4 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Rujukan 1. Konsep Sejenis Kajian tentang Aktivitas sudah ada dari beberapa penulis antara lain Era Octoviana dengan judul Aktivitas Ibu Dalam Mengasuh Anak sebagai sumber ide dalam penciptaan karya seni lukis pada jurnal Tugas Akhir. Aktivitas Ibu dalam mengasuh anak adalah hal yang sangat menyenangkan walaupun bukan hal mudah, karena mengasuh anak membutuhkan ketelatenan dan keiklasan. Kegiatan mengasuh anak menjadi inspirasi penulis untuk di jadikan sebuah karya lukis dengan ekspresi dan bentuk penggambaran sesuai dengan karakter karya lukis penulis. Selain itu karya penulis merupakan sebuah karya lukis yang dihasilkan oleh penulis untuk memperlihatkan keindahan karya lukis walau dengan konsep- konsep yang sederhana. Aktivitas ibu dalam mengasuh anak memiliki beragam aktivitas yang dapat divisualisasikan untuk diwujudkan kedalam karya seni lukis. aktivitas yang sederhana seperti makan siang bersama anak dengan penggambaran suasana yang ramai dan diberi figur-figur hewan untuk memberi kesan kehidupan sehari-hari dengan hewan peliharaan, berdandan ditempat bermain, mandi bersama dengan tempat kamar mandi yang unik, ngajari sinau dan nyantai disiang hari, semua karya yang dibuat dengan ide yang sederhana yang sering dilakukan oleh ibu dan anaknya dengan visualisasi yang menarik dan ceria. 2. Fokus Penulisan Fokus dari tulisan ini, penulis memilih aktivitas sehari-hari di rumah yang diangkat sebagai judul dalam tugas akhir ini. Aktivitas sehari-hari di rumah adalah hal yang sering dilakukan setiap orang ketika berada di rumah. Kegiatan anggota keluarga menjadi inspirasi penulis untuk divisualkan dalam karya seni lukis
22
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Rujukan - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0611010_bab2.pdf · individu dalam interaksinya dengan sekitarnya. Aktivitas psikis adalah hubungan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Rujukan
1. Konsep Sejenis
Kajian tentang Aktivitas sudah ada dari beberapa penulis antara lain Era
Octoviana dengan judul Aktivitas Ibu Dalam Mengasuh Anak sebagai sumber ide
dalam penciptaan karya seni lukis pada jurnal Tugas Akhir. Aktivitas Ibu dalam
mengasuh anak adalah hal yang sangat menyenangkan walaupun bukan hal
mudah, karena mengasuh anak membutuhkan ketelatenan dan keiklasan. Kegiatan
mengasuh anak menjadi inspirasi penulis untuk di jadikan sebuah karya lukis
dengan ekspresi dan bentuk penggambaran sesuai dengan karakter karya lukis
penulis. Selain itu karya penulis merupakan sebuah karya lukis yang dihasilkan
oleh penulis untuk memperlihatkan keindahan karya lukis walau dengan konsep-
konsep yang sederhana.
Aktivitas ibu dalam mengasuh anak memiliki beragam aktivitas yang dapat
divisualisasikan untuk diwujudkan kedalam karya seni lukis. aktivitas yang
sederhana seperti makan siang bersama anak dengan penggambaran suasana yang
ramai dan diberi figur-figur hewan untuk memberi kesan kehidupan sehari-hari
dengan hewan peliharaan, berdandan ditempat bermain, mandi bersama dengan
tempat kamar mandi yang unik, ngajari sinau dan nyantai disiang hari, semua
karya yang dibuat dengan ide yang sederhana yang sering dilakukan oleh ibu dan
anaknya dengan visualisasi yang menarik dan ceria.
2. Fokus Penulisan
Fokus dari tulisan ini, penulis memilih aktivitas sehari-hari di rumah yang
diangkat sebagai judul dalam tugas akhir ini. Aktivitas sehari-hari di rumah adalah
hal yang sering dilakukan setiap orang ketika berada di rumah. Kegiatan anggota
keluarga menjadi inspirasi penulis untuk divisualkan dalam karya seni lukis
5
dengan gaya naif sesuai karakter penulis. Selain itu karya lukis yang dihasilkan
penulis untuk mewujudkan suatu keindahan walaupun dengan konsep yang
sederhana menjadi luar biasa.
