12 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Teori Atribusi Kepatuhan wajib pajak terkait dengan sikap wajib pajak dalam membuat penilaian terhadap pajak itu sendiri. Persepsi seseorang untuk membuat penilaian mengenai orang lain sangat dipengaruhi oleh kondisi internal maupun eksternal orang tersebut. Teori atribusi sangat relevan untuk menerangkan maksud tersebut di atas. Pada dasarnya, teori atribusi menyatakan bahwa bila individu-individu mengamati perilaku seseorang, mereka mencoba untuk menentukan apakah itu ditimbulkan secara internal atau eksternal (Robbins, 1996). Perilaku yang disebabkan secara internal adalah perilaku yang diyakini berada di bawah kendali pribadi individu itu sendiri, sedangkan perilaku yang disebabkan secara eksternal adalah perilaku yang dipengaruhi dari luar, artinya individu akan terpaksa berperilaku karena situasi. Penentuan internal atau eksternal menurut Robbins (1996) tergantung pada tiga faktor yaitu: a) Kekhususan (kesendirian atau distinctiveness) b) Konsensus c) Konsistensi Kekhususan artinya seseorang akan mempersepsikan perilaku individu lain secara berbeda dalam situasi yang berlainan. Apabila perilaku
23
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 … Indra...kesuksesannya karena akibat faktor-faktor internal, sedangkan kegagalan dihubungkan dengan faktor-faktor eksternal. ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Teori Atribusi
Kepatuhan wajib pajak terkait dengan sikap wajib pajak dalam
membuat penilaian terhadap pajak itu sendiri. Persepsi seseorang untuk
membuat penilaian mengenai orang lain sangat dipengaruhi oleh kondisi
internal maupun eksternal orang tersebut. Teori atribusi sangat relevan untuk
menerangkan maksud tersebut di atas. Pada dasarnya, teori atribusi
menyatakan bahwa bila individu-individu mengamati perilaku seseorang,
mereka mencoba untuk menentukan apakah itu ditimbulkan secara internal
atau eksternal (Robbins, 1996). Perilaku yang disebabkan secara internal
adalah perilaku yang diyakini berada di bawah kendali pribadi individu itu
sendiri, sedangkan perilaku yang disebabkan secara eksternal adalah
perilaku yang dipengaruhi dari luar, artinya individu akan terpaksa
berperilaku karena situasi.
Penentuan internal atau eksternal menurut Robbins (1996)
tergantung pada tiga faktor yaitu:
a) Kekhususan (kesendirian atau distinctiveness)
b) Konsensus
c) Konsistensi
Kekhususan artinya seseorang akan mempersepsikan perilaku
individu lain secara berbeda dalam situasi yang berlainan. Apabila perilaku
13
seseorang dianggap suatu hal yang luar biasa, maka individu lain yang
bertindak sebagai pengamat akan memberikan atribusi eksternal terhadap
perilaku tersebut. Sebaliknya jika hal itu dianggap hal yang biasa, maka akan
dinilai sebagai atribusi eksternal.
Konsensus artinya jika semua orang mempunyai kesamaan pandangan
dalam merespon perilaku seseorang dalam situasi yang sama. Apabila
konsensusnya tinggi, maka termasuk atribusi internal. Sebaliknya jika
konsensusnya rendah, maka termasuk atribusi eksternal.
Faktor terakhir adalah konsistensi, yaitu jika seorang menilai
perilaku-perilaku orang lain dengan respon sama dari waktu ke waktu.
Semakin konsisten perilaku itu, orang akan menghubungkan hal tersebut
dengan sebab-sebab internal.
Teori atribusi mengelompokkan dua hal yang dapat memutarbalikkan
arti dari atribusi. Pertama, kekeliruan atribusi mendasar yaitu kecenderungan
untuk meremehkan pengaruh faktor-faktor eksternal daripada internalnya.
Kedua, prasangka layanan dari seseorang cenderung menghubungkan
kesuksesannya karena akibat faktor-faktor internal, sedangkan kegagalan
dihubungkan dengan faktor-faktor eksternal. Penelitian di bidang perpajakan
yang menggunakan dasar teori atribusi salah satunya adalah penelitian Jatmiko
(2006).
Jatmiko (2006) melakukan penelitian mengenai pengaruh sikap wajib
pajak pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran
perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak. Analisis data dilakukan dengan
14
menggunakan teknik analisis regresi berganda. Variabel bebas yang digunakan
adalah sikap wajib pajak terhadap pelaksanaan sanksi denda, sikap wajib pajak
terhadap pelayanan fiskus, sikap wajib pajak terhadap kesadaran perpajakan,
sedangkan variabel terikat yang digunakan adalah kepatuhan wajib pajak.
