45 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Landasan teori (grand theory) yang digunakan dalam penelitian ini adalah manajemen strategik, yang merupakan serangkaian proses pengambilan keputusan dan tindakan manajerial yang dapat menentukan kinerja unit bisnis dalam jangka panjang. Sementara itu, middle range theory yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan Resource Based View (RBV) yang menjelaskan lebih kepada lingkungan internal perusahaan dan menggunakan Market Based View (MBV) yang menjelaskan lebih kepada lingkungan eksternal perusahaan. Selanjutnya, applied theory mencakup teori mengenai turbulensi lingkungan, kepemimpinan strategis dan budaya organisasi. Gambaran teori ini dapat dilihat pada Gambar 2.1. Menurut Wheelen dan Hunger (2015), manajemen strategik adalah seperangkat keputusan manajerial dan tindakan yang menentukan kinerja jangka panjang dari suatu perusahaan. Ini mencakup analisa lingkungan eksternal dan analisa lingkungan internal, perumusan atau formulasi strategi terkait dengan perencanaan perusahaan atau strategi jangka panjang perusahaan, implementasi strategi, evaluasi dan control, terlihat pada Gambar 2.2:
77
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140018_2_6047.pdf · Untuk meningkatkan kinerja unit bisnis yang superior maka unit bisnis
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
45
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
Landasan teori (grand theory) yang digunakan dalam penelitian ini adalah
manajemen strategik, yang merupakan serangkaian proses pengambilan keputusan
dan tindakan manajerial yang dapat menentukan kinerja unit bisnis dalam jangka
panjang. Sementara itu, middle range theory yang digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan Resource Based View (RBV) yang menjelaskan lebih kepada
lingkungan internal perusahaan dan menggunakan Market Based View (MBV)
yang menjelaskan lebih kepada lingkungan eksternal perusahaan. Selanjutnya,
applied theory mencakup teori mengenai turbulensi lingkungan, kepemimpinan
strategis dan budaya organisasi. Gambaran teori ini dapat dilihat pada Gambar
2.1.
Menurut Wheelen dan Hunger (2015), manajemen strategik adalah
seperangkat keputusan manajerial dan tindakan yang menentukan kinerja jangka
panjang dari suatu perusahaan. Ini mencakup analisa lingkungan eksternal dan
analisa lingkungan internal, perumusan atau formulasi strategi terkait dengan
perencanaan perusahaan atau strategi jangka panjang perusahaan, implementasi
strategi, evaluasi dan control, terlihat pada Gambar 2.2:
46
Gambar 2.1Landasan Teori Penelitian
Gambar 2.2 Proses Manajemen Strategik (Wheelen dan Hunger, 2015)
Manajemen Strategis
Market Based View Resource Based View
Turbulensi
LingkunganKepemimpinan
StrategisBudaya Organisasi
GrandTheory
MiddleRangeTheory
AppliedTheoryStrategi Human Capital
Kinerja Unit Bisnis
47
Selanjutnya, Hill et al. (2014) memandang manajemen strategik sebagai
seni dan ilmu dari pembuatan (formulating), penerapan (implementing), dan
evaluasi (evaluating) keputusan strategik antar-fungsi yang memungkinkan
organisasi meningkatkan kinerja dan mengungguli pesaingnya dan mencapai
tujuannya di masa yang akan datang.
Dengan merangkum definisi manajemen strategik di atas, maka Manajemen
Strategik dapat diartikan sebagai seni pengambilan keputusan manajerial dalam
upayanya mencapai kinerja jangka panjang dari suatu perusahaan, serta
kemampuan mengenali keunggulan bersaingnya maupun pasar potensialnya untuk
memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman serta meraih keunggulan
bersaing secara berkelanjutan.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, berubahnya permintaan dari
pelanggan, terjadinya perubahan regulasi serta terjadinya kompetisi yang sangat
kompetitif maka terjadi perubahan paradigma dan pembaruan dari implementasi
MBV dan RBV yang pada penelitian ini diadopsi sebagai middle range theory.
MBV mendapat tantangan dari kondisi lingkungan luar yang awalnya relatif stabil
saat ini terjadi perubahan yang sangat signifikan, begitu cepat dan tidak pasti
(turbulen), sedangkan RBV mendapat tantangan karena kesulitan perusahaan
untuk dengan cepat melakukan perubahan mengikuti perubahan luar yang terjadi,
tantangan utamanya berasal dari kesulitan perusahaan untuk mempertahankan
keunikan sumber daya manusia terutama kompetensinya yang sulit untuk dapat
menyesuaikan pada lingkungan luar yang cepat berubah dan tidak pasti.
48
Penelitian ini menggunakan applied theory yaitu teori turbulensi
lingkungan yang dikembangkan oleh Kertajaya (2004), Nasruddin (2014), Tsai
dan Yang (2014), Wilden dan Gudergan (2015) dan Andotra dan Gupta (2016).
Teori kepemimpinan strategis yang dikembangkan Duignan (2004), Hitt et
al.(2012), dan Westerman (2014). Teori budaya perusahaan (William et al., 2007;
Schermerhorn et al., 2014; Armstrong dan Taylor, 2014).
Untuk meningkatkan kinerja unit bisnis yang superior maka unit bisnis
harus mampu menerapkan strategi bisnis untuk dapat menciptakan kinerja unit
bisnis yang superior dengan mengintegrasikan faktor lingkungan eksternal dan
faktor lingkungan internal. Penelitian ini menggunakan applied theory, yaitu
Teori strategi Human Capital yang dikembangkan oleh Rao dan Rothwell (2005),
Mathis dan Jackson (2010, dan Ulrich (2012). Untuk mengukur dampak dari
strategi HC tersebut maka digunakan applied theory yaitu kinerja unit bisnis yang
dikembangkan olehKaplan dan Norton (2015). Gambaran landasan teori yang
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Berdasarkan pada Grand Theory yang merupakan dasar dari teori-teori
lainnya, disebut makro karena teori tersebut berada pada level makro, serta middle
range theory yang merupakan teori yang berada di level menengah dimana fokus
kajiannya makro dan mikro. Applied theory yang merupakan teori di level mikro
dan siap diaplikasikan dalam konseptualisasi yang merupakan pedoman dalam
penyusunan formulasi variabel penelitian ini. Variabel penelitian ini terdiri dari
Turbulensi Lingkungan, Kepemimpinan Strategis, Budaya Organisasi, Strategi
Human Capital, dan Kinerja Unit Bisnis seperti yang tertera di bawah ini.
49
2.1.1. Turbulensi Lingkungan
2.1.1. Definisi Turbulensi Lingkungan
Turbulensi lingkungan adalah situasi di dalam lingkungan eksternal yang
menunjukkan adanya kekacauan, pasar hyper-competition, lingkungan amat ganas
dan kompleks. Aspek non-market menjadi penting dan perusahaan harus
mempertimbangkan proses lingkungan internal maupun eksternal. Lingkungan
turbulen merupakan lingkungan yang paling dinamik dengan ketidakpastian
terbesar. Pada saat terjadi perubahan maka unsur-unsur dalam lingkungan saling
terkait satu sama lain. Jika perubahan dilakukan secara bersama-sama,maka
unsur-unsur dalam lingkungan menciptakan compounded changes effect terhadap
perusahaan. Pada lingkungan yang turbulen perusahaan mungkin harus selalu
mengembangkan produk-produk dan jasa-jasa baru sebagai dasar untuk survive
dan juga harus selalu mengevaluasi hubungannya dengan kompetitor.
Lingkungan turbulen merupakan lingkungan yang dinamis dengan
ketidakpastian (Choo dan Auster, 1993) serta ketidakteraturan (Calantone et al.,
2003) yang menjadi perhatian agar perubahan lingkungan yang merupakan
ancaman dapat dikendalikan sehingga tidak menurunkan kinerja organisasi.
Turbulensi lingkungan adalah meningkatnya ketidakpastian dan kesulitan
memprediksi masa depan (Glazer dan Weiss, 1993). Menurut Jaworki dan Kohli
(1995) dalam penelitiannya terhadap orientasi pasar (market orientation),
hubungan antara orientasi pasar dengan kinerja tampaknya menjadi kuat di
konteks turbulensi lingkungan, yang ditandai dengan turbulensi pasar, turbulensi
teknologi dan intensitas persaingan.
50
Turbulensi ditandai dengan terjadinya perubahan teknologi yang cepat
(Mendelson dan Pillai, 1998), di mana kondisi umum dan ketidakpastian yang
tidak dapat diprediksi dan seringkali mengakibatkan tingginya tingkat perefensi
pelanggan, pengembangan teknologi dan kondisi pasar sangat berperan. Ada lima
faktor yang sangat berpengaruh dalam turbulensi lingkungan (Liao et al., 2008),
antara lain turbulensi pasar, turbulensi teknologi, turbulensi kompetisi, turbulensi
pemasok dan turbulensi regulasi.
Beberapa penyebab terjadinya turbulensi lingkungan adalah : (1) cepatnya
perubahan teknologi (fast changing technology) dan perubahan market (Lynn dan
Nunez, 2012); (2) konvergensi layanan dalam industri media dan komunikasi
(Chakravarthy, 1997); (3) terjadinya peningkatan ketersediaan layanan dengan
kemudahan ketersediaan informasi (D’Aveni dan Gunther, 2007). Turbulensi
adalah kesempatan besar untuk maju dan hal ini sering terjadi dengan melalui cara
transformasi (Harrington et al., 2005), kepemimpinan yang dilakukan pada
kondisi ini harus cepat bereaksi, kreatif untuk mengambil kesempatan dari
pesaing.
Sementara itu, turbulensi menurut Kartajaya (2004) ditandai dengan
cepatnya perubahan pasar, perkembangan teknologi, perubahan regulasi, serta
tingginya intensitas kompetisi. Menurut Nashiruddin (2014), definisi turbulensi
lingkungan adalah suatu gejolak ketidakteraturan atau ketidakpastian lingkungan
bisnis, yang ditandai dengan kecepatan perubahan yang sangat tinggi, sulit
diprediksi serta berdampak besar. Menurut Tsai dan Yang (2014), turbulensi
teknologi dan pasar mempengaruhi dampak inovasi perusahaan terhadap
51
performansi bisnis.Turbulensi teknologi memberikan efek positif terhadap inovasi
yang juga berdampak terhadap performansi bisnis, sejalan dengan itu turbulensi
dapat memperkuat keterkaitan inovasi perusahaan. Menurut Wilden dan Gudergan
(2015), utilisasi dari kapabilitas dinamis yang berkelanjutan, melalui proses
evaluasi dan rekonfigurasi berkaitan erat dengan perubahan kapabilitas teknologi
dan pemasaran, termasuk didalamnya bagaimana turbulensi pasar, teknologi dan
kompetisi bisa berpengaruh pada keterhubungan antara proses evaluasi dan
rekonfigurasi tersebut.
Menurut Andotra dan Gupta (2016), hubungan kinerja dan orientasi pasar
dimediasi oleh intensitas persaingan, turbulensi pasar dan turbulensi teknologi.
Dari ketiga komponen tersebut turbulensi teknologi dan intensitas persaingan
memberikan dampak yang signifikan bagi hubungan tersebut, namun turbulensi
pasar memberikan dampak yang tidak begitu besar. Kedua komponen yang
memberikan dampak yang signifikan memiliki dampak yang berlawanan, dimana
intensitas persaingan memberikan hubungan yang berbanding lurus sementara
turbulensi teknologi yang tinggi malah melemahkan hubungan kinerja dan
orientasi pasar.