Beragam Aktivitas sehari-hari di rumah divisualkan kedalam karya seni lukis.
Aktivitas yang sederhana seperti mandi bersama dengan wujud visual yang naif
dengan figur perempuan dan pria memberi kesan aktivitas kehidupan sehari-hari.
bermain di halaman rumah, bermain dan memberi makan hewan peliharaan,
mandi bersama, bermain dan mendengarkan musik, berpelukan, hadirnya anak
dalam pasangan suami istri, menyajikan buah dan membaca buku, semua karya
yang dibuat dengan ide yang sederhana yang sering dilakukan oleh anggota
keluarga dengan visual yang naif bernuansa dekoratif.
B. Pengertian Aktivitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, aktivitas artinya adalah “kegiatan /
keaktifan”. W.J.S. Poewadarminto menjelaskan aktivitas sebagai suatu kegiatan
atau kesibukan. S. Nasution menambahkan bahwa aktivitas merupakan keaktifan
jasmani dan rohani dan kedua-keduanya harus dihubungkan.
Menurut Anton M. Mulyono Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi
segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik
maupun non-fisik, merupakan suatu aktivitas. (Anton M. Mulyono,2001: 26).
Dalam filsafat, aktivitas adalah suatu hubungan khusus manusia dengan dunia,
suatu proses yang dalam perjalanannya manusia menghasilkan kembali dan
mengalih wujudkan alam, karena ia membuat dirinya sendiri subjek aktivitas dan
gejala-gejala alam objek aktivitas. Berkat aktivitas, atau karena kerja manusia
mengangkat dirinya sendiri melampaui dunia binatang dan memelihara maupun
mengembangkan dalam proses historis semua ciri-ciri yang spesifik manusia.
Dalam perjalanan aktivitas manusia memperlakukan objek-objek itu sesuai
dengan sifat dan ciri-cirinya, menyesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhannya dan
menjadikan objek-objek itu sesuai dengan sifat dan ciri-cirinya, menyesuaikan
6
dengan kebutuhannya dan menjadikan objek-objek itu ukuran dan dasar dari
aktivitasnya. Dalam interaksinya dengan alam, manusia secara bertahap
memasukkan alam ke dalam kebudayaan material dan spiritualnya. Perubahan di
dunia luar hanya merupakan premis dan kondisi bagi peningkatan diri manusia.
Dalam menghasilkan sesuatu manusia selalu menghasilkan kembali dirinya
sendiri dan tidak lagi sama dengan saat ia memulainya.
Dalam psikologi, aktivitas adalah sebuah konsep yang mengandung arti fungsi
individu dalam interaksinya dengan sekitarnya. Aktivitas psikis adalah hubungan
kusus dari benda hidup dengan lingkungan. Ia menengahi, mengatur dan
mengontrol hubungan-hubungan antara organisme dan lingkungan. Aktivitas
psikis didorong oleh kebutuhan yang diarahkan pada objek yang dapat memenuhi
kebutuhan ini, dan dipengaruhi oleh sistem tindakan-tindakan. Aktivitas psikis
manusia mempunyai suatu ciri atau corak sosial dan ditentukan oleh kondisi-
kondisi kehidupan sosial. Aktivitas psikis manusia bisa eksternal dan internal.
Aktivitas psikis eksternal terdiri dari oprasi-oprasi yang spesifik manusia dengan
objek-objek yang ada yang dipengaruhi oleh lengan, tangan, jari-jari dan kaki.
Aktivitas psikis internal berlangsung dalam pikiran, dengan menggunakan
tindakan-tindakan mental dimana manusia beroprasi bukan dengan objek-objek
yang ada dan bukan melalui gerakan-gerakan fisik, melainkan dengan gambaran-
gambaran dinamisnya. Aktivitas internal merencanakan aktivitas eksternal, dan
merealisasikan dirinya melalui aktivitas eksternal. Pembagian kerja menyebabkan
pembedaan antara bentuk-bentuk teoritis dan praktis aktivitas manusia sesuai
dengan tingkatan kebutuhan manusia dan kebutuhan masyarakat, akan timbul juga
tingkatan jenis-jenis konkret aktivitas yang masing-masing biasanya menganut
unsur-unsur aktivitas eksternal dan internal, praktis dan teoritis. (http//arti-
definisi-pengertian.info/pengertian-arti-aktivitas/.diakses 5 November 2015, pukul
15:05 WIB)
Dari pengertian aktivitas di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa aktivitas
adalah gerakan yang berada dalam rohani atau jasmani, rohani meliputi pikiran
atau rancangan di dalam yang belum terealisasikan melalui fisik, jasmani meliputi
gerakan yang sudah terealisasikan setelah berada dalam rohani misal gerakan
7
tangan, kaki ataupun semua gerakan fisik. Manusia sebagai subjek aktivitas, dan
manusia memilih objek aktivitas sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya.
Dalam hal ini pemahaman Aktivitas kehidupan sehari-hari di rumah dalam
keluarga adalah sebagai berikut :
1. Hubungan Pasangan Suami Istri
Sri Lestari dalam bukunya menjelaskan :
Komunikasi merupakan aspek yang paling penting, karena berkaitan dengan
hampir semua aspek dalam hubungan pasangan. Hasil dari semua diskusi dan
pengambilan keputusan di keluarga, yang mencakup keuangan, anak, karier,
agama bahkan dalam setiap pengungkapan hasrat, dan kebutuhan tergantung pada
gaya, pola, dan ketrampilan berkomunikasi. Ketrampilan berkomunikasi dapat
mewujud dalam kecermatan memilih kata yang digunakan dalam menyampaikan
gagasan pada pasangan. Pemilihan kata yang kurang tepat dapat menimbulkan
kesalahan persepsi pada pasangan yang diajak bicara. Intonasi dalam melakukan
komunikasi juga perlu diperhatikan. Penekanan pada kata yang berbeda,
meskipun dalam kalimat yang sama dapat menimbulkan respons perasaan yang
berbeda pada pasangan. Hal ini berkaitan dengan kesediaan dan kemampuan
mengungkapkan diri (self-disclousure). Pengungkapan diri adalah menyampaikan
informasi pribadi yang mendalam atau segala hal yang kemungkinkan orang lain
tidak mengerti bila tidak diberitahu. Informasi tersebut dapat berupa gagasan dan
pemikiran, impian dan harapan, maupun perasaan positif dan negatif. (Sri Lestari,
2013: 11)
2. Hubungan anak dengan orang tua
Elizabeth B. Hurlock dalam bukunya menjelaskan :
Sikap orang tua mempengaruhi cara mereka memperlakukan anak, dan
perlakuan mereka terhadap anak sebaliknya mempengaruhi sikap anak terhadap
mereka dan perilaku mereka. Pada dasarnya hubungan orang tua – anak
tergantung sikap orang tua. Jika sikap orang tua menguntungkan, hubungan orang
tua dan anak akan jauh lebih baik ketimbang bila sikap orang tua tidak positif.
8
Banyak kasus penyesuaian yang buruk pada anak maupun pada orang dewasa
dapat ditelusuri kembali ke hubungan awal orang tua - anak yang kurang baik
akibat sikap orang tua. Sikap ini walaupun terselubung dalam perilaku yang dari
luar menunjukkan sikap positif, sebenarnya merugikan. Perasaan bersalah karena
merasa tidak puas karena mendapat anak perempuan, padahal yang diinginkan
anak laki-laki, dapat membuat orang tua tampak sangat menerima putrinya karena
mereka terlalu lunak dan baik terhadap putrinya.
Sikap orang tua sangat menentukan hubungan keluarga sebab sekali hubungan
ini terbentuk, mereka cenderung bertahan. Jika sikap ini positif, tidak akan ada
masalah. Tetapi bila sikap ini merugikan, sikap ini cenderung bertahan, bahkan
dalam bentuk terselubung, dan mempengaruhi hubungan anak – orang tua sampai
masa dewasa (Elizabeth B. Hurlock, 1999: 202).
3. Hubungan antar saudara
Elizabeth B. Hurlock dalam bukunya menjelaskan :
Dalam keluarga yang berpusat pada anak, hubungan antar saudara kandung
mempunyai pengaruh yang lebih besar pada suasana rumah dan seluruh anggota
keluarga dari pada dalam rumah yang berpusat pada orang dewasa. Karena
keluarga masa kini cenderung berpusat pada anak, hubungan saudara kandung
mempunyai pengaruh yang lebih besar pada hubungan keluarga dari pada di masa
lampau.
Bila hubungan antar saudara kandung baik, suasana di rumah menyenangkan
dan bebas dari perselisihan. Sebaliknya, bila hubungan antar saudara penuh
dengan perselisihan dan ditandai dengan rasa iri, permusuhan dan ketidak
harmonisan lainnya, hubungan ini merusak hubungan keluarga dan suasana
rumah. Dengan demikian, hubungan antar saudara ini membahayakan
penyesuaian pribadi dan sosial seluruh anggota keluarga, orang dewasa maupun
anak. Hal ini merupakan penyebab memburuknya hubungan keluarga. (Elizabeth
B. Hurlock, 1999 : 207)
9
4. Kelentingan Keluarga
Sri Lestari dalam bukunya menjelaskan :
Kelentingan atau keluwesan komunikasi yang baik merupakan faktor yang
penting bagi keberfungsian dan kelentingan keluarga Komunikasi mencakup
transmisi keyakinan, pertukaran informasi, pengungkapan perasaan, dan proses
penyelesaian masalah. Ketrampilan yang menjadi elemen dari komunikasi yang
baik adalah ketrampilan berbicara, mendengar, mengungkapkan diri, memperjelas
pesan, menghargai dan menghormati. Tiga aspek komunikasi yang menjadi
kelentingan keluarga adalah
a. Kemampuan memperjelas pesan yang memungkinkan anggota keluarga
untuk memperjelas situasi krisis.
b. Kemampuan mengungkapkan perasaan yang memungkinkan anggota
keluarga untuk berbagi, saling berempati, berinteraksi secara
menyenangkan, dan bertanggung jawab terhadap masing-masing perasaan
dan perilakunya.
c. Kesediaan berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah sehingga yang
berat sama dipikul dan yang ringan sama dijinjing. (Sri Lestari, 2013: 24)
5. Kekukuhan Keluarga
Sri Lestari dalam bukunya menjelaskan :
Kekuhan keluarga merupakan kualitas relasi di dalam keluarga yang
memberikan sumbangan bagi kesehatan emosi dan kesejahteraan keluarga. Enam
karakteristik bagi keluarga yang kukuh yaitu :
a. Memiliki komitmen. Dalam hal ini keberadaan setiap anggota
keluargadiakui dan dihargai. Setiap anggota keluarga memiliki komitmen
untuk saling membantu meraih keberhasilan, sehingga semangatnya adalah
“satu untuk semua, semua untuk satu”. Intinya terdapat suatu kesetiaan
terhadap keluarga dan kehidupan keluarga menjadi prioritas.
b. Terdapat kesediaan untuk mengungkapkan apresiasi. Setiap orang
menginginkan apa yang dilakukannya diakui dan dihargai karena
penghargaan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Ketahanan
10
keluarga akan kukuh manakala ada kebiasaan mengungkapkan rasa
terimakasih. Setiap anggota keluarga dapat melihat sisi baik dari anggota
lainnya, dan terbuka untuk mengakui kebaikan tersebut. Setiap ada
keberhasilan dirayakan bersama. Dengan demikian komunikasi dalam
keluarga bersifat positif.
c. Terdapat waktu untuk berkumpul bersama Sebagian orang beranggapan
bahwa dalam hubungan orang tua – anak yang penting terdapat waktu yang
berkualitas, walaupun tidak sering. Namun kuantitas interaksi orang tua –
anak di masa kanak-kanak menjadi pondasi penting untuk membentuk
hubungan yang berkualitas di masa perkembangan anak yang selanjutnya.
Melalui interaksi orang tua-anak yang frekuensinya sering akan
mendukung terbentuknya kelekatan anak anak dengan orang tua. Oleh
karena itu keluarga yang kukuh memiliki waktu untuk melakukan kegiatan
bersama dan sering melakukannya. Misalnya makan malam bersama,
bermain bersama, dan bekerja bersama. Secara berkala keluarga melakukan
aktivitas di luar rutinitas, misalnya rekreasi. Seringnya kebersamaan
membantu anggota keluarga untuk menumbuhkan pengalaman dan
kenangan bersama yang akan menyatukan dan menguatkan mereka.
d. Mengembangkan spiritualitas. Bagi sebagian keluarga, komunitas
keagamaan menjadi keluarga kedua yang menjadi sumber dukungan selain
keluarganya. Ikatan spiritualitas memberikan arahan, tujuan, dan
perspektif. Ibarat ungkapan, keluarga-keluarga yang sering berdo’a
bersama akan memiliki rasa kebersamaan.
e. Menyelesaikan konflik serta menghadapi tekanan dan krisis secara efektif.
Setiap keluarga pasti mengalami konflik nsmun keluarga yang kukuh akan
bersama-sama menghadapi masalah yang muncul bukannya bertahan untuk
saling berhadapan sehingga masalah tidak terselesaikan. Konflik yang
muncul diselesaikan dengan cara menghargai sudut pandang masing-
masing terhadap permasalahan. Keluargayang kukuh juga mengelola
sumber dayanya dengan bijaksana dan mempertimbangkan masa depan,
sehingga tekanan dapat diminimalkan. Ketika keluarga ditimpa krisis,
11
keluarga yang kukuh akan bersatu dan menghadapinya bersama-sama
dengan saling memberi kekuatan dan dukungan.
f. Memiliki ritme. Keluarga yang kukuh memiliki rutinitas, kebiasaan, dan
tradisi yang memberikan arahan, makna dan struktur terhadap mengalirnya
kehidupan sehari-hari . Mereka memiliki aturan, prinsip yang dijadikan
pedoman. Ritme atau pola-pola dalam keluarga ini akan memantapkan dan
memperjelas peran dan harapan-harapan yang dibangun. Selain itu keluarga
yang sehat terbuka terhadap perubahan, dengan belajar untuk
menyesuaikan kebutuhan-kebutuhan di dalam keluarga. Dengan demikian,
dimungkinkan munculnya kebiasaan-kebiasaan atau ritme baru sebagai
bagian dari proses penyesuaian, karena masa lalu dan masa sekarang adalah
bagian dari proses pertumbuhan. (Sri lestari, 2013: 24-26).
6. Pengaruh Rumah Tangga yang Pecah pada Hubungan Keluarga
Elizabeth B. Hurlock dalam bukunya menjelaskan :
Pengaruh rumah tangga yang pecah pada hubungan keluarga bergantung pada
banyak faktor, yang paling penting diantaranya ialah penyebab perpecahan
tersebut, bila hal itu terjadi, dan apakah sifatnya sementara atau tetap. Bila
kehancuran rumah tangga disebabkan kematian dan bila anak menyadari bahwa
orang tuanya tidak pernah kembali, mereka akan bersedih hati dan mengalihkan
kasih sayang mereka pada orang tua yang masih ada, dengan harapan memperoleh
kembali rasa aman sebelumnya. Seandainya orang tua yang masih ada tenggelam
dalam kesedihan dan masalah praktis yang ditimbulkan rumah tangga yang tidak
lagi lengkap, anak merasa ditolak dan tidak diinginkan. Hal ini akan menimbulkan
ketidaksenangan yang sangat membahayakan hubungan keluarga.
Pada awal masa hidup anak kehilangan ibu jauh lebih merusak daripada
kehilangan ayah. Alasannya ialah bahwa pengasuhan anak kecil dalam hal ini
harus dialihkan ke sanak saudara atau pembantu rumah tangga yang menggunakan
cara mendidik anak yang mungkin berbeda dari yang digunakan ibu, dan mereka
jarang dapat memberi anak perhatian dan kasih sayang yang sebelumnya ia
peroleh dari ibunya.
12
Dengan bertambahnya usia, kehilangan ayah sering lebih serius daripada
kehilangan ibu, terutama bagi anak laki-laki. Ibu harus bekerja, dan dengan beban
ganda di rumah dan pekerjaan di luar, ibu mungkin kekurangan waktu atau tenaga
untuk mengasuh anak sesuai kebutuhan mereka. Akibatnya mereka merasa
diabaikan dan merasa benci. Jika ibu tidak dapat memberikan hiburan dan
lambang status seperti yang diperoleh teman sebaya, maka tidak senang anak
meningkat. Bagi anak laki-laki yang lebih besar, kehilangan ayah berarti mereka
tidak mempunyai sumber identifikasi sebagaimana teman mereka tidak senang
tunduk pada wanita di rumah sebagaimana halnya di sekolah.
