Page 1
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pembelajaran Matematika
Pembelajaran adalah penggabungan dari unsur yang saling berkaitan dalam
mencapai tujuan pembelajaran meliputi unsur manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan, dan prosedur (Hamalik, 2013). Rusman (2012) menambahkan
bahwa pembelajaran adalah proses interaksi dalam suatu lingkungan belajar yang
dilakukan oleh siswa dengan guru dan sumber belajar. Lebih lanjut dijelaskan
oleh Haryono (2015) bahwa pembelajaran terjadi apabila perilaku siswa berubah
menjadi lebih baik karena adanya proses interaksi yang terjalin antara siswa
dengan lingkungannya. Mengacu pendapat ahli di atas dapat dikatakan bahwa
pembelajaran merupakan proses interaksi antara siswa dengan guru untuk
mencapai tujuan pembelajaran dengan memanfaatkan segala potensi yang ada
pada diri ataupun lingkungan belajar siswa agar tujuan belajar siswa dapat
tercapai.
Dalam pembelajaran, matematika merupakan suatu ilmu yang
menempatkan benda-benda abstrak sebagai objek kajian yang didasarkan pada
akal rasional (Yuhasriati, 2012). Sedangkan menurut Siagian (2015), matematika
adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan sebagai bahasa, alat berfikir secara
logika, yang didasarkan pada pola dedukatif. Lebih lanjut dijelaskan jika pola
dedukatif tersusun dari hal yang umum menuju ke hal khusus dalam berpikir
logika. Mengacu pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa matematika
adalah ilmu pengetahuan eksak yang bersifat abstrak dengan menggunakan pola
Page 2
14
pikir dan bahasa dalam bentuk simbol untuk memecahkan masalah dari yang
mudah dipahami menuju pemecahan masalah yang rumit.
Definisi pembelajaran dan matematika yang telah disampaikan sebelumnya
menghasilkan kesimpulan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu proses
interaksi antara siswa dengan guru untuk dapat memahami konsep-konsep
abstrak, pembuktian kebenaran matematika dengan logis, memahami dan mampu
mempresentasikan simbol-simbol matematika sehingga siswa mampu
memecahkan masalah matematika dengan baik. Maka dari itu guru diharapkan
mampu menciptakan dan menjalankan pembelajaran matematika dengan baik.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru adalah dengan memilih model,
metode, strategi, atau pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran
matematika. Salah satunya adalah dengan menggunakan pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME) dengan model Numbered Heads Together (NHT)
dalam pembelajaran matematika.
2.2 Hasil Belajar
2.2.1 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah pengalaman belajar yang didapat oleh siswa setelah
belajar yang menjadikan mereka memiliki kemampuan masing-masing (Sudjana,
2011). Dimyati dan Mudjiono (2009) juga menambahkan bahwa hasil belajar
merupakan hasil dari suatu interaksi dalam kegiatan belajar mengajar. Lebih lanjut
dijelaskan jika dari sisi guru, proses evaluasi belajar merupakan tanda bahwa
kegiatan mengajar telah berakhir, sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar adalah
puncak dari kegiatan belajar. Hasil belajar yang utama adalah perubahan dari
perilaku, bukan penguasaan yang didapat dari hasil latihan (Hamalik, 2013b).
Page 3
15
Menurut Sudjana (2011), rumusan tujuan pendidikan menggunakan
klasifikasi hasil belajar menurut Benyamin Bloom yang secara garis besar
membagi hasil belajar menjadi tiga ranah yaitu, (1) Ranah Kognitif, (2) Ranah
Afektif, dan (3) Ranah Psikomotorik. Mengingat Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan No.53 tahun 2015 bahwa hasil belajar yang harus dicapai oleh
siswa pada kurikulum 2013 meliputi tiga aspek yaitu aspek sikap, aspek
pengetahuan, dan aspek keterampilan. Kurikulum 2013 membuat siswa lebih aktif
dan kreatif. Hal tersebut dikarenakan kurikulum 2013 lebih mengutamakan
bagaimana siswa terlibat secara langsung pada materi yang diajarkan sehingga
siswa dapat menemukan sendiri konsep yang dipelajari dalam kehidupan sehari-
hari.
Mengacu pada pengertian yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar merupakan kemampuan berupa perubahan perilaku siswa yang
diperoleh setelah melakukan aktivitas belajar, yaitu meliputi kemampuan dalam
aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan dan juga sebagai tahap evaluasi oleh
guru untuk mengukur kemampuan siswa. Jadi hasil belajar dapat menunjukkan
kemampuan siswa yang sebenarnya setelah mengalami proses belajar. Hasil
belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan
masalah dan komunikasi matematika siswa pada pembelajaran matematika
dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)
dengan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT).
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Keberhasilan belajar siswa sangat menentukan keberhasilan dari suatu
pembelajaran (Siagian, 2015). Lebih lanjut berhasil tidaknya suatu pembelajaran
Page 4
16
tergantung dari bagaimana proses belajar yang dialami siswa. Dari penjelasan
tersebut menunjukkan bahwa siswa memiliki peran penting dalam menentukan
hasil belajarnya. Karena terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih
baik dari tidak tahu menjadi tahu dan dari belum mengerti menjadi mengerti
merupakan perubahan tingkah laku siswa yang menjadi bukti bahwa siswa telah
belajar (Hamalik, 2013b).
Menurut teori belajar behavioristik (Djaali, 2013) keberhasilan siswa dalam
belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor yang berasal dari dalam diri
(kesehatan, intelegensi, minat dan motivasi, dan cara belajar) dan faktor dari luar
(keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar). Sedangkan menurut
Djaali (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain motivasi,
sikap, minat, kebiasaan belajar, dan konsep diri.
Mengacu pada faktor-faktor yang mempegaruhi hasil belajar di atas maka
pemilihan model, metode, pendekatan, dan teknik yang tepat dapat meningkatkan
minat, motivasi, intelegensi, maupun ketercapaian siswa dalam kompetensi dasar
pada proses pembelajaran. Oleh karena itu model pembelajaran yang digunakan
oleh guru harus dipilih dan dilakukan dengan tepat agar dalam proses belajar
siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya. Model pembelajaran yang dapat
diterapkan yaitu dengan penggabungan antara pendekatan Realistic Mathematics
Education (RME) dan model Numbered Heads Together (NHT) karena
pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dengan model Numbered
Heads Together (NHT) dalam tahapannya mendorong siswa untuk memecahkan
masalah melalui pengaitan dengan dunia nyata yang dilakukan dengan cara
berkelompok, dimana semua anggota kelompok saling membantu dan
Page 5
17
bekerjasama dalam memecahkan masalah dengan berbagai penyelesaian sehingga
lebih memudahkan siswa untuk memahami materi melalui penerapan kemampuan
siswa secara kontekstual dalam menyelesaikan masalah. Selain itu siswa akan
aktif berinteraksi dalam kelompok maupun antar kelompok sehingga melatih
siswa untuk dapat mengungkapkan ide atau gagasan. Hal tersebut dapat mengasah
kecerdasan dan menumbuhkan minat serta motivasi dalam belajar sehingga
mampu meningkatkan hasil belajar siswa.
