Page 1
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Tanggung Jawab
a. Pengertian Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan.
Tanggung jawab menurut Listyarti (2012: 8) adalah sikap dan
perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya,
yang seharusnya dilakukan, terhadap dirinya maupun orang lain
dan lingkungan sekitarnya. Pendapat Listyarti sejalan dengan
pendapat Yaumi (2014: 114), tanggung jawab adalah sikap dan
perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya,
yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang
Maha Esa.
Pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya serta menanggung segala
sesuatunya terhadap diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan
Tuhan Yang Maha Esa. Seorang siswa memiliki kewajiban
belajar, apabila siswa belajar berarti siswa tersebut telah
memenuhi kewajibannya dan telah bertanggung jawab atas
kewajibannya.
7
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 2
8
b. Indikator Tanggung Jawab
Indikator keberhasilan pendidikan karakter tanggung jawab
menurut Fitri (2012: 43) adalah sebagai berikut:
1) Mengerjakan tugas dan pekerjaan rumah dengan baik.
2) Bertanggung jawab terhadap setiap perbuatan.
3) Melakukan piket sesuai dengan jadwal piket yang telah
ditetapkan.
4) Mengerjakan tugas kelompok secara bersama-sama.
2. Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi Belajar
Pengertian prestasi belajar terdiri dari dua suku kata, yakni
prestasi dan belajar. Kata pertama adalah prestasi, prestasi adalah
hasil yang telah dicapai. Prestasi menurut Arifin (2013: 12)
berasal dari Bahasa Belanda yaitu prestatie dan dalam Bahasa
Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha. Kata kedua
adalah belajar, belajar adalah suatu proses usaha perubahan
tingkah laku. Belajar menurut Slameto (2010: 2) ialah suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 3
9
Pendapat Slameto searah dengan pendapat Susanto (2013:
4) yang mengartikan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang
dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk
memperoleh suatu konsep, pemahaman atau pengetahuan baru
sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku
yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam
bertindak.
Prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh setelah belajar.
Prestasi belajar menurut Mulyasa (2014: 189) adalah hasil yang
diperoleh seseorang setelah menempuh kegiatan belajar. Pendapat
lain yang mengemukakan tentang pengertian prestasi belajar
adalah Arifin (2013: 12), prestasi belajar pada umumnya
berkenaan dengan aspek pengetahuan. Beberapa pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil
usaha yang diperoleh seseorang setelah melakukan kegiatan
belajar yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam aspek
pengetahuan.
b. Indikator Prestasi Belajar
Prestasi belajar mempunyai beberapa indikator, menurut
Syah (2011: 217) indikator prestasi belajar ditunjukkan dengan
tabel berikut:
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 4
10
Tabel 2.1 Indikator Prestasi Belajar
Prestasi Belajar/
Ranah Kognitif Indikator
2) Pengamatan
a) Dapat menunjukkan
b) Dapat membandingkan
c) Dapat menghubungkan
3) Ingatan a) Dapat menyebutkan
b) Dapat menunjukkan kembali
4) Pemahaman
a) Dapat menjelaskan
b) Dapat mendefinisikan dengan lisan
sendiri
5) Aplikasi/ Penerapan a) Dapat memberikan contoh
b) Dapat menggunakan secara tepat
6) Analisis
(Pemeriksaan dan
pemilahan secara
teliti)
a) Dapat menguraikan
b) Dapat mengklasifikasikan atau
memilah-milah
7) Sintesis (Membuat
paduan baru dan
utuh)
a) Dapat menghubungkan materi-
materi, sehingga menjadi kesatuan
baru
b) Dapat menyimpulkan
c) Dapat menggeneralisasikan (mem-
buat prinsip umum)
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar
menurut Mulyasa (2014: 191-193), antara lain sebagai berikut:
1) Faktor internal adalah faktor yang timbul dari dalam diri
siswa, baik secara fisiologis maupun secara psikologis, serta
usaha yang dilakukannya.
a) Faktor fisiologis adalah faktor yang berkaitan dengan
jasmani atau fisik seseorang, yang dibedakan menjadi
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 5
11
dua macam yaitu kondisi jasmani pada umumnya dan
kondisi yang berkaitan dengan fungsi-fungsi jasmani
tertentu terutama panca indera.
b) Faktor psikologis adalah faktor yang berasal dari
dalam diri seseorang seperti intelegensi, minat dan
sikap.
(1) Intelegensi merupakan dasar potensial bagi
pencapaian prestasi belajar. Semakin tinggi
tingkat intelegensi, maka semakin tinggi tingkat
prestasi belajar yang dicapai.
(2) Minat yaitu kecenderungan dan kegairahan yang
tinggi atau keinginan yang besar terhadap
sesuatu. Siswa yang menaruh minat besar
terhadap suatu mata pelajaran akan memusatkan
perhatiannya lebih banyak daripada orang lain,
sehingga memungkinkan siswa belajar lebih giat
dan akhirnya mencapai prestasi belajar yang
diinginkan.
(3) Sikap adalah gejala internal yang berdimensi
afektif, berupa kecenderungan untuk mereaksi
atau merespon dengan cara yang relatif tetap
terhadap objek orang dan barang baik secara
positif maupun negatif.
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 6
12
Prestasi belajar juga dipengaruhi oleh waktu dan
kesempatan. Waktu dan kesempatan yang dimiliki oleh
setiap individu berbeda. Siswa yang memiliki banyak waktu
dan kesempatan untuk belajar cenderung memiliki prestasi
yang tinggi. Guru hendaknya memberikan pelayanan
individual yang berbeda untuk setiap siswa, sehingga dapat
mengembangkan dirinya secara optimal.
2) Faktor eksternal adalah faktor yang timbul dari luar diri
siswa yang digolongkan ke dalam faktor sosial dan non-
sosial.
a) Faktor sosial adalah faktor yang menyangkut
hubungan antarmanusia yang terjadi dalam berbagai
situasi sosial, misalnya lingkungan keluarga, sekolah,
teman, dan masyarakat.
b) Faktor non-sosial adalah faktor lingkungan yang
bukan sosial, misalnya keadaan rumah, ruang belajar,
fasilitas belajar, dan buku-buku sumber belajar.
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
siswa di sekolah bersifat relatif, artinya dapat berubah setiap saat.
Hal ini terjadi karena prestasi belajar siswa sangat berhubungan
dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, faktor-faktor
tersebut saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain.
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 7
13
Kelemahan salah satu faktor dapat mempengaruhi keberhasilan
seseorang dalam belajar. Faktor internal dan eksternal di atas
mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar yang dicapai
siswa di sekolah.
d. Usaha Meningkatkan Prestasi Belajar
Berhasil atau tidaknya siswa belajar sebagian besar terletak
pada usaha dan kegiatan siswa sendiri, di samping faktor internal
dan faktor eksternal. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
melancarkan belajar dan meningkatkan prestasi belajar menurut
Mulyasa (2014: 198-199) adalah sebagai berikut:
1) Hendaknya dibentuk kelompok belajar, karena dengan
belajar bersama siswa yang kurang paham terhadap materi
dapat diberitahu oleh siswa yang telah paham.
2) Semua pekerjaan dan latihan yang diberikan oleh guru
hendaknya dikerjakan segera dan sebaik-baiknya.
3) Mengesampingkan perasaan negatif dalam membahas atau
berdebat mengenai suatu masalah atau pelajaran, karena
perasaan negatif akan menghambat dan mengurangi
kejernihan pikiran.
4) Rajin membaca buku atau majalah yang bersangkutan
dengan pelajaran. Batas pandangan mengenai suatu
pelajaran akan bertambah jauh dan luas dengan banyak
membaca.
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 8
14
5) Berusaha melengkapi dan merawat dengan baik alat-alat
belajar (alat tulis dan perlengkapan sekolah). Alat-alat yang
tidak lengkap akan mengganggu siswa dalam belajar.
6) Selalu menjaga kesehatan agar dapat belajar dengan baik,
tidur teratur, makan bergizi, dan cukup istirahat.
7) Waktu rekreasi gunakan sebaik-baiknya, terutama untuk
menghilangkan kelelahan.
8) Melakukan persiapan minimal seminggu sebelum ujian
berlangsung, antara lain:
a) Persiapan yang matang untuk menguasai isi pelajaran.
b) Mengenal jenis pertanyaan (tes objektif atau
subjektif).
c) Berlatih mengombinasikan isi dan bentuk tes.
3. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Ilmu Pengetahuan Alam disingkat menjadi IPA, sering
disebut juga dengan istilah pendidikan sains. IPA menurut Trianto
(2010: 136) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau sains
yang semula berasal dari Bahasa Inggris yaitu science. Kata
science sendiri berasal dari kata dalam Bahasa Latin yaitu scientia
yang berarti saya tahu. Uraian tersebut menjadi acuan bahwa IPA
bermula timbul dari rasa ingin tahu manusia, dari rasa
keingintahuan tersebut membuat manusia selalu mengamati
gejala-gelaja alam yang ada dan mencoba memahaminya.
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 9
15
IPA adalah pengetahuan yang sistematis, seperti yang
dituliskan H.W Fowler (dalam Trianto, 2010: 136) bahwa IPA
adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang
berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan
terutama atas pengamatan dan deduksi. Pendapat lain yang
mengemukakan tentang pengertian IPA yaitu Wahyana (dalam
Trianto, 2010: 136) bahwa IPA adalah suatu kumpulan
pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam
penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan
fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa IPA
adalah cara mencari tahu tentang alam secara sistematis yang lahir
dan berkembang melalui metode ilmiah serta menuntut sikap
ilmiah. Metode ilmiah yang dimaksud dalam IPA misalnya
observasi dan eksperimen. Sikap ilmiah yang diharapkan dalam
IPA misalnya sikap rasa ingin tahu, terbuka, dan jujur.
b. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Hakikat IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses
ilmiah, dan sikap ilmiah. Hakikat IPA menurut Susanto (2013:
167) didefinisikan sebagai ilmu tentang alam yang dalam Bahasa
Indonesia disebut dengan ilmu pengetahuan alam, dapat
diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu ilmu pengetahuan alam
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 10
16
sebagai produk, proses, dan sikap. Pertama, IPA sebagai produk,
yaitu kumpulan hasil penelitian yang telah ilmuwan lakukan dan
sudah membentuk konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan
empiris dan kegiatan analitis. Kedua, IPA sebagai proses, yaitu
untuk menggali dan memahami pengetahuan tentang alam.
Ketiga, IPA sebagai sikap, yaitu sikap yang harus dimiliki dalam
melakukan penelitian dan mengomunikasikan hasil penelitiannya.
Uraian hakikat IPA di atas, dapat dipahami bahwa
pembelajaran IPA merupakan pembelajaran berdasarkan pada
prinsip-prinsip proses yang dapat menumbuhkan sikap ilmiah
siswa terhadap konsep-konsep IPA. Pembelajaran IPA di sekolah
dasar dilakukan dengan penyelidikan sederhana dan bukan
hafalan terhadap kumpulan konsep IPA. Kegiatan-kegiatan dalam
pembelajaran IPA tersebut akan memberikan pengalaman
langsung kepada siswa melalui pengamatan, diskusi, dan
penyelidikan sederhana. Pembelajaran yang demikian dapat
menumbuhkan sikap ilmiah siswa yang diindikasikan dengan
merumuskan masalah sampai menarik kesimpulan, sehingga
mampu berpikir kritis melalui pembelajaran IPA.
c. Tujuan Pembelajaran IPA di SD
Tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar dalam Badan
Nasional Standar Pendidikan menurut Mulyasa (2009: 111)
adalah sebagai berikut:
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 11
17
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang
Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan
keteraturan alam ciptaan-Nya.
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-
konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan
kesadaran tentang adanya hubungan yang saling
mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat.
4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki
alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat
keputusan.
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam
memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan
IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/
MTS.
4. Model Cooperative Learning Tipe Group Investigation
a. Pengertian Cooperative Learning
Cooperative learning adalah model pembelajaran dengan
sistem belajar kelompok kecil secara kolaboratif untuk menguasai
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 12
18
materi. Cooperative learning menurut Slavin (2005: 8) adalah
suatu model pembelajaran dengan sistem belajar dan bekerja
dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara
kolaboratif untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru.
Setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling
membantu untuk memahami materi pelajaran. Belajar dalam
cooperative learning dikatakan belum selesai apabila salah satu
teman dalam kelompoknya belum menguasai bahan pelajaran.
Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran
yang berpusat pada siswa, seperti yang dituliskan Isjoni (2011:
16) bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran
yang saat ini digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar
mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama
untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam
mengaktifkan siswa. Pendapat lain yang mengemukakan tentang
pengertian cooperative learning adalah Rusman (2011: 202)
bahwa cooperative learning merupakan bentuk pembelajaran
dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat
sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat
heterogen.
Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
cooperative learning adalah model pembelajaran dengan
membentuk kelompok-kelompok kecil bersifat heterogen yang
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 13
19
anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang yang saling
bekerjasama dan diarahkan oleh guru untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Kelompok heterogen artinya kelompok yang terdiri
dari campuran latar belakang kemampuan akademik, jenis
kelamin, ras, atau suku yang berbeda. Manfaat kelompok
heterogen adalah untuk melatih siswa menerima perbedaan
pendapat dan bekerjasama dengan teman yang berbeda latar
belakangnya untuk mencapai tujuan pembelajaran.
b. Lima Unsur Model Cooperative Learning
Model cooperative learning memiliki lima unsur penting,
Roger dan David Johnson (dalam Lie, 2008: 31-35) menguraikan
lima unsur penting dalam cooperative learning untuk mencapai
hasil yang maksimal dengan sebagai berikut:
1) Saling ketergantungan positif, yaitu dalam pembelajaran
kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas
tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok
tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh
kinerja tiap anggota kelompok, sehingga semua anggota
dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan.
2) Tanggung jawab perseorangan, yaitu keberhasilan
kelompok sangat tergantung dari tiap anggota
kelompoknya. Setiap anggota kelompok mempunyai tugas
dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok
tersebut.
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 14
20
3) Tatap muka, yaitu memberikan kesempatan yang luas
kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka
melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan
menerima informasi dari anggota kelompok lain.
4) Komunikasi antaranggota, yaitu melatih siswa untuk dapat
berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan
pembelajaran.
5) Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu
khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja dan
hasil kerja sama kelompoknya, agar selanjutnya bisa bekerja
sama dengan lebih efektif.
c. Pengertian Model Cooperative Learning Tipe Group
Investigation
Group investigation adalah salah satu tipe model
cooperative learning. Group investigation menurut Slavin (2005:
24) adalah model cooperative learning dengan siswa bekerja di
dalam kelompok kecil untuk menanggapi berbagai macam proyek
kelas. Setiap kelompok memilih sub topik yang kemudian diteliti
untuk mempersiapkan laporan dalam mencapai tujuan kelompok.
Tiap kelompok lalu mempresentasikan laporannya di hadapan
seluruh kelas.
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 15
21
Group investigation adalah tipe cooperative learning
dengan sistem belajar setiap kelompok memilih subtopik yang
berbeda, seperti Burns, et al. (dalam Taniredja 2012: 74)
menjelaskan bahwa tipe cooperative learning group investigation
adalah pembelajaran kelompok dengan beranggotakan 2-6 orang.
Setiap kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan unit
materi (pokok bahasan) yang akan diajarkan, kemudian
menghasilkan laporan kelompok. Setiap kelompok
mempresentasikan atau memamerkan laporannya kepada seluruh
kelas, untuk berbagi dan saling tukar informasi temuan
kelompoknya.
Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa group
investigation adalah model cooperative learning dengan cara
siswa belajar dalam kelompok kecil beranggotakan 2-6 siswa
secara heterogen, setiap kelompok dilibatkan dalam perencanaan
pembelajaran, investigasi sampai ke laporan hasil investigasi.
Seluruh anggota kelompok bertanggung jawab atas kontribusinya
untuk menyelesaikan masalah bersama.
d. Langkah-langkah Model Cooperative Learning Tipe Group
Investigation
Langkah-langkah model cooperative learning tipe group
investigation menurut Sharan, dkk (dalam Al-Tabany 2014: 128-
129) ada enam, yaitu sebagai berikut:
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 16
22
1) Memilih topik
Siswa memilih subtopik khusus di dalam suatu daerah
masalah umum yang biasanya ditetapkan oleh guru. Siswa
diorganisasikan menjadi dua sampai enam anggota tiap
kelompok menjadi kelompok yang berorientasi tugas.
Komposisi kelompok hendaknya heterogen, baik dari sisi
jenis kelamin, etnik, maupun kemampuan akademik.
2) Perencanaan Kooperatif
Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran,
tugas, dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik
yang telah dipilih pada tahap pertama. Hasil dari langkah ini
adalah pembagian tugas dalam kelompok.
3) Implementasi
Siswa menerapkan rencana yang telah dikembangkan
di dalam tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya
melibatkan ragam aktivitas dan keterampilan yang luas serta
mengarahkan siswa kepada jenis sumber belajar yang
berbeda baik di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara
ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan menawarkan
bantuan bila diperlukan.
4) Analisis dan Sintesis
Siswa menganalisis dan menyintesis informasi yang
diperoleh pada tahap ketiga. Siswa juga meringkas
informasi tersebut dan merencanakan cara menyajikan yang
menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada
seluruh kelas.
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 17
23
5) Presentasi Hasil Final
Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil
penyelidikannya dengan cara yang menarik kepada seluruh
kelas, dengan tujuan agar siswa yang lain saling terlibat satu
sama lain dalam pekerjaannya dan memperoleh perspektif
luas pada topik itu. Presentasi dikoordinasi oleh guru.
6) Evaluasi
Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai
topik tersebut, mengenai tugas yang telah dikerjakan, dan
mengenai keefektifan pengalaman-pengalamannya. Guru
dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran.
Evaluasi yang dilakukan dapat berupa penilaian individual
atau kelompok.
Model pembelajaran yang dipakai dalam penelitian ini adalah
model cooperative learning tipe group investigation dengan
metode eksperimen, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1) Memilih topik
Siswa memilih subtopik khusus di dalam suatu daerah
masalah umum yang biasanya ditetapkan oleh guru. Siswa
diorganisasikan menjadi enam anggota tiap kelompok
menjadi kelompok yang berorientasi tugas. Komposisi
kelompok hendaknya heterogen, baik dari sisi jenis
kelamin, etnik, maupun kemampuan akademik.
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 18
24
2) Perencanaan Kooperatif
Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran,
tugas, dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik
yang telah dipilih pada tahap pertama. Hasil dari langkah ini
adalah pembagian tugas dalam kelompok.
3) Implementasi
Siswa menerapkan rencana yang telah dikembangkan
di dalam tahap kedua. Setiap kelompok bekerjasama sesuai
dengan tugasnya masing-masing. Setiap kelompok
melakukan penyelidikan melakukan eksperimen sesuai
dengan subtopik dengan bantuan LKS. Langkah-langkah
dalam menggunakan metode eksperimen dalam kegiatan
belajar mengajar menurut Said (2015: 156-157) antara lain
sebagai berikut:
a) Tujuan, alat, bahan, dan langkah kerja eksperimen
yang akan digunakan lebih awal dipahami oleh siswa.
b) Siswa disarankan diberi kuis mengenai langkah kerja
eksperimen, alat dan bahan yang akan digunakan
sebelum kegiatan eksperimen berlangsung (agar siswa
memahami dengan baik langkah-langkah keja serta
kegunaan alat dan bahan).
c) Guru sudah menyiapkan lembar kerja siswa (LKS)
sebelum eksperimen dimulai.
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 19
25
d) Alat dan bahan disiapkan dalam satu tempat yang
akan diambil oleh kelompok eksperimen sebelum
eksperimen dilaksanakan.
e) Setiap kelompok melakukan eksperimen sekaligus
mengisi LKS.
f) Aktivitas eksperimen adalah proses kerja, maka
diperlukan kontrol terbimbing dari guru (laboran).
4) Analisis dan Sintesis
Siswa menganalisis dan menyintesis informasi yang
diperoleh pada tahap ketiga. Siswa juga meringkas
informasi tersebut dan merencanakan cara menyajikan yang
menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada
seluruh kelas.
5) Presentasi Hasil Final
Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil
penyelidikannya dengan cara yang menarik kepada seluruh
kelas, dengan tujuan agar siswa yang lain saling terlibat satu
sama lain dalam pekerjaannya dan memperoleh perspektif
luas pada topik itu. Presentasi dikoordinasi oleh guru.
6) Evaluasi
Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai
topik tersebut, mengenai tugas yang telah dikerjakan, dan
mengenai keefektifan pengalaman-pengalamannya. Guru
dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran.
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 20
26
Evaluasi yang dilakukan dapat berupa penilaian individual
atau kelompok.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh S. Pt.
Bagus Rustina, Siti Zulaikha, dan I Km. Ngr. Wiyasa tahun 2014 dengan
judul Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
Berbantuan Media Konkret terhadap Hasil Belajar IPA Kelas V SD Gugus II
Tampaksiring. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan hasil belajar IPA siswa yang belajar melalui model
pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) berbantuan media
konkret dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional.
Hasil penelitian dengan uji-t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan hasil belajar IPA siswa yang belajar melalui model
pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) berbantuan media
konkret dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional. Hasil
thitung lebih besar dari ttabel yaitu thitung=5,22, ttabel=2,00 dengan taraf
signifikan 5% sehingga thitung > ttabel, ini berarti H0 ditolak dan Ha
diterima, dan di perolehan nilai rata-rata hasil belajar kelas eksperimen lebih
tinggi dari kelas kontrol yaitu sebesar 86,97 > 77,98. Simpulan penelitian ini
adalah model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI)
berbantuan media konkret memberikan pengaruh terhadap hasil belajar IPA
siswa.
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 21
27
Persamaan penelitian di atas dengan penelitian ini, yaitu menerapkan
model cooperative learning tipe group investigation pada mata pelajaran IPA.
Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini, pada penelitian di atas
bertujuan untuk membandingkan hasil belajar siswa melalui penerapan model
cooperative learning tipe group investigation berbantuan media konkret
dengan model pembelajaran konvensional. Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan tanggung jawab dan prestasi belajar siswa.
Penelitian yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Dwi
Cahyaningrum tahun 2014 dengan judul penelitiannya yaitu Penerapan Model
Pembelajaran Group Investigation untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA
Materi Sifat-Sifat Cahaya Kelas V SDN 1 Megawon. Penelitian tindakan
kelas ini dilaksanakan di kelas V SDN 1 Megawon dengan subjek penelitian
berjumlah 36 siswa. Penelitian ini melalui dua siklus, setiap siklusnya terdiri
dari dua kali pertemuan. Tiap siklus meliputi empat tahapan yaitu
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini antara lain melalui wawancara, observasi, tes, dan
dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan meliputi analisis data
kuantitatif dan kualitatif.
Hasil penelitian yang diperoleh yaitu pada siklus I, rata-rata skor
aktivitas guru dalam pembelajaran IPA menerapkan model pembelajaran
Group Investigation sebesar 77 dengan kriteria penilaian baik. Siklus II
meningkat menjadi 94 dengan kriteria penilaian sangat baik. Hal ini
memberikan peningkatan rata-rata skor aktivitas belajar siswa dari siklus I
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 22
28
sebesar 67 dengan kriteria penilaian baik menjadi sebesar 86 pada siklus II
dengan kriteria penilaian sangat baik. Hasil belajar kognitif siswa juga
mengalami peningkatan, hal ini ditandai oleh peningkatan nilai rata-rata siswa
berturut-turut dari kondisi awal (66,75), siklus I (77,36), dan siklus II (84,86).
Hasil ini juga diikuti oleh peningkatan ketuntasan belajar klasikal siswa yaitu
dari kondisi awal (41,7%), siklus I (72,22%), dan siklus II (88,89%). Hasil
penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan oleh Dwi Cahyaningrum dapat
disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Group Investigation dapat
meningkatkan hasil belajar IPA materi sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V
SDN 1 Megawon.
Persamaan penelitian di atas dengan penelitian ini, yaitu menerapkan
model cooperative learning tipe group investigation pada mata pelajaran IPA
materi sifat-sifat cahaya. Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini,
pada penelitian di atas bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa,
sedangkan penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan tanggung jawab dan
prestasi belajar siswa.
Beberapa penelitan yang ada dapat disimpulkan bahwa model
cooperative learning tipe group investigation dapat meningkatkan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya. Model
cooperative learning tipe group investigation juga efektif untuk diterapkan
dalam kegiatan pembelajaran oleh guru, sehingga memberikan dasar yang
kuat pemilihan model pembelajaran dalam PTK ini.
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 23
29
C. Kerangka Berpikir
Kondisi awal siswa kelas V SD Negeri 2 Srowot sebelum belajar
menerapkan model cooperative learning tipe group investigation, ditemukan
permasalahan dalam pembelajaran IPA yaitu permasalahan terkait dengan
rendahnya tanggung jawab dan prestasi belajar siswa. Tanggung jawab siswa
dalam mempelajari materi IPA yang masih rendah, karena siswa tidak
melaksanakan dan menyelesaikan tugas dengan sungguh-sungguh.
Rendahnya tanggung jawab siswa ini berakibat pada rendahnya prestasi
belajar siswa. Rendahnya prestasi belajar mata pelajaran IPA ditunjukkan
dengan masih banyak siswa yang belum tuntas mencapai KKM.
Penerapan model cooperative learning tipe group investigation
merupakan salah satu alternatif yang diharapkan dapat menjadi solusi
pemecahan masalah tanggung jawab dan prestasi belajar yang terjadi pada
proses pembelajaran IPA terutama materi sifat-sifat cahaya di kelas V SD
Negeri 2 Srowot. Pemilihan model pembelajaran tersebut berdasarkan diskusi
dengan guru kelas V SD Negeri 2 Srowot dan berdasarkan dari dua penelitian
sebelumnya. Penelitian pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh S. Pt.
Bagus Rustina, Siti Zula ikha, dan I Km. Ngr. Wiyasa tahun 2014 yaitu
dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation
(GI) berbantuan media konkret memberikan pengaruh terhadap hasil belajar
IPA siswa. Penelitian yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Dwi
Cahyaningrum tahun 2014 yaitu dengan penerapan model pembelajaran
group investigation dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi sifat-sifat
cahaya pada siswa kelas V SDN 1 Megawon.
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 24
30
Secara skematis, berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dibuat
kerangka berpikir penelitian sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian
Kondisi awal proses pembelajaran masih belum menerapkan model
cooperative learning tipe group investigation, ditemukan permasalahan yaitu
rendahnya tanggung jawab dan prestasi belajar siswa. Tindakan perbaikan
dilaksanakan dengan menerapkan model cooperative learning tipe group
investigation. Penerapan model ini dilaksanakan pada mata pelajaran IPA
materi sifat-sifat cahaya.
Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan dalam sekurang-
kurangnya dua siklus yaitu siklus I dan siklus II. Tiap siklus terdiri dari empat
Guru belum menerapkan
model cooperative learning
tipe group investigation
Kondisi
Awal
Tanggung jawab
dan prestasi belajar
siswa rendah
Kondisi Akhir
Melalui model cooperative learning tipe
group investigation dapat meningkatkan
tanggung jawab dan prestasi belajar IPA
kelas V SD Negeri 2 Srowot
Guru menerapkan
model cooperative learning
tipe group investigation Siklus II
Tindakan
Siklus I
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016
Page 25
31
tahap yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Apabila
pelaksanaan siklus II selesai ternyata permasalahan belum dapat teratasi maka
akan dilanjutkan pada siklus berikutnya. Kondisi akhir yang diharapkan
adalah melalui model cooperative learning tipe group investigation dapat
meningkatkan tanggung jawab siswa kelas V SD Negeri 2 Srowot pada mata
pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya tahun pelajaran 2015/ 2016.
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan deskripsi teoritis dan kerangka berpikir yang telah
dirumuskan di atas, maka dalam penelitian tindakan kelas diajukan hipotesis
tindakan sebagari berikut:
1. Penerapan model cooperative learning tipe group investigation dapat
meningkatkan tanggung jawab siswa kelas V SD Negeri 2 Srowot pada
mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya tahun pelajaran 2015/
2016.
2. Penerapan model cooperative learning tipe group investigation dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V SD Negeri 2 Srowot pada
mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya tahun pelajaran 2015/
2016.
Peningkatan Tanggung Jawab..., Anis Fadlilah, FKIP, UMP, 2016