-
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Masalah Matematika
Masalah matematika didefinisikan sebagai situasi yang memiliki
tujuan
yang jelas tetapi berhadapan dengan halangan akibat kurangnya
konsep yang
diketahui untuk menguraikannya agar memperoleh sebuah solusi
(Saad dan
Ghani, 2008). Hamzah (2001) mengemukakan bahwa masalah
matematika
merupakan suatu situasi, dimana seseorang merasakan atau
menyadari bahwa
situasi tersebut memerlukan tindakan yang tidak dapat langsung
ditemukan
solusinya. Masalah matematika adalah situasi atau kondisi berupa
soal atau
pertanyaan yang memerlukan pemikirian lebih dalam untuk
menyelesaikannya.
Widayanti (2016) mendefinisikan masalah matematika sebagai soal
atau
pertanyaan yang penyelesaiannya didapatkan setelah melewati cara
yang tidak
langsung dapat ditentukan.
Soal-soal pada matematika belum bisa disebut sebagai suatu
masalah
matematika. Saad dan Ghani (2008) menyatakan bahwa situasi yang
memiliki
tujuan jelas tetapi untuk mencapai tujuan tersebut memerlukan
pengetahuan atau
penalaran untuk memeperoleh solusinya disebut dengan masalah
matematika.
Masalah matematika berupa soal atau pertanyaan yang
penyelesaikan belum dapat
ditentukan secara langsung, tetapi perlu penalaran yang lebih
dalam lagi untuk
menentukan solusinya (Widayanti, 2016). Jika suatu masalah
diberikan kepada
siswa dan siswa tersebut dapat langsung mengerjakan tanpa
berpikir lama untuk
menentukan solusinya maka soal tersebut tidak bisa dikatakan
sebagai masalah
-
8
matematika. Misalkan siswa diberikan soal untuk mencari nilai
yang sering
muncul, padahal pada tabel yang disajikan sudah jelas
jawabannya. Contoh soal
tersebut merupakan soal yang bukan merupakan masalah matematika.
Jika siswa
diberikan soal untuk mencari nilai rata-rata, sedangkan pada
soal tersebut ada data
yang belum diketahui. Siswa harus mencari dulu data yang hilang
tersebut, setelah
mendapatkan hasil data yang hilang tersebut barulah siswa dapat
mencari nilai
rata-ratanya. Soal tersebutlah yang bisa dikatakan sebagai
masalah matematika,
karena membutuhkan berbagai cara untuk menentukan hasilnya.
Masalah matematika merupakan soal-soal yang diberikan kepada
siswa
dimana soal tersebut belum diketahui bagaimana cara
penyelesainnya. Maulana
(2007) menyatakan bahwa masalah yang ada pada pembelajaran
matematika
terdapat dua masalah, yaitu masalah rutin dan tidak rutin. In’am
(2016)
menjelaskan apa yang dimaksud dengan masalah rutin dan masalah
tidak rutin.
Masalah rutin adalah masalah matematika yang bentuknya
terstruktur dan dapat
diselesaikan dengan beberapa perintah. Sedangkan masalah tidak
rutin merupakan
masalah yang memerlukan ketrampilan lebih, alat bantu aplikasi,
konsep-konsep
yang telah dipelajari untuk menyelesaikannya.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
masalah
matematika merupakan soal atau pertanyaan yang diberikan kepada
siswa yang
tidak dapat secara langsung ditentukan solusinya. Pada
penelitian ini, peneliti
menggunakan masalah matematika yang berbentuk soal cerita.
Priyanto, Suharto,
dan Trapsilasiwi (2015) menyebut bahwa soal cerita merupakan
bagian dari
masalah matematika yang sering digunakan untuk mengukur
kemampuan siswa
dalam pemecahan masalah matematika.
-
9
2.2 Soal Cerita
Soal cerita adalah soal-soal yang dinyatakan dalam
kalimat-kalimat
berbentuk cerita yang perlu diterjemahkan kembali. Soal cerita
disajikan dalam
bentuk rangkaian kalimat sederhana yang bermakna (Ellizabeth,
2004). Soal cerita
merupakan salah satu bentuk dari pertanyaan yang memuat suatu
permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari yang disajikan dalam bentuk narasi
atau cerita
(Budiyono, 2008).
Soal cerita sebagai bentuk aplikasi dari konsep matematika yang
sudah
diajarkan (Widyaningrum, 2016). Menyelesaikan soal cerita juga
dapat melatih
penalaran siswa denagn menginterpretasikan konsep-konsep yang
sudah ada. Soal
cerita dalam bentuk kalimat yang terdapat suatu persoalan yang
butuh
kemampuan bernalar siswa dan ketrampilan berhitung siswa
untuk
menyelesaikannya (Budiyono, 2008). Soal cerita juga dibutuhkan
pemahaman
yang lebih untuk memahami persoalan yang ada.
Soal cerita dalam pembelajaran matematika merupakan
permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dicari solusinya dengan
menggunakan
kalimat matematika. Ahmad, Tarmizi, dan Nawawi (2010) mengatakan
bahwa
persoalan matematika yang dihubungkan dengan masalah pada
kehidupan sehari-
hari merupakan permasalahan yang diberikan di dalam soal cerita.
Menyelesaikan
soal cerita bagi siswa merupakan bagian tersulit dalam
pemebelajaran
matematika, dikarenakan siswa tidak hanya berhitung tetapi siswa
juga harus
menerjemahkan soal cerita ke dalam model matematika (Marhayati,
2012).
Sejalan dengan pendapat Rudtin (2013) bahwa pemberian soal
cerita dalam
pembelajaran matematika dapat melatih siswa dalam memecahkan
masalah
-
10
matematika, akan tetapi kendala siswa dalam menyelesaikannya
dikarenakan
kurangnya kemampuan mengubah soal cerita ke dalam bentuk
matematika.
Soal cerita dapat membuat siswa mendapatkan kemampuan yang
lebih
baik dari sebelumnya (Wahyuddin, 2016). Menyelesaikan soal
cerita dengan baik
dapat membuat siswa memiliki kemampuan sebagai berikut : (1)
kemampuan
menulis informasi yang diketahui, (2) kemampuan menuliskan apa
yang
ditanyakan dalam soal, (3) kemampuan siswa membuat model
matematika, (4)
ketrampilan menyelesaikan persoalan, (5) menjawab pertanyaan
soal dengan
benar (Polya dalam Aisyah, 2007).
Berdasarkan beberapa pendapat yang sudah ada, maka soal cerita
dapat
dikatakan sebagai suatu persoalan yang dinyatakan dalam
kalimat-kalimat
berbentuk cerita sehari-hari. Soal cerita adalah permasalahan
matematika yang
berbentuk kalimat-kalimat yag perlu diterjemahkan terlebih
dahulu ke dalam
model matematika. Soal cerita juga dapat disajikan dalam bentuk
tulisan maupun
lisan. Soal cerita juga dapat dijadikan alat ukur untuk melihat
kemampuan siswa
dalam memahami konsep-konsep yang sudah didapatkan dalam
pembelajaran
matematika.
2.3 Pemecahan Masalah Matematika berbentuk Soal Cerita
2.3.1 Pemecahan Masalah Matematika
Pemecahan masalah merupakan ketrampilan dasar yang harus
dimiliki
oleh siswa. Widjajanti (2009) juga mengatakan bahwa pemecahan
masalah
sebagai alat bagi siswa dalam proses menyelesaikan masalah yang
diberikan.
Kikley (2003) juga menyebutkan bahwa pemecahan masalah suatu
proses yang
memiliki banyak langkah, dimana siswa dituntut untuk
menghubungkan masalah
-
11
yang didapat dengan konsep yang sudah didapat kemudian mencari
solusi untuk
menyelesaikannya.
Sugiantara, Arini, dan Tastra (2014) mengatakan bahwa
pemecahan
masalah dalam pembelajaran matematika begitu penting perannya
untuk
tercapainya hasil belajar siswa yang baik. Sejalan dengan NCTM
dalam ( Husna,
Ikhsan dan Fatimah : 2013) yang mengatakan bahwa adanya
pemecahan masalah
pada pembelajaran matematika bertujuan untuk membantu siswa
dalam (1)
membangun pengetahuan matematika yag belum diketahui, (2) dapat
mencari
solusi dari masalah yang didapat dalam model matematika ataupun
lainnya, (3)
menerapkan berbagai cara yang sesuai untuk menyelesaikan
masalah, (4)
merefleksikan proses dari pemecahan masalah yang didapat.
Setiap siswa harus memliki kemampuan untuk memecahkan
masalah
matematika. Adjie (2006) menjelaskan bahwa kemampuan pemecahan
masalah
matematika harus dimiliki setiap siswa, karena kemampuan
tersebut merupakan
suatu ketrampilan dasar siswa. Proses pemecahan masalah
melibatkan segala
aspek yang dimiliki oleh siswa seperti pengetahuan, pemahaman
siswa pada
konsep, penerapan maupun sikap dari siswa dalam menerima setiap
masalah yang
diberikan (Rofiqoh, 2016).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, pemecahan masalah adalah
suatu
usaha mencari solusi dari masalah atau persoalan yang di
dalamnya siswa
membutuhkan penyelesaian atau jawaban yang tidak bisa langsung
diperoleh
solusinya.
-
12
2.3.2 Langkah-langkah Menyelesaikan Soal Cerita
Menyelesaikan persoalan matematika terdapat beberapa macam
dalam
penyelesaiannya, salah satunya dengan langkah pemecahan masalah
yang sering
digunakan yaitu langah-langkah pemecahan Polya. Polya dalam
(In’am, 2016)
menjelaskan untuk mempermudah memahami atau menyelesaikan
suatu
persoalan, siswa dituntut untuk memahami masalah yang
didapatkan, kemudian
merencakan penyelesaian yang cocok denga masalah yang
diberikan,
melaksanakan rencana yang sudah dirancang dan mengecek kembali
hasil yang
sudah didapat. Polya dalam (Julita, 2017) menjelaskan tentang
langkah-langkah
dalam menyelesaikan soal cerita, diantaranya:
a. Memahami Masalah
Pada langkah pertama ini, siswa dituntut untuk menentukan
apa
yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Kegiatan yang dilakukan
pada
tahap ini yaitu siswa menentukan apa saja yang diketahui dalam
soal,
menentukan apa yang ditanyakan pada soal, memahami apakah
informasi
yang didapat sudah cukup. Pada tahap ini yang paling penting
untuk bisa
menyelesaikan masalah yang didapat.
b. Membuat Rencana Penyelesaian
Membuat ataupun memilih rencana pemecahan masalah yang
sesuai tergantung pada seringnya siswa dalam menyelesaikan
persoalan
sebelumnya. Semakin seringnya siswa dalam mengerjakan latihan
soal
maka soal-soal yang didapat akan semakin mudah untuk
diselesaikan.
Rencana dalam menyelesaikan persoalan diperlukan suatu
rancangan
(model), dimana rancangan (model) ini merupakan hubungan
antara
-
13
informasi yang didapat dengan apa yang ditanyakan. Suatu
pemikiran
untuk mengubah suatu persoalan dari bahasa persoalan ke
bahasa
matematika.
c. Menyelesaikan Rencana Penyelesaian
Tahap ini siswa menjalankan proses pengerjaan, dimana proses
tersebut sesuai prosedur yang sudah dirancang pada tahap
sebelumnya.
Siswa diharapkan memperhatikan prinsip-prinsip ataupun aturan
dalam
matematika saat pengerjaan untuk mendapatkan hasil penyelesaian
yang
benar. Setiap langkah pengerjaan siswa harus memperhatikan
apakah ada
yang salah dalam pengerjaannya.
d. Mengecek Kembali
Hasil akhir dari penyelesaian yang sudah didapat harus diperiksa
kembali
untuk memastikan apakah penyelesaian tersebut sesuai dengan
yang
diinginkan dalam masalah. Apabila hasil yang didapat tidak
sesuai dengan
yang diminta pada soal, maka siswa perlu memeriksa kembali
setiap
langkah pengerjaan. Pada tahap ini bisa memperkecil kesalahan
dalam
menyelesaikan persoalan yang ada.
Berdasarkan langkah-langkah Polya dalam pemecahan masalah, pada
penelitian
ini indikator yang ingin diketahui oleh peneliti saat siswa
mengerjakan masalah
matematika dapat dilihat pada tabel berikut ini:
-
14
Tabel 2.1: Indikator Kemampuan Siswa dalam Pemecahan Masalah
Berbentuk Soal Cerita
Menggunakan Langkah-langkah Polya
Langkah-langkah Polya Indikator
Memahami Masalah Siswa dapat menyebutkan informasi-informasi
yang
diberikan dari persoalan yang diberikan, menyebutkan apa
saja yang diketahui dan ditanyakan, mengelola informasi
dalam soal.