2.3 Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)
2.3.1 Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)
Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) adalah pembelajaran
yang didukung oleh lingkungan dan bahan ajar agar siswa dapat mengkonstruksi
sendiri pengetahuannya melalui pembelajaran yang terpusat pada siswa (Sunarthi,
Dantes, & Tika, 2015). Hal utama dalam suatu pembelajaran bukan hanya
menerima pengetahuan melainkan mengkonstruksinya (Yuhasriati, 2012). Lebih
lanjut pendekatan Realistic Mathematics Education didasarkan pada pembelajaran
induktif berbasis konstruktivisme. Pendekatan induktif mengajarkan siswa untuk
berfikir dari hal konkrit ke abstrak. Sedangkan pada konstruktivisme belajar
diwakili sebagai proses konstruktif dimana pengetahuan dibangun oleh siswa
melalui gambaran internal dan penafsiran pribadi dari suatu pengalaman (Amineh
& Asl, 2015).
Pendapat ahli lain menyatakan bahwa melalui pendekatan Realistic
Mathematics Educatoin siswa dapat lebih mudah memahami matematika (Musdi,
2016). Pada Realistic mathematics Education, pembelajaran dimulai dengan
mengaitkan dunia nyata sehingga siswa secara signifikan ikut terlibat dalam
Page 6
18
proses kegiatan belajar (Ekowati et al., 2015). Masalah dari kehidupan sehari-hari
akan dijadikan sumber munculnya konsep matematika dan juga pengetahuan
formal. Kegiatan yang dilakukan berdasarkan permasalahan nyata dapat membuat
siswa menemukan kembali konsep dari apa yang dipelajari (Musdi, 2016). Dari
hal tersebut siswa dapat menggunakan pengalaman sebelumnya untuk diterapkan
secara langsung pada saat pembelajaran.
Tujuan dari Realistic Mathematics Education adalah menjadikan
matematika sebagai pelajaran yang menarik dan bermakna melalui pengenalan
masalah kontekstual dalam pembelajaran sehingga siswa memperoleh
pengetahuan dan juga pengalaman (V & Zubainur, 2014). Pada tahap ini
penggunaan model akan membantu siswa untuk menemukan hubungan pada
masalah kontekstual yang kemudian akan ditransfer dalam model matematika
(Silvianti & Bharata, 2016). Strategi untuk memperoleh pengetahuan lebih
diutamakan dari pada banyaknya siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan
dalam pembelajaran reallistik (Yuhasriati, 2012). Pendekatan Realistic
Mathematics Education secara efektif memiliki peran penting dalam mengolah
kognisi siswa dengan pengaitan dunia nyata sehingga mengubah hal abstrak
menjadi konkrit pada pembelajaran matematika.
2.3.2 Prinsip Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)
Realistic Mathematics Education didasari pada ide atau prinsip penemuan
kembali ide-ide matematika oleh siswa (Shoimin, 2014). Gravemeijer (dalam
Murdani, Johar, & Turmudi, 2013) menyatakan bahwa prinsip dari Realistic
Mathematics Education ada tiga yaitu:
Page 7
19
1. Guide reinvention and progressive mathematizing (penemuan kembali
secara terbimbing dan proses matematisasi secara progresif)
Siswa diberi kesempatan untuk membangun dan menemukan sendiri
konsep matematika dengan cara menyelesaikan masalah kontekstual yang
memiliki berbagai kemungkinan solusi.
2. Didactical Phenomenology (fenomena yang bersifat mendidik)
Topik-topik yang akan diperkenalkan kepada siswa harus ditekankan pada
masalah kontekstual.
3. Self Developed Models (mengembangkan model sendiri)
Fungsi dari pengembangan model sendiri adalah untuk menjembatani
pengetahuan informal dengan matematika formal. Siswa diberi kebebasan
untuk membangun model sendiri ketika menyelesaikan masalah
kontekstual.
Mengacu pada pendapat di atas maka prinsip Realistic Mathematics
Education memberikan kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan
membangun konsep matematika dengan menyelesaikan berbagai masalah.
Dimana masalah tersebut berupa masalah kontekstual yang kemudian diubah
kedalam bentuk masalah matematika yang selanjutnya diselesaikan menggunakan
konsep dan prosedur yang berlaku dan dipahami siswa. Siswa mengembangkan
cara untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan menggunakan cara-cara yang
sudah diketahuinya.
2.3.3 Karakteristik Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)
Mengacu pada prinsip Realistic Mathematics Education, Gravemeijer
(dalam Murdani, Johar, & Turmudi, 2013) mengemukakan bahwa terdapat lima
Page 8
20
karakteristik dalam pendekatan Realistic Mathematics Education yaitu: (1) the use
of context, (2) the use of models, bridging by vertical instrument, (3) student
contribution, (4) interactivity, and (5) intertwining. Lebih lanjut dijelaskan
karakteristik pendekatan Realistic Mathematics Education sebagai berikut:
1. The use of context (menggunakan masalah kontekstual)
Mengawali pembelajaran matematika dengan masalah kontekstual, sehingga
pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat digunakan saat
proses belajar mengajar.
2. The use model, bridging by vertical instruments (menggunakan model)
Siswa menggunakan model yang dikembangkan sendiri dari situasi nyata.
Kemudian model tersebut akan diarahkan menjadi model yang formal.
3. Students contribution (menggunakan kontribusi siswa)
Kesempatan diberikan kepada siswa untuk mengkonstruksi dengan mencoba
berbagai cara informal dalam memecahkan masalah.
4. Interactivity (interaktif)
Pentingnya interaksi dalam pendekatan Realistic Mathematics Education
yaitu siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan siswa dengan perangkat
pembelajaran.
5. Intertwining (terintegritas dengan topik lain)
Perlu adanya eksplorasi dalam mengaitkan dan mengintegrasi antar topik
matematika maupun lintas disiplin ilmu sehingga proses belajar mengajar
lebih bermakna.
Pendapat diatas juga sejalan dengan Mukhlis (dalam Yuhasriati, 2012) yang
menyatakan jika karakteristik pembelajaran dengan pendekatan realistik meliputi:
Page 9
21
(1) Mengawali pembelajaran mtematika dengan masalah nyata, (2) Menggunakan
model sebagai suatu jembatan antara real dan abstrak yang dapat membantu siswa
belajar matematika pada level abstraksi, (3) Menggunakan produksi dan
kontribusi siswa sendiri atau strategi sebagai hasil dari mereka, (4)
Memaksimalkan interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan
siswa dengan sumber belajar, (5) Mengaitkan materi matematika dengan topik
matematika lainnya.
2.3.4 Langkah-langkah Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)
Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) menurut Shoimin
(2014) terdiri atas empat langkah yaitu:
1. Langkah 1: Memahami masalah kontekstual
Pada langkah ini masalah kontekstual akan diberikan guru kepada siswa dan
kemudian siswa diminta untuk memahami masalah tersebut. Guru
memberikan bantuan berupa saran/petunjuk seperlunya untuk menjelaskan
masalah tersebut.
2. Langkah 2: Menyelesaikan masalah kontekstual
Pada langkah ini siswa menyelesaikan masalah pada lembar kerja siswa
secara individu dengan menggunakan caranya sendiri. Tahapan ini akan
membimbing siswa untuk menemukan kembali ide atau konsep dari soal
matematika. Selain itu guru juga mengarahkan siswa untuk membentuk dan
menggunakan model yang akan digunakan dalam menyelesaikan masalah
3. Langkah 3: Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Pada langkah ini kontribusi siswa akan terlihat dimana siswa
membandingkan hasil jawaban masing-masing individu ke dalam kelompok
Page 10
22
kecil. Setelah itu guru akan memimpin jalannya diskusi kelas untuk
membandingkan hasil dari diskusi kelompok.
4. Langkah 4: Menarik kesimpulan
Pada langkah ini siswa diarahkan guru untuk menarik kesimpulan dari hasil
diskusi tentang konsep, definisi, teorema, prinsip atau prosedur terkait
masalah kontekstual.
Mengacu pada pendapat di atas, diperlukan pemahaman siswa tentang
masalah kontekstual agar siswa dapat lebih mudah menyelesaikan masalah
menggunakan caranya sendiri. Oleh karena itu perlu adanya penambahan satu
langkah berupa pemberian pengantar awal melalui pengaitan materi dengan
kehidupan sehari-hari. maka langkah-langkah pendekatan Realistic Mathematics
Education dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:
1. Pengaitan materi
Guru memperkenalkan materi yang akan dibahas dengan mengaitkannya
pada masalah kontekstual atau masalah dalam kehidupan sehari-hari di awal
pembelajaran
2. Pemberian masalah kontekstual
Guru memberikan masalah-masalah kontekstual yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari. Selanjutnya petunjuk atau saran diberikan seperlunya
terhadap bagian yang belum dipahami siswa
3. Penyelesaian masalah
Guru meminta siswa untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan
caranya sendiri
4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Page 11
23
Guru memberikan waktu kepada siswa untuk membandingkan hasilnya
dalam kelompok yang dilanjutkan dengan diskusi kelas
5. Penarikan kesimpulan
Guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan dari hasil diskusi
tentang konsep, definisi, teorema, prinsip atau prosedur.
2.3.5 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Realistic Mathematics
Education (RME)
Kelebihan dan kekurangan selalu terdapat pada model, metode, strategi,
maupun pendekatan. Shoimin (2014) menjelaskan kelebihan dan kekurangan
pendekatan Realistic Mathematics Education. Kelebihan pendekatan Realistic
Mathematics Education yaitu dapat memberikan arti matematika dalam kehidupan
sehari-hari sehingga matematika tidak hanya dipandang sebagai hal abstrak, dapat
memotivasi siswa untuk mengkonstruksi dan mengembangkan sendiri konsep
matematika, memberikan pemahaman kepada siswa bahwa suatu soal atau
masalah dapat memiliki cara penyelesaian berbeda, dan hal utama dari
matematika bukanlah hasil akhir melainkan proses. Sedangkan kekurangan dari
pendekatan Realistic Mathematics Education adalah guru tidak mudah mendorong
siswa untuk memecahkan masalah dengan berbagai macam cara sehingga siswa
merasa kesulitan untuk menyelesaikannya. Ketika diskusi kelas, hanya siswa
tertentu yang aktif menyampaikan pendapat baik di dalam kelompok maupun di
depan kelas. Siswa yang pasif akan merasa terabaikan dan tidak mendapat
kesempatan untuk menyampaikan gagasannya sehingga keaktifan siswa dalam
pembelajaran akan terhambat.
Page 12
24
Untuk meminimalisir kekurangan dari Realistic Mathematics Education
maka dilakukan beberapa upaya agar dapat menekan dampak dari kelemahan
tersebut diantaranya ketika diskusi kelompok berlangsung semua anggota dalam
kelompok dituntut aktif dalam memberikan pendapat dan ide dengan cara
pemanggilan siswa yang dilakukan secara acak oleh guru agar siswa memiliki
persiapan sejak awal sehingga semua siswa berusaha untuk memahami apa yang
dikerjakan dan siswa memiliki kesempatan untuk berperan aktif. Oleh karena itu
dilakukan penggabungan antara pendekatan Realistic Mathematics Education
dengan model Numbered Heads Together agar pembelajaran dapat berjalan
dengan baik. Dengan penggabungan tersebut maka matematika akan menjadi
lebih menarik dan bermakna sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2.4 Model Numbered Heads Together (NHT)
2.4.1 Model Numbered Heads Together (NHT)
Numbered Heads Together (NHT) merupakan salah satu jenis pembelajaran
kooperatif (Shoimin, 2014). Menurut Miaz (2015), kemampuan empatik siswa
dapat dikembangkan melalui pembelajaran kooperatif yang menunjang siswa
untuk memecahkan masalah secara kelompok dengan keterampilan yang
dimilikinya. Dengan kata lain pembelajaran kooperatif mampu mengembangkan
kemampuan kognitif dan interaksi siswa melalui serangkaian pembelajaran dalam
kelompok.
