-
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. KAJIAN TEORI
2.1.1 Pengertian Pembelajaran Matematika
Menurut Nyimas Aisyah (2007: 1.4), pembelajaran Matematika
adalah
proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan
suasana
lingkungan (kelas / sekolah) yang memungkinkan kegiatan siswa
belajar
matematika di sekolah. Menurut Bruner dalam Nyimas Aisyah (2007:
21.5),
pembelajaran matematika adalah pembelajaran mengenai
konsep-konsep dan
struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang
dipelajari serta
mencari hubungan konsep-konsep dan struktur-struktur matematika
itu.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan
bahwa
pembelajaran matematika adalah proses yang dirancang dengan
tujuan untuk
menciptakan suasana yang memungkinkan siswa mempelajari hubungan
antara
konsep-konsep dan struktur matematika.
2.1.2 Jenis-jenis Konsep dalam Pembelajaran Matematika di SD
Menurut Karso, dkk (2014: 1.44) konsep-konsep matematika SD
dapat
dikelompokkan ke dalam tiga jenis konsep, yaitu :
a. Konsep dasar
Konsep dasar pada pembelajaran matematika merupakan
materi-materi atau
bahan-bahan dan sekumpulan bahasa atau semesta bahasan, dan
umumnya
merupakan materi baru untuk para siswa yang mempelajarinya.
Konsep-konsep
dasar ini merupakan konsep-konsep yang pertama kali dipelajari
oleh para siswa
dari sejumlah konsep yang diberikan. Oleh karena itu, setelah
konsep dasar ini
ditanamkan maka konsep dasar ini akan menjadi prasyarat dalam
memahami
konsep-konsep berikutnya.
b. Konsep yang berkembang
Konsep yang berkembang dari konsep dasar merupakan sifat atau
penerapan
dari konsep-konsep dasar. Konsep yang berkembang ini merupakan
kelanjutan
dari konsep dasar dan dalam mempelajarinya memerlukan
pengetahuan tentang
-
8
konsep dasar. Konsep jenis ini akan mudah dipahami oleh para
siswa apabila
mereka telah menguasai konsep prasyaratnya, yaitu konsep
dasarnya.
c. Konsep yang harus dibina keterampilannya
Konsep yang termasuk ke dalam jenis konsep ini merupakan
konsep-konsep
dasar atau konsep-konsep yang berkembang. Konsep ini perlu
mendapat perhatian
dan pembinaan dari guru sehingga para siswa mempunyai
keterampilan dalam
menggunakan atau menampilkan konsep-konsep dasar maupun
konsep-konsep
yang berkembang. Pembinaan keterampilan terhadap konsep ini
diharapkan
proses pembelajaran metematika dapat mengkaji isu-isu tentang
kurangnya
keterampilan berhitung.
2.1.3 Tujuan Pembelajaran Matematika di SD
Nyimas Aisyah, dkk (2008: 1-4) tujuan matematika di sekolah,
khususnya
SD atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) adalah agar peserta didik
memiliki kemampuan
sebagai berikut:
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar
konsep dan mengaplikasikan konsep secara luwes, akurat, efisien,
dan tepat dalam
menyelesaikam masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisai, menyusun bukti,
atau menjelaskan
gagasan dan pernyataam matematika.
c. Memecahkan masalah matematika yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model
dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.
d. Mengkomunikasikan gagasan dan symbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan
yaitu rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap
ulet dan percaya diri dalam memecahkan masalah.
Nurhadi (2004: 203), menyatakan tujuan pembelajaran matematika
adalah:
a. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan.
b. Mengembangkan efektivitas kreatif yang melibatkan imajinasi,
intuisi dan
penemuan dan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa
ingin tahu,
membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba.
c. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. d. Mengembangkan
kemampuan menyampaikan informasi dan
mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan,
catatan,
grafik, peta, diagaram dalam menjelaskan gagasan.
-
8
2.1.4 Ruang Lingkup Matematika
Menurut Depdiknas (Cahya Prihandoko, 2006: 4) “matematika
diartikan
sebagai ilmu pengetahuan tentang bilangan, hubungan antara
bilangan dengan
prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian mengenai
bilangan”.
