11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENELITIAN TERDAHULU Penelitian ini dilaksanakan tidak terlepas dari hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya sebagai perbandingan dan kajian dalam menulis penelitian ini. Adapun hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan pendidikan inklusif. Fannisa Aulia Rahmaniar (2016) meneliti tentang tugas guru pendamping khusus (GPK) dalam memberikan pelayanan pendidikan siswa berkebutuhan khusus (studi deskriptif pada sekolah dasar inklusif SD Negeri Giwangan Yogyakarta). Hasil dari penelitian ini menunjukkan, tugas GPK yang sudah terlaksana dalam melayani kebutuhan pendidikan siswa ABK diantaranya menyelenggarakan administrasi khususyaitu catatan harian, pencatatan hasil asesmen dan dokumen identitas siswa. Pelaksanaanasesmen yang dimulai dengan identifikasi, tes IQ hingga asesmen akademik. Menyusun Program Pendidikan Individual (PPI) siswa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Melaksanakan pengajaran kompensatif yaitu remedial. Menyediakan dan mengelola media dan alat pembelajaran. Mengadakan pertemuan rutin 2 (dua) bulan sekali dengankepala sekolah, guru kelas, orang tua serta GPK. Menjalin kerjasama dengan Dinas Pendidikan, tim psikologi UNY dan UAD, (Badan Pangawasan Obat dan Makanan)BPOM dan Puskesmas terkait pengadaan kantin sehat dan Perilaku Hidup BersihdanSehat (PHBS). Serta melaksanakan
25
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENELITIAN TERDAHULUeprints.umm.ac.id/41344/3/BAB II.pdf · anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan enam karekteristik yang berbeda dengan anak lainnya
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. PENELITIAN TERDAHULU
Penelitian ini dilaksanakan tidak terlepas dari hasil penelitian yang sudah
ada sebelumnya sebagai perbandingan dan kajian dalam menulis penelitian ini.
Adapun hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan pendidikan inklusif.
Fannisa Aulia Rahmaniar (2016) meneliti tentang tugas guru pendamping khusus
(GPK) dalam memberikan pelayanan pendidikan siswa berkebutuhan khusus
(studi deskriptif pada sekolah dasar inklusif SD Negeri Giwangan Yogyakarta).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan, tugas GPK yang sudah terlaksana
dalam melayani kebutuhan pendidikan siswa ABK diantaranya menyelenggarakan
administrasi khususyaitu catatan harian, pencatatan hasil asesmen dan dokumen
identitas siswa. Pelaksanaanasesmen yang dimulai dengan identifikasi, tes IQ
hingga asesmen akademik. Menyusun
Program Pendidikan Individual (PPI) siswa Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK). Melaksanakan pengajaran kompensatif yaitu remedial. Menyediakan dan
mengelola media dan alat pembelajaran. Mengadakan pertemuan rutin 2 (dua)
bulan sekali dengankepala sekolah, guru kelas, orang tua serta GPK. Menjalin
kerjasama dengan Dinas Pendidikan, tim psikologi UNY dan UAD, (Badan
Pangawasan Obat dan Makanan)BPOM dan Puskesmas terkait pengadaan kantin
sehat dan Perilaku Hidup BersihdanSehat (PHBS). Serta melaksanakan
12
pengembangan program inklusif dengan mengirimguru kelas maupun GPK untuk
mengikut pelatihan atau seminar. Tugas yang belum terlaksana adalah pembinaan
komunikasi siswa ABK dan penyelenggaraan kurikulum plus. Permasalahan yang
dialami ialah muncul dari ketidak jelasan sistem inklusif sehingga belum memberi
ketegasan terkait tugas GPK di sekolah, basic GPK dari non-PLB sehingga masih
membutuhkan bimbingan terkait layanan pendidikan siswa ABK,serta belum
terjalin kolaborasi secara maksimal dengan guru kelas dan belum semua orang tua
memperhatikan kebutuhan pendidikan anaknya.
Annisa Nur Rahmadiyah (2017) meneliti tentang model pelayanan
pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus di SDN Junrejo 1 Kota Batu.
Hasil dari penelitian ini menggunakan dua model pelayanan pendidikan inklusif,
yang pertama model pelayanan full inklusi siswa ABK disertakan di kelas reguler
yang bertujuan agar siswa ABK belajar bersama dengan siswa reguler. Hasil dari
penelitian ini belum dapat dikatakan baik namun secra konseptual sudah baik.
Tidak adanya komunikasi antara guru kelas dan GPK serta kurangnya jumlah
GPK dalam menangani ABK menjadi hambatan utama sekolah tersebut dalam
menangani siswa berkebutuhan khusus
13
B. KEMANDIRIAN
1. Pengertian Kemandirian
Kemandirian merupakan sikap yang memungkinkan seseorang untuk
bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan kemampuan
mengatur diri sendiri, sesuai dengan hak dan kewajibannya sehingga dapat
menyelesaikan sendiri masalah- masalah yang dihadapinya tanpa meminta
bantuan atau tergantung dari orang lain dan dapat bertanggung jawab terhadap
segala keputusan yang telah diambil melalui berbagai pertimbangan sebelumnya.
Menurut Masrun (1986:8), kemandirian adalah sikap individu untuk bertindak
bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan untuk kebutuhannya sendiri
tanpa bantuan dari orang lain, maupun berpikir dan bertindak original/kreatif, dan
penuh inisiatif, mampu mempengaruhi lingkungan, mempunyai rasa percaya diri
dan memperoleh kepuasan dari usahanya. Pengertian mandiri berarti mampu
bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain.