Nursyamsi dan Corebima (2016) menjelaskan jika model Pembelajaran
Numbered Heads Together dirancang khusus sebagai jenis pembelajaran
kooperatif yang bertujuan meningkatkan penguasaan akademik dengan
mempengaruhi pola interaksi siswa. Pada model pembelajaran Numbered Heads
Page 13
25
Together siswa dibagi menjadi kelompok kecil yang diarahkan untuk mempelajari
materi yang ditentukan. Siswa mendapat kesempatan untuk terlibat secara aktif
dalam proses berfikir dan belajar mengajar melalui pembentukan kelompok.
Pendapat lain mengemukakan bahwa setiap anggota kelompok pada pembelajaran
Numbered Heads Together bertanggung jawab atas tugas kelompoknya sehingga
anggota dalam kelompok harus bekerja sama dengan saling menerima dan
memberi ide satu sama lain (Shoimin, 2014).
Mengacu pendapat ahli di atas, model pembelajaran Numbered Heads
Together merupakan pembelajaran secara kelompok dengan nomor berstruktur.
Setiap siswa dalam kelompok mendapatkan nomor berbeda yang sewaktu-waktu
bisa dipanggil oleh guru, mengharuskan siswa untuk berkerja sama dan saling
berkomunikasi dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Menurut Miaz ( 2015),
Numbered Heads Together terdiri dari bagaimana cara bekerja sama, berbagi,
bertanya, dan menghargai pendapat teman yang digunakan untuk
mengembangkan kemampuan sosial. Sehingga siswa lebih mudah untuk
menemukan solusi pemecahan dengan saling membantu dan mengemukakan ide
atau gagasan dalam kelompok. Menjadikan model Numbered Heads Together
sebagai alternatif untuk memecahkan masalah (Nursyamsi & Corebima, 2016).
2.4.2 Karakteristik Model Numbered Heads Together (NHT)
Mengacu pada pengertian-pengertian mengenai model pembelajaran
Numbered Heads Together maka model pembelajaran Numbered Heads Together
mempunyai beberapa karakteristik yaitu pembentukan kelompok kecil dan
pemberian nomor pada setiap anggota kelompok. Keaktifan dalam kelompok kecil
akan membuat pembelajaran lebih kreatif, inovatif, dan menyenangkan (Miaz,
Page 14
26
2015). Siswa saling berkomunikasi dan bekerjasama untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan oleh guru sehingga memudahkan siswa untuk memecahkan suatu
masalah bersama-sama. Adanya nomor berstruktur atau pemberian nomor pada
setiap anggota kelompok adalah untuk menjamin keaktifan dan keterlibatan semua
siswa serta menjadikan siswa untuk memiliki tanggung jawab individu dalam
kelompok karena guru akan memanggil siswa untuk mewakili kelompoknya
menyampaikan hasil diskusi berdasarkan nomor yang diberikan.
2.4.3 Langkah-langkah Model Numbered Heads Together (NHT)
Shoimin (2014) menjelaskan enam langkah model pembelajaran Numbered
Heads Together yaitu:
1. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Setiap siswa dalam
setiap kelompok mendapat nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap
anggota kelompok dapat mengerjakannya dan mengetahui jawabannya
dengan baik.
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil
mewakili kelompoknya untuk melaporkan atau menjelaskan hasil diskusi
5. Siswa dari kelompok lain memberikan tanggapan dari hasil presentasi
temannya. Kemudian guru menunjuk lagi nomor yang lain
6. Guru membimbing siswa untuk menarik kesimpulan
Langkah-langkah model pembelajaran juga disebutkan oleh Miaz (2015)
yang terdiri atas enam tahapan yaitu:
1. Tahap persiapan
Page 15
27
Guru mempersiapkan rancangan pembelajaran dan lembar kerja siswa
yang sesuai dengan Numbered Heads Together.
2. Tahap pembentukan kelompok
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 3-5
orang. Setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor dan tiap kelompok
diberikan nama yang berbeda
3. Tahap persiapan buku teks dan buku panduan
Guru memberikan buku teks dan buku panduan kepada siswa untuk
membantu siswa mengerjakan soal pada lembar kerja siswa.
4. Tahap diskusi
Siswa berdiskusi untuk mengerjakan dan memecahkan masalah yang
terdapat pada lembar kerja
5. Tahap pemanggilan nomor
Guru memanggil nomor siswa dan siswa dari setiap anggota kelompok
yang dipanggil menjelaskan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas.
6. Tahap penarikan kesimpulan
Guru mengajak siswa untuk menyimpulkan bersama-sama mengenai
jawaban dari semua pertanyaan yang telah dipelajari.
Mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Shoimin (2014), maka
langkah-langkah model pembelajaran Numbered Heads Together dalam
pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:
1. Pembentukan kelompok
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5
orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok
Page 16
28
dan nama kelompok yang berbeda (pembentukan kelompok secara
heterogen)
2. Pemberian tugas
Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya
3. Diskusi kelompok
Kelompok mendiskusikan jawaban dan memastikan tiap anggota kelompok
dapat mengerjakannya atau mengetahui jawabannya dengan baik
4. Pemanggilan nomor
Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil
mewakili kelompoknya untuk melaporkan atau menjelaskan hasil diskusi di
kelas
5. Pemberian tanggapan
Guru mengizinkan siswa dari kelompok lain memberikan tanggapan dari
hasil presentasi temannya. Kemudian guru menunjuk lagi nomor yang lain
6. Penarikan kesimpulan
Guru mengajak siswa untuk menyimpulkan bersama-sama mengenai
jawaban dari semua pertanyaan yang telah dipelajari
2.4.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Numbered Heads Together (NHT)
Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan juga kekurangan.
Shoimin (2014) menjelaskan kelebihan dan kekurangan pada model pembelajaran
Numbered Heads Together (NHT). Lebih lanjut kelebihan dari model Numbered
Heads Together adalah setiap siswa menjadi lebih siap karena siswa tidak tahu
nomor siapa yang akan dipanggil oleh guru untuk mewakili kelompoknya dalam
menyampaikan pendapat, siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-
Page 17
29
sungguh sehingga semua siswa terlibat aktif dalam diskusi kelompok, adanya
kerjasama membuat siswa yang pandai mengajari siswa yang kurang pandai,
adanya interaksi dalam kelompok untuk menjawab soal, tidak adanya murid yang
mendominasi dalam kelompok karena ada nomor yang membatasi. Kelebihan
Number Heads Together tersebut dapat melengkapi pendekatan dari Realistic
Mathematics Education dengan mendorong siswa untuk memecahkan masalah
yang dilakukan dengan cara berkelompok, dimana semua anggota kelompok
saling membantu dan bekerjasama untuk menemukan berbagai penyelesaian
sehingga terjalinnya komunikasi diantara siswa melalui pemberian informasi, ide,
gagasan dan pendapat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sedangkan
kekurangan dari model pembelajaran Numbered Heads Together adalah tidak
semua anggota kelompok dipanggil oleh guru karena kemungkinan keterbatasan
waktu dan kurangnya waktu yang dibutuhkan apabila diterapkan dalam jumlah
siswa yang banyak. Untuk mengatasi kekurangan dari Numbered Heads Together,
maka upaya yang dilakukan yaitu selama diskusi berlangsung guru mengunjungi
tiap kelompok dan menanyakan secara langsung terkait masalah yang sedang
dikerjakan sehingga pendapat siswa dapat tersampaikan meskipun tidak semua
nomor siswa dipanggil oleh guru.
2.5 Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dengan Model
Numbered Heads Together (NHT)
Pada subbab pendekatan Realistic Mathematics Education dengan model
Numbered Heads Together dijelaskan mengenai masing-masing pendekatan dan
model pembelajaran. Dalam subbab ini langkah-langkah kegiatan pembelajaran
Page 18
30
pendekatan Realistic Mathematics Education dengan model Numbered Heads
Together adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Langkah-langkah pendekatan Realistic Mathematics Education
(RME) dan model Numbered Heads Together (NHT)
Pendekatan Realistic Mathematics
Education
Model Numbered Heads Together
Pengaitan materi Pembentukan kelompok
Pemberian masalah kontekstual Pemberian tugas
Penyelesaian masalah Diskusi kelompok
Membandingkan dan mendiskusikan jawaban Pemanggilan nomor
Penarikan kesimpulan Pemberian tanggapan
Penarikan kesimpulan
Langkah-langkah dari masing-masing pendekatan Realistic Mathematics
Education dan model Numbered Heads Together menghasilkan langkah-langkah
baru yang menggabungkan kedua pendekatan dan model tersebut, yaitu:
Tabel 2.2 Langkah-langkah penerapan pendekatan Realistic Mathematics
Education (RME) dengan model Numbered Heads Together (NHT)
No. Aktivitas dalam pembelajaran Pendekatan RME Model NHT
1 Pengaitan materi √ -
2 Pemberian masalah atau tugas (berupa
masalah kontekstual) √ √
3 Penyelesaian masalah secara individu √ -
4 Pembentukan kelompok - √ 5 Diskusi kelompok √ √ 6 Pemanggilan nomor - √ 7 Pemberian tanggapan - √ 8 Penarikan kesimpulan √ √
Dari tabel di atas, dapat diuraikan langkah gabungan dari pendekatan
Realistic mathematics Education dengan model Numbered Heads Together
sebagai berikut:
1. Pengaitan materi
Di awal pembelajaran, guru memperkenalkan materi yang akan dibahas
dengan mengaitkannya pada masalah kontekstual atau masalah dalam
kehidupan sehari-hari
Page 19
31
2. Pemberian masalah atau tugas
Setelah guru memperkenalkan masalah kontekstual kepada siswa, guru
memberikan lembar soal berupa masalah kontekstual. Guru akan
menjelaskan kepada siswa mengenai hal-hal atau bagian yang belum
dipahami
3. Penyelesaian masalah secara individu
Siswa mengerjakan masalah kontekstual tersebut secara individu agar siswa
mencoba untuk memecahkan masalah dengan menggunakan caranya sendiri
4. Pembentukan kelompok
Setelah siswa mengerjakan secara individu, siswa dibentuk kelompok secara
hiterogen yang terdiri dari 3-5 siswa
5. Diskusi kelompok
Siswa membandingkan hasil pengerjaannya dan kemudian mendiskusikan
untuk saling memberikan ide dan pendapat dari jawaban-jawaban anggota
dalam kelompok. Anggota dalam kelompok saling bertukar pikiran untuk
mendapatkan jawaban yang terbaik dan memastikan anggota kelompoknya
mengerti dan memahami jawabannya. Dari diskusi ini diharapkan muncul
jawaban yang dapat disepakati oleh anggota kelompok.
6. Pemanggilan nomor
Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil
mewakili kelompoknya untuk melaporkan atau menjelaskan hasil diskusi
7. Pemberian tanggapan
Guru meminta siswa dari kelompok lain memberikan tanggapan dari hasil
presentasi temannya. Kemudian guru menunjuk lagi nomor yang lain
Page 20
32
8. Penarikan kesimpulan
Guru mengajak siswa untuk bersama-sama menarik kesimpulan dari hasil
pembelajaran mengenai konsep, definisi, ataupun prosedur.
Dari penjelasan langkah-langkah diatas maka kegiatan guru dan siswa
dalam pembelajaran dengan penerapan pendekatan Realistic Mathematics
Education dengan model Numbered Heads Together secara terperinci disajikan
sebagai berikut :
Tabel 2.3 Langkah-langkah kegiatan pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
A. Kegiatan Pembuka
1. Mengucapkan salam
1. Menjawab salam
2. Mengajak siswa berdo’a 2. Memimpin do’a
3. Mempresensi kehadiran siswa 3. Memberikan respon
4. Menyampaikan tujuan pembelajaran 4. Mendengarkan dan memahami
tujuan pembelajaran
5. Memperkenalkan materi yang akan
dibahas dengan mengaitkannya pada
masalah kontekstual atau masalah
dalam kehidupan sehari-hari
5. Memberikan tanggapan dan ide
mengenai materi yang dikaitkan
dengan masalah kontekstual atau
masalah dalam kehidupan sehari-
hari
B. Kegiatan Inti
1. Memberikan masalah-masalah
kontekstual berupa lembar kerja
1. Menerima lembar kerja yang
berisi masalah kontekstual
2. Menjelaskan masalah dengan
memberikan petunjuk atau saran
seperlunya terhadap bagian yang
belum dipahami siswa
2. Mendengarkan penjelasan atau
petunjuk dari guru mengenai
bagian yang belum dipahami
3. Meminta siswa untuk mengerjakan
masalah kontekstual secara individu
3. Mengerjakan masalah kontekstual
secara individu
4. Membagi siswa menjadi beberapa
kelompok yang beranggotakan 3-5
orang siswa (pembentukan kelompok
secara heterogen). Guru memberi
nomor kepada setiap siswa dalam
kelompok dan nama kelompok yang
berbeda.