Berdasarkan definisi di atas, dapat diidentifikasi ciri dari turbulensi antara
lain yaitu: adanya ketidakpastian (uncertainty), cepat berubah (rapid change),
sulit diprediksi (unpredictable), lingkungan yang rumit atau complexity.
Untuk mengatasi turbulensi lingkungan diperlukan cara berpikir yang tepat.
Mark Bonchek (2016) menjelaskan tentang pemikiran incremental thinking versus
exponential thinking yang digambarkan sebagai berikut :
52
Gambar 2.3 Incremental Thinking Vs Exponential Thinking
Sumber : Mark Bonchek (2016)
Incremental thinking memberikan hasil stabil secara langsung, sementara
pemikiran eksponensial (exponential thinking) memberikan hasil yang
berakselerasi dari waktu ke waktu. Harapan yang salah dapat menyebabkan tim
segera keluar dari jalur eksponensial. Kadang-kadang model inkremental dari
hambatan masuk, kampanye linier, dan kontrol hirarkis akan menjadi model yang
tepat, tapi model tersebut kadang-kadang perlu diganti dengan model
eksponensial yang berbasis pada efek jaringan, orbital merek, dan jaringan
terdistribusi.
Bonchek (2016) menjelaskan bahwa perusahaan berusaha untuk menjadi
"organisasi pembelajar" yang terus-menerus mengubah diri mereka sendiri. Di era
digital ini, tujuan tersebut lebih penting dari sebelumnya. Bakan perusahaan-
perusahaan terbaik pun masih harus berjuang mengejar kemajuan nyata di bidang
digital.
53
Mempertimbangkan definisi turbulensi lingkungan dan berbagai pendapat
tersebut di atas yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan bisnis
telekomunikasi di Indonesia, maka konsep turbulensi lingkungan pada penelitian
ini didefinisikan sebagai suatu kondisi lingkungan eksternal (pasar, kompetisi,
teknologi, regulasi) yang tidak pasti, cepat berubah, kacau dan sulit diprediksi
serta ditandai dengan kecepatan perubahan yang berdampak disruptive terhadap
bisnis dan jika dimanfaatkan maka akan menjadi peluang.
Konsep turbulensi lingkungan sendiri sudah seringkali menjadi objek
penelitian yang tertuang pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Konsep Turbulensi Lingkungan
No Penulis Konsep
1 Kartajaya
(2004)
Ditandai dengan cepatnya perubahan pasar, perkembangan
teknologi, perubahan regulasi serta tingginya intensitas
kompetisi
2
Wijen dan
Van Tulder
(2011)
Di dalam konsep bisnis internasional termasuk untuk
menghadapi globalisasi, aspek lingkungan yang
memberikan pengaruh signifikan terhadap
keberlangsungan bisnis adalah kebergantungan pasar dan
ketatnya regulasi yang diimplementasikan oleh pemerintah
setempat.
3 Nashiruddin
(2014)
Turbulensi lingkungan didefinisikan sebagai gejolak
ketidakteraturan atau ketidakpastian lingkungan bisnis,
yang ditandai dengan kecepatan perubahan yang sangat
tinggi, sulit diprediksi dan berdampak besar.
4 Tsai dan
Yang (2014)
Turbulensi teknologi dan pasar mempengaruhi dampak
inovasi perusahaan terhadap performansi bisnis. Turbulensi
teknologi memberikan efek positif terhadap inovasi yang
juga berdampak positif terhadap performansi bisnis.
Sejalan dengan itu, turbulensi pasar dapat memperkuat
keterkaitan inovasi perusahaan
54
Tabel 2.2 Konsep Turbulensi Lingkungan (Lanjutan)
No Penulis Konsep
5
Wilden dan
Gudergan
(2015)
Utilisasi dari kapabilitas dinamis yang berkelanjutan,
melalui proses evaluasi dan rekonfigurasi berkaitan erat
dengan perubahan kapabilitas teknologi dan pemasaran,
termasuk di dalamnya bagaimana turbulensi pasar,
teknologi dan kompetisi bisa berpengaruh pada
keterhubungan antara proses evaluasi dan rekonfigurasi
tersebut
6
Andotra dan
Gupta
(2016)
Hubungan kinerja dan orientasi pasar dimediasi oleh
intensitas persaingan, turbulensi pasar, dan turbulensi
teknologi. Dari ketiga komponen tersebut, turbulensi
teknologi dan intensitas persaingan memberikan dampak
yang signifikan bagi hubungan tersebut, namun turbulensi
pasar memberikan dampak yang tidak begitu besar. Kedua
komponen yang memberikan dampak yang signifikan
memiliki dampak yang berlawanan, dimana intensitas
persaingan memberikan hubungan yang berbanding lurus
sementara turbulensi teknologi yang tinggi malah
melemahkan hubungan kinerja dan orientasi pasar.
7.
Dwi
Heriyanto B
(2018)
Turbulensi lingkungan didefinisikan sebagai suatu kondisi
lingkungan eksternal (pasar, kompetisi, teknologi, regulasi)
yang tidak pasti, cepat berubah, kacau dan sulit diprediksi
serta ditandai dengan kecepatan perubahan yang
berdampak disruptive terhadap bisnis dan jika
dimanfaatkan maka akan menjadi peluang.
2.1.1.2 Dimensi Turbulensi Lingkungan
Beberapa penelitian terdahulu yang mengukur tentang turbulensi
lingkungan menemukan berbagai dimensi yang dapat digunakan untuk mengukur
variabel turbulensi lingkungan. Ada dua pendekatan dalam pengukuran turbulensi
lingkungan, pendekatan yang pertama adalah pengukuran turbulensi berdasarkan
sifat turbulensi, peneliti pendahulu seperti Emery dan Trist (1965) lalu
dikembangkan oleh Dess dan Beard (1984) antara lain berisi dimensi (1)
55
Dynamism yaitu sifat yang memperlihatkan kecepatan perubahan, ketidakpastian
dan sulit untuk diprediksi, (2) Complexity yaitu tingkat kerumitan yang terjadi,(3)
Munificiency yaitu kelangkaan sumberdaya.
Peneliti lainnya seperti Ansoff dan McDonnell (1990) menambahkan satu
dimensi yaitu (4) kebaruan perubahan novelty of change, dari tiga dimensi yang
sudah ditetapkan peneliti sebelumnya yaitu kecepatan perubahan, kerumitan serta
perubahan prediksi dalam lingkungan bisnis. Pendekatan lainnya disampaikan
oleh Glazer dan Weiss (1993) yaitu: (1) jumlah kejadian yang meningkat secara
dramatik,(2) seringnya terjadi perubahan yang mendasar di knowledge based, (3)
tingginya tingkat perubahan yang terjadi, (4) ada sesuatu yang tiba-tiba hilang
secara cepat dalam kebutuhan dan tingkat pertumbuhan, (5) ketidakpastian dan
ketidaktepatan prediksi masa depan karena turbulensi lingkungan.
Pengukuran turbulensi berdasarkan penyebab turbulensi lingkungan yang
terjadi menurut Jaworski dan Kohli (1993) adalah (1) turbulensi pasar, (2)
turbulensi teknologi dan (3) turbulensi persaingan. Selanjutnya, Kartajaya (2004)
menambahkan turbulensi regulasi yang menjadi penyebab turbulensi lingkungan.
Sedangkan menurut Wijen dan Van Tulder (2011), turbulensi lingkungan
dipengaruhi oleh kebergantungan pasar dan dinamika regulasi. Menurut Tsai dan
Yang (2014), turbulensi lingkungan hanya dipengaruhi oleh dua aspek yaitu
turbulensi teknologi dan turbulensi pasar, lalu ditambahkan aspek turbulensi
kompetitor oleh Wilden dan Gudergan (2015). Penelitian oleh Andotra dan Gupta
(2016) berisi tentang turbulensi lingkungan yang diukur dari intensitas persaingan,
turbulensi teknologi dan turbulensi pasar.
56
Gambaran tentang dimensi turbulensi lingkungan dari para peneliti
sebelumnya, dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Komparasi/Konstruk Dimensi Turbulensi Lingkungan
Kartajaya
(2004)
Nasruddin
(2014)
Tsai dan
Yang (2014)
Wilden dan
Gudergan
(2015)
Andotra
dan Gupta
(2016)
Konstruk
Dwi
Heriyanto
(2018)
Turbulensi
pasar Turbulensi
pasar Turbulensi
teknologi Turbulensi
kompetitor Intensitas
Persaingan Turbulensi
pasar
Turbulensi
teknologi Turbulensi
teknologi Turbulensi
pasar Turbulensi
Teknologi Turbulensi
Teknologi Turbulensi
teknologi
Turbulensi
kompetisi Turbulensi
kompetisi Turbulensi
Pasar Turbulensi
Pasar Turbulensi
kompetisi
Turbulensi
regulasi Turbulensi
regulasi Turbulensi
regulasi
Turbulensi
disruptive
Mempertimbangkan karakteristik industri yang menjadi fokus penelitian
adalah industri telekomunikasi yang memiliki turbulensi tingkat yang tinggi
(Nashiruddin, 2014) dan ditandai dengan cepatnya perubahan pasar,
perkembangan teknologi, perubahan regulasi serta tingginya intensitas kompetisi
(Kartajaya, 2004), maka penelitian ini menggunakan empat dimensi turbulensi
lingkungan yang telah diuraikan pada penelitian terdahulu yaitu turbulensi
lingkungan pasar, turbulensi lingkungan kompetisi,turbulensi teknologi, dan
turbulensi lingkungan regulasi.
Selain keempat dimensi yang sudah dijabarkan di atas, kondisi lingkungan
digital juga memunculkan adanya kemunculan produk pengganti atau bisnis
57
model baru yang memiliki nature yang sangat berbeda, namun berpotensi
mengganggu stabilitas bisnis incumbent. Munculnya produk pengganti seperti
WhatsApp yang dilengkapi dengan fitur call, Skype dengan Video Call, produk-
produk konten yang menggunakan teknologi internet, merupakan suatu bentuk
disruptive innovation.Inovasi disruptivesendiri menurut Christensen (2006) adalah
“bringing to the market a product that was not as good, but was more affordable,
simpler, and more convenient to use.” Karakterisitik produk yang relatif lebih
murah dan nyaman bagi pengguna, menjadi tantangan tersendiri bagi
penyelenggara layanan telekomunikasi dalam berkompetisi dengan produk OTT
tersebut. Konsep disruptive innovation ini kemudian memberi landasan
terbentuknya konstruk dimensi lingkungan disruptive sebagai dimensi kelima
dalam penelitian ini.
Istilah disruptive pertama kali diperkenalkan oleh Clayton Christensen dan
Joseph Bower pada artikel “Disruptive Technologies, Cathing the Wave” di jurnal
Harvard Business Review pada tahun 1995. Menurut Clyton Christensen Institute
for Disruptive Innovation, fenomena ini terjadi ketika suatu inovasi mengubah
pasar atau sektor yang sudah ada dengan memperkenalkan kesederhanaan
(simplicity), kenyamanan (satisficity), aksesibilitas (accessibility) dan
keterjangkauan (coverage).
Disruptive innovation adalah inovasi yang membantu menciptakan pasar
baru, mengganggu atau merusak pasar yang sudah ada, dan pada akhirnya
menggantikan teknologi atau produk terdahulu. Inovasi disruptive
mengembangkan suatu produk atau layanan dengan cara yang tiba-tiba dan tidak
58
diduga oleh pasar, umumnya menciptakan jenis konsumen yang berbeda pada
pasar baru dan menurunkan harga pasar yang lama, yang pada akhirnya konsumen
lama akan beralih ke produk atau layanan yang baru.
