11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Disiplin Diri Hurlock (1978) menyatakan bahwa ”discipline is training in self control or education (teaching children what they should or should not do). It also means training that molds, strengthens, or perfects children to follow the rules. Disiplin diartikan sebagai melatih individu dalam hal kontrol diri atau melatih individu mengenai apa yang boleh dan tidak boleh mereka perbuat sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam masyarakat. Disiplin diri merupakan suatu proses melatih diri yang secara sadar bertujuan mengarah ke tujuan yang telah ditetapkan. Disiplin diri merupakan perila- ku pada diri seseorang yang berusaha selalu menepati atau mentaati segala peraturan yang berlaku. Konsep disiplin diri merupakan perwujudan kerelaan sese- orang untuk bersikap tertib terhadap segala hal. Menurut Hurlock (1978), disiplin itu perlu bagi perkembangan seseorang, karena memenuhi beberapa kebutuhan, di antaranya adalah: (1) disiplin memberi seseorang rasa aman dengan memberitahukan apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan; (2) dengan membantu seseorang menghindari perasaan bersalah dan rasa malu aki- bat prilaku yang salah, perasaan yang pasti meng-
20
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6074/2/T2_942008122_BAB II.pdf · etika berperilaku, (b) kehadiran, (c) tata cara berpakaian, (d)
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Disiplin Diri
Hurlock (1978) menyatakan bahwa ”discipline is
training in self control or education (teaching children
what they should or should not do). It also means
training that molds, strengthens, or perfects children to
follow the rules. Disiplin diartikan sebagai melatih
individu dalam hal kontrol diri atau melatih individu
mengenai apa yang boleh dan tidak boleh mereka
perbuat sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam
masyarakat.
Disiplin diri merupakan suatu proses melatih
diri yang secara sadar bertujuan mengarah ke tujuan
yang telah ditetapkan. Disiplin diri merupakan perila-
ku pada diri seseorang yang berusaha selalu menepati
atau mentaati segala peraturan yang berlaku. Konsep
disiplin diri merupakan perwujudan kerelaan sese-
orang untuk bersikap tertib terhadap segala hal.
Menurut Hurlock (1978), disiplin itu perlu bagi
perkembangan seseorang, karena memenuhi beberapa
kebutuhan, di antaranya adalah:
(1) disiplin memberi seseorang rasa aman dengan memberitahukan apa yang boleh dan yang tidak
boleh dilakukan; (2) dengan membantu seseorang
menghindari perasaan bersalah dan rasa malu aki-
bat prilaku yang salah, perasaan yang pasti meng-
12
akibatkan rasa tidak bahagia dan penyesuaian
yang buruk; (3) disiplin memungkinkan seseorang hidup menurut standar yang disetujui kelompok
sosial dan dengan demikian memperoleh persetu-
juan sosial; (4) dengan disiplin, seseorang belajar bersikap menurut cara yang akan mendatangkan
pujian yang akan ditafsirkan seseorang sebagai
tanda kasih sayang dan penerimaan; (5) disiplin
yang sesuai dengan perkembangan berfungsi seba-gai motivasi pendorong ego yang mendorong seseo-
rang mencapai apa yang diharapkan darinya; (6) di-
siplin membantu seseorang mengembangkan hati nurani atau suara dari batin yang membimbing
dalam diri seseorang mengambil suatu keputusan
dan pengendalian perilaku.
2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Disiplin Diri
Untuk membuat seseorang menjadi disiplin
dilakukan intervensi disiplin. Terdapat empat faktor
penting yang dipertimbangkan dalam memberikan
pelatihan untuk mendisiplinkan individu sehingga
memiliki disipin diri (Hurlock, 1978). Keempat faktor
tersebut adalah peraturan sebagai pedoman perilaku,
konsistensi dalam pelaksanaan peraturan, hukuman
untuk pelanggaran peraturan dan penghargaan untuk
perilaku yang baik.
1. Peraturan
Peraturan adalah ketentuan-ketentuan yang
telah ditetapkan untuk menata perilaku seseorang
dalam suatu kelompok, organisasi, institusi atau
komunitas. Tujuannya adalah membekali individu
dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi
tertentu (Hurlock, 1999). Peraturan memiliki dua
13
fungsi penting yaitu fungsi pendidikan, sebab peratur-
an merupakan alat memperkenalkan perilaku yang
disetujui anggota kelompok kepada individu dan
fungsi preventif karena peraturan membantu mengon-
trol perilaku yang tidak diinginkan.
Peraturan dianggap efektif apabila setiap pelang-
garan atas peraturan mendapat konsekuensi yang
setimpal, apabila tidak maka peraturan tersebut akan
kehilangan maknanya. Peraturan yang efektif dapat
membantu seorang individu merasa terlindungi
sehingga individu tidak perlu melakukan hal-hal yang
tidak pantas. Isi setiap peraturan harus mencermin-
kan hubungan yang serasi di antara anggota keluarga,
memiliki dasar yang logis untuk membuat berbagai
kebijakan, dan menjadi model perilaku yang harus
terwujud di dalam keluarga (Hurlock, 1999).