4. Mendengarkan pembagian
kelompok dan kemudian
berkumpul dengan kelompoknya
5. Meminta kelompok untuk
membandingkan dan mendiskusikan
jawaban
5. Membandingkan dan kemudian
mendiskusikan jawaban.
Memastikan tiap anggota
kelompok dapat mengerjakannya
atau mengetahui jawabannya
dengan baik
Page 21
33
6. Memanggil salah satu nomor siswa 6. Siswa yang nomornya dipanggil
berdiri dan maju kedepan untuk
mewakili kelompoknya
melaporkan hasil diskusi
7. Memberikan kesempatan kepada siswa
untuk memberikan tanggapan dari
hasil presentasi temannya. Kemudian
guru menunjuk lagi nomor yang lain
7. Memberikan tanggapan hasil
presentasi teman
8. Memberi tanggapan sambil
mengarahkan siswa untuk
mendapatkan strategi terbaik dan
kemudian menunjukkan langkah
formal dalam pengerjaan soal
8. Memperhatikan dan memahami
strategi terbaik dan langkah
formal yang diberikan oleh guru
C. Kegiatan Penutup
1. Mengajak siswa untuk bersama-sama
menarik kesimpulan dari hasil
pembelajaran
1. Menyimpulkan hasil pembelajaran
mengenai konsep yang baru
didapat
2. Meminta siswa untuk mempelajari
materi selanjutnya
2. Mendengarkan dan melaksanakan
perintah guru
3. Mengucap salam 3. Menjawab salam
2.6 Kemampuan Pemecahan Masalah
2.6.1 Definisi Kemampuan Pemecahan Masalah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemampuan berasal dari kata
mampu yang yang berarti kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu, sedangkan
kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, dan kekuatan. Sedangkan
Pemecahan masalah merupakan aturan-aturan yang dikombinasikan oleh siswa
dari hal-hal yang sudah dipelajari sebagai jalan untuk memecahkan masalah baru
(Nasution, 2013). Lebih lanjut sesuatu yang dihasilkan oleh siswa sebagai
pengalaman baru juga menjadi bagian penting dalam memecahkan masalah dari
sekedar menerapkan aturan-aturan yang sudah diketahui. Polya (dalam Fuadi,
Minarni, & Banjarnahor, 2017) menyatakan bahwa pemecahan adalah upaya
untuk menemukan solusi dari kesulitan agar bisa mencapai suatu tujuan yang
tidak mudah untuk dicapai.
Pemecahan masalah merupakan bagian penting dalam pembelajaran
matematika karena pengembangan keterampilan berfikir lebih ditekankan dari
Page 22
34
pada keterampilan untuk mempelajari subjek semata (B, C, & R, 2016). Siswa
memperoleh pengalaman untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang
sudah dimiliki kedalam pemecahan masalah yang menjadikan pemecahan masalah
sebagai hal penting dalam proses pembelajaran (Fuadi et al., 2017). Dari hal
tersebut, pengalaman siswa dalam memecahkan masalah dapat mengasah
keterampilan berpikir dan membantu siswa untuk menerapkan pada persoalan lain
dan mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari. Dengan pemecahan masalah,
makna dari matematika tidak akan hilang (Pardimin & Widodo, 2016).
Memahami tujuan dari masalah dan aturan yang dapat diterapkan adalah
kemampuan yang menjadi kunci utama dalam memecahkan masalah (B et al.,
2016). Dibutuhkan upaya berpikir dan mencoba hipotesis untuk memecahkan
masalah sehingga siswa dapat mempelajari sesuatu yang baru dari keberhasilan
memecahkan masalah (Nasution, 2013). Dari masalah yang diberikan dapat
membantu siswa untuk belajar menguasai konsep dan memecahkan masalah
dengan berpikir kritis, logis, matematis, dan terstruktur (Misu, 2014).
Kemampuan pemecahan masalah menjadi misi penting dalam pembelajaran
matematika yang harus diperhatikan oleh guru dengan mengembangkan
keterampilan yang dibutuhkan siswa (B et al., 2016). Karena keberhasilan dari
pembelajaran matematika dapat dilihat dari cara siswa memahami matematika dan
menerapkannya untuk memecahkan masalah matematika dan ilmu lainnya
(Pardimin & Widodo, 2016). Nasution (2013) menjelaskan bahwa menurut
penelitian hasil yang lebih unggul dalam memecahkan masalah diperoleh melalui
usaha dan penemuan sendiri yang dapat digunakan untuk kondisi atau situai lain.
Untuk itu dibutuhkan pembelajaran yang membuat siswa menjadi aktif berpikir,
Page 23
35
menggunakan pengalaman sebelumnya untuk memecahkan masalah, dan
mengkonstruksi sendiri konsep dari matematika sehingga bisa menemukan cara
untuk menyelesaikan masalah. Mengacu pada pendapat-pendapat tentang
pemecahan masalah maka pendekatan Realistic Mathematics Education dengan
model Numbered Heads Together menjadi salah satu pembelajaran yang mampu
meningkatkan kemamapuan pemecahan masalah. pendekatan Realistic
Mathematics Education dengan model Numbered Heads Together mengajak
siswa untuk menemukan konsep sendiri, memecahkan masalah dengan
menghubungkan materi melalui dunia nyata, dan aktif bekerjasama untuk
menyelesaikan masalah dengan saling memberi dan menerima ide gagasan.
2.6.2 Langkah-langkah Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah adalah cara yang dilakukan untuk menemukan hasil
penyelesaian secara tepat dengan menggunakan serangkaian tahapan meliputi
memahami masalah, menyusun rencana pemecahan masalah, menyelesaikan
masalah, dan memeriksa kembali hasil pemecahan masalah. Dalam pemecahan
masalah dibutuhkan keaktifan berfikir yang melibatkan ranah kognitif karena
siswa harus memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan
model dan menafsirkan solusi yang diperoleh dengan tujuan untuk
mengembangkan keterampilan berfikir siswa dan menjadikan pemecahan masalah
sebagai bagian yang penting dalam pembelajaran. Berbagai macam langkah-
langkah digunakan dalam memecahkan masalah, salah satunya adalah langkah-
langkah pemecahan masalah polya. Dalam penelitian ini langkah-langkah
pemecahan masalah yang digunakan adalah langkah-langkah pemecahan masalah
menurut polya.