Bilangan-bilangan dalam matematika banyak macamnya, diantaranya
bilangan
rasional, bilangan bulat, bilangan cacah, bilangan asli,
bilangan genap, bilangan
ganjil, dan lain- lain. Yang menjadi ruang lingkup dalam
penelitian ini adalah
mengenai pembulatan, penaksiran dan operasi campura bilangan
bulat.
2.1.5 Konsep penjumlahan bilangan pada siswa SD
Menurut David Glover (2004:29) “integer merupakan nama lain
dari
bilangan bulat. Bilangan bulat dapat berupa bilangan bulat
positif seperti 1, 2, 3
dan seterusnya; atau bilangan bulat negatif seperti -1, -2, -3,
dan seterusnya. Nol
juga merupakan bilangan bulat. (Anonim: 2010) “himpunan bilangan
bulat adalah
himpunan bilangan yang terdiri dari bilangan bulat negatif, nol
dan bilangan bulat
positif. Himpunan bilangan Bulat (B) adalah B = {.., - 6, -5,
-4, -3, -2, -1, 0, 1, 2,
3, 4, 5, 6, 7, ... }”.
Konsep Penjumlahan bilangan:
a. Dengan menggunakan benda konkrit benda yang digunakan secara
nyata bisa
digunakan siswa dalam menghitung soal penjumlahan atau bisa juga
benda –
benda yang dapat kit temukan di lingkungan.
b. Dengan menggunakan benda semi konkrit penggunaan benda semi
konkret
dalam pembelajaran matematika selain mengantarkan siswa ke
jenjang
pemikiran yang lebih tinggi juga memudahkan dan mengefektifkan
proses
belajar mengajar.
c. Dengan menggunakan benda abstrak penggunaan benda abstrak
bisa berupa
berbagai macam gambar dan video digunakan jika tidak ada benda
konkrit
yang ditemui, siswa akan berpikir lebih kritis untuk membantu
pembelajaran.
-
8
2.2. Model Pembelajaran Cooperative Learning Type Team Game
Tournament (TGT)
2.2.1. Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning Type
Team
Game Tournament (TGT)
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau
model
pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan
aktivitas seluruh
siswa tanpa ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai
tutor sebaya,
dan mengandung unsur permainan dan reinforcement (Hamdani, 2011:
92).
Menurut Isjoni (2009: 83) berpendapat bahwa TGT adalah suatu
tipe
pembelajaran kooperatif menempatkan siswa dalam
kelompok-kelompok belajar
yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki
kemampuan, jenis
kelamin, dan suku atau ras yang berbeda. Menurut Robert E.
Slavin (2009: 163)
menyatakan TGT adalah bentuk pembelajaran yang terdapat dalam
pembelajaran
kooperatif yang paling tua dan paling banyak digunakan dalam
penelitian
pendidikan, termasuk juga dalam penyampaian materi di kelas.
Dalam TGT
menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan
sistem skor
kemajuan individu, dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim
mereka dengan
anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti
mereka.
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dipaparkan oleh para
tokoh di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif
TGT adalah
suatu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam
kelompok-
kelompok belajar yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan
suku atau ras
yang berbeda menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan
kuis-kuis dan
sistem skor kemajuan individu, dimana para siswa berlomba
sebagai wakil tim
mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya
setara seperti
mereka.
2.2.2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Cooperative Learning
Type
Team Game Tournament (TGT)
Menurut Hamdani (2011: 92) langkah-langkah model
pembelajaran
Cooperative Learning Type Team Game Tournament (TGT)
meliputi.
-
8
a. Penyajian Kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian
kelas.
Biasanya, dilakukan dengan pengajaran langsung atau ceramah dan
diskusi yang
dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini, siswa harus
benar-benar
memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru karena
akan
membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan
pada saat game
karena skor game akan menentukan skor kelompok.
b. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri atas 4 sampai 5 orang siswa yang
anggotanya
heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, ras,
atau etnik. Fungsi
kelompok adalah lebih mendalami kelompok bersama teman
kelompoknya dan
lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja
dengan baik
dan optimal pada saat game.
c. Game
Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk
menguji
pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar
kelompok.
Kebanyakan game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan sederhana
bernomor. Siswa
memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang
sesuai dengan
nomor itu. Siswa yang menjawab benar akan mendapat skor. Skor
ini
dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
d. Turnamen
Turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit
setelah guru
melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar
kerja. Pada
turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja
turnamen. Empat
siswa yang tertinggi prestasinya dikelompokkan pada baris depan,
empat siswa
selanjutnya pada baris belakangnya, begitu seterusnya. Siswa
yang pandai
berkompetisi dengan peserta pandai dari kelompok lainnya,
demikian pula dengan
siswa yang kurang pandai juga berkompetisi dengan siswa yang
kurang pandai
dari kelompok lain. Dengan cara demikian setiap peserta didik
memiliki peluang
sukses sesuai dengan tingkat kemampuannya.
-
8
e. Team Recognize (Penghargaan Kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, dan
masing-masing
kelompok akan mendapat serifikat atau hadiah apabila rata-rata
skor memenuhi
kriteria yang ditentukan.
Tabel 2.1
Peningkatan Perolehan Poin dalam Suatu Kelompok
Peningkatan Penghargaan
40 Poin Good team
45 Poin Great team
50 Poin Super team
(Sumber : Slavin, 1995)
2.2.3. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran
Cooperative
Learning Type Team Game Tournament (TGT)
Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Cooperative
Learning
Type Team Game Tournament (TGT) menurut Slavin (2009: 7) adalah
sebagai
berikut.
a. Kelebihan
1) Mudah divariasikan dengan berbagai media pembelajaran
seperti komik, VCD, teka-teki silang, roda impian, kartu bridge,
scrabble,
dan kartu soal.
2) Meningkatkan rasa percaya diri pada siswa.
3) Meningkatkan kekompakan antar anggota kelompok.
4) Mengeratkan hubungan antar anggota kelompok.
5) Waktu pembelajaran lebih singkat.
6) Keterlibatan siswa lebih optimal.
b. Kekurangan
1) Memerlukan persiapan yang rumit dalam pelaksanaannya.
2) Bila terjadi persaingan yang negatif maka hasilnya akan
buruk.
3) Bila ada siswa yang malas atau ada yang ingin berkuasa dalam
kelompok
maka pembelajaran tidak akan berjalan dengan semestinya.
-
8
4) Adanya siswa yang tidak memanfaatkan waktu sebaik-baiknya
dalam
kelompok belajar akan dapat mengganggu berjalannya proses
pembelajaran.
Tabel 2.2
Sintak Model Pembelajaran TGT (Team Games Turnamen)
Tahapan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Tahap 1
Menyampaikan
tujuan dan
memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua
tujuan pembelajaran secara
umum yang ingin di capai dan
memotivasi siswa belajar
Mendengarkan penjelasan
yang di sampaikan guru
dan mencatat tujuan
Tahap 2
Menyajikan materi
pembelajaran
Guru menyajikan materi
pelajaran secara umum kepada
siswa dengan cara demonstrasi
lewat bahan bacaan / LKS
Memperhatikan
demonstrasi yang di
lakukan guru dan
mempelajari LKS
Tahap 3
Pembentukan
kelompok
heterogen
Guru membagi siswa menjadi
kelompok secara heterogen,
masing-masing kelompok terdiri
dari 4-5 orang
Bergabung dengan
kelompok yang telah di
bagikan oleh guru
Tahap 4
Turnamen
Guru membagi siswa kedalam
beberapa meja turnamen
Masing-masing kelompok
masuk ke meja turnamen
Tahap 5
Evaluasi
Guru membagi soal-soal
tournament kepada masing-
masing kelompok turnamen
Masing-masing kelompok
mengerjakan soal
turnamen dan dalam
mengerjakan soal tidak
boleh saling membantu
Tahap 6
Penghargaan
kelompok
Guru memberikan penghargan
kepada setiap kelompok yang
memiliki poin tinggi
Mendengarkan nama-
nama kelompok yang
berhak mendapatkan
penghargaan.
-
8
2.3. Hasil Belajar
Belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk
mendapatkan
aneka ragam kemampuan, keterampilan, dan sikap. Kemampuan,
keterampilan,
dan sikap tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan
mulai dari masa
bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang
hayat. Belajar
mengacu pada perubahan perilaku atau potensi individu sebagai
hasil dari
pengalaman. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek kognitif
saja tetapi juga
meliputi aspek afektif serta psikomotor. Dari kedua pendapat
tersebut, dapat
disimpulkan bahwa suatu proses belajar akan menghasilkan suatu
hasil belajar.
Pengertian hasil menunjuk pada suatu perolehan akibat
dilakukannya suatu
aktivitas atau proses yang mengakibatkan adanya perubahan yang
dihasilkan. Hal
ini sesuai dengan pendapat Gagne1 bahwa dalam setiap proses akan
selalu
terdapat hasil nyata yang dapat diukur dan dinyatakan sebagai
hasil/prestasi
belajar (achievement) seseorang. Menurut Ws.Winkel (1999:51)
hasil belajar
adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap
dan tingkah
lakunya. Aspek perubahan tersebut mencakup aspek kognitif,
afektif, dan
psikomotorik. Perubahan-perubahan tersebut dapat dicapai melalui
usaha belajar.
Tujuan pembelajaran biasanya dituangkan ke dalam indikator -
indikator.
Pemberian indikator dalam pembelajaran mengacu pada hasil
belajar yang harus
dikuasai siswa. Dalam pencapaian hasil belajar siswa, guru
dituntut untuk
memadukan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor secara
proporsional.
Horward membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan
dan
kebiasaan; (b) pengetahuan dan pengertian; (c) sikap dan
cita-cita. Masing-masing
jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah
ditetapkan dalam
kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima hasil belajar, yakni (a)
informasi
verbal; (b) keterampilan verbal; (c) strategi kognitif; (d)
sikap; dan (e)
keterampilan motoris. Dari kedua pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa
secara garis besar hasil belajar dapat diklasifikasikan menjadi
tiga ranah sesuai
dengan pendapat Bloom yaitu ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Ranah
kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari 6 aspek, yaitu
pengetahuan atau ingatan, hasil belajar, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi.
-
8
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari 5 aspek,
yaitu penerimaan,
jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
Ranah psikomotorik
berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan
bertindak yang
meliputi gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan
perseptual,
keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan, serta gerakan
ekspresif dan
interpretatif.
Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku
pada
individu yang belajar. Proses pembelajaran merupakan sebuah
aktivitas sadar
untuk membuat siswa belajar. Proses sadar tersebut mengandung
implikasi bahwa
pembelajaran merupakan sebuah proses yang direncanakan untuk
mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
Hasil belajar merupakan hasil dari proses yang kompleks. Hal
ini
disebabkan banyak faktor yang terkandung di dalamnya baik yang
berasal dari
faktor internal maupun faktor eksternal.
Menurut Dimyati faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar
adalah:
1. Faktor jasmaniah, seperti kurang berfungsinya organ-organ
perasaan, alat
bicara, gangguan panca indera, cacat tubuh, serta penyakit
menahun (alergi,
asma, dan sebagainya).
2. Faktor psikologis, seperti merasa tidak aman, kurang bisa
menyesuaikan diri,
tercekam rasa takut, serta ketidakmatangan emosi.
3. Faktor kematangan fisik, seperti kurang perhatian dan minat
terhadap pelajaran
sekolah, malas dalam belajar, dan sering bolos atau tidak
mengikuti pelajaran.
Sedangkan faktor eksternal adalah: (a) faktor sosial, terdiri
dari lingkungan
keluarga, sekolah, masyarakat, dan kelompok: (b) faktor budaya,
seperti adat
istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian dan lain-lain;
(c) faktor
lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah, tempat belajar dan
iklim; (d) faktor
lingkungan spiritual dan agama.
Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung atau
tidak langsung
dalam pencapaian hasil belajar. Siswa yang mengalami masalah
belajar perlu
mendapatkan bantuan agar masalahnya tidak berlarut-larut yang
nantinya dapat
mempengaruhi proses perkembangan siswa.
-
8
Menurut Dimyati dan Mudjiono hasil belajar merupakan hasil dari
suatu
interaksi tindak mengajar atau tindak belajar. Hal ini
menggambarkan bahwa hasil
yang dicapai mencakup ketiga ranah hasil belajar (kognitif,
afektif, psikomotorik).
Sedangkan menurut Soedijarto hasil belajar adalah tingkat
penguasaan yang
dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar
sesuai dengan tujuan
pendidikan yang ditetapkan. Aspek yang ditekankan adalah pada
aspek kognitif
yaitu pada penguasaan materi pelajaran. Berdasarkan berbagai
pendapat tersebut,
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah
kemampuan yang
dimiliki oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran
matematika, yang
wujudnya berupa kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Derajat
kemampuan siswa diwujudkan dalam bentuk nilai hasil belajar
matematika.
Menurut Bloom mengungkapkan tiga tujuan pengajaran yang
merupakan
kemampuan seseorang yang harus dicapai dan merupakan hasil
belajar yaitu:
kognitif, afektif dan psikomotorik.
1) Ranah Kognitif
Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan,
kemampuan dan
kemahiran intelektual. Ranah kognitif mencakup kategori
pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application),
analisis
(analysis), penilaian (evaluation), dan menciptakan (creat).
Indikator siswa dalam penelitian ini yang masuk dalam ranah
kognitif
meliputi: (1) mampu menjawab soal dengan benar; (2) kelengkapan
jawaban.
2) Ranah Afektif
Ranah afektif berkaitan dengan perasaan, sikap, minat, dan
nilai. Kategori
tujuan peserta didik afektif adalah penerimaan (receiving),
penanggapan
(responding), penilaian (valuing), pengorganisasian
(organization), dan
pembentukan pola hidup (organization by a value complex)
Indikator siswa dalam penelitian ini yang masuk dalam ranah
afektif meliputi:
(1) sistematika penulisan jawaban (runtut) (2) aktif bertanya
dan
mengemukakan pendapat.
-
8
3) Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotorik berkaitan dengan kemampuan fisik seperti
keterampilan
motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf.
Rincian dalam
domain psikomotorik terdiri dari: persepsi kesiapan (set);
respon terpimpin
(guided response); mekanisme (mechanism); respon tampak yang
kompleks
(complex overt response); penyesuaian (adaptation); Penciptaan
(originality).
Indikator siswa dalam penelitian ini yang masuk dalam ranah
psikomotorik
meliputi: (1) ketepatan waktu pengumpulan (2) mempresentasikan
hasil
kelompok Hasil belajar matematika dapat tercapai secara
proporsional apabila
guru mampu mengembangkan pembelajaran yang melibatkan siswa
secara
aktif dalam kegiatan/aktivitas belajar. Agar guru mampu
menciptakan
pembelajaran yang mengaktifkan siswa, guru perlu memahami
tentang
aktivitas belajar dan jenis - jenisnya.
Hasil belajar dalam penelitian ini diukur dengan memberikan soal
tes
kepada siswa. Tes pada umunya digunakan untuk menilai dan
mengukur hasil
belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan
penguasaan bahan
pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran.
Menurut Sudjana (2014:35) tes sebagai alat penilaian adalah
pertanyaan-
pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban
dari siswa
dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes
tulisan), atau dalam
bentuk perbuatan (tes tindakan).
Ada dua tes yang digunakan dalam mengukur hasil belajar siswa
meliputi:
1. Tes Uraian
Tes uraian atau disebut juga dengan essay examination, merupakan
alat penilaian
hasil belajar yang sudah lama digunakan. Tes uraian terdiri dari
uraian bebas,
uraian terbatas, dan uraian terstruktur. Tes uraian menuntut
kemampuan siswa
dalam hal mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. Hal
itu
merupakan kekuatan atau kelebihan tes esai dari alat penilaian
lainnya.
-
8
Menurut Sudjana (2014:35) kelebihan tes uraian antara lain
adalah:
a. Dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif
tingkat tinggi.
b. Dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun
tulisan,
dengan baik dan benar sesuai kaidah-kaidah bahasa.
c. Dapat melatih kemampuan berpikir teratur atau penalaran,
yakni berpikir
logis, analitis dan sistematis.
d. Mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah (problem
solving).
e. Adanya keuntungan teknis seperti mudah membuat soalnya
sehingga tanpa
memakan waktu yang lama, guru dapat secara langsung melihat
proses
berpikir siswa.
Adapun kelemahan dari tes uraian antara lain sebagai
berikut:
a. Sampel tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak mungkin
dapat semua
bahan yang telah diberikan, tidak seperti pada tes objektif yang
dapat
menanyakan banyak hal melalui sejumlah pertanyaan.
b. Sifatnya sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam
membuat
pertanyaan, maupun dalam cara memeriksanya. Guru bisa saja
bertanya
tentang hal-hal yang menarik baginya, dan jawabannya juga
berdasarkan apa
yang dikehendaki.
c. Tes ini biasanya kurang reliabel, mengungkap aspek yang
terbatas,
pemeriksaannya memerlukan waktu lama sehingga tidak praktis bagi
kelas
yang jumlah siswanya relatif besar.
2. Tes Objektif
Soal-soal bentuk objektif banyak digunakan dalam menilai hasil
belajar.
Hal ini disebabkan antara lain oleh luasnya bahan pelajaran yang
dapat dicakup
dalam tes dan mudahnya menilai jawaban yang diberikan. Beberapa
bentuk tes
objektif, yakni jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan dan
pilihan ganda.
a. Kebaikan dari tes objektif yaitu:
- Soal dapat disusun dengan mudah.
- Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cepat.
- Penilaian dapat dilakukan dapat dilakukan dengan cepat dan
objektif.
-
8
b. Kelemahan dari tes objektif yaitu:
- Kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi.
- Proses berpikir siswa tidak dapat dilihat dengan nyata.
Pada penelitian ini dalam mengukur hasil belajar siswa, guru
memberikan
soal tes yang berbentuk pilihan ganda yaitu dimana siswa
mempunyai tugas untuk
memilih satu jawaban yang benar atau paling tepat. Selain
mengukur hasil belajar
siswa dari ranah kognitif, hasil belajar siswa dapat diukur
melalui ranah
psikomotor dan afektifnya. Untuk mengukur hasil belajar ranah
psikomotorik
dapat diukur melalui tes tindakan (perbuatan). Ada beberapa
bentuk cara
pengukuran untuk menilai hasil belajar ranah psikomotorik.
2.4. KAJIAN PENELITIAN YANG RELEVAN
a. Gatot Prayitno, Suripto, Chamdani (2013) dalam penelitian
yang berjudul
“Penerapan Model Kooperatif Tipe TGT Dalam Peningkatan
Pembelajaran Matematika Siswa Kelas V Sd Negeri 2 Bocor”.
Hasilnya
penelitian menunjukkan bahwa penerapan model TGT dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas V. Hasil
penelitiannya
menunjukkan bahwa penerapan model TGT dapat meningkatkan
hasil
belajar siswa kelas V. Terbukti pada hasil belajar siklus I
persentase
ketuntasan hasil belajar siswa 40% dengan 8 siswa yang mengalami
tuntas
belajar dan 11 siswa atau 60% siswa yang belum tuntas. Pada
siklus II
ketuntasan hasil belajar siswa meningkat menjadi 60% atau 12
siswa sudah
tuntas belajar dan 7 siswa atau 40% siswa yang belum tuntas. Pad
siklus III
ketuntasan hasil belajar siswa meningkat menjadi 85% atau 17
siswa sudah
tuntas belajar dan 2 siswa atau 15% siswa belum tuntas.
b. Iwan Yuni Isetyawati (2014) dengan skripsi yang berjudul
“Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Operasi Hitung
Campuran dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
(teams
games tournament) bagi siswa kelas II SD Negeri Percobaan 3
Pakem”
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penerapan model TGT
dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas II. Terbukti pada hasil
belajar siklus
-
8
I persentase ketuntasan hasil belajar siswa 64% dengan 16 siswa
yang
mengalami tuntas belajar dan 12 siswa atau 36% siswa yang belum
tuntas.
Pada siklus II ketuntasan hasil belajar siswa meningkat menjadi
96% atau 27
siswa sudah tuntas belajar dan 1 siswa atau 4% siswa yang belum
tuntas.
c. Ari Dwi Susyanto (2015) dengan penelitian yang yang berjudul
”Upaya
meningkatkan hasil belajar matematika melalui pembelajaran
Kooperatif
tipe team games tournamen pada siswa kelas V SDN Jembangan
Poncowarno Kebumen” Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
penerapan model TGT dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas
V.
Terbukti pada hasil belajar siklus I persentase ketuntasan hasil
belajar siswa
50% dengan 9 siswa yang mengalami tuntas belajar dan 9 siswa
atau 50%
siswa yang belum tuntas. Pada siklus II ketuntasan hasil belajar
siswa
meningkat menjadi 86% atau 16 siswa sudah tuntas belajar dan 3
siswa atau
14% siswa yang belum tuntas
d. Harjoko (2014) dalam penelitian yang berjudul “Meningkatkan
Hasil
Belajar Matematika melalui Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif
Tipe TGT (Teams Games Tournaments) pada Siswa Kelas V SDN
Kedungjambal 02 Kab. Sukoharjo Tahun Ajaran 2013/2014”.
Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa penerapan model TGT dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas V. Terbukti pada hasil
belajar siklus
I persentase ketuntasan hasil belajar siswa 61% dengan 11 siswa
yang
mengalami tuntas belajar dan siswa atau 39% siswa yang belum
tuntas.
Pada siklus II ketuntasan hasil belajar siswa meningkat menjadi
83% atau 15
siswa sudah tuntas belajar dan 3 siswa atau 17% siswa yang belum
tuntas.
2.5. KERANGKA PIKIR
Pada tahap awal sebelum guru menggunakan model pembelajaran
Cooperative Learning Type Team Game Tournament (TGT) hasil
belajar
matematika siswa kelas V di SDN Margomulyo 01 Kecamatan
Juwana
Kabupaten Pati masih rendah. Dengan adanya hasil belajar
tersebut peneliti
berupaya untuk meningkatkan hasil belajar dengan melakukan
inovasi dengan
menggunakan model-model yang variatif dalam proses pembelajaran
yaitu salah
-
8
satunya dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative
Learning Type
Team Game Tournament (TGT).
Dalam penerapan Model pembelajaran Kooperatif tipe TGT ada
beberapa
tahapan yang perlu ditempuh yaitu:
1) Mengajar
Mempresentasikan atau menyajikam materi, menyampaikan tujuan,
tugas atau
kegiatan yang harus dilakukan siswa dan memberikan motivasi.
2) Bekerja dalam kelompok
Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 orang dengan
kemampuan
akademis, jenis kelamin, dan ras / suku yang berbeda. Setelah
guru
menginformasikan materi dan tujuan pembelajaran, kelompok
diskusi dengan
menggunakan LKS. Dalam kelompok terjadi diskusi untuk memecahkan
masalah
bersama, saling memberikan jawaban dan mengkoreksi jika ada
anggota
kelompok yang salah dalam menjawab
3) Permainan
Permainan diikuti oleh anggota kelompok dari masing-masing
kelompok yang
berbeda. Tujuan dari permainan ini adalah untuk mengetahui
apakah semua
anggota kelompok telah menguasai materi, dimana
pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan berhubungan dengan materi yang telah didiskusikan
dalam kegiatan
kelompok
4) Penghargaan Kelompok
Pemberian penghargaan (rewards) berdasarkan pada rerata yang
diperoleh oleh
kelompok dari permainan.
-
8
Alur kerangka pikir peneliti ini tergambar dalam bagan berikut
ini:
2.6. HIPOTESIS TINDAKAN
Berdasarkan kerangka berpikir tersebut maka hipotesis penelitian
ini
adalah model pembelajaran Cooperative Learning type Team Game
Tournament
(TGT) dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa
kelas V.
HASIL
BELAJAR
MATEMATIKA
RENDAH
HASIL BELAJAR
SISWA
MENINGKAT
METODE
PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE TGT
( TEAM GAMES
TOURNAMENT)
PELAKSANAAN
TGT DALAM
PEMBELAJARAN