yang berlangsung lama dan berubah-ubah (durable, transposable disposition)

yang berfungsi sebagai basis generative bagi praktik-praktik yang terstruktur dan

terpadu secara objektif. Habitus merupakan hasil keterampilan yang menjadi

tindakan praktis (tidak harus disadari) secara terus menerus yang kemudian

diterjemahkan menjadi suatu kemampuan yang kelihatannya alamiah dan

berkembang dalam lingkungan sosial tertentu (dalam Haryatmoko, 2003:11). Bila

dikaitkan dengan penelitian ini, habitus adalah terbentuknya sikap mental usaha

penyandang cacat tubuh dari pemberdayaan secara terus-menerus. Di samping itu,

juga hasil interaksinya dan berbagai pengalaman dengan teman sebaya dan

dengan lingkungan dalam ruang dan waktu. Hal itu akan membentuk kepribadian

dan karakter penyandang cacat tubuh yang semakin mandiri di Yayasan Senang

Hati Gianyar, Bali.

b. Ranah (field)

Ranah yang dikemukakan oleh Bourdieu (1984:524) lebih bersifat

relasional daripada struktural. Keberadaan hubungan ini terlepas dari kesadaran

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

35

dan kemauan individu. Bourdieu melihat ranah sebagai tempat sebuah

pertarungan. Selain itu “ranah juga merupakan medan perjuangan”. Di pihak lain

struktur lingkungan menyiapkan dan membimbing strategi yang digunakan

penghuni posisi tertentu (baik individu maupun kolektif) yang mencoba

melindungi atau meningkatkan posisi mereka untuk memaksakan prinsip

kesenjangan sosial yang paling menguntungkan bagi produk mereka sendiri.

Ranah yang didasari habitus merupakan jaringan relasi antarposisi objektif dalam

suatu tatanan sosial yang hadir terpisah dari kesadaran individual. Ranah bukan

merupakan ikatan intersubjektif antarindividu, melainkan merupakan semacam

hubungan yang terstruktur. Di samping itu, tanpa disadari mengatur posisi-posisi

individu dan kelompok dalam tatanan masyarakat yang terbentuk secara spontan.

c. Modal

Bourdieu (dalam Haryatmoko, 2003:11) mengusulkan suatu visi pemetaan

gabungan kekuasaan dalam masyarakat dengan mendasarkan pada logika posisi

dan kepemilikan sumber daya. Pemetaan ini berupa suatu lingkup pembedaan atas

dasar kepemilikan modal-modal dan komposisi modal-modal tersebut. Pendekatan

ini memperhitungkan bahwa setiap kelas sosial tidak dapat didefinisikan secara

terpisah, tetapi selalu dalam hubungannya dengan kelas-kelas lain. Bonnewitz

(dalam Haryatmoko, 2003:11) berpendapat bahwa konsep “modal” yang

digunakan oleh Bourdieu merupakan khazanah ilmu ekonomi. Akan tetapi,

beberapa cirinya mampu menjelaskan hubungan-hubungan kekuasaan. Seperti

terakumulasi melalui investasi, bisa diberikan kepada yang lain melalui warisan.

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

36

Hal itu dapat memberikan keuntungan sesuai dengan kesempatan yang dimiliki

oleh pemiliknya untuk mengoperasikan penempatannya.

Bourdieu menggolongkan modal menjadi empat jenis, yaitu modal

ekonomi, modal budaya, modal sosial, dan modal simbolik yang membentuk

struktur lingkup sosial. Di antara berbagai modal tersebut, modal ekonomi dan

modal budaya merupakan modal yang menentukan di dalam member criteria

diferensiasi dan paling relevan bagi lingkup masyarakat yang sudah maju.

Berdasarkan dua perbedaan tersebut, dapat dijelaskan kelas sosial terkait dengan

kategori sosioprofesional.

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

37

2.4 Model Penelitian

Keterangan:

= Hubungan saling memengaruhi

= Hubungan langsung searah

Masyarakat Bali pada Era Globalisasi Pemerintah

Kebudayaan Bali,

Masalah Sosial Penyandang cacat

Undang- Undang RI No. 8, Tahun 2016

tentang Penyandang Disabilitas

Bentuk Pemberdayaan

Penyandang Cacat Tubuh

Implikasi Hambatan

Pemberdayaan Penyandang Cacat Tubuh

Hambatan Pemberdayaan Penyandang Cacat Tubuh

Pemberdayaan

Penyandang Cacat Tubuh di Yayasan

Senang Hati

Temuan Penelitian

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN …€¦ · “Pemberdayaan Pengangguran Melalui Pelatihan Kewirausahaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional dan Tenaga Kerja

38

Penjelasan Model Penelitian

Seperti tampak pada bagan di atas, penelitian ini bermaksud untuk

mengkaji fenomena membongkar pemberdayaan penyandang cacat tubuh di

Yayasan Senang Hati Gianyar, Bali. Hal-hal yang hendak dipahami dalam

pemberdayaan penyandang cacat tubuh berkaitan dengan masyarakat Bali pada

era globalisasi (kapitalisme, pariwisata, teknologi, media, dan politik) dengan

pemerintah. Masyarakat Bali pada era globalisasi tidak terlepas dari kebudayaan

Bali yang dimiliki masyarakat dan masalah sosial penyandang cacat yang terjadi

di masyarakat. Untuk menjaga hak-hak penyandang cacat, pemerintah

mengeluarkan Undang-Undang RI No. 4, Tahun 1997 tentang penyandang cacat,

yang kemudian diganti dengan Undang-Undang RI No. 8, Tahun 2016 tentang

penyandang disabilitas.

Aspek-aspek tersebut, yaitu kebudayaan Bali, masalah sosial

penyandang cacat, dan Undang-Undang RI No. 8, Tahun 2016 tentang

penyandang disabilitas mengaruhi Yayasan Senang Hati dalam melaksanakan

pemberdayaan penyandang cacat tubuh. Oleh Karena itu, lahirlah konsep

pemberdayaan masyarakat yang di dalamnya terkandung bentuk pemberdayaan,

penghambat pemberdayaan, dan implikasi penghambat pemberdayaan

penyandang cacat tubuh yang dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari

masyarakat, khususnya yang bergabung di Yayasan Senang Hati Gianyar, Bali.