Seandainya anak kehilangan kedua orang tuanya, pengaruhnya lebih serius
lagi. Disamping harus melakukan perubahan radikal dalam pola kehidupan, anak
harus menyesuaikan diri dengan pengasuhan orang lain bahkan orang yang tidak
dikenalnya.
Rumah tangga yang pecah karena perceraian dapat lebih merusak anak dan
hubungan keluarga ketimbang rumah tangga yang pecah karena kematian.
Terdapat dua alasan untuk hal ini. Pertama periode penyesuaian terhadap
perceraian lebih lama dan sulit bagi anak dari pada periode penyesuaian yang
menyertai kematian orang tua, penolakan terhadap perceraian, kemarahan yang
ditujukan pada mereka yang terlibat dalam situasi tersebut, tawar menawar dalam
usaha mempersatukan orang tua, depresi dan akhirnya menerima perceraian.
Kedua, perpisahan yang disebabkan perceraian itu serius sebab mereka
cenderung membuat anak “berbeda” dalam mata kelompok teman sebaya. Jika
anak ditanya dimana orang tuanya atau mengapa mereka mempunyai orang tua
baru sebagai pengganti orang tua yang tidak ada mereka menjadi serba salah dan
merasa malu. Di samping itu mereka merasa bersalah jika mereka menikmati
waktu bersama dengan orang tua yang tidak ada atau jika mereka lebih suka
tinggal dengan orang tua yang tidak ada dari pada tinggal dengan orang tua yang
mengasuh mereka.
Perpisahan yang sementara lebih membahayakan hubungan keluarga dari pada
perpecahan yang tetap permanen. Hal ini terjadi bila ibu atau ayah pergi untuk
13
waktu yang relatif pendek, ketidakhadiran waktu ayah biasanya diebabkan
pekerjaan yang menuntutnya meninggalkan rumah, sementara ketidakhadiran ibu
biasanya disebabkan penyakit yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Perpisahan yang sementara menimbulkan situasi yang menegangkan bagi anak
dan orang tuanya dan mengakibatkan memburuknya hubungan keluarga. Pertama,
keluarga harus menyesuaikan dengan perpisahan itu dan kemudian harus
menyesuaikan kembali setelah berkumpul kembali.
Perpisahan sementara dengan ibu menghilangkan sumberasuhan stabil bagi
anak itu dan sama berbahayanya bagi anak laki-laki maupun perempuan. Telah
dilaporkan bahwa anak yang lebih tua, perpisahan sementara dengan ayah lebih
berpengaruh buruk bagi anak laki-laki dari pada bagi anak perempuan. (Elizabeth
B Hurlock, 1999 : 216-217).
Data di atas menjelaskan bahwa persoalan keluarga di rumah sangat
menentukan aktivitas keluarga dengan keseharian dari keluarga tersebut.
C. Komponen Karya Seni
1. Tema
Tema atau subject matter umumnya dimaksudkan juga sebagai tema atau juga
bisa disebut pokok soal, yaitu pokok persoalan yang selalu dijumpai dalam suatu
karya seni. Subject Matter atau tema pada umumnya merupakan suatu pokok
persoalan yang melatarbelakangi seniman dalam menciptakan sebuah karya seni.
Adapun definisi subject matter adalah objek-objek atau ide-ide yang dipakai
dalam berkarya atau ada dalam sebuah karya seni (Mikke Susanto, 2011: 383).
2. Bentuk
Bentuk sebagai totalitas karya. Bentuk adalah organisasi dari segenap unsur
yang mewujudkan suatu karya seni. Bentuk itu merupakan kumpulan dari
beberapa titik, susunan dari garis, warna, bidang, dan ruang yang merupakan
bentuk-bentuk mendasar dalam sebuah karya seni rupa, unsur-unsur tersebut
14
diorganisir, meliputi: Balance, ritme, dominan, harmoni dan lain-lain (P. Mulyadi,
1998: 290).