Page 24
36
Polya (dalam Fuadi, Minarni, & Banjarnahor, 2017) menyebutkan empat
langkah untuk memecahkan masalah, yaitu memahami masalah, menyusun
rencana pemecahan masalah, melaksanakan rencana pemecahan masalah, dan
memeriksa kembali hasil pemecahan masalah. Dari langkah-langkah tersebut akan
terlihat sejauh mana kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, mulai dari
pemahaman siswa terhadap suatu masalah sampai solusi yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Langkah-langkah pemecahan masalah menurut
polya dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Memahami masalah
Siswa harus memahami masalah yang diberikan dengan cara
mengidentifikasi fakta atau apa yang diketahui dari masalah dan juga
mengidentifikasi hal apa yang akan dicari dalam masalah tersebut.
2. Menyusun rencana pemecahan masalah
Dalam penyusunan rencana pemecahan masalah dapat dilihat dari beberapa
pilihan cara yang digunakan siswa untuk menyelesaikan masalah dengan
menemukan hubungan antara data dengan hal-hal yang belum diketahui.
3. Melaksanakan rencana pemecahan masalah
Siswa menjalankan rencana dari langkah-langkah yang sudah disusun
sebelumnya untuk memperoleh jawaban
4. Memeriksa kembali hasil pemecahan masalah
Melakukan pemeriksaan kembali terhadap proses dan solusi yang dibuat
untuk memastikan bahwa cara yang digunakan sudah benar
Page 25
37
2.6.3 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah
Mengacu pada langkah-langkah pemecahan masalah menurut polya, maka
indikator yang akan diukur dalam penelitian ini adalah:
Tabel 2.4 Indikator Pemecahan Masalah
No. Indikator Kemampuan Pemecahan
Masalah
Indikator Pencapaian Siswa
1. Memahami masalah Siswa mampu mengidentifikasi
informasi-informasi yang diketahui dan
ditanyakan
2. Menyusun rencana pemecahan
masalah
Siswa mampu merencanakan strategi
yang sistematis untuk menyelesaikan
masalah
3. Melaksanakan rencana pemecahan
masalah
Siswa mampu menyelesaikan
permaslahan dengan menjalankan
rencana dari langkah-langkah yang
sudah disusun sebelumnya secara
sistematis
4. Memeriksa kembali hasil
pemecahan masalah
Siswa mampu memeriksa kembali
semua informasi dan menyesuaikan hasil
dengan masalah yang ditanyakan
Berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah yang telah
dijelaskan di atas, maka berikut adalah contoh pemecahan masalah yang
menjelaskan dari masing-masing indikator:
Contoh soal:
Di suatu kelas terdapat 32 siswa. Dari jumlah tersebut 15 siswa menyukai
pelajaran matematika, 26 siswa menyukai pelajaran biologi, dan 12 siswa
menyukai pelajaran matematika dan biologi. Tentukan banyak siswa yang hanya
menyukai matematika, siswa yang hanya menyukai biologi, dan siswa yang tidak
menyukai keduanya !
Page 26
38
Tabel 2.5 Contoh Pemecahan Masalah Matematika
Penyelesaian Siswa Indikator Pencapaian Siswa
Misalkan : Himpunan siswa di kelas adalah S
Himpunan siswa yang menyukai
matematika adalah A
Himpunan siswa yang menyukai
biologi adalah B
Himpuan siswa yang hanya
menyukai matematika adalah M
Himpunan siswa yang hanya
menyukai biologi adalah P
Himpunan siswa yang tidak
menyukai matematika dan biologi
adalah C
A∩B adalah himpunan siswa yang
menyukai keduanya
Diketahui : ( ) ( ) ( ) ( )
Ditanya : a. ( )b. ( )c. ( )
Siswa mampu mengidentifikasi
informasi-informasi yang diketahui
dan ditanyakan.
Menggambar dengan diagram venn
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
Siswa mampu merencanakan
strategi yang sistematis untuk
menyelesaikan masalah.
a. Siswa yang hanya menyukai matematika
( ) ( ) ( )
b. Siswa yang hanya menyukai biologi
( ) ( ) ( )
c. Siswa yang tidak menyukai matematika dan
biologi
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( )
( )
( ) ( )
Siswa mampu menyelesaikan
permasalahan dengan menjalankan
rencana dari langkah-langkah yang
sudah disusun sebelumnya secara
sistematis.
S A B
●12●15-12●26-12
●C
Page 27
39
Jadi,
- Banyak siswa yang hanya menyukai
matematika ( )
- Banyak siswa yang hanya menyukai biologi
( )
- Banyak siswa yang tidak menyukai
keduanya ( )
Jawaban tersebut dapat diperiksa kembali dengan
menghitung ( ).
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( )
Siswa mampu memeriksa kembali
semua informasi dan
menyesuaikan hasil dengan
masalah yang ditanyakan.
2.7 Kemampuan Komunikasi Matematis
2.7.1 Definisi Kemampuan Komunikasi Matematis
Komunikasi adalah penyampaian ide dan pemahaman melalui refleksi,
improvisasi, dan modifikasi (Darto & Hafiz, 2013). Melalui komunikasi seseorang
dapat berbagi informasi, ide, gagasan, pesan, dan juga pendapat. Rangkaian ide
siswa dapat dilengkapi dengan adanya kemampuan komunikasi karena dapat
membantu proses mempersiapkan pikiran dan menghubungkan ide-ide (Paridjo &
Waluya, 2017). NCTM menjelaskan bahwa dengan adanya komunikasi, siswa
dapat mengatur dan mengkonsolidasi dalam berpikir matematika dan menuangkan
ide-ide matematis (Tiffany, Surya, Panjaitan, & Syahputra, 2017).
Komunikasi matematis mempunyai peranan penting pada pembelajaran
matematika karena melalui kemampuan komunikasi matematis siswa dapat
menggunakan bahasa matematika yang benar untuk menulis tentang matematika,
dapat mengklarifikasi ide-ide, membuat argumen, dan mengintepretasikan ide-ide
matematika secara lisan, gambar, dan simbol sehingga pemahaman matematika
akan berkembang (Paridjo & Waluya, 2017). Kesempatan untuk mengembangkan
keterampilan akan dimiliki siswa ketika pembelajaran matematika menekankan
Page 28
40
pada komunikasi matematika (Son, 2012). Lebih lanjut melalui komunikasi
matematis, siswa dapat memahami konsep dan memecahkan masalah matematika
karena harus membaca dan mengintepretasikan informasi, mengungkapkan ide
secara lisan dan tertulis, mendengarkan orang lain, dan berpikir kritis tentang ide-
ide matematika untuk dapat memahami konsep dan memecahkan masalah
matematika. Ditunjang oleh pendapat lain bahwa ide-ide pemecahan masalah,
strategi, dan solusi matematika dapat dikomunikasikan melalui lisan maupun
tertulis dengan adanya komunikasi matematika (Wijaya, Sujadi, & Riyadi, 2016).