Disiplin merupakan kesadaran untuk melaku-
kan sesuatu pekerjaan dengan tertib dan teratur
sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku
dengan penuh tanggung jawab tanpa paksaan. Artinya
seseorang melakukan sesuatu karena ada peraturan
yang berlaku bagi dirinya, bukan karena dipaksa
melakukan, sehingga dengan adanya peraturan, indi-
vidu akan terkondisikan lebih disiplin.
2. Konsistensi
Konsistensi berarti tingkat kewajiban atau stabi-
litas. Konsistensi tidak sama dengan ketetapan, yang
14
berarti tidak adanya perubahan. Sebaliknya, berarti
suatu kecenderungan menuju kesamaan.
Konsistensi harus menjadi ciri semua aspek
disiplin. Peraturan, hukuman dan penghargaan yang
konsisten membuat siswa tidak bingung terhadap apa
yang diharapkan dari mereka. Ada beberapa fungsi
konsistensi yaitu (Hurlock, 1999):
(a) mempunyai nilai mendidik; (b) mempunyai nilai
motivasi yang kuat; c) mempertinggi penghargaan terhadap peraturan. Anak yang terus diberi pendi-
dikan disiplin yang konsisten cenderung lebih
matang disiplin dirinya bila dibandingkan anak yang tidak diberi disiplin secara konsisten.
3. Hukuman
Hukuman berasal dari kata kerja latin, “punier”.
Hurlock (1999) menyatakan bahwa hukuman berarti
menjatuhkan hukuman kepada seseorang karena
suatu kesalahan, perlawanan atau pelanggaran seba-
gai ganjaran atau pembalasan. Berarti bahwa orang
itu mengetahui bahwa perbuatan itu salah namun
masih dilakukan.
Hurlock (2005) menyatakan “discipline as
whenever an individual violates the rule of organization,
punishment is used against the violation”. Hukuman
dilakukan untuk penegakan disiplin, agar seseorang
mematuhi peraturan.
15
4. Penghargaan
Penghargaan diberikan untuk suatu hasil yang
baik. Penghargaan tidak harus berbentuk materi tetapi
dapat juga berupa kata-kata pujian, senyuman atau
tepukan di punggung. Banyak orang yang merasa
bahwa penghargaan itu tidak perlu dilakukan karena
bisa melemahkan individu untuk melakukan apa yang
dilakukan. Penghargaan mempunyai nilai mendidik,
sebagai motivasi untuk mengulang perilaku yang
disetujui secara sosial, memperkuat perilaku yang
disetujui secara sosial, penghargaan untuk perilaku
yang baik dan dapat menambah disiplin diriindividu.
2.1.2 Pengukuran Disiplin Diri
Pengukuran variabel disiplin dengan skala yang
dikembangkan oleh Hurlock (1999) meliputi:
(a) etika berperilaku, (b) kehadiran, (c) tata cara
berpakaian, (d) penampilan, (e) kegiatan belajar mengajar di kelas, (f) pengrusakan sarana dan
prasarana sekolah, (g) bela Negara, (h) pelanggaran
khusus. Pengukuran disiplin diri menggunakan skala Likert.
2.2 Pola Asuh Orang Tua
Maccoby dan Martin (1983) telah menguraikan
empat pola asuh dengan mengacu pada pendapat
Baumrind (1971). Dalam penelitian yang dilakukan
Baumrind ditemukan bahwa ada dua unsur dasar
yang bisa membantu membentuk pola asuh (penga-
16
suhan orang tua) yang berhasil: responsiveness vs
unresponsiveness (responsif vs tidak responsif) and
demanding vs undemanding (menuntut vs tidak me-
nuntut). Baumrind mengidentifikasi tiga pola parenting
umum: authoritative, authoritarian dan permissive. Di
tahun 1983, Maccoby dan Martin memperluas tiga
pola asuk menjadi empat: authoritative, authoritarian,
indulgent dan neglectful.
Tabel 2.1
EmpatPola Parenting menurut Baumrind (1991)
Demokratis Otoriter Indulgent Neglectful
Warm Tinggi Rendah Tinggi Rendah
Kontrol Tinggi Tinggi Rendah Rendah
Sumber: http://www.equipkid.net
Baumrind (1991) percaya bahwa pola asuh
orang tua janganlah bersifat menghukum, melainkan,
mereka harus membuat aturan bagi anak mereka
dengan penuh kasih sayang. Semua pola pengasuhan
orang tua ini tidak dimaksudkan untuk mendeskrip-
sikan berbagai macam variasi yang ada dalam pola
pengasuhan orang tua, tidak juga tentang pola
pengasuhan yang menyimpang, seperti yang mungkin
bisa diamati di banyak keluarga yang terdapat banyak
tindakan kekerasan/pelecehan. Kebanyakan orang tua