Ada dua jenis inovasi, yang pertama adalah yang menyempurnakan
inovasi sebelumnya (sustaining innovation), dan yang kedua adalah inovasi yang
mengganggu atau bahkan menggantikan inovasi sebelumnya (disruptive
innovation). Definisi disruptive innovation menurut Wikipedia adalah “marketing
speak for a technological innovation that improve a product or service in ways
that the market does not expect, typically by being lower priced or designed for
different set consumers“. Ciri dari disruptive innovation adalah produk atau
service yang dihasilkan lebih murah dan lebih mudah dalam penggunaan bagi
consumer baru (low-end consumers). Disruptive innovation ini dapat digunakan
untuk memecahkan kondisi eksisting, merubah tatanan yang ada dan
menggantikannya dengan jauh lebih baik, menggantikan tatanan produk, layanan
yang eksisting dengan solusi yang dapat diterima pasar.
Beberapa persyaratan untuk menjadi disruptive innovation antara lain
adalah (1) inovasi baru tersebut bersifat eksponensial dari teknologi sebelumnya,
(2) inovasi tersebut memanfaatkan peluang pasar yang ada dan menciptakan pasar
baru, melalui disruptive ennovation menggantikan solusi yang lebih sederhana
(simple) dan dengan biaya yang murah, serta mudah digunakan, (3) inovasi yang
dihasilkan bukan inovasi yang canggih, namun berupa inovasi yang sederhana,
yang lebih inferior dalam fungsionalitas dibandingkan dengan produk lama yang
sejenis. Produk ini akan terus menerus diperbaiki sesuai dengan permintaan pasar
59
dan pada akhirnya akan mendekati fungsionalitas produk lama dengan harga yang
lebih murah.
Dimensi turbulensi lingkungan disruptive ini diukur dengan 4 indikator
yaitu (1) intensitas munculnya produk pengganti, intensitas ini ditandai dengan
banyaknya produk pengganti yang menggantikan produk lama. Voice dan SMS
telepon tergantikan dengan adanya Line, Whatsapp, Skype, BlackBerry, Google
Talk, dan lain lain. Awalnya produk tersebut adalah produk pelengkap
(Complement), namun berkembang menjadi produk pengganti yang digemari,
karena tidak berbayar. Hal inilah yang menyebabkan menurunnya revenue voice
dan SMS operator bisnis telekomunikasi. (2) Intensitas para pemain Over The
Top (OTT), sebagaimana disebutkan di atas bahwa produk pengganti yang
diciptakan oleh pemain OTT mengakibatkan terjadinya penurunan revenue para
operator telekomunikasi, serta mengharuskan para operator telekomunikasi juga
melakukan perubahan portofolio bisnis dan model bisnis untuk mengantisipasi
adanya perubahan lingkungan disruptive yang disebabkan oleh para pemain OTT,
(3) intensitas disruptive innovation di aplikasi. Intensitas disisi perubahan unit
bisnis telekomunikasi di Indonesia juga terjadi melalui banyaknya aplikasi yang
dibuat dan dijalankan via device smart phone.
Banyaknya supply smart phone, semakin murah dan terjangkaunya harga
smartphone ini mendongkrak bisnis device. Banyaknya aplikasi yang dibuat oleh
para OTT, dan aplikasi tersebut dapat diterima di market. Kolaborasi para pelaku
OTT dengan para penggunanya juga semakin mempercepat proses penggunaan
aplikasi di market. Sebagai contoh aplikasi GoJek yang secara cepat dapat
60
diterima di market, baik oleh pelaku GoJek (tukang Ojek) yang secara sistem
menggunakan aplikasi GoJek melalui smartphone dapat berinteraksi dengan
pelanggan ojek yang juga menggunakannya. Aplikasi Traveloka memudahkan
pelanggan dapat mengatur jadwal keberangkatan dan kedatangan untuk bepergian
dengan menggunakan pesawat terbang. Awalnya pelanggan dalam membeli tiket
menghubungi agen tiket, namun dengan aplikasi ini pelanggan bisa langsung
pesan tiket pesawat sendiri, hal ini memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi
para pengguna travel di Indonesia.
Kolaborasi Device dan Aplikasi tidak akan dapat terhubung jika tidak ada
network atau jaringan penghubungnya yang secara bisnis dilakukan oleh para
operator telekomunikasi. Turbulensi lingkungan disruptive ditandai dengan
terjadinya kolaborasi antara pemain OTT sebagai penyedia aplikasi, dengan para
penyedia device yang menciptakan produk pengganti dan mempengaruhi produk
eksisting yang ada. Indikator lainnya dalam turbulensi lingkungan disruptif adalah
terjadinya disruptive innovation di bisnis model.
Bisnis model yang terjadi bukan hanya dari bisnis penjualan jumlah
pelanggan saja tetapi sudah beralih juga ke bisnis kolaborasi antara pemilik
network jaringan seperti bisnis telekomunikasi di Indonesia dengan para pemilik
aplikasi seperti GoJek, Traveloka dan aplikasi lainnya menjadikan intensitas
terjadinya model bisnis inovatif banyak dikembangkan antara operator
telekomunikasi dengan pelaku OTT.
Dengan demikian, pada penelitian ini digunakan lima dimensi terkait
turbulensi lingkungan yaitu: (1) turbulensi lingkungan pasar, adalah turbulensi
61
lingkungan yang menjadikan pasar terbentuk, apakah dengan melalui permintaan
pelanggan melalui produk baru, berkembangnya kebutuhan pelanggan yang
menyebabkan terbentuknya pasar baru baik dari pelanggan eksisting ataupun
pelanggan baru, (2) turbulensi lingkungan kompetisi, adalah lingkungan dimana
para pelaku unit bisnis melakukan strategi bisnisnya baik dengan cara perang
harga, memunculkan produk baru, melakukan kompetisi secara langsung dengan
menandingi produk kompetitor,(3) turbulensi lingkungan teknologi, adalah
turbulensi lingkungan yang disebabkan oleh adanya perubahan teknologi yang
memberikan kemudahan dan kecepatan layanan kepada pelanggan, (4) turbulensi
lingkungan regulasi, adalah turbulensi lingkungan yang disebabkan adanya
perubahan kebijakan dari aturan regulasi bisnis telekomunikasi di Indonesia, dan
(5) turbulensi lingkungan disruptive, adalah turbulensi lingkungan yang
menyebabkan tatanan eksisting bisnis berubah total. Penjelasan detail indikator
seperti terlihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Konstruk Dimensi dan Indikator dari Variabel Turbulensi
Lingkungan
Dimensi Indikator
Turbulensi
Lingkungan Pasar
Kecepatan perubahan permintaan pelanggan terhadap produk Frekuensi pencarian produk baru Frekuensi permintaan produk eksisting Tingkat perbedaan kebutuhan pelanggan existing dan
pelanggan baru
Kecepatan perubahan cara pemasaran dari waktu ke waktu
Turbulensi
Lingkungan
Teknologi
Kecepatan perubahan teknologi Kesulitan memprediksi perubahan teknologi Intensitas peluang dari terobosan teknologi Intensitas munculnya inovasi produk baru hasil terobosan
teknologi baru
62
Tabel 2.3 Konstruk Dimensi dan Indikator dari Variabel Turbulensi
Lingkungan (Lanjutan)
Dimensi Indikator
Turbulensi
Lingkungan
Kompetisi
Intensitas persaingan antar operator Intensitas perang harga Kekuatan kompetitor untuk menandingi produk yang
ditawarkan Intensitas munculnya pergerakan produk baru dari kompetitor Tingkat kekuatan kompetitor Intensitas munculnya produk baru dari kompetitor
Turbulensi
Lingkungan Regulasi
Kesulitan memprediksi perubahan regulasi Kecepatan perubahan regulasi Intensitas keketatan regulasi Ketidakpastian hukum terhadap pelaksanaan regulasi
Turbulensi
Lingkungan
Disruptive
Munculnya produk pengganti Intensitas OTT players Disruptive Innovation di aplikasi Disruptive innovation di bisnis model
2.1.2. Kepemimpinan Strategis
2.1.2.1 Definisi Kepemimpinan Strategis
Proses manajemen stratejik menurut Wheelen dan Hunger (2015) meliputi
beberapa tahap yaitu perumusan strategi (strategy formulation), implementasi
strategi (strategy implementation), dan evaluasi strategi (strategy evaluation).
Tahap pertama dalam proses manajemen stratejik adalah analisa situasi
(environmental scanning) baik lingkungan eksternal maupun lingkungan internal.
Tahap selanjutnya adalah strategy formulation yaitu formulasi strategi yang
diawali dari perancangan visi, misi, tujuan bisnis serta kebijakan yang ditujukan
untuk mencapai tujuan perusahaan. Tingkatan strategi terdiri dari strategi
korporasi, strategi bisnis, dan strategi fungsional. Strategi tingkat korporasi
menjelaskan arah keseluruhan perusahaan dalam mencapai pertumbuhan dari
berbagai lini produk dan bisnisnya yang biasanya mencakup tiga kategori yaitu
63
stabilitas, pertumbuhan, dan penghematan. Strategi bisnis fokus pada upaya
meningkatkan posisi persaingan suatu produk atau layanan dari suatu unit bisnis
atau perusahaan dalam industri tertentu atau segmen pasar tertentu dimana mereka
bersaing. Strategi bisnis berupa strategi kompetitif (bersaing melawan seluruh
pesaing dalam keunggulan) dan atau strategi kooperasi (kerjasama dengan satu
atau lebih perusahaan untuk mencapai keunggulan dibanding pesaingnya).
Sementara strategi fungsional berupa suatu pendekatan padaarea fungsional yang
dilakukan untuk mencapai strategi dan tujuan unit bisnis dan perusahaan dengan
cara memaksimalkan produktivitas sumber daya.
Berkaitan dengan strategi fungsional unit bisnis, Wheelen dan Hunger
(2015) berpendapat bahwa agar strategi fungsional memiliki kesempatan besar
untuk berhasil, maka strategi tersebut harus dibangun dalam suatu kompetensi
unik sesuai dengan area fungsionalnya masing-masing. Di sisi lain, Pearce dan
Robinson (2015) berpendapat bahwa dengan strategi, manajer mengarahkan
rencana yang berorientasi masa depan dan berskala besar untuk berinteraksi
dengan lingkungan persaingan agar mampu mencapai tujuan perusahaan.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan perlunya konsistensi dalam
melaksanakan resources allocation yang selaras dengan keputusan perumusan
strategi di dalam proses manajemen strategik agar mampu menghasilkan
kompetensi unik, dan hal itu dapat dijaga dengan adanyaperan strategis dari
pemimpin di perusahaan maupun unit bisnis.
Boal dan Hooijberg (2001) menyatakan bahwa kepemimpinan strategis
berfokus pada penciptaan makna dan tujuan organisasi. Oleh karena itu
64
kepemimpinan strategis berkaitan dengan pengembangan organisasi secara
keseluruhan yang mencakup tujuan dalam perubahan (Selznick, 1984). Sementara
itu, Duignan (2004) menyatakan terdapat lima kemampuan untuk membentuk
kesatuan makna dari suatu kepemimpinan yang efektif. Kelima kemampuan yang
efektif tersebut meliputi (1) kemampuan pendidikan (educational capabilities),
(2) kemampuan personal (personal capabilities),(3) kemampuan relasional
(relational capabilities),(4) kemampuan intelektual (intellectual capabilities),dan
(5) kemampuan keorganisasian (organizational capabilities).
Kepemimpinan strategis menurut Hitt et al. (2012) adalah kemampuan
pemimpin dalam mengantisipasi (anticipate), memiliki mimpi (envision),
fleksibel dan dapat mendayagunakan sumberdaya yang ada dan dapat melakukan
perubahan jika diperlukan. Kepemimpinan strategis bekerjanya sangat (1)
demanding,disesuaikan dengan kondisi dan lingkungan yang ada, (2) challenging,
artinya dilakukan pada saat yang sangat menantang yaitu pada saat terjadi
perubahan lingkungan dan (3) balancing, artinya dibutuhkan keseimbangan hasil
antara hasil kinerja jangka pendek dengan hasil kinerja jangka panjang.
Beberapa kunci kepemimpinan strategis yang dilakukan Hitt et al. (2012)
adalah (1) menentukan tujuan strategic, (2) effective dalam mengelola resource
portfolio perusahaan, (3) mempertahankan keefektifan budaya organisasi, (4)
menekankan praktek praktek yang etis, (5) menetapkan pengendalian organisasi
yang seimbang. Menurut Robbin (1996), terdapat tiga pendekatan teori
kepemimpinan yaitu (1) pendekatan teori sifat, (2) pendekatan teori pelaku, (3)
pendekatan teori kontingensi.
65
Kegiatan yang sering dikaitkan dengan kepemimpinan strategis adalah; (1)
membuat keputusan strategis, (2) menciptakan dan mengkomunikasikan visi masa
depan, (3) mengembangkan kompetensi kunci dan kapabilitas, (4)
mengembangkan struktur organisasi, proses dan control, (5) mengelola beberapa
konstituen, (6) melakukan seleksi dan mengembangkan tim untuk generasi
berikutnya, (7) mempertahankan budaya organisasi yang efektif dan menanamkan
sistem etika ke dalam budaya organisasi (Hickman, 1998; House, 1997; Hunt,
1991; Ireland dan Hitt, 1999; Zaccaro, 1996). Hambrick (1989) menambahkan
bahwa kepemimpinan strategis dibutuhkan dilingkungan dengan tingkat
kekacauan yang tinggi (ambiguity), kerumitan yang tinggi (complexity), dan
informasi yang berlebihan. Ketika turbulensi lingkungan semakin hyper
turbulence, Eisenhardt (1989) menyarankan agar esensi dari kepemimpinan
strategis adalah penciptaan dan pemeliharaan daya serap, yaitu kemampuan untuk
belajar dari situasi dan kondisi yang terjadi (Cohen dan Levinthal, 1990).
Sedangkan menurut Westerman et al. (2014), digital master terdiri dari 2
dimensi pertama terkait dengan dimensi teknologi yang disebut kemampuan
teknologi (technology capabilities) misalnya menciptakan kemampuan digital
untuk memanfaatkan social media, membuat desain produk berbasis digital,
customized produk. Kedua adalah bagaimana pemimpin dapat dengan cepat
melakukan perubahan (leadership capabilities) misalnya kemampuan leaders
untuk menciptakan digital marketing, digital product innovation, digital
commerce, digital technology dan customer analytics. Kemampuan
kepemimpinan ini mencakup 4 kapabilitas yang dibutuhkan seorang pimpinan
66
dalam menjalankan misi kepemimpinan strategis, yaitu : menetapkan visi
(envisioning), karakteristik dalam menetapkan visi digital yang biasanya terlihat
dari tiga perspektif; (1) melakukan perubahan visi yang disesuaikan dengan
pengalaman pelanggan (reenvisoning the customer experience), (2) melakukan
perubahan visi dibidang proses operasional (reenvisioning operational processes),
(3) kombinasi pendekatan kedua reenvisioning untuk melakukan reenvisioning
modelbisnis.
Kapabilitas kedua adalah menarik keterlibatan karyawan (engaging) dengan
kemampuan merealisasikan visi menjadi kenyataan. Dimensi untuk pengukuran
engagement ini terdiri dari tiga indikator antara lain; (1) kemampuan untuk
menghubungkan ke organisasi (connect the organization),(2) dapat memperluas
diskusi (create wider conversation),(3) menumbuhkan suasana kerja yang baru
(foster new ways of working), kontrol pelaksanaan aturan (governing) antara lain
pelaksanaan aturan terkait dengan inovasi teknologi (governing technology
innovation), aturan terkait dengan pembangunan budaya digital (building a digital
governance culture). Governance ini dibutuhkan karena perusahaan yang
memiliki aturan (governance) akan memiliki kedisiplinan dalam menerapkan
setiap proses dalam perusahaan. Misalnya perusahaan tersebut memiliki IT
governance artinya perusahaan tersebut dalam mengimplementasikan IT-nya
memiliki governance yang jelas sehingga efektif dalam implementasinya. Aturan
utama dalam digital (Digital Master Govern) dalam survey yang dilakukan
Westerman (2012) bahwa perusahaan yang memiliki aturan digital utama (Digital
Master Govern) 51% lebih baik dari non master.
67
Digital governance adalah salah satu pengungkit yang utama dalam
kepemimpinan strategis yang dapat mengimplementasikan gerakan transformasi
digital (driving digital transformation). Untuk mewujudkan digital governance,
kepemimpinan strategis memiliki kemampuan berkoordinasi (Collaboration)
yang terdiri dari penentuan prioritas (prioritizing), synchronizing, dan aligning
initiative antarperusahaan.
Kepemimpinan strategis juga memiliki kemampuan untuk berbagi (sharing)
dengan kemampuan umum dan sumber daya termasuk people, technology dan
data antarperusahaan. Kepemimpinan yang memanfaatkan keunggulan teknologi
(technology leadership) bukan hanya berbicara tentang IT saja, bukan hanya
kemampuan teknis saja, lebih dari itu adalah bagaimana menciptakan sumber
daya manusia yang dapat beradaptasi dengan teknologi yang baru dan dapat
bertransformasi dengan cepat dengan cara berkolaborasi. Jika kita memiliki
kekuatan kemampuan karyawan di digital IT, maka karyawan tersebut dapat
menciptakan bisnis baru dari teknologi digital IT yang dikuasainya.
Technology leadership ini juga melibatkan hubungan (relationship) yang
baik, membangun kemampuan digital dan mentransformasikan platform teknologi
dengan membuat simplifikasi proses, melibatkan pelanggan dalam proses
pembuatan produknya serta dapat menentukan bisnis model sesuai dengan
keinginan pelanggan melalui inovasi teknologi yang diciptakannya.
68
Gambar 2.4 Empat Kapabilitas Kepemimpinan
(Westerman et al., 2014)
Mempertimbangkan definisi dari kepemimpinan strategis dan berbagai
pendapat di atas yang disesuaikan dengan kondisi kepemimpinan strategis unit
bisnis telekomunikasi di Indonesia, maka konsep kepemimpinan strategis
didefinisikan sebagai kepemimpinan strategis yang terjadi pada kondisi
disruptive, yaitu kondisi terjadinya perubahan tatanan dalam model bisnis yang
sama sekali berbeda dengan model bisnis eksisting, sehingga kepemimpinan
strategis memiliki kemampuan dalam hal menetapkan visi (envisioning), yaitu
dapat menciptakan visi kedepan dari transformasi digital, menarik keterlibatan
karyawan (engaging), yaitu dapat merealisasikan visi menjadi kenyataan dengan
melibatkan seluruh karyawan, dapat melaksanakan aturan (governing),
yaitudengan koordinasi (collaborations), melakukan dengan skala prioritas
(prioritizing), melalui sinkronisasi dan aligning strategic initiatives, konsep
berbagi (sharing), memanfaatkan keunggulan teknologi digital (digital
leadership) dan melakukan kepemimpinan secara disruptive innovation
yaitu kepemimpinan yang innovative.
Secara lebih komprehensif, konsep kepemimpinan strategis disajikan pada
Tabel kepemimpinan strategis seperti terlihat pada Tabel 2.4.
69
Tabel 2.4 Konsep Kepemimpinan Strategis
No Peneliti Konsep
1 Hitt (1993) Proses menjadi pemimpin identik dengan proses menjadi
manusia seutuhnya. Jalur yang ditempuh sebagai
pemimpin yang berfungsi sepenuhnya menurut paradigma
kepemimpinan, dimana terdapat empat tingkatan potensi
manusia yaitu Eksistensi berdasarkan pengalaman
(Empirical Existence), Kesadaran yang luas
(Consciousness at large), semangat (Spirit), eksistensi
(Existence) 2 Hickman (1998),
House (1997)Hunt,
(1991),Ireland dan
Hitt (1999),
Zaccaro (1996)
Kegiatan yang sering dikaitkan dengan kepemimpinan
strategis adalah membuat keputusan strategis,
menciptakan dan mengkomunikasikan visi masa depan,
mengembangkan kompetensi kunci dan kapabilitas,
mengembangkan struktur organisasi, proses dan kontrol,
mengelola beberapa konstituen, melakukan seleksi dan
mengembangkan team untuk generasi berikutnya,
mempertahankan budaya organisasi yang efektif dan
menanamkan sistem etika ke dalam budaya organisasi 3 Robbin (1996) Terdapat tiga pendekatan teori kepemimpinan yaitu
pendekatan teori sifat, pendekatan teori pelaku,
pendekatan teori kontinjensi 4 Boal dan Hooijberg
(2001) Kepemimpinan strategis berfokus pada penciptaan makna
dan tujuan organisasi
5 Duignan (2004) Terdapat lima kemampuan untuk membentuk kesatuan
makna dari suatu kepemimpinan yang efektif meliputi
kemampuan pendidikan (educational capabilities),
kemampuan personal (personal capabilities), kemampuan
relasional (relational capabilities), kemampuan
intelektual (intellectual capabilities),dan kemampuan
keorganisasian (organizational capabilities) 6 Hitt et al. (2012) Kepemimpinan strategis adalah kemampuan pemimpin
dalam mengantisipasi (anticipate), memiliki mimpi
(envision), fleksibel dan dapat mendayagunakan
sumberdaya yang ada dapat melakukan perubahan jika
diperlukan 7 Westerman et al.,
(2014) Terdapat 4 kapabilitas yang dibutuhkan seorang pimpinan
dalam menjalankan misi kepemimpinan strategis, yaitu:
menetapkan visi (envisioning), menarik keterlibatan
karyawan (engaging), kontrol pelaksanaan aturan
(governing), kepemimpinan yang memanfaatkan
keunggulan teknologi (technology leadership)
70
Tabel 2.4 Konsep Kepemimpinan Strategis (Lanjutan)
No Peneliti Konsep
8 Dwi Heriyanto B,
(2018) Kepemimpinan strategis didefinisikan sebagai
kepemimpinan strategis yang terjadi pada kondisi
disruptive, yaitu kondisi terjadinya perubahan tatanan
dalam model bisnis yang sama sekali berbeda dengan
model bisnis eksisting, sehingga kepemimpinan strategis
harus dapat memiliki kemampuan dalam hal menetapkan
visi (envisioning), menjalin hubungan (engaging), dapat
membangun digital service unit secara kolaborasi,
prioritas, terintegrasi (governing), memanfaatkan
keunggulan teknologi digital (digital leadership), dan
melakukan kepemimpinan secara disruptive Innovation
2.1.2.2 Dimensi Kepemimpinan Strategis
Berikut ini adalah komparasi/konstruk dimensi kepemimpinan strategis.