Hasil penelitian Jatmiko (2006) adalah semua variabel bebas yang digunakan
yaitu sikap wajib pajak terhadap pelaksanaan sanksi denda, sikap wajib pajak
terhadap pelayanan fiskus, sikap wajib pajak terhadap kesadaran perpajakan
secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan wajib
pajak.
2.1.2 Definisi Pajak
1) Pengertian Pajak
Pengertian pajak menurut Undang-Undang No.28 Tentang KUP
Tahun 2007 Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa “Pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Menurut Mardiasmo
(2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undng-
Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.
Berdasarkan beberapa definisi, maka dapat disimpulkan bahwa
pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
15
(1) Iuran dari rakyat kepada Negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa
uang(bukan barang).
(2) Berdasarkan Undang-Undang.
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta
aturan pelaksanaannya.
(3) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung
dapat ditunjuk.
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
(4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2) Fungsi pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
berbangsa, khususnya dalam melaksanakan pembangunan, karena pajak
merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai seluruh
pengeluaran negara termasuk pengeluaran pembangunan. Terdapat dua
fungsi pajak (Mardiasmo, 2011:1), yaitu:
(1) Fungsi Anggaran (budgetair)
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya.
16
(2) Fungsi Mengatur (regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
3) Pembagian Jenis Pajak
Menurut Waluyo (2013:12), pajak dapat dikelompokkan ke dalam
tiga kelompok, yaitu sebagai berikut:
(1) Menurut golongan atau pembebanannya
a) Pajak Langsung, yaitu pajak yang pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung
wajib pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan.
b) Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pembebanannya dapat
dilimpahkan kepada pihak lain. Conto: Pajak Pertambahan
Nilai.
(2) Menurut sifatnya
a) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya,
dalam arti memperhatikan keadaan dari wajib pajak.
Contoh: Pajak Penghasilan.
b) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai Penjualan atas Barang
Mewah.
17
(3) Menurut pemungut dan pengelolanya
a) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Bea Materai.
b) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah
Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Contoh: Pajak Hotel, Pajak Hiburan, Pajak Bumi dan
Bangunan sektor perkotaan dan pedesaan.
2.1.3 Sistem Pemungutan Pajak
Terdapat tiga macam sistem pemungutan pajak menurut
Mardiasmo (2011:7), yaitu:
1) Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya:
(1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
fiskus,
(2) Wajib Pajak bersifat pasif,
(3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
18
2) Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang
terutang.
Ciri-cirinya:
(1) Wewenang unuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
Wajib Pajak sendiri,
(2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang,
(3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3) With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak.
Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada
pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
2.1.4 Wajib Pajak
Definisi atau pengertian Wajib Pajak menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (2007:2), Pasal 1 angka 2 Wajib Pajak adalah orang
pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, pemungut
pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
19
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib pajak badan
adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha yang meliputi: perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha
milik daerah dengan nama dalam bentuk apapun, seperti firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk
usaha tetap (Mardiasmo, 2011:23).
Berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jendral Pajak Nomor SE-
26/PJ.2/1998 ditegaskan bahwa agar tidak menimbulkan berbagai
penafsiran yang dapat menyulitkan administrasi maka perlu diberikan
penegasan bahwa administrasi pajak hanya mengenal istilah wajib pajak
efektif dan wajib pajak non efektif dengan pengertian sebagai berikut ini:
1) Wajib pajak efektif adalah wajib pajak yang memenuhi kewajiban
perpajakannya berupa memenuhi kewajiban menyampaikan SPT Masa
dan atau Tahunan sebagaimana mestinya.
2) Wajib pajak non efektif adalah wajib pajak yang tidak melakukan
pemenuhan kewajiban perpajakannya berupa memenuhi kewajiban
menyampaikan SPT Masa dan atau SPT Tahunan.
Sebagaimana telah ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ.8/1988 tanggal 2 Oktober 1988, Wajib
Pajak Non Efektif yaitu:
20
1) Wajib pajak yang berturut-turut selama 2 (dua) tahun tidak
memasukkan SPT PPh.
2) Wajib pajak yang sudah meninggal dunia/bubar, tetapi belum ada surat
keterangan resminya.
3) Wajib pajak tidak ditemukan alamatnya, walaupun sudah diusahakan
pencairannya oleh Dinas Luar.
4) Wajib pajak yang secara nyata tidak menunjukkan kegiatan usaha.
2.1.5 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Wajib pajak di dalam proses perhitungan hingga sampai pada
pelaporan pajak hak dan kewajiban sebagaimana telah diatur dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dalam Mardiasmo
(2011:56), hak dan kewajiban wajib pajak, yaitu:
1) Hak Wajib Pajak adalah sebagai berikut ini:
(1) Mengajukan surat keberatan dan surat banding.
(2) Menerima tanda bukti pemasukan SPT.
(3) Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan.