-
16
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Hasil Belajar Matematika
1 Belajar
Belajar selalu berkenan dengan perubahan-perubahan pada diri
orang yang
belajar, apakah itu mengarah kepada yang lebih baik atau pun
yang kurang baik,
direcanakan atau tidak. Hal lain yang juga selalu terkait dalam
belajar adalah
pengalaman, pengalaman yang terbentuk interaksi dengan orang
lain atau
lingkungannya.
Menurut Herman Hudoyo “Belajar adalah suatu proses atau usaha
seseorang yang
ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman dan
latihan, baik berupa diperolehnya pengetahuan, sikap maupun
keterampilan baru
“(Herman Hudoyo, 2003:83).
Menurut Oemar Hamalik “Belajar adalah modifikasi atau
memperteguh kelakuan
melalui pengalaman” (Omar Hamalik, 2001:27). Sedangkan konsep
tentang
belajar, yang didefenisikan oleh pakar psikologi. Gegne dan
Berliner (1983:252)
menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana suatu organisme
mengubah
prilakunya karena hasil dari pengalaman.
Slavin (1994:152) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan
individu yang
disebabkan oleh pengalaman.
Gagne (1977:3) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan
disposisi atau
kecakapan manusia, yang berlangsung selama periode waktu
tertentu, dan
perubahan perilaku tidak berasal dari proses pertumbuhan.
Morganetal (1986:140) menyatakan bahwa belajar merupakan
perubahan relatif
permanen yang terjadi karena hasil dari prektik atau
pengalaman.
Dari keempat pengertian tersebut tampak bahwa konsep tentang
belajar
mengandung tiga unsur utama, yaitu:
1. Belajar berkaitan dengan perubahan prilaku.
2. Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh
proses
pengalaman.
-
17
3. Perubahan prilaku karena belajar bersifat relatif
permanen.
(Catharina, 2004:2).
Peristiwa belajar yang terjadi pada diri pembelajar dapat
diamati dari perbedaan
prilaku (kinerja) sebelum dan setelah berada di dalam belajar,
misalnya dari tidak
tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Telah dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang
menimbulkan terjadinya
suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku dan atau
kecakapan.
Sampai di manakah perubahan itu dapat tercapai atau dengan kata
lain, berhasil
baik atau tidaknya belajar itu tergantung kepada bermacam-macam
faktor.
Adapun faktor-faktor itu, dapat kita bedakan menjadi dua
golongan:
1. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang kita
sebut
faktor indivudual, dan
2. Faktor yang ada di luar individu yang kita sebut faktor
sosial.
Yang termasuk ke dalam faktor individual antara lain: faktor
kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan
faktor pribadi.
Sedangkan yang termasuk faktor sosial antara lain faktor
keluarga/keadaan rumah
tangga, guru dan cara mengajar, alat-alat yang dipergunakan
dalam belajar-
memgajar, lingkungan, dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi
sosial.
(Ngalim Purwanto,1992:102)
2 Hasil belajar
Menurut Nana Sudjana (1995:22) hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya.
Seseorang yang telah mengalami proses belajar akan mengalami
perubahan
tingkah laku, baik dalam aspek pengetahuannya, keterampilannya,
maupun
sikapnya. Perubahan tingkah laku dalam aspek pengetahuan ialah
dari tidak bisa
menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Dalam aspek
keterampilan
terdapat perubahan dari tidak bisa melakukan perbuatan tertentu
menjadi bisa
melakukan perbuatan tersebut atau tidak terampil menjadi
terampil. Dalam aspek
sikap adalah terjadi perubahan dari ragu-ragu menjadi yakin.
Di sekolah hasil belajar dapat dilihat dari penguasaan siswa
akan mata-mata
pelajaran yang ditempuhnya. Hasil belajar yang diperoleh siswa
dapat
-
18
digolongkan kepada hasil yang bersifat penguasaan sesaat dan
penguasaan yang
berkelanjutan. Penguasaan yang bersifat sesaat dilakukan dalam
satu kegiatan
belajar. Sedangkan penguasaan yang bersifat berkelanjutan harus
dilakukan terus
menerus dalam hampir setiap kegiatan belajar. Penguasaan yang
dapat dilakukan
sesaat misalnya ialah pengetahuan mengenai fakta, teori,
istilah-istilah, pendapat
dan lain sebagainya. Tingkat penguasaan pelajaran atau hasil
belajar dalam mata
pelajaran tersebut di sekolah dilambangkan dengan angka-angka
atau huruf,
seperti angka 0 – 10 pada pendidikan dasar dan menengah atau
huruf A, B, C, D,
E pada pendidikan tinggi.
Perubahan tingkah laku dikatakan sebagai hasil belajar apabila
memenuhi syarat
sebagai berikut:
a. Hasil belajar sebagai pencapaian tujuan menekankan
pentingnya
penerapan tujuan mengajar.
Ketegasan dalam menerapkan tujuan akan memberikan arah yang
jelas pada
pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar. Tujuan pembelajaran
marupakan rumusan
pernyataan mengenai kemampuan atau tingkah laku yang diharapkan
dikuasai
siswa setelah mengikuti pembelajaran. Tingkat pencapaian tujuan
menunjukkan
kualitas keberhasilan belajar mengajar.
b. Hasil belajar merupakan proses kegiatan belajar yang
disadari.
Siswa yang termotivasi akan menunjukkan belajar dengan penuh
kesadaran,
kesungguhan, tidak ada pemaksaan untuk memperoleh tingkat
pengetahuan. Di
samping itu motivasi sangat berpengaruh terhadap perhatian dan
konsentrasi
siswa pada pembelajaran.
c. Hasil belajar sebagai proses latihan
Latihan-latihan adalah suatu pengulangan atau tindakan sebagai
respon terhadap
rangsangan dari luar, dalam rangka memperoleh kemampuan baru
untuk
bertindak. Jadi latihan merupakan proses belajar yang disadari
oleh pelakunya.
d. Hasil belajar merupakan tindak tanduk yang berfungsi dalam
kurun
waktu tertentu atau hasil belajar yang harus bersifat
permanen.
(Eko Fitriyani, skripsi: 2005)
-
19
3. Pengukuran Hasil Belajar
Menurut Brunner (dalam Hudoyo, 1988 :56) belajar matematika
adalah belajar
tentang konsep – konsep dan struktur – struktur matematik yang
terdapat dalam
materi – materi yang dipelajari serta menjalankan hubungan antar
konsep –
konsep dan struktur itu.
Hasil belajar matematika mempunyai empat aspek yaitu fakta ,
konsep, prinsip,
dan skill. Dari empat aspek tersebut menurut Suyitno, Soedjoko,
Suparman,
Hidayah, Pujiastuti (dalam Hand out, 2001 : 15-18) sebagai
berikut:
1. Fakta adalah sesuatu yang sesuai dengan keadaan
sebenarnya.
2. Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk
mengadakan klasifikasi atau penggolongan.
3. Prinsip adalah pola hubungan fungsional antara konsep –
konsep.
4. Skill adalah ketrampilan mental menjalankan prosedur guna
menyelesaikan suatu masalah.
Menurut Djamarah dan Zain (1996 : 5-6) bahwa ada empat strategi
dasar dalam
belajar mengajar yaitu :
1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan
kualifikasi
perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik
sebagaimana
yang diharapkan.
2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan
aspirasi
dan pandangan hidup masyarakat.
3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik
mengajar
yang dianggap paling tepat dan efektif.
4. Menetapkan norma – norma dan batas minimal keberhasilan
atau
Kriteria serta standar keberhasilan.
Untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan dalam pembelajaran
maka harus
ada konsep strategi dalam belajar mengajar
4. Pembelajaran Matematika
a. Pengertian Matematika Sekolah
Mematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek
abstrak dan
dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran
suatu konsep
-
20
diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran suatu konseh
diperoleh sebagai
akibat logis dari kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai
akibat logis kebenaran
, sebelumya sudah diterima , sehingga keterkaitan antar konsep
dalam metematika
bersifat sangat kuat dan jelas ( kurikulum KBK :2004 :22)
Menurut Reyt,et al .( 1988:4) Matematika adalah :
1) Studi pola dan hubungan dengan dengan demikian masing-
masing topik akan saling berjalin sama yan lain membentukya
2) Cara pikir yaitu memberikntan strategi untuk mengatur
menganalisis dan mensintensa data atau yang ditemui dalam
masalah sehari- hari.
3) Suatu seni yaitu ditandai dengan adanya urutan dan
konsentasi
internal.
4) Sebagai bahasa dipergunakan secara hati- hati dan
didefisinikan
dalam term dan symbol meningkatkan kemampun komunikasi
akan sains ,keadaan kehidupan riil dan matematika itu
sendiri
5) Sebagai alat yang digunakan setiap orang dalam kehidupan
sehari- hari.
Menurut Soedjadi(1995:1) Matematika sekolah adalah bagian unsur
dari
matematika yang dipilih anatara lain dengan mempertimbangan atau
berorientasi
pada pendidikan .Dengan demikian dapat dipilah – pilah dan
disesuaikan dengan
tahap perkembangan intelektual siswa .serta digunakan sebagai
salah satu sarana
untuk mengebangkan kemampuan berpikir pada siswa .
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa matematika
merupakan
alat yang digunakan setiap orang dalam kehidupan sehari- hari
dan dalamb
membelajarkanrnya disesuaikan dengan tahap intelektual siswa dan
di bangun
melalui proses penalaran deduktif .
b. Karakteristik Matematika
Agar dalam penyanpainan matematika dapat mudah diterima dan
dipahami oleh
siswa . guru harus memahami tentang karakteristik matematika
sekolah . Menurut
Soedjadi (2000:13) matematika memiliki karakteristik :
1) Memiliki kajian abstrak.
-
21
2) Bertumpu pada kesepakatan.
3) Berpola pikir deduktip
4) Memiliki symbol yang kosong dari arti
5) Menmperhatikan semesta pembicaraan
6) Konsisten dalam sistemya
Menurut Depdikbud(1993:1) matematika memiliki ciri – ciri
yaitu
1) Memiliki obyek yang abstrak
2) Memiliki pola pikir deduktip dan konsisten
3) Tidak dapat dipisahkan dari perkembangan Ilmu pengetahuan
dan teknologi ( IPTEK)
Berdasarkan karakteristik diatas pembelajaran matematika perlu
disesuaikian
tahap perkembangan konginif siswa, dimulai dari hal yang konkret
menuju
abstrak. Namun demikian meskipun obyek penelitian pembelajaran
matematika
adalah abstrak, tetapi mengingat kemampuan berpikir siswa
sekolah dasar yang
masih dalam tahap operasional konkret, maka perlu untuk memahami
konsep dan
prinsip madih diberlukan pengalaman melalui objek konkret.
c. Fungsi Matematika di SD
Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi
dengan
menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran
yang dapat
membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam
kehidupan
sehari-hari. Simbol-simbol itu penting untuk membantu
memanipulasi aturan-
aturan dengan operasi yang ditetapkan. Simbolisasi menjamin
adanya komunikasi
dan mampu memberikan keterangan untuk membentuk suatu konsep
baru.
Konsep baru terbentuk karena adanya pemahaman terhadap konsep
sebelumnya,
sehingga matematika itu konsep-konsepnya tersusun secara
hirarkis. Dengan
demikian simbol-simbol itu dapat digunakan untuk
mengkomunikasikan ide-ide
secara efektif dan efisien. Agar simbol-simbol itu berarti, kita
harus memahami
ide yang terkandung di dalam simbol tersebut. Karena itu hal
terpenting adalah
bahwa itu harus dipahami sebelum ide itu disimbolkan. (Hudoyo,
1988:54)
-
22
d. Tujuan pembelajaran matematika
Tujuan pembelajaran matematika di SD adalah: (1) Mempersiapkan
siswa agar
sanggup menghadapi perubahan keadaan dalam kehidupan melalui
latihan
bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat,
jujur dan efektif; (2)
Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola
pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari dalam mempelajari
berbagai ilmu
pengetahuan; (3) Menambah dan mengembangkan ketrampilan
berhitung dengan
bilangan sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari; (4)
mengembangkan
pengetahuan dasar matematika dasar sebagai bekal untuk
melanjutkan
kependidikan menengah dan (5) membentuk sikap logis, kritis,
kreatif, cermat dan
disiplin. (Depdikbud, 1996)
Tujuan mata pelajaran matematika yang tercantum dalam KTPS pada
SD /MI
adalah sebagain berikut :
a. Memahami konsep matematika , menjelaskan keterkaitan
antar konsep dan memgamplikasikan konsep atau algoritma
secara luwes , akurat , efisien ,dan tepat dalam pemecahan
masalah .
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat , melakukan
manipulasi matematika dalam membuat genelisasi , mwnyisun
bukti , atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika .
c. Memecahkan masalahyang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika , menyelesaikan model
dan menaksirkan solusi yang diperoleh .
d. Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol table ,diagram
atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah .
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu , perhatian dan
minat
dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah ( Depdiknas . 2006:417)
-
23
5 Pecahan
1. Pengertian Pecahan
Kata pecahan diartikan berbeda-beda, ada yang mengartikan
bilangan rasional dan
ada pula yang mengartikan lambang bilangan untuk bilangan
rasional. Menurut
(Choiriyah:17) pecahan adalah bilangan yang yang dinyatakan
sebagai b
a dengan
a dan b bilangan bulat, dan b 0 dan b bukan faktor a, a disebut
pembilang
sedangkan b disebut penyebut.
Menurut Parmin (1998:110) mengemukakan bahwa ”pecahan adalah
bilangan
yang menggambarkan bagian dari suatu keseluruhan, bagian dari
suatu daerah,
bagian dari suatu benda, atau bagian dari suatu himpunan”.
Menginat pada matematika SD sudah disepakati bahwa pecahan
adalah bilangan
(bilangan rasional). Bilangan rasional adalah bilangan yang
dapat dinyatakan
dalam bentuk b
a dengan a, b bilangan bulat dan (b 0), a dan b tidak
mempunyai faktor sekutu (setelah disederhanakan). (
Wardono,1996:5).
Jelas dari definisi ini setiap bilangan bulat dapat dinyatakan
dalam bentuk b
a, jadi
b
a rasional. Contoh :
5
51,
2
84 .
Tetapi tidak setiap bilangan rasional adalah bilangan bulat.
Contohnya adalah
bilangan pecahan. Bilangan-bilangan 4
1,25,0,
2
1adalah bilangan rasional tetapi
bukan bilangan bulat. Perluasan bilangan bulat ke bilangan
penting kita pelajari.
Contoh untuk menentukan himpunan bilangan sebagai penyelesaian
dari
persamaan 4x = 2, dimana harga x yang memenuhi adalah 2
1. Dengan kata lain
himpunan bilangan rasional adalah gabungan antara himpunan
bilangan bulat
dengan himpunan bilangan pecahan. Ada dua macan pecahan (biasa):
yaitu
pecahan murni (sejati) yaitu pecahan q
pdengan p < q, q ≠ 0 dan pecahan
-
26
b
a
= mb
ma
atau b
a
= 0,:
:m
mb
ma
2) Membandingkan pecahan (kurang dari atau lebih dari )
Perhatikan gambar diatas!
Dari gambar diatas manakah yang lebih besar? 2
1
atau 3
1
? ( Benar, 2
1
). Jadi,
3
1
2
1
.Bagaimana cara menghitung pecahan lebih dari dan kurang dari
?
2
1
= 32
31
= 6
3
dan 3
1
= 23
21
= 6
2
. Jadi 2
1
> 3
1
6
3
> 6
2
dan 3
1
< 2
1
6
2
< 6
3
.
Atau secara umum dapat disimpulkan :
Jika a> b, maka c
b
c
a
dengan c > 0.
Jika a < b, maka c
b
c
a dengan c < 0
c. Penjumlahan pecahan
1) Penjumlahan berpenyebut sama
Disajikan soal cerita sebagai berikut :
Ibu telah membagi roti menjadi 8 bagian yang sama, kemudian
memberikan 2
potong roti masing-masing untukku, kakak, ayah dan ibu.
Tiba-tiba kakak
-
27
memberikan sepotong rotinya untukku. Kalau begitu, berapa besar
roti yang aku
dapatkan?
Gambar Penjumlahan berpenyebut sama
Dari uraian diatas dapat disimpulkan secara umum bahwa untuk
menjumlahkan
dua bilangan yang berpenyebut sama cukup dengan menjumlahkan
pembilang-
pembilangnya saja, maka dapat dirumuskan :
c
ba
c
b
c
a .
2) Penjumlahan berpenyebut tidak sama
Disajikan soal cerita sebagai berikut :
-
28
”Aku baru saja diberi 2 buah roti rasa orange dan melon oleh 2
temanku, Koko
dan Kiki. Koko membagi roti orangenya menjadi 3 bagian dan Kiki
membagi roti
melonnya menjadi 4 bagian yang sama. Jika aku memakan 1 potong
roti dari
Koko dan 1 potong roti dari Kiki, maka berapa besar roti yang
telah aku makan?”
-
29
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa untuk menjumlahkan
pecahan
berpenyebut tidak sama kita harus menyamakan penyebutnya
terlebih dahulu,
setelah itu kita cukup menjumlahkan pembilangnya saja.
Atau dapat dirumuskan : bd
bcad
d
c
b
a
d. Pengurangan pecahan
1) Pengurangan berpenyebut sama
Disajikan soal cerita sebagai berikut :
” Aku punya sebuah roti yang kubagi menjadi 8 bagian, kuberikan
4 potong untuk
Miky dan 4 potong untukku. Lalu 2 potong rotiku kuberikan pada
Bona. Kalau
begitu berapa besar roti bagianku sekarang?”
-
32
B .Pendekaran RME
Freudenthal dan Treffers(1987)adalah tokoh-tokoh yang
mengembangkan RME,
yang pada awalnya terjadi di Belanda ,dan digunakan sebagai
pendekatan untuk
meningkatkan mutu pembelajaran matematika ,melalui kegiatan yang
disebut
pematematikaan. Pematematikaan horizontal dimadsukkan untuk
memulai
pembelajaran matematika secara konstektual yaitu mengaitkan
dengan sesuai
dunia nyata di sekitar siswa atau keadaan kehidupan sehari-hari.
Dengan cara
seperti ini, siswa merasa dekat dan tertarik terhadap materi
matematika. Namun
demikian pematematika secara Horisontal saja belum cukup, mereka
perlu
mendalami dan memahami konsep- konsep matematika dengan benar,
melalui
kegiatan yang disebut pematematika vertikal . Jika pematematika
dilambangkan
H, dan pematematika Vertikal dilambangkan V, serta tekanan yang
lebih
dilambangkan h¯atau v¯maka RME bersifat H⁺ atau V⁺.
Pembelajaran
matematika yang lain dapat dinyatakan sebagai H¯ dan V ¯ dan
untuk mekanistik
( dril and practice ) H ⁺ dan V¯ untuk empirik , H¯ dan V ⁺
untuk strukturistik.
1 . Aspek RME
Dalam pembelajaran Matematika Realistik, siswa yang merupakan
komunitas
belajar atau masyarakat mini agar supaya dalam belajar dapat
optimal, terjadi
umpan balik, tempat siswa mengalami kegembiraan dan kepuasan,
memberi dan
menerima, belajar dan tumbuh maka perlu mengorkestrasi
kesuksesan melalui
konteks.
Konteks menata panggung dalam pembelajaran Matematika Realistik
mempunyai
empat aspek:
a. Suasana
Dalam suasana kelas anda mencakup bahasa yang anda pilih, cara
menjalin rasa
simpati terhadap siswa dan sikap kita terhadap sekolah serta
belajar. Suasana
pembelajaran penuh ke gembiraan. Hindari suasana matematika
kaku, dingin, dan
menyeramkan.
-
33
b. Landasan
Landasan adalah kerangka kerja, tujuan, keyakinan, kesepakatan,
kebijakan,
prosedur dan aturan bersama yang memberi kita dan siswa sebuah
pedoman untuk
bekerja dalam komunitas belajar matematika.
c. Lingkungan
Lingkungan adalah cara kita atau sekolah menata ruang kelas,
pencahayaan,
warna, pengaturan meja dan kursi, tanaman, hiasan kelas, musik
dan semua hal
yang dapat mendukung proses belajar matematika.
d. Rancangan
Rancangan adalah penciptaan terarah unsur-unsur penting yang
bisa
menumbuhkan minat siswa, mendalami makna dan memperbaiki proses
tukar-
menukar informasi. Dalam arti informasi awal yang diperoleh
siswa dalam
mengenal konsep dan penjelasan pelajaran dari guru tentang
konsep yang
bersangkutan.
2 . Prinsip-prinsip Matematika Realistik
Esensi lain pembelajaran matematika realistik adalah tiga
prinsip kunci yang
dapat dijadikan dasar dalam merancang pembelajaran. Gravemeijer
(1994: 90)
menyebutkan tiga prinsip tersebut, yaitu:
a. Guided reinvention and progressive mathematizing
(penemuan
kembali terbimbing/ pematematikaan progresif).
Menurut Gravemijer (1994: 90), berdasar prinsip reinvention,
para siswa
semestinya diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama
dengan proses
saat matematika ditemukan. Sejarah matematika dapat dijadikan
sebagai sumber
inspirasi dalam merancang materi pelajaran. Selain itu prinsip
reinvention dapat
pula dikembangkan berdasar prosedur penyelesaian informal. Dalam
hal ini
strategi informal dapat dipahami untuk mengantisipasi prosedur
penyelesaian
formal. Untuk keperluan tersebut maka perlu ditemukan masalah
kontekstual yang
dapat menyediakan beragam prosedur penyelesaian serta
mengindikasikan rute
pembelajaran yang berangkat dari tingkat belajar matematika
secara nyata ke
tingkat belajar matematika secara formal (progressive
mathematizing)
b. Didactical phenomenology (fenomena pembelajaran).
-
34
Gravemeijer (1994: 90) menyatakan, berdasar prinsip ini
penyajian topik-topik
matematika yang termuat dalam pembelajaran matematika realistik
disajikan atas
dua pertimbangan yaitu (i) memunculkan ragam aplikasi yang harus
diantisipasi
dalam proses pembelajaran dan (ii) kesesuaiannya sebagai hal
yang berpengaruh
dalam proses progressive mathematizing.
c. Self-developed models (model-model dibangun sendiri),
Gravemeijer (1994: 91) menjelaskan, berdasar prinsip ini saat
mengerjakan
masalah kontekstual siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan
model
mereka sendiri yang berfungsi untuk menjembatani jurang antara
pengetahuan
informal dan matematika formal. Pada tahap awal siswa
mengembangkan model
yang diakrabinya. Selanjutnya melalui generalisasi dan
pemformalan akhirnya
model tersebut menjadi sesuatu yang sungguh-sungguh ada (entity)
yang dimiliki
siswa.
Matematika Realistik memiliki lima prinsip atau kebenaran tetap
(Bobbi Depoter
dkk, 2000: 7)
a. Segalanya berbicara
b. Segalanya bertujuan
c. Pengalaman sebelum pemberian nama
d. Akui setiap usaha
e. Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan.
3. Kerangka Rancangan Pembelajaran Matematika Realistik
Kerangka rancangan pembelajarn Matematika Realistik dikenal
dengan istilah
TANDUR (Bobbi depoter 200: 10)
a. Tumbuhkan
Tumbuhkan minat dengan memuaskan “ Apakah manfaat bagiku (AMBAK)
dan
manfaat kehidupan pelajar.
Dalam hal ini guru memberikan motivasi, semangat, rangsangan
supaya belajar,
yaitu dengan melakukan praktek secara langsung apa yang
disampaikan oleh
guru.
-
35
b. Alami
Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti
semua siswa.
Siswa mengalami sendiri apa yang dilakukan dengan praktek
langsung dalam
menyelesaikan masalah.
c. Namai
Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi, sebuah
masukan.
Dengan melakukan praktek secara langsung maka siswa benar-benar
bisa mencari
rumus, menghitung, dengan alat bantu (media) siswa mendapat
informasi (nama)
yaitu dengan pengalaman yang dialami sehingga membuat
pengetahuan siswa
akan berarti.
d. Demontrasikan
Sediakan kesempatan bagi siswa untuk menunjukan bahwa mereka
tahu. Siswa di
beri peluang untuk menterjemahkan dan menerapkan pengetahuan
mereka dalam
pelajaran, sehingga siswa bisa menunjukkan dan menyampaikan
kemampuannya
telah di dapat, dialami sendiri oleh siswa. Dengan
mendemontrasikan siswa akan
mendapatkan kesan yang sangat berharga sehingga terpatri dalam
hati.
e. Ulangi
Tunjukan siswa cara-cara mengulang materi dan menegaskan “ Aku
bahwa aku
memang tahu ini”.
Mengulang materi pembelajaran akan menguatkan koreksi saraf
dan
menumbuhkan rasa tahu dari materi yang telah dialami siswa
secara langsung,
sehingga siswa akan selalu teringat dari materi pecahan yang
telah dialaminya.
f. Rayakan
Pengakuan untuk menyelesaikan partisipasi dan memperoleh
keterampilan dan
ilmu pengetahuan.
Setelah siswa secara langsung bisa menunjukan kebolehan
mendemontrasikan
maka siswa saling memuji antar teman dengan memberikan tepuk
tangan. Tepuk
tangan merupakan penghormatan atas usaha dan kesuksesaan
mereka.
4. Karekteristik RME
Sebagai operasionalisasi ketiga prinsip utama RME di atas, RME
memiliki lima
karakteristik, yaitu: a) the use of context (menggunakan masalah
kontekstual), b)
-
36
the use models (menggunakan berbagai model), c) student
contributions
(kontribusi siswa), d) interactivity (interaktivitas) dan e)
intertwining
(terintegrasi). Penjelasan secara singkat dari kelima
karakteristik tersebut, secara
singkat adalah sebagai berikut.
a). Menggunakan masalah kontekstual.
Pembelajaran matematika diawali dengan masalah kontekstual,
sehingga
memungkinkan siswa menggunakan pengalaman atau pengetahuan yang
telah
dimiliki sebelumnya secara langsung. Masalah kontekstual tidak
hanya berfungsi
sebagai sumber pematematikaan, tetapi juga sebagai sumber
untuk
mengaplikasikan kembali matematika. Masalah kontekstual yang
diangkat sebagai
topik awal pembelajaran, hendaknya masalah sederhana yang
dikenali oleh siswa.
Masalah kontekstual dalam RME memiliki empat fungsi, yaitu: (1)
untuk
membantu siswa menggunakan konsep matematika, (2) untuk
membentuk model
dasar matematika dalam mendukung pola pikir siswa bermatematika,
(3) untuk
memanfaatkan realitas sebagai sumber aplikasi matematika dan (4)
untuk melatih
kemampuan siswa, khususnya dalam menerapkan matematika pada
situasi nyata
(realitas).
b). Menggunakan berbagai model.
Istilah model berkaitan dengan model matematika yang dibangun
sendiri oleh
siswa dalam mengaktualisasikan masalah kontekstual ke dalam
bahasa
matematika, yang merupakan jembatan bagi siswa untuk membuat
sendiri model-
model dari situasi nyata ke abstrak atau dari situasi informal
ke formal.
c). Kontribusi siswa.
Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan
berbagai strategi
informal yang dapat mengarahkan pada pengkonstruksian berbagai
prosedur
untuk memecahkan masalah. Dengan kata lain, kontribusi yang
besar dalam
proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa, bukan dari
guru. Artinya
semua pikiran atau pendapat siswa sangat diperhatikan dan
dihargai.
d).Interaktif.
Interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, serta
siswa dengan
perangkat pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dalam
RME. Bentuk-
-
37
bentuk interaksi seperti: negosiasi, penjelasan, pembenaran,
persetujuan,
pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk
pengetahuan
matematika formal dari bentuk-bentuk pengetahuan matematika
informal yang
ditemukan sendiri oleh siswa.
e).Keterkaitan.
Struktur dan konsep matematika saling berkaitan, biasanya
pembahasan suatu
topik (unit pelajaran) harus dieksplorasi untuk mendukung
terjadinya proses
pembelajaran yang lebih bermakna. Dalam tesis ini karakteristik
ini tidak muncul.
Dari prinsip dan karakteristik pembelajaran matematika realistik
di atas maka
dapat dikatakan bahwa permulaan pembelajaran harus dialami
secara nyata oleh
siswa, pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang
konkret sesuai
realitas atau lingkungan yang dihadapi siswa dalam kesehariannya
yang sudah
dipahami atau mudah dibayangkan siswa. Sehingga mereka dengan
segera tertarik
secara pribadi terhadap aktivitas matematika yang bermakna.
Pembelajaran
dirancang berawal dari pemecahan masalah yang ada di sekitar
siswa dan
berdasarkan pada pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa
5. Langkah – Langkah Pendekatan RME
Langkah-langkah di dalam proses pembelajaran matematika dengan
pendekatan
RME, sebagai berikut:
a. Langkah pertama: Memahami masalah kontekstual,
yaitu guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan
sehari-hari dan
meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.
b. Langkah kedua: Menjelaskan masalah kontekstual,
yaitu jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan,
maka guru
menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan
petunjuk-
petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada
bagian-bagian tertentu dari
permasalahan yang belum dipahami.
c. Langkah ketiga: Menyelesaikan masalah kontekstual,
yaitu siswa secara individual menyelesaikan masalah kontekstual
dengan cara
mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih
diutamakan.
-
38
Dengan menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal. Guru
memotivasi
siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka
sendiri.
d. Langkah keempat : Membandingkan dan mendiskusikan
jawaban,
yaitu guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa
untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah
secara berkelompok. Siswa dilatih untuk mengeluarkan ide-ide
yang mereka miliki dalam kaitannya dengan interaksi siswa
dalam proses belajar untuk mengoptimalkan pembelajaran.
e. Langkah kelima: Menyimpulkan,
yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik
kesimpulan tentang
suatu konsep atau prosedur.
Berdasarkan prinsip dan karakteristik RME serta dengan
memperhatikan
pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka dapatlah disusun
suatu langkah-
langkah pembelajaran dengan pendekatan RME yang digunakan dalam
penelitian
ini, yaitu sebagai berikut:
a. Langkah 1 : Memahami masalah kontekstual
Siswa diberi masalah/soal kontekstual, guru meminta siswa
memahami masalah
tersebut secara individual. Guru memberi kesempatan kepada siswa
menanyakan
masalah/soal yang belum dipahami, dan guru hanya memberikan
petunjuk
seperlunya terhadap bagian-bagian situasi dan kondisi
masalah/soal yang belum
dipahami siswa. Karakteristik RME yang muncul pada langkah ini
adalah
karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual
sebagai titik tolak
dalam pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu
interaksi.
b. Langkah 2 : Menyelesaikan masalah
Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan
interpretasi aspek
matematika yang ada pada masalah yang dimaksud, dan memikirkan
strategi
pemecahan masalah. Selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan
masalah dengan
caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya,
sehingga
dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa yang satu
dengan yang
lainnya. Guru mengamati, memotivasi, dan memberi bimbingan
terbatas, sehingga
siswa dapat memperoleh penyelesaian masalah-masalah tersebut.
Karakteristik
-
39
RME yang muncul pada langkah ini yaitu karakteristik kedua
menggunakan
model.
c. Langkah 3 : Membandingkan jawaban
Guru meminta siswa membentuk kelompok secara berpasangan dengan
teman
sebangkunya, bekerja sama mendiskusikan penyelesaian
masalah-masalah yang
telah diselesaikan secara individu (negosiasi, membandingkan,
dan berdiskusi).
Guru mengamati kegiatan yang dilakukan siswa, dan memberi
bantuan jika
dibutuhkan.
Dipilih kelompok berpasangan, dengan pertimbangan efisiensi
waktu. Karena di
sekolah tempat pelaksanaan ujicoba, menggunakan bangku panjang.
Sehingga
kelompok dengan jumlah anggota yang lebih banyak, membutuhkan
waktu yang
lebih lama dalam pembentukannya. Sedangkan kelompok berpasangan
tidak
membutuhkan waktu, karena siswa telah duduk dalam tatanan
kelompok
berpasangan.
Setelah diskusi berpasangan dilakukan, guru menunjuk wakil-wakil
kelompok
untuk menuliskan masing-masing ide penyelesaian dan alasan dari
jawabannya,
kemudian guru sebagai fasilitator dan modarator mengarahkan
siswa berdiskusi,
membimbing siswa mengambil kesimpulan sampai pada rumusan
konsep/prinsip
berdasarkan matematika formal (idealisasi, abstraksi).
Karakteristik RME yang
muncul yaitu interaksi.
d. Langkah 4 : Menyimpulkan
Dari hasil diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik
kesimpulan suatu
rumusan konsep/prinsip dari topik yang dipelajari. Karakteristik
RME yang
muncul pada langkah ini adalah adanya interaksi antar siswa
dengan guru.
6. Kelebihan dan Kerumitan Penerapan Pendekatan RME
Beberapa kelebihan dari Pembelajaran Matematika Realistik (RME)
antara lain
sebagai berikut.
1. RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional
kepada
siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan
-
40
sehari-hari (kehidupan dunia nyata) dan kegunaan matematika
pada
umumnya bagi manusia.
2. RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional
kepada
siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang
dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya
oleh
mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.
3. RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional
kepada
siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak
harus
tunggal dan tidak harus sama antara orang yang satu dengan
yang
lain. Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara
sendiri,
asalkan orang itu bersungguh-sungguh dalam mengerjakan soal
atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara
penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang lain,
akan
bisa diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai
dengan
proses penyelesaian soal atau masalah tersebut.
4. RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional
kepada
siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses
pembelajaran
merupakan sesuatu yang utama dan untuk mempelajari
matematika
orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk
menemukan
sendiri konsep-konsep matematika, dengan bantuan pihak lain
yang
sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk
menjalani
sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak
akan
terjadi.
Sedangkan beberapa kerumitan dalam penerapan pendekatan RME
antara lain
sebagai berikut:
1. Upaya mengimplementasikan RME membutuhkan perubahan
pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal yang
tidak
mudah untuk dipraktekkan, misalnya mengenai siswa, guru dan
peranan soal kontekstual. Di dalam RME siswa tidak lagi
dipandang sebagai pihak yang mempelajari segala sesuatu yang
sudah “jadi”, tetapi sebagai pihak yang aktif mengkonstruksi
-
41
konsep-konsep matematika. Guru dipandang lebih sebagai
pendamping bagi siswa.
2. Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat
yang
dituntut RME tidak selalu mudah untuk setiap topik
matematika
yang perlu dipelajari siswa, terlebih lagi karena soal-soal
tersebut
harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara
3. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara
untuk
menyelesaikan soal, juga bukanlah hal yang mudah bagi
seorang
guru.
4. Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui
soal-soal
kontekstual, proses pematematikaan horisontal dan proses
pematematikaan vertikal juga bukan merupakan sesuatu yang
sederhana, karena proses dan mekanisme, berpikir siswa harus
diikuti dengan cermat, agar guru bisa membantu siswa dalam
melakukan penemuan kembali terhadap konsep-konsep matematika
tertentu.
Walaupun pada pendekatan RME terdapat kendala-kendala dalam
upaya
penerapannya, menurut peneliti kendala-kendala yang dimaksud
hanya bersifat
sementara (temporer). Kendala-kendala itu akan dapat teratasi
jika pendekatan
RME sering diterapkan. Hal ini sangat tergantung pada upaya dan
kemauan guru,
siswa dan personal pendidikan lainnya untuk mengatasinya.
Menerapkan suatu
pendekatan pembelajaran yang baru, tentu akan terdapat kendala-
kendala yang
dihadapi di awal penerapannya. Kemudian sedikit demi sedikit,
kendala itu akan
terasi jika sudah terbiasa menggunakannya.
7. Media CD (compact disk)
Kata media berasal dari bahasa latin, merupakan bentuk jamak
dari kata medium
yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. ”Media
adalah perantara atau
pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan” (Sudiman, 1990:
6). Media
dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke
penerima sehingga
-
42
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa
sedemikian rupa
sehingga proses belajar terjadi.
Bruner (dalam Arsyad, 2002 : 7-8) menyatakan ada tiga tingkatan
utama modus
belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman
pictorial atau gambar
(inocnic) dan pengalaman abstrak (symbolic). Pengalaman langsung
adalah
mengerjakan, misalnya arti kata ”simpul” dipahami langsung
membuat simpul.
Pada tingkatan kedua yang diberi label iconic (artinya gambar
atau image), kata
simpul dipelajari dari gambar, lukisan,foto atau film.
Selanjutnya pada tingkatan
simbol, siswa membaca (atau mendengar) kata simpul dan
mencoba
mencocokkannya dengan pengalamannya membuat simpul. Ketiga
tingkat
pengalaman ini saling berinteraksi dalam upaya memperoleh
pengalaman
(pengetahuan, ketrampilan atau sikap) yang baru.
Menurut Allen (dalam Sadiman, 1990:92), media pembelajaran
tertentu
mempunyai kelebihan-kelebiahan terhadap media pembelajaran yang
lain untuk
tujuan pembelajaran tertentu. Media audio visual, misalnya:
film, televisi, ataupun
video tape recorder mempunyai kelebihan untuk materi pelajaran
dengan tujuan
memberikan informasi faktual, pengenalan visual, penanaman
prinsip, konsep dan
penggambaran prosedur. Akan tetapi, penggunaan media
pembelajaran ini
memberikan ketrampilan proses yang rendah bagi siswa.
Disamping memiliki beberapa kelebihan, ada juga kelemahan dari
metode
pembelajaran dengan menggunakan media video ini. Kelemahan
terebut salah
satunya yakni sifat komunikasinya yang hanya satu arah sehingga
harus diimbangi
dengan umpan balik yang lain.
C. Temuan Hasil Penelitian yang Relevan
Berdasarkan laporan hasil Penelitian Tindakan Kelas yang pernah
dilakukan oleh
Momoy Dandelion di SDN 03 Getan Kabupaten Purbalingga
berjudul
”Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika melalui Model
Pembelajaran
Kooperatif Tipe Realistic Mathematics Experience (RME) pada
Siswa Kelas V
SD Negeri 03 Gentan.” Disimpulkan bahwa implementasi
pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan RME dapat meningkatkan hasil belajar
siswa SD kelas
-
43
V untuk Standar Kompetensi pecahan. Perbedaan utama dengan
penelitian ini
adalah subjek penelitiannya, yaitu siswa SD kelas V untuk
penelitian sebelumnya
dan siswa SD kelas IV untuk penelitian ini.
D. Kerangka Berfikir
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang menjadi
serangkaian
perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung
dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Keberhasilan pembelajaran
merupakan hal utama yang didambakan dalam pelaksanaan
pendidikan. Untuk
mencapai keberhasilan itu guru harus dapat memilih model
pembelajaran yang
tepat untuk dapat diterapkan dalam pelajaran. Salah satu caranya
adalah dengan
pembelajaran matematika realistik . Matematika realistik adalah
suatu metode
pembelajaran yang menyenangkan dengan interaksi antara guru dan
siswa yang
terjalin dengan baik. Metode matematika realistik membantu dalam
menciptakan
lingkungan belajar yang efektif dengan cara memanfaatkan
unsur-unsur yang ada
pada siswa, misalnya rasa ingin tahu siswa dan lingkungan
belajarnya melalui
interaksi- interaksi yang terjadi di dalam kelas.
Salah satu upaya meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran
matematika di
sekolah, perlu adanya penelitian yang sifatnya lebih inovatif
agar pembelajaran
matematika lebih bisa dinikmati siswa dengan penuh semangat dan
gairah, agar
siswa lebih punya motivasi untuk lebih giat belajar. Model
pembelajaran yang
sesuai adalah Matematika realistik. Penggunaan CD Pembelajaran
dalam
pembelajaran merupakan alat bantu atau pelengkap yang digunakan
guru dalam
berkomunikasi dengan para siswa dan juga sangat baik digunakan
untuk
menggalakkan keterlibatan siswa dalam belajar sehingga belajar
akan menjadi
lebih bermakna.
Dari uraian di atas diharapkan hasil belajar siswa melalui
pembelajaran
Matematika realistik dengan memanfaatkan CD Pembelajaran lebih
efektif
daripada pembelajaran konvensional pada pokok bahasan
penjumlahan dan
pengurangan pecahan.
-
44
Berdasarkan kajian teori dan dkerangka berpikir di atas, diduga
implementasi
pendekatan RME dapat meningkatkan hasil belajar Standar
Kompetensi
menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah dari siswa kelas IV
SDN 03
Karangjati Kecamatan Blora Kabupaten Blora
KONDISI
AWAL
TINDAKA
N
KONDISI AKHIR
Guru/ peneliti :
belum mengim-
plementasikan
Pendekatan RME
Siswa/Subjek
Penelitian:
Hasil Belajar SK
menggunakan
pecahan dalam
pemecahan masalah
rendah
SIKLUS I
Implementasi
Pembelajaran
menggunakan
pendekatan RME
SIKLUS II
Perbaikan
implementasi
Pembelajaran
menggunakan
pendekatan RME
Guru/ peneliti :
Mengimplementasi-
kan pendekatan
RME dalam maple
Matematika SK
menggunakan
pecahan dalam
pemecahan masalah
Dengan implementasi
pembelajaran dengan
menggunakan
pendekatan RME
dapat meningkatkan
hasil belajar SK
menggunakan
pecahan dalam
pemecahan masalah
-
45
E. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berfikir di atas maka hipotesis tindakan
dalam penelitian
ini adalah “Melalui pembelajaran Matematika realistik hasil
belajar siswa kelas IV
SD Karangjati 3 Blora pada pokok bahasan pecahan dapat
ditingkatkan.