Tujuan dari kemampuan komunikasi matematis adalah untuk
mengkomunikasikan matematika, menggunakan matematika sebagai alat
komunikasi, untuk menghubungkan ide-ide matematika, mengungkapkan ide
matematika, dan menjelaskan situasi atau masalah menggunakan simbol, tabel,
diagram, atau media lain (Qohar & Sumarmo, 2013). Melalui komunikasi akan
terlihat sejauh mana siswa dapat mengeksplorasi pemikiran dan pemahaman
terhadap matematika. Mengembangkan pengalaman dengan belajar menjelaskan
dan meyakinkan orang lain, mendengarkan gagasan orang lain adalah solusi yang
diperlukan ketika siswa mendapat tantangan untuk berargumentasi dan
mengkomunikasikan hasil pemikirannya (Ariawan & Nufus, 2017). Dari hal itu
kemampuan matematis tingkat tinggi seperti logis, analitis, sistematis, kritis,
kreatif, dan produktif akan berkembang saat siswa mengkomunikasikan ide
matematisnya dengan cara memecahkan masalah dan juga menyampaikan hasil
pemecahannya (Sri, 2013).
Komunikasi merupakan hal utama dalam pembelajaran matematika
(Tiffany et al., 2017). Oleh karena itu siswa harus memiliki kemmapuan
Page 29
41
komunikasi matematis dalam belajar matematika. Memberikan siswa kesempatan
untuk berargumentasi secara lisan atau tertulis, mengajukan atau menjawab
pertanyaan, dan berdiskusi baik dalam kelompok kecil maupun kelas merupakan
aktivitas yang dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa
(Sri, 2013). Mengacu pada pendapat ahli di atas maka pendekatan Realistic
Mathematics Education dengan model Numbered Heads Together dapat
menunjang dan meningkatkan kemampuan komunikasi matematis karena pada
pembelajarannya siswa diajak untuk menghubungkan materi matematika dengan
dunia nyata sehingga siswa dapat mengekspresikan ide matematika, mendorong
siswa untuk memecahkan masalah yang dilakukan dengan cara berkelompok
dimana semua anggota kelompok saling membantu dan bekerjasama dengan
berbagai penyelesaian sehingga siswa dapat saling memberikan informasi, ide,
dan pendapat untuk menyelesaikannya. Siswa akan aktif berinteraksi dalam
kelompok maupun antar kelompok sehingga melatih siswa untuk
mengembangkan kemampuan komunikasi dengan mengungkapkan ide atau
gagasannya.
2.7.2 Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis
National Council of Teacher of Mathematics (dalam Tiffany et al., 2017)
menyebutkan indikator-indikator kemampuan komunikasi matematis meliputi:
1. Kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan,
tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual
2. Kemampuan untuk memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-
ide matematika baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual
lainnya
Page 30
42
3. Kemampuan untuk menggunakan istilah-istilah, notasi dan struktur
matematika untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan
dengan model-model situasi
Mengacu pada pendapat di atas, maka kemampuan komunikasi matematis
yang akan diterapkan pada pembelajaran matematika menggunakan pendekatan
Realistic Mathematics Education dengan model Numbered Heads Together
adalah kemampuan komunikasi matematis secara tertulis, dengan indikator
sebagai berikut:
Tabel 2.6 Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis
No. Indikator Kemampuan Komunikasi
Matematis
Indikator Pencapaian Siswa
1. Mengekspresikan ide-ide
matematika secara tertulis
Siswa mampu menuliskan informasi
dan ide yang telah dipahami sesuai
dengan permasalahan
2. Memahami, menginterpretasikan,
dan mengevaluasi ide-ide
matematika secara tertulis
Siswa mampu menuliskan ide untuk
menyelesaikan permasalahan
3. Menggunakan istilah-istilah, notasi
dan struktur matematika untuk
menyajikan ide-ide matematika
secara tertulis
Siswa mampu menuliskan
penyelesaian masalah secara
sistematis dengan menggunakan
istilah-istilah dan notasi matematika
Berdasarkan indikator kemampuan komunikasi matematis yang telah
dijelaskan di atas, maka berikut adalah contoh pengukuran dari masing-masing
indikator:
Contoh soal:
Di suatu kelas terdapat 32 siswa. Dari jumlah tersebut 15 siswa menyukai
pelajaran matematika, 26 siswa menyukai pelajaran biologi, dan 12 siswa
menyukai pelajaran matematika dan biologi. Tentukan banyak siswa yang hanya
menyukai matematika, siswa yang hanya menyukai biologi, dan siswa yang tidak
menyukai keduanya !
Page 31
43
Tabel 2.7 Contoh kemampuan komunikasi matematis
Penyelesaian Siswa Indikator Pencapaian Siswa
Misalkan : Himpunan siswa di kelas adalah S
Himpunan siswa yang menyukai
matematika adalah A
Himpunan siswa yang menyukai
biologi adalah B
Himpuan siswa yang hanya
menyukai matematika adalah M
Himpunan siswa yang hanya
menyukai biologi adalah P
Himpunan siswa yang tidak
menyukai matematika dan biologi
adalah C
A∩B adalah himpunan siswa yang
menyukai keduanya
Diketahui : ( )
( )
( )
( )
Ditanya : a. ( )
b. ( )
c. ( )
Siswa mampu menuliskan informasi
dan ide yang telah dipahami sesuai
dengan permasalahan.
Menggambar dengan diagram venn
Siswa mampu menuliskan ide untuk
menyelesaikan permasalahan
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) a. Siswa yang hanya menyukai matematika
( ) ( ) ( )
b. Siswa yang hanya menyukai biologi
( ) ( ) ( )
c. Siswa yang tidak menyukai matematika dan
biologi
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( )
( )
Siswa mampu menuliskan
penyelesaian masalah secara
sistematis dengan menggunakan
istilah-istilah dan notasi matematika
S A B
●12 ●15-12 ●26-12
●C
Page 32
44
( )
( )
Jadi,
- Banyak siswa yang hanya menyukai
matematika ( )
- Banyak siswa yang hanya menyukai biologi
( )
- Banyak siswa yang tidak menyukai
keduanya ( )