BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Payudara 2.1.1 Epidemiologi Karsinoma payudara merupakan suatu kelompok tumor ganas epitelial dengan karakteristik invasif ke jaringan sekitarnya dan memiliki kecenderungan untuk bermetastasis jauh. Karsinoma invasif payudara merupakan karsinoma terbanyak pada wanita yaitu sekitar 23% dari seluruh kanker pada wanita di seluruh dunia (Ferlay et al., 2008). Pada tahun 2007 diperkirakan 178.480 wanita didiagnosis menderita karsinoma payudara invasif, 62.030 dengan karsinoma in situ, dan lebih dari 40.000 wanita meninggal karena penyakit tersebut (Lester, 2010). Sejak tahun 1994 angka kematian akibat karsinoma payudara secara perlahan mulai menurun, meskipun angka kejadiannya tetap konstan. Penurunan angka kematian ini disebabkan oleh karena ditemukannya karsinoma payudara dalam stadium yang awal karena manfaat skrining, demikian pula karena modalitas terapi yang semakin baik (Lester, 2010). Di Indonesia kanker payudara merupakan keganasan dengan insiden terbanyak kedua setelah kanker leher rahim dan terdapat kecenderungan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Tjindarbumi dan Mangunkusumo, 2002). Peningkatan angka insiden inipun terjadi di Bali. Sebelum tahun 2005 kanker payudara menempati urutan kedua terbanyak, namun sejak tahun 2005
27
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Payudara 2.1.1 ... II.pdf · BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Payudara 2.1.1 Epidemiologi Karsinoma payudara merupakan suatu kelompok tumor
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Karsinoma Payudara
2.1.1 Epidemiologi
Karsinoma payudara merupakan suatu kelompok tumor ganas epitelial
dengan karakteristik invasif ke jaringan sekitarnya dan memiliki kecenderungan
untuk bermetastasis jauh.
Karsinoma invasif payudara merupakan karsinoma terbanyak pada wanita
yaitu sekitar 23% dari seluruh kanker pada wanita di seluruh dunia (Ferlay et al.,
2008). Pada tahun 2007 diperkirakan 178.480 wanita didiagnosis menderita
karsinoma payudara invasif, 62.030 dengan karsinoma in situ, dan lebih dari
40.000 wanita meninggal karena penyakit tersebut (Lester, 2010). Sejak tahun
1994 angka kematian akibat karsinoma payudara secara perlahan mulai menurun,
meskipun angka kejadiannya tetap konstan. Penurunan angka kematian ini
disebabkan oleh karena ditemukannya karsinoma payudara dalam stadium yang
awal karena manfaat skrining, demikian pula karena modalitas terapi yang
semakin baik (Lester, 2010).
Di Indonesia kanker payudara merupakan keganasan dengan insiden
terbanyak kedua setelah kanker leher rahim dan terdapat kecenderungan
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Tjindarbumi dan Mangunkusumo,
2002). Peningkatan angka insiden inipun terjadi di Bali. Sebelum tahun 2005
kanker payudara menempati urutan kedua terbanyak, namun sejak tahun 2005
sampai sekarang, berdasarkan data registrasi kanker berbasis patologik, kanker
payudara menempati urutan pertama kanker terbanyak pada wanita di Bali
(Anonim, 2010). Karena belum banyak dikenalnya skrining kanker payudara di
Bali serta keterbatasan sosial ekonomi dan pendidikan masyarakat, sebagian besar
kasus kanker payudara datang pada stadium lanjut dengan tingkat mortalitas yang
tinggi.
Insiden kanker payudara meningkat seiring peningkatan usia. Pada area
dengan risiko tinggi, seperti Australia, Eropa, Amerika Utara, 6% wanita
menderita kanker payudara sebelum berusia 75 tahun. Sementara risiko menderita
kanker payudara di negara kurang berkembang lebih rendah yaitu sekitar sepertiga
dari negara yang berisiko tinggi (Ferlay et al., 2008).
2.1.2 Gambaran klinik
Massa tumor yang dapat dipalpasi merupakan gejala klinis karsinoma
payudara invasif yang tersering. Gejala lainnya yaitu retraksi kulit, inversi nipel,
nipple discharge, perubahan pada ukuran dan bentuk payudara atau perubahan
pada kulit. Kadang-kadang karsinoma payudara dideteksi karena adanya
pembesaran limfonodi aksila tanpa adanya abnormalitas pada payudara secara
klinis. Semua gejala kanker payudara juga dapat dijumpai pada lesi jinak
payudara, sehingga evaluasi dengan pencitraan dan pemeriksaan fine needle
aspiration cytology atau core biopsy harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis
(Morrow dan Rutgers, 2012).
2.1.3 Klasifikasi
Lebih dari 95% keganasan payudara adalah suatu adenokarsinoma yang
dibagi menjadi karsinoma invasif dan insitu. Karsinoma in situ adalah proliferasi
sel-sel ganas yang terbatas pada duktus dan lobulus, dan dibatasi oleh membran
basal. Pada karsinoma invasif, sel-sel ganas menginfiltrasi membran basal dan
invasif ke stroma jaringan ikat sekitarnya. Sel-sel invasif tersebut memiliki
potensi untuk mencapat pembuluh limfe dan pembuluh darah yang kemudian
bermetastasis ke kelenjar getah bening regional dan bermetastasis jauh (Lester,
2010).
Terdapat berbagai tipe histologik karsinoma payudara yang memiliki
karakteristik morfologi yang bervariasi. Berikut ini adalah berbagai tipe
karsinoma invasif payudara menurut klasifikasi WHO (Lakhani et al., 2012):
1. Invasive carcinoma of no special type
2. Invasive lobular carcinoma
3. Tubular carcinoma
4. Cribriform carcinoma
5. Mucinous carcinoma
6. Carcinoma of medullary features
7. Carcinoma with apocrine differentiation
8. Carcinoma with signet ring cell differentiation
9. Invasive micropapillary carcinoma
10. Metaplastic carcinoma of no special type
11. Carcinoma with neuroendocrine features
12. Secretory carcinoma
13. Invasive papillary carcinoma
14. Acinic cell carcinoma
15. Mucoepidermoid carcinoma
16. Polymorphous carcinoma
17. Oncocytic carcinoma
18. Lipid rich carcinoma
19. Glicogen rich clear cell carcinoma
20. Sebaceous carcinoma
21. Skin adnexal type tumour
Invasive carcinoma of no special type yang dulunya dikenal sebagai
invasive ductal carcinoma, merupakan grup terbesar dari karsinoma invasif
payudara. Entitas ini merupakan grup yang heterogen, yang ditandai secara
morfologi berupa tumor yang tidak menunjukkan karakteristik karsinoma invasif
tipe lainnya. Tipe ini merupakan tipe yang tersering karsinoma payudara, yaitu
sekitar 40% sampai 75% kasus (Ellis et al., 2012).
Secara makroskopis tumor tipe ini tidak memiliki gambaran yang spesifik.
Ukurannya bervariasi dengan rentang kurang dari 10 mm sampai lebih dari 100
mm. Tumor ini dapat berupa massa tumor ireguler dengan batas yang tidak jelas
atau berupa bentukan noduler. Konsistensi tumor bisa kenyal sampai keras, dan
“gritty” saat dipotong dengan pisau (Ellis et al., 2012).
Secara mikroskopik, per definisi penentuan tipe tumor ini melalui proses
eksklusi dari gambaran morfologi tumor tipe spesifik. Gambaran morfologinya
akan bervariasi antar kasus. Tepi tumor bisa infiltratif, permeatif ke stroma
lobuler dan merusak unit lobular normal, atau pushing margin. Secara arsitektur,
sel tumor dapat membentuk susunan korda, klaster, trabekel, solid, atau sinsitial
infiltratif dengan stroma yang sedikit. Sebagian tumor membentuk struktur
glanduler berupa tubulus dengan lumen di sentral. Kadang-kadang juga berupa
sel-sel tunggal yang infiltratif. Sel tumor menunjukkan sitoplasma luas warna
eosinofilik. Inti sel bervariasi mulai uniform sampai pleomorfik berat. Pada
hampir 80% kasus dapat dijumpai fokus karsinoma duktal in situ (DCIS; ductal
carcinoma in situ) (Ellis et al., 2012).
Di samping tipe histologik tumor, beberapa tahun terakhir karsinoma
payudara juga diklasifikasikan menjadi 4 subtipe intrinsik berdasarkan tiga
pemeriksaan rutin yang dilakukan pada manajemen klinis pasien dengan
karsinoma payudara (estrogen receptor (ER), progesterone receptor (PR), dan
human epidermal growth factor 2 (HER2)). Subtipe intrinsik tersebut adalah
Luminal A, Luminal B, overekspresi HER2, dan basal-like (Tabel 2.1).
Tabel 2.1
Subtipe intrinsik karsinoma payudara (Goldhirsch et al., 2011)
Subtipe intrinsik Definisi kliniko-patologik
Luminal A Luminal A
ER dan/atau PR positif
HER2 negatif
Ki-67 rendah (<14%)
Luminal B Luminal B (HER2 negatif)
ER dan/atau PR positif
HER2 negatif
Ki-67 tinggi (≥14%)
Luminal B (HER2 positif)
ER dan/atau PR positif
HER2 overekspresi atau amplifikasi
Berapapun Ki-67
Overekspresi HER2 HER2 positif (non luminal)
HER2 overekspresi atau amplifikasi
ER dan PR negative
Basal-like Triple negative
ER dan PR negatif
HER2 negatif
Setiap subtipe ini memiliki respon terapi, risiko progresi penyakit, dan
kecenderungan metastasis ke organ tertentu. Subtipe luminal mayoritas
memberikan respon terhadap terapi hormonal. Tumor subtipe HER2 positif akan
dapat diterapi dengan efektif menggunakan terapi anti-HER2. Tumor subtipe
basal-like sampai saat ini belum ada terapi berbasis target molekuler tertentu pada
subtipe ini, dan hanya berespon terhadap kemoterapi standar pada sekitar 20%
kasus (Polyak, 2011).
2.1.4 Grade histologik
Penilaian derajat diferensiasi tumor (grade) karsinoma payudara secara
histologik dilakukan berdasarkan penilaian bentukan kelenjar/tubulus, pleomorfia
inti, dan penghitungan mitosis. WHO classification of tumours of the breast
merekomendasikan penilaian grading histologik tumor berdasarkan metode
semikuantitatif ini (Nottingham histologic grading system). Banyak penelitian
yang menunjukkan adanya asosiasi yang signifikan antara grade histologik
dengan survival pasien karsinoma payudara (Rakha et al., 2008). Grade ini
merupakan faktor prognosis yang kuat dan harus dicantumkan dalam pelaporan
pemeriksaan histopatologik dan merupakan komponen penting dalam alat
pengambilan keputusan pada pasien karsinoma payudara seperti Nottingham
Prognostic Index dan Adjuvant! Online (Blamey et al., 2007; Ravdin et al., 2001).
. Nottingham histologic grading system ini menilai 3 karakteristik morfologi
tumor yaitu: formasi tubuler, pleomorfia inti, dan penghitungan mitosis (Tabel
2.1). Masing-masing karakter tersebut diberi skor 1 sampai 3. Formasi tubulus
dinilai pada keseluruhan tumor dengan pembesaran kecil. Pleomorfia inti dinilai
pada area yang menunjukkan pleomorfia inti terjelek, sedangkan penghitungan
mitosis dilakukan pada area paling proliferatif dengan menghitung mitosis pada
10 area dengan pembesaran besar (Ellis et al., 2012). Grade histologik ditentukan
dengan menjumlahkan skor dari bentukan tubuler, pleomorfia inti, dan jumlah