3. Isi (Makna)
Jakob Sumardjo dalam bukunya menjelaskan :
Nilai yang biasa ditemukan dalam sebuah karya seni ada dua, yakni nilai
bentuk (inderawi) dan nilai isi (di balik inderawi). Nilai bentuk ini juga
dinamakan nilai intrinsik seni. Nilai bentuk inilah yang tertangkap pertama kali
oleh penikmat seni. Nilai bentuk tersebut terdiri atas nilai bahan seni atau juga
disebut “medium” suatu bentuk seni. Bahan seni dengan kekayaan mediumnya
membentuk bangun-bangun tertentu sebagai unsur bentuknya. Dari nilai bentuk
ini mulailah bangkit seluruh potensi diri penikmat untuk jauh menggali nilai-nilai
lain yang ditawarkan. Mulailah muncul isi seni. Penikmat dapat menangkap
perasaan tertentunya oleh nilai bentuk. Bentuk lahiriah (inderawi) jug dapat
mengembangkan gagasan dan perasaan. (Jakob Sumardjo, 1999: 116)
.
D. Unsur- Unsur Seni Rupa
1. Unsur Garis
Unsur garis mempunyai dimensi ukuran dan arah tertentu. Ia bisa pendek,
panjang, halus, tebal berombak, lurus, melengkung, dan barangkali masih ada
sifat yang lain (Nooryan Bahari, 2008: 98-99).
Garis dimulai dari sebuah titik, merupakan jejak yang ditimbulkan oleh titik-
titik yang digerakan atau merupakan sederetan titik yang berhimpit dan juga
merupakan suatu goresan atau sapuan yang sempit dan panjang sehingga
membentuk seperti benang atau pita (Arfial Arsad Hakim, 1997: 42).
2. Unsur Texture
Tekstur adalah kesan halus dan kasarnya suatu permukaan lukisan atau
gambar, atau perbedaan tinggi rendahnya permukaan suatu lukisan atau gambar.
15
Tekstur juga merupakan rona visual yang menegaskan karakter suatu benda yang
dilukiskan atau digambar (Nooryan Bahari, 2008: 102).
Arfial Arsyad Hakim dalam bukunya menjelaskan :
Tekstur adalah sifat permukaan dari suatu benda atau bidang, yang memberi
karakter atas suatu benda atau bidang permukaan tersebut, apakah permukaannya
halus, sedang atau kasar. Tekstur dibedakan menjadi dua:
a. Tekstur nyata (tekstur aktual)
Tekstur nyata atau actual/virtual texture (nyata, sesungguhnya) disebut juga
tactile texture (dapat diraba dan dirasakan), misal permukaan tembok, kaca, dan
sebagainya. Tekstur tersebut dapat berupa tekstur alami maupun tekstur buatan.
b. Tekstur semu (simulated texture= seolah-olah)
Misalkan kita menciptakan atau membuat tekstur dengan menggunakan suatu
alat tertentu misalnya cat dengan kanvas, lalu hasil yang kita dapatkan terlihat
seolah-olah permukaan itu sangat kasar atau mungkin sangat licin atau seakan-
akan terdiri dari serat-serat dan sebagainya. Padahal jika kita raba yang kita
rasakan hanya kehalusan permukaan kertas atau biang tertentu. Disini tekstur
yang hadir bersifat semu. Ia hadir dalam imajinasi visual. Sebagai contoh dari
tekstur semu ini diketemukan bermacam-macam tekstur buatan yang diciptakan
dengan berbagai teknik-teknik arsir, titik-titik, cap dan lain-lain (Arfial Arsyad
Hakim, 1997: 100-101)
3. Volume
Volume atau bentuk gempal adalah suatu bentuk yang memiliki tiga dimensi
yakni panjang, lebar dan tebal yang merupakan bentuk wungkul yang bisa diraba.
Bentuk gempal dapat bersifat nyata dan semu. Gempal nyata yakni bisa diraba
sedangkan gempal semu hanya berupa gambar (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2010:
112).
16
4. Warna
Nooryan Bahari dalam bukunya menjelaskan ;
Warna adalah gelombang cahaya dengan frekuensi yang dapat memengaruhi
penglihatan kita. Warna memiliki tiga dimensional dasar yaitu hue, value, dan
intensitas. Secara garis besar fungsi warna dapat dibagi menjadi tiga macam.
Pertama; dalam ilmu semiotik, warna bisa berfungsi sebagai tanda berdasarkan
sifatnya, seperti warna merah yang dapat dimaknai sebagai tanda cinta, bahaya
atau larangan. Kedua; sebagai lambang atau simbol kesepakatan bersama, seperti
bendera warna putih menandakan menyerah pada musuh. Ketiga; warna juga bisa
dijadikan ikon, misalnya warna merah untuk darah dan warna hijau untuk