Menyusun Rencana
Penyelesaian
Siswa memiliki rencana pemecahan masalah yang akan
digunakan
Melaksanakan Rencana
Penyelesaian
Siswa dapat memecahkan masalah berdasarkan perencanaan
yang telah dibuat dengan hasil yang benar
Mengecek kembali Siswa memeriksa kembali hasil yang didapat,
sesuai atau
tidak dengan pertanyaan pada persoalan yang diberikan
Sumber: Rofiqoh (2016)
2.4 Kemampuan Interpretasi
Kemampuan merupakan kesanggupan atau kecakapan seseorang
dalam
menguasai sesuatu. Sejalan dengan Yusdi (2010) bahwa kemampuan
merupakan
kesanggupan, kecakapan, kekuatan pada diri seseorang. Setiap
individu memiliki
kecakapan yang berbeda-beda dalam melakukan setiap tindakan.
Sedangkan
Sardiman (2009) menjelaskan bahwa kemampuan adalah kapasitas
seorang
individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan.
Berdasarkan
pendapat yang ada, kemampuan adalah kecakapan atau potensi
seorang
individununtuk menguasai keahlian dalam melakukan atau
mengerjakan beragam
tugas dalam suatu pekerjaan.
Kemampuan pada pembelajaran matematika memiliki beberapa
macam
kemampuan. Sumarmo dan Hendriana (2014) menjelaskan bahwa
kemampuan
pada pembalajaran matematika meliputi : (1) Pemahaman Matematik.
(2)
Pemecahan Masalah Matematik. (3) Koneksi Matematik. (4)
Komunikasi
Matematik. (5) Penalaran Matematik. (6) Berfikir Kritis. (7)
Berfikir Kreatif.
Beberapa macam kemampuan pada matematika, kemampuan
pemahaman
-
15
matematika sejalan dengan pengertian pada interpretasi.
Ferdianto dan Ghanny
(2014) menjelaskan bahwa kemampuan interpretasi termasuk ke
dalam bagian
dari kemampuan pemahaman matematik. Kemampuan yang mengaharuskan
siswa
memhami setiap konsep dalam pembelajaran matematika.
Interpretasi dapat diartikan sebagai tafsiran atau menafsirkan.
Wahyuddin
(2016) menjelaskan bahwa arti dari seuah interpretasi adalah
penafsiran. Mustain
(2015) menjelaskan bahwa interpretasi merupakan sebuah kemampuan
yang
dimiliki seseorang untuk menafsirkan atau menerjemahkan suatu
gambaran(ide).
Menginterpretasi adalah sebuah kemampuan sesorang untuk memahami
dan
mengidentifikasi ide-ide yang terdapat dalam sebuah
informasi.
Interpretasi dalam matematika hampir sama halnya dengan
kemampuan
verbal yang dimiliki oleh siswa. Hidayat (2002) menjelaskan
bahwa kemampuan
pemahaman dari setiap siswa terhadap infotmasi yang didapat.
Sebenarnya
interpretasi termasuk ke dalam indikator dari sebuah pemahaman.
Rusefendi
(dalam Ompusunggu, 2014) mengatkan bahwa ada tiga macam yang
termasuk
pemahaman, yaitu tranlasi, interpretasi dan ekstrapolasi.
Kemampuan interpretasi
dalam hal ini adalah kemampuan dalam memahami informasi yang
didapat, dan
dapat mengubahnya ke dalam bentuk yang lain. Penelitian ini
lebih terfokuskan
dalam hal kemampun interpretasi yang dimiliki oleh siswa.
Kemampuan interpretasi mempunyai hubungan erat dalam
pemecahan
masalah matematika. Siswa kebanyakan merasa sulit menyelesaikan
masalah
matematika dikarenakan memiliki kemampuan dalam menginterpretasi
soal yang
kurang. Widyaningrum (2016) menjelaskan bahwa kemampuan awal
siswa dalam
menyelesaikan masalah matematika (soal cerita) kemampuan
menerjemahkan soal
-
16
yang dimaksud ke dalam bahasa matematika atau model matematika.
Kemampuan
awal tersebut sejalan dengan apa yang dimaksud dengan kemampuan
interpretasi,
bahwa siswa harus bisa menerjemahkan soal ke dalam model
matematikanya.
Kemampuan interpretasi sendiri memiliki beberapa indikator.
Mustain
(2015) menjelaskan bahwa interpretasi meliputi : (1) kemampuan
siswa dalam
menerjemahkan pernyataan berbentuk kalimat sehari-hari ke dalam
model
matematika. (2) kemampuan siswa dalam menerjemahkan gambar,
grafik,
diagram, dll ke dalam persamaan matematika (model matematika).
Widyaningrum
(2016) juga menjelaskan bahwa interpretasi meliputi : (1)
kemampuan siswa
dalam menerjemahkan bahasa sehari-hari ke dalam bahasa
matematikanya. (2)
kemampuan menginterpretasikan simbol, grafik, tabel ke dalam
bahasa
matematikanya.
Berdasarkan penjelasan di atas, kemampuan interpretasi
merupakan
pemahaman dari setiap siswa dalam memahami setiap persoalan yang
dihadapi.
Kemampuan interpretasi dapat mengukur pemahaman setiap siswa
dalam
pembelajaran matematika. Penelitian ini terfokuskan pada
kemampuan siswa
dalam menginterpretasikan masalah matematika (soal cerita).
Kemampuan
interpretasi membantu siswa dalam menyelesaiakan persoalan yang
ada di dalam
soal cerita. Dilihat dari kemampuan siswa dalam menerjemahkan
setiap soal cerita
yang disajikan. Berikut ini indikator kemampuan interpretasi
yang digunakan
pada penelitian ini:
-
17
Tabel 2.2 Indikator Kemampuan Interpretasi dalam Menyelesaikan
Soal Cerita
Langkah-langkah
Polya
Komponen Kemampuan
Interpretasi
Indikator Kemampuan
Interpretasi
Memahami Masalah Simbol - Siswa dapat memahami dan mengubah
kalimat ke dalam
bentuk variabel dengan tepat.
Menyusun Rencana
Penyelesaian
Simbol - Siswa dapat membuat model matematika dengan tepat.
Melaksanakan
Rencana Penyelesaian
Simbol
Tabel
Grafik
- Siswa dapat menyelesaikan permasalahan dengan tepat
sesuai prosedur penyelesaian
menggunakan simbol (variabel)
secara konsisten.
- Siswa dapat membuat tabel dengan tepat untuk mencari
solusi
yang diinginkan
- Siswa dapat menggambar grafik dengan tepat.
- Siswa dapat menentukan titik potong untuk mendapatkan
penyelesaiaan dengan benar.
Mengecek Kembali - Siswa memeriksa kembalai jawaban dengan
menggunakan
cara lai.
- Meyakini kebenaran dari solusi masalah yang diperoleh
(kesimpulan).
Sumber: Mustain(2015) & Widyaningrum (2016)
2.5 Hasil Penelitian yang Relevan
2.5.1 Hasil Penelitian yang Relevan dengan Kemampuan
Interpretasi
Mustain (2015) melakukan penelitian tentang kemampuan membaca
dan
interpretasi grafik dan data studi kasus pada siswa kelas 8
SMPN. Hasil yang
didapat menunjukkan siswa dalam membaca maupun
menginterpretasikan
grafik dan data memiliki rata-rata persentasi di bawah 50% untuk
jawaban
benar dan KKM siswa sebanyak 3,5% tuntas dan 96,5% remedial.
Sedangkan
hasil pengujian tes diagnostik TOGS bahwa siswa tidak dapat
membaca grafik
dengan baik dang penggunaan WISE ditemukan bahwa siswa
memiliki
kesulitan dalam menginterpretasikan grafik dan data.
-
18
Rahmatika dan Widodo (2018) melakukan penelitian tentang
kemampuan
representasi matematis siswa. Hasil analisis yang dilakukan,
data menunjukkan
siswa berkemampuan tinggi memiliki kemampuan representasi yang
sangat
baik. Siswa berkemampuan sedang memiliki kemampuan representasi
yang
bervariasi diantaranya baik, cukup , dan kurang. Siswa dengan
kemampuan
rendah memiliki kemampuan representasi sangat kurang.
Aryanti, Zubaidah, dan Nursangaji (2013) melakukan penelitian
yang
bertujuan untuk mengetahui kemampuan dan kecenderungan
representasi
matematis menurut kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal
cerita tentang
segi empat di SMPN 3 Semparuk. Hasil penelitian menunjukkan
siswa
berkemampuan tinggi memiliki kemampuan representasi enaktif
tinggi,
representasi ikonik rendah, dan kemampuan representasi simbolik
sangat
tinggi. Siswa berkemampuan sedang memiliki kemampuan
representasi enaktif
tinggi, kemampuan representasi ikonik dan simbolik sangat
rendah. Sedangkan
siswa berkemampuan rendah memiliki kemampuan representasi
enaktif
sedang, kemampuan representasi ikonik dan simbolik sangat
rendah.
Perbedaan dengan penelitian terdahulu yaitu peneliti ingin
melihat
kemampuan interpretasi siswa dalam mengerjakan soal dengan
bantuan
langkah-langkah Polya. Peneliti juga menggunakan variabel
interpretasi
dengan menggabungkan indikator-indakator penelitian
terdahulu.
2.5.2 Hasil Penelitian yang Relevan dengan Langkah-langkah
Polya
Sugiantara, Arini, dan Tastra (2014) melakukan penelitian
tentang
Pengaruh dari Strategi Pemecahan Masalah berbasis Polya terhadap
Hasil
Belajar siswa kelas V. Hasil penelitian yang dilakukan terdapat
perbedaan yang
-
19
signifikan hasil belajar matematika antara siswa yang
mendapatkan strategi
pemebelajaran Polya dengan siswa yang tidak mengikuti
pemebelajaran dengan
berbasis Polya. Rata-rata dari kelompok siswa yang diberikan
strategi
pemecahan Polya sebesar 98,79 dan rata-rata kelompok siswa yang
tidak
mengikuti strategi pembelejaran berbasis Polya sebesar 64,9.
Artinya startegi
pemecahan masalah berbasis Polya berpengaruh terhadap hasil
belajar
matematika siswa kelas V.
Marlina (2013) menerapkan langkah Polya dalam menyelesaikan
soal
cerita pada materi keliling dan luas persegi panjang. Tujuan
penelitian yang
dilakukan oleh Marlina (2013) bertujuan untuk melihat
keberhasilan hasil belajar
dari siswa. Setelah dilakukan penerapan langkah Polya dalam
menyelesaikan
soal cerita, siswa dapat menggunakan langkah Polya dengan baik.
Saat diberikan
tes lanjutan, hasil belajar siswa mulai meningkat.
Mahardhikawati, Mardiyana, dan Setiawan (2017) melakukan
analisis
tentang kemampuan pemecahan masalah berdasarkan langkah-langlah
Polya
pada materi turunan fungsi ditinjau dari kecerdasan logis
matematis siswa. Pada
penelitian tersebut membagi siswa pada tiga kategori, yaitu
siswa dengan
kecerdasan logis matematis tinggi, sedang, dan rendah. Hasil
untuk siswa yang
memiliki kecerdasan logis matematis tinggi mampu untuk
menyelesaikan
masalah matematika yang disajikan dengan tepat menggunakan
langkah Polya.
Akan tetapi, terdapat beberapa siswa pada tahap akhir tidak
memeriksa kembali
jawabannya. Siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang,
hanya mampu
menyelesaikan masalah matematika pada tahap dua langkah Polya.
Terdapat
beberapa siswa melakukan kesalahan pada pengerjaannya. Siswa
dengan
-
20
kecerdasan logis matematis rendah, hanya mampu menuliskan apa
yang
diketahui dan ditanyakan pada masalah yang diberikan.
Komariah (2011) menerapkan metode pembelajaran problem
solving
model Polya untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah bagi
siswa
kelas IX. Pada penelitian tersebut metode pembelajaran problem
solving model
Polya dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan
masalah
matematika. Hal tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya
rata-rata nilai siswa.
Pada siklus I rata-rata hasil belajar siswa meningkat sebesar
3,7. Sedangkan pada
siklus II mengalami peningkatan sebesar 8,9. Komariah (2011)
menjelaskan juga
bahwa pembelajaran yang diterapkannya membuat siswa lebih teliti
dalam
mengerjakannya.
Perbedaan dengan penelitian terdahulu yaitu peneliti ingin
melihat
kemampuan interpretasi siswa dalam mengerjakan soal cerita.
Kemampuan
siswa untuk memahami soal cerita yang disajikan. Tentunya
dengan
menggunakan langkah-langkah Polya dengan baik dalam
penyelesainnya.
-
21
2.6 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual yang terdapat pada gambar 2.1 dapat dilihat
bahwa
suatu masalah matematika yang disajikan dalam bentuk soal
cerita, dibutuhkan
adanya proses pemecahan masalah matematika. Langkah-langkah
Polya
merupakan cara yang efektif dan terperinci dalam menyelesaikan
masalah
matematika yang berbentuk soal cerita. Peneliti akan menggunakan
langkah-
langkah Polya untuk mengukur sejauh mana kemampuan interpretasi
tiap-tiap
individu dalam menyelesaikan masalah matematika yang berbentuk
soal cerita.
Kemampuan interpretasi dapat dilihat dari bagaimana tiap-tiap
individu
menyelesaikan masalah matematika yang terdapat pada soal cerita
yang disajikan
dengan menggunakan langkah-langkah Polya.
Gambar 2.1 Diagram Skema Konseptual