Mandiri adalah dimana seseorang mau dan mampu mewujudkan
kehendak/keinginan dirinya yang terlihat dalam tindakan/perbuatan nyata guna
menghasilkan sesuatu (barang/jasa) demi pemenuhan kebutuhan hidupnya dan
sesamanya Antonius (2002:145). Kemandirian secara psikologis dan mentalis
yaitu keadaan seseorang yang dalam kehidupannya mampu memutuskan dan
mengerjakan sesuatu tanpa bantuan dari orang lain. Kemampuan demikian hanya
mungkin dimiliki jika seseorang berkemampuan memikirkan dengan seksama
tentang sesuatu yang dikerjakannya atau diputuskannya, baik dalam segi-segi
manfaat atau keuntungannya, maupun segi-segi negatif dan kerugian yang akan
dialaminya Hasan Basri (2000:53).
14
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang agar berhasil sesuai
keinginan dirinya maka diperlukan adanya kemandirian yang
kuat.menurut Brawer dalam Chabib Toha (1993:121), kemandirian adalah suatu
perasaan otonomi, sehingga pengertian perilaku mandiri adalah suatu kepercayaan
diri sendiri, dan perasaan otonomi diartikan sebagai perilaku yang terdapat dalam
diri seseorang yang timbul karena kekuatan dan dorongan dari dalam diri
seseorang yang timbul karena kekuatan dorongan dari dalam tidak karena
terpengaruh oleh orang lain.
2. Indikator Kemandirian
Menurut Spencer dan Kass dalam Sukirman (1997) menjelaskan bahwa
ciri – ciri kemandiran adalah sebagai berikut :
1) Mampu mengambil inisiatif
2) Mampu menyelesaikan masalahnya
3) Tekun
4) Merasa puas dengan hasil yang dilakukannya
5) Orisinil atau asli
6) Memiliki tingkat kecemasan rendah
Seseorang yang dikategorikan mandiri ketika seseorang tersebut tidak
mudah menyerah dan berputus asa dalam menghadapi masalah. Seperti hal
nya siswa yang memiliki kemandirian akan selalu berpikir kreatif untuk dapat
menyelesaikan masaah yang dihadapinya tanpa perlu adanya pendamping
maupun bantuan dari orang lain. Berbeda dengan anak berkebutuha khusus
15
dimana ia tidak mampu untuk menyelesaikan atau mengatasi masalahnya
sendiri dan masih memerlukan bantuan dari orang lain.
C. ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan
anak secara umum atau rata-rata anak seusianya. Anak dikatakan berkebutuhan
khusus jika ada sesuatau yang kurang atau lebih dalam dirinya. Menurut Heward
anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan enam karekteristik yang berbeda
dengan anak lainnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidak mampuan mental,
emosi, atau fisik. Anak berkebutuhan khusus sehubungan ddengan gangguan
perkembangan dan kelainan yang dialami anak.
Mereka yang digolongkan pada anak yang berkebutuhan khusus dapat
dikelompokkan berdasarkan gangguan atau kelainan pada aspek : Fisik/motorik.
Kognitif, Bahasa dan bicara, Pendengaran, Penglihatan, dan Sosial emosi. Anak
tersebut mungkin akan belajar dengan kecepatan yang berbeda dan juga dengan
cara yang berbeda. Walaupun mereka memiliki potensi dan kemampuan yang
berbeda dengan anak-anak secara umum, mereka harus mendapat perlakuan dan
kesempatan yang sama. Hal ini dapat dimulai dengan cara penyebutan terhadap
anak dengan berkebutuhan khusus
Maka dari itu, anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak dengan
kategori khusus yang berbeda pada umumnya karena memiliki keistimewaan
yang menjadikan anak berkebutuhan tersebut berbeda dengan pada umumnya,
dengan memiliki hambatan yaitu hambatan dalam perkembangan
16
maupunhambatan dalam kecerdasan. Namun, beberapa ABK memiliki
kemampuan dan kecerdasan luar biasa atau melebihi pada umumnya.Olehkarena
itu,ABK memerlukan bentuk layanan pendidikan yang sesuai dengan
kemampuandan potensi mereka.
2. Kategori Anak Berkebutuhan Khusus
Kategori anak berkebutuhan khusus dibagi menjadi dua bagian, yaitu
berkebutuhan khusus temporer (sementara) dan berkebutuhan khusus permanen
(menetap). Dalam pendidikan inklusif setiap anak dipandang memiliki karakter
dan kebutuhan khusus yang berbeda, baik yang permanen atau temporer.
Kebutuhan permanen adalah kebutuhan menetap tidak mungkin hilang, sedangkan
kebutuhan temporer adalah kebutuhan yang sifatnya sementara.
Berdasarkan kemampuan intelektualnya, Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK)dapat dikelompokkan menjadi dua kategori. Kedua kategori tersebut antara
lain: (1) anak berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di bawah
rata-rata dan (2) anak berkelainan yang memiliki kemampuan intelektual di bawah
rata-rata. Secara garis besar, yang tergolong anak berkebutuhan khusus (ABK)
berdasarkan jenis kebutuhannya sebagaimana menurut gagasan Hallahan dan
Kauffman, Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa dan Hadiyanto, yaitu:(a)
Tunanetra (anak dengan gangguan penglihatan), (b) Tunarungu (anak dengan
gangguan pendengaran), (c) Tunadaksa (anak dengan kelainan
anggotatubuh/gerakan), (d) Anak yang berbakat atau memiliki kemampuan dan
kecerdasan luar biasa, (e) Tunagrahita (anak dengan retardasi mental), (f) Anak
lamban belajar (slow learner), (g) Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik