BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Ketuban Pecah Dini Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of the Membranes (PROM) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya proses persalinan pada kehamilan aterm. Sedangkan Preterm Premature Rupture of the Membranes (PPROM) adalah pecahnya ketuban pada pasien dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu (Parry and Strauss, 1998; Brian and Mercer, 2003; Mamede dkk., 2012). Pendapat lain menyatakan dalam ukuran pembukaan servik pada kala I, yaitu bila ketuban pecah sebelum pembukaan pada primigravida kurang dari 3 cm dan pada multigravida kurang dari 5 cm. Dalam keadaan normal selaput ketuban pecah dalam proses persalinan (Cunningham, 2010; Soewarto, 2010). 2.2 Epidemiologi Ketuban Pecah Dini Kejadian ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada 10 - 12% dari semua kehamilan. Pada kehamilan aterm insidensinya 6 -1 9%, sedangkan pada kehamilan preterm 2 - 5%. Laporan lain mendapatkan ketuban pecah dini terjadi pada sekitar 6 - 8% wanita sebelum usia kehamilan 37 minggu dan secara langsung mendahului 20 - 50% dari semua kelahiran prematur (Getahun dkk., 2012). Insiden KPD di seluruh dunia bervariasi antara 5 - 10% dan hampir 80% terjadi pada usia kehamilan aterm (Adeniji dkk., 2013; Endale dkk., 2016). 12
100
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Ketuban Pecah Dini€¦ · Laporan lain mendapatkan ketuban pecah dini terjadi pada sekitar 6 - 8% wanita sebelum usia kehamilan 37 minggu dan secara
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of the Membranes
(PROM) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya proses
persalinan pada kehamilan aterm. Sedangkan Preterm Premature Rupture of the
Membranes (PPROM) adalah pecahnya ketuban pada pasien dengan usia
kehamilan kurang dari 37 minggu (Parry and Strauss, 1998; Brian and Mercer,
2003; Mamede dkk., 2012). Pendapat lain menyatakan dalam ukuran pembukaan
servik pada kala I, yaitu bila ketuban pecah sebelum pembukaan pada
primigravida kurang dari 3 cm dan pada multigravida kurang dari 5 cm. Dalam
keadaan normal selaput ketuban pecah dalam proses persalinan (Cunningham,
2010; Soewarto, 2010).
2.2 Epidemiologi Ketuban Pecah Dini
Kejadian ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada 10 - 12% dari semua
kehamilan. Pada kehamilan aterm insidensinya 6 -1 9%, sedangkan pada
kehamilan preterm 2 - 5%. Laporan lain mendapatkan ketuban pecah dini terjadi
pada sekitar 6 - 8% wanita sebelum usia kehamilan 37 minggu dan secara
langsung mendahului 20 - 50% dari semua kelahiran prematur (Getahun dkk.,
2012). Insiden KPD di seluruh dunia bervariasi antara 5 - 10% dan hampir 80%
terjadi pada usia kehamilan aterm (Adeniji dkk., 2013; Endale dkk., 2016).
12
13
Sementara itu, insiden KPD preterm diperkirakan sebesar 3 - 8% (Okeke dkk.,
2014). Dalam keadaan normal, 8 - 10% wanita hamil aterm akan mengalami KPD
dan hanya 1% terjadi pada usia kehamilan preterm (Soewarto, 2010). Prevalensi
dari KPD preterm di dunia adalah 3 - 4,5 % kehamilan (Lee, 2001) dan
merupakan penyumbang dari 6 - 40 % persalinan preterm atau prematuritas
(Furman dkk., 2000). Di China dilaporkan insiden KPD lebih tinggi sekitar
19,53% dari seluruh kehamilan (Yu, 2015), sedangkan di Indonesia berkisar
antara 4,5 - 7,6% (Wiradarma dkk., 2013). Di RSUP Sanglah Denpasar, Suwiyoga
dan Budayasa (2006) melaporkan angka kejadian kasus KPD sebesar 12,92 % di
mana kasus KPD aterm sebesar 83,23% dan KPD preterm sebesar 16,77% dari
2113 persalinan. Budijaya dan Surya (2016) melaporkan kasus Ketuban Pecah
Dini (KPD) di RSUP Sanglah Denpasar sebanyak 212 kasus dari 1450 persalinan
(14,62%). Kejadian persalinan dengan KPD pada usia kehamilan aterm (≥37
minggu) yaitu 179 kasus (84,43%), sedangkan pada preterm sebanyak 33 kasus
(15,57%).
Ketuban pecah dini preterm dikaitkan dengan 30 - 40% kelahiran prematur
dan merupakan penyebab utama kelahiran prematur. Ketuban pecah dini preterm
yang terjadi sebelum usia kehamilan 24 minggu, disebut sebagai KPD preterm
previable, kejadiannya kurang dari 1% kehamilan dan berhubungan dengan
komplikasi yang berat pada ibu ataupun janin (Brian dan Mercer, 2003; Adeniji
dkk.,2013; Endale dkk., 2016). Kasus dengan ketuban pecah dini akan mengalami
persalinan hampir 95% dalam waktu 24 jam (Revathi dkk., 2015; Endale dkk.,
2016; Lorthe dkk., 2016).
14
Morbiditas maternal tertentu telah dilaporkan terkait dengan KPD.
Komplikasi kehamilan yang disebabkan oleh KPD yang diterapi secara
konservatif tampaknya berada pada risiko signifikan untuk terjadinya solusio
plasenta. KPD pada beberapa kasus ditandai dengan perdarahan. Insiden infeksi
intrauterin meningkat dengan mudanya usia kehamilan pada saat pecahnya selaput
ketuban. KPD pada saat usia kehamilan lebih awal dikaitkan dengan infeksi pada
korioamnion. Korioamnionitis telah dilaporkan pada 0,5 - 71% dari kehamilan
dengan KPD. Insiden tertinggi korioamnionitis dikaitkan dengan kecilnya usia
kehamilan dan perode laten yang memanjang (Thombre, 2014).
Periode laten yang memanjang juga meningkatkan risiko untuk naiknya
infeksi pada janin yang prematur dan pada ibunya. Frekuensi dan tingkat
keparahan komplikasi pada ibu dan janin setelah terjadinya ketuban pecah dini
bervariasi tergantung dari usia kehamilan. Terdapat bukti konsisten bahwa usia
kehamilan saat terjadinya ketuban pecah dini dan lamanya periode laten
merupakan penentu kematian perinatal yang penting. Bagaimanapun juga,
terdapat penelitian-penelitian yang bertentangan mengenai keluaran neonatal yang
spesifik jika dikaitkan dengan periode laten (Thombre, 2014).
Pada ketuban pecah dini preterm terjadi risiko baik pada janin maupun
pada ibu. Pada kehamilan preterm angka insiden korioamnionitis sekitar 13 - 60%
dan solusio plasenta terjadi pada 4 - 12% kehamilan dengan ketuban pecah dini.
Keradangan selaput ketuban atau korioamnionitis terjadi pada 9% kehamilan
dengan ketuban pecah dini aterm, risikonya meningkat sampai 24% apabila pecah
ketuban terjadi lebih dari 24 jam. Kematian janin dilaporkan pada 3 - 22% kasus
15
ketuban pecah dini preterm dengan usia kehamilan 16 - 28 minggu. Kejadian
sepsis pada ibu sekitar 0,8% yang menyebabkan kematian 0,14%. Risiko pada
janin dapat terjadi infeksi intrauterin, penekanan tali pusat dan solusio plasenta
Kematian sel terprogram atau apoptosis mempunyai ciri khas berupa
perubahan morfologi sel. Perubahan morfologi termasuk sel yang mengisut,
kondensasi kromatin, dan membran sel yang membentuk tonjolan-tonjolan.
51
Kemudian, sel tersebut akan mengalami fragmentasi yang membentuk pecahan-
pecahan sel atau apoptotic bodies yang berada di sekitar sel tersebut. Fragmen-
fragmen sel tersebut akan cepat difagositosis oleh makrofag sebelum sel pecah
dan menyebabkan kerusakan pada jaringan (Elmore, 2007; Kumar dkk., 2014).
Pada nekrosis, tahapan proses kematian dimulai dari pembengkakan
retikulum endoplasma dan mitokondria. Kemudian, timbul bleb pada permukaan
sel dan diakhiri dengan pecahnya membran plasma, organela, dan isi sel. Pada
apoptosis proses kematian sel dimulai dari kondensasi kromatin, terbentuknya
bleb membran, dan diakhiri dengan fragmentasi dari sel di mana masing-masing
fragmen berisi organela dan terbungkus oleh membran yang utuh dan akan
difagositosis oleh sel sekitarnya atau makropag (Elmore, 2007; Kumar dkk,.
2012).
Secara morfologis, apoptosis ditandai : (1) masih adanya integritas
membran; (2) sel mengkerut karena berkurangnya sitoplasma; (3) kondensasi
nukleus dan fragmentasi sel; (4) terbentuknya badan-badan apoptotik yang
dikenal sebagai nekrosis sekunder. Badan apoptotik ini mengandung ribosom,
mitokondria, dan bahan lain baik dari nukleus maupun sitosol, akan difagositosis
oleh makrofag sehingga tidak menimbulkan inflamasi. Secara biokimiawi,
apoptosis dimulai dengan : (1) pengaktifan berbagai macam protein atau enzim
yang bergantung pada energi ATP; (2) fragmentasi DNA sebelum lisis; (3)
pelepasan sitokrom C dan Apoptosis Inducing Factor (AIF) dari mitokondria ke
sitoplasma; (4) pengaktifan kaskade caspase; (5) perubahan pada asimetri
membran (Elmore, 2007; Hoppins dan Nunnari, 2012; Kumar dkk., 2014).
52
Dengan cara histologi konvensional, tidak selalu mudah untuk
membedakan apoptosis dari nekrosis, dan mereka dapat terjadi secara bersamaan,
tergantung pada faktor-faktor seperti intensitas dan durasi stimulus, tingkat
deplesi ATP dan ketersediaan caspase. Nekrosis merupakan proses yang tidak
terkendali dan pasif yang biasanya mempengaruhi bagian besar sel sedangkan
apoptosis dikendalikan dengan bantuan energi dan dapat mempengaruhi individu
atau kelompok sel. Kerusakan sel nekrotik dimediasi oleh dua mekanisme utama
yaitu gangguan pada pasokan energi dari sel dan kerusakan langsung ke membran
sel (Elmore, 2007).
Apoptosis merupakan suatu mekanisme yang kompleks, melibatkan suatu
kaskade pada tingkat molekuler. Apoptosis tidak memerlukan suatu proses
transkripsi atau translasi. Secara garis besar proses apoptosis dibagi menjadi 4
tahap, yaitu :
1. Adanya sinyal kematian (induksi sinyal apoptosis)
2. Tahap integrasi atau pengaturan (transduksi signal, induksi gen apoptosis)
3. Tahap pelaksanaan apoptosis (fragmentasi DNA, kondensasi kromatin,
penguraian sel)
4. Fagositosis.
Berbagai pemicu intrinsik dan ekstrinsik dapat menginduksi terjadinya
apoptosis, diantaranya stimulus yang menyebabkan cedera sel seperti radiasi dan
radikal bebas (yang menyebabkan kerusakan DNA dan aktivasi p53), aktivasi
intrinsik ( pada saat embriogenesis), withdrawal dari growth factor, ligasi reseptor
53
(FAS dan TNF) atau pelepasan granzyme oleh sel-T sitotoksik. Selanjutnya sinyal
apoptosis dihubungkan dengan pelaksanaan apoptosis oleh tahap integrasi atau
pengaturan. Pada tahap ini terdapat molekul regulator positif atau negatif yang
dapat menghambat, atau memicu apoptosis, sehingga menentukan apakah sel
tetap hidup atau mengalami apoptosis (Elmore, 2007; Hongmei, 2012)
2.7.1 Mekanisme apoptosis
Mekanisme apoptosis merupakan proses yang melibatkan suatu energi
pada kaskade peristiwa molekuler. Proses ini melibatkan sistem signal sel yang
dapat dipicu dari dalam sel maupun dari luar sel. Sampai saat ini, penelitian
menunjukkan bahwa ada dua utama jalur apoptosis, yaitu ekstrinsik atau jalur
reseptor kematian (death receptor pathway), dan jalur intrinsik atau mitokondria
(mitochondrial pathway). Kedua jalur saling terkait dan bahwa molekul dalam
satu jalur dapat mempengaruhi yang lain. Stimulus yang memicu kematian sel
seperti infeksi virus, bakteri, stress sel, dan kerusakan DNA. Faktor stimulus dari
luar seperti TNF, FasL, dan TRAIL. Jalur ekstrinsik dipicu oleh pelepasan
molekul signal yang disebut ligan oleh sel lain yang bukan berasal dari sel yang
akan mengalami apoptosis. Ligan tersebut berikatan dengan reseptor kematian
(death receptor) yang terletak pada membran sel target yang kemudian
menginduksi apoptosis. Sedangkan apoptosis jalur intrinsik diinduksi oleh stress
mitokondria yang disebabkan oleh senyawa kimia atau penurunan dari faktor
pertumbuhan (growth factor), sehingga menyebabkan gangguan pada mitokondria
dan terjadi pelepasan sitokrom C. Bukti terakhir menyebutkan sesungguhnya
54
kedua jalur ini saling terkait dan molekul-molekul pada salah satu jalur dapat
mempengaruhi jalur yang lain (Brenner, 2012; Hongmei, 2012; Ashkenazi dkk.,
2014).
Selain dua jalur utama tersebut, terdapat pula jalur tambahan yang
melibatkan sitotoksisitas yang dimediasi oleh sel T (T-cell mediated cytotoxity)
dan kematian sel yang tergantung perforin-granzyme (perforin-granzyme-
dependent killing of the cell). Jalur perforin-granzyme dapat menginduksi
apoptosis melalui granzyme A atau granzyme B. Jalur ekstrinsik, intrinsik dan
granzyme B akan bertemu di satu titik terminal yang sama, yaitu tahap eksekusi.
Tahap eksekusi dimulai dengan pembelahan caspase-3 dan menyebabkan
fragmentasi DNA, degradasi protein-protein sitoskeletal dan inti sel, cross-linking
protein, pembentukan apoptotic body, ekspresi ligan baru yang memicu
pembentukan reseptor sel fagosit dan akhirnya terjadi fagositosis oleh sel-sel
fagosit. Jalur granzyme A sendiri mengaktivasi suatu jalur berbeda, yang tidak
bergantung pada caspase (caspase independent pathway) (Broker dkk., 2005;
Elmore, 2007; Surova dan Zhivotovsky, 2013).
Apoptosis berlangsung dua tahap yaitu tahap inisiasi, di mana terjadi
pengaktifan caspase secara katalisis dan tahap eksekusi di mana caspase bekerja
aktif menyebabkan kematian sel. Inisiasi apoptosis berasal dari dua jalur yaitu
jalur intrinsik (mitokondria) dan ekstrinsik. Kedua jalur ini, akhirnya bertujuan
untuk mengaktifkan caspase. Jalur ini diinduksi oleh stimulus yang berbeda dan
melibatkan protein yang berbeda, walaupun terdapat beberapa pertemuan jalur
diantaranya (Tait dan Green, 2010; Hongmei, 2012; Kumar dkk., 2014).
55
Mekanisme apoptosis terjadi melalui dua jalur, yaitu caspase dependent
pathway melalui jalur intrinsik yang dipicu oleh kegagalan metabolik mitokondria
atau jalur ekstrinsik yang dipicu oleh reseptor kematian, yaitu kelompok TNF
reseptor. Caspase independent pathway dipicu oleh protein mitokondria seperti
Apoptosis Inducing Factor (AIF) dan Endonuclease G yang keluar dari membran
mitokondria akibat depolarisasi membran luar mitokondria (Van, 2001; Elmore,
2007; Ashkenazi dan Salvesen, 2014).
Gambar 2.5 Jalur pada Apoptosis (Elmore , 2007)
Dua jalur utama apoptosis adalah ekstrinsik dan intrinsik, juga jalur perforin/ granzyme. Masing-masing membutuhkan sinyal pemicu yang spesifik untuk memulai kaskade. Masing-masing jalur akan mengaktivasi caspase inisiatornya dan pada akhirnya akan mengaktifkan caspase eksekutor yaitu caspase-3. Kecuali granzyme A yang bekerja dengan tidak bergantung pada caspase. Jalur eksekusi akan menyebabkan munculnya gambaran khas sitomorfologi sel apoptotik, berupa pengerutan sel, kondensasi kromatin, pembentukan cytoplasmic bleb dan apoptotic bodies, dan pada akhirnya fagositosis apoptotic bodies oleh sel parenkim yang berdekatan, sel neoplastik ataupun makrofag.
56
2.7.2 Caspase dependent apoptosis
Caspase-Dependent apoptosis melalui jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik.
2.7.2.1 Jalur ekstrinsik
Inisiasi atau mekanisme apoptosis melalui jalur ekstrinsik adalah melalui
aktivasi reseptor kematian, terjadi ikatan antara protein sinyal kematian
ekstraseluler seperti TNF α, Fas-Ligand (Fas-L), TNF-related apoptosis including
ligand (TRAIL) dan Apo-3 ligand (Ap0-3L) dengan reseptor permukaan sel
sasaran. Stimulus ekstrinsik yang memicu apoptosis melibatkan interaksi
transmembran yang diperantarai oleh reseptor, berupa death receptor (DR) yang
merupakan bagian dari superfamili gen reseptor tumor necrosis factor (TNF).
Anggota dari famili reseptor TNF memiliki domain ekstraseluler serupa yang
kaya akan sistein, serta memiliki domain sitoplasmik yang terdiri dari 80 asam
amino yang disebut death domain. Death domain berperan untuk menyampaikan
sinyal kematian dari permukaan sel ke dalam jalur intraseluler. Saat ini ligan dan
reseptor kematiannya yang berhubungan adalah diantaranya FasL / FasR, TNF-α,
Apo3L / DR3, Apo2L/ DR4 dan Apo2L/ DR5 (Mac Farlane dan Williams, 2004;
Elmore, 2007; Hongmei, 2012).
Ikatan antara ligan dengan reseptor menyebabkan protein adaptor pada
sitoplasma yang memiliki death domain yang serupa dengan yang terdapat pada
reseptornya direkrut. Ikatan ligan Fas dengan reseptor Fas mengikat protein
adaptor FADD (FAS-Associated Death Domain), sedangkan pengikatan ligan
TNF dengan reseptor TNF akan mengakibatkan pengikatan TRADD (TNFR-
Associated Death Domain) dan rekrutmen FADD, serta RIP (Receptor Interacting
57
Protein). FADD bergabung dengan procaspase-8 melalui dimerisasi domain death
transmembran mitokondria dan pelepasan dua kelompok utama protein
proapoptosis dari ruang intermembran ke dalam sitosol (Elmore, 2007; Martinou
dan Youle, 2011; Hongmei, 2012).
Kelompok pertama protein proapoptosis terdiri dari sitokrom C, Smac /
DIABLO, dan protease serine HtrA2 / Omi. Protein-protein proapoptosis ini akan
mengaktivasi jalur mitokodria yang bersifat caspase dependent. Sitokrom C yang
dilepaskan melalui membran mitokondria berikatan dan mengaktivasi Apaf-1
membentuk oligomer Apaf-sitokrom C. Oligomer ini terdiri dari 7 molekul Apaf-
1-sitokrom C membentuk apoptosom yang berfungsi untuk mengaktifkan
procaspase-9. Aktivasi caspase-9 terjadi setelah caspase-9 melalui domain CARD
(Caspase Activation and Recruitment Domain) dan berikatan pada molekul Apaf-
1 dari komplek apoptosome. Selanjutnya caspase-9 yang aktif akan membentuk
holoenzim yang mengaktifkan caspase eksekusioner yaitu caspase-3 dan caspase-
7 untuk mengeksekusi apoptosis atau kematian sel. Smac/ DIABLO dan HtrA2/
Omi menyebabkan apoptosis dengan cara menghambat aktivitas IAP (inhibitors
59
of apoptosis proteins) (Elmore, 2007; Parsons dan Green, 2010; Vaux dkk.,
2011).
Kelompok kedua protein proapoptosis yang dilepaskan selama apoptosis
oleh mitokondria adalah AIF, endonuclease G dan CAD (caspase activated DNA
ase). Kerja AIF maupun endonuclease G bersifat caspase independent, di mana
AIF mengalami translokasi ke dalam nukleus dan menyebabkan fragmentasi DNA
dan kondensasi kromatin. Terbentuknya kondensasi nukleus ini disebut sebagai
kondensasi tingkat I. Endonuclease G adalah enzim yang berperan dalam
apoptosis yang tidak tergantung pada caspase. Endonuclease G yang dilepaskan
oleh mitokondria mengalami translokasi ke dalam nukleus menyebabkan
degradasi kromatin nukleus menghasilkan fragmen DNA oligonukleosomal. CAD
dilepaskan dari mitokondria dan mengalami translokasi ke nukleus, yang
sebelumnya dipecah oleh caspase-3, menyebabkan kondensasi kromatin
oligonukleosomal. Kondensasi kromatin ini disebut sebagai kondensasi tingkat II
(Elmore, 2007; Parsons dan Green, 2010; Vaux dkk., 2011).
Pelepasan protein intermembran tersebut diatas diatur oleh protein-protein
famili Bcl-2. Bukti terakhir menyebutkan bahwa protein yang bersifat
proapoptosis dari famili ini menyebabkan peningkatan permeabilitas membran
mitokondria tanpa menyebabkan kerusakan membran itu sendiri. Mekanisme
kerja lain protein famili Bcl-2 pada mitokondria adalah dengan mempengaruhi
kadar Ca2+ yang dapat dilepaskan oleh retikulum endoplasma sehingga kadar
Ca2+ dilepaskan dalam jumlah yang banyak untuk memenuhi mitokondria
sehingga terjadi pecahnya membran mitokondria dan terlepasnya protein
60
intermembran (Donovan dan Cotter, 2004; Elmore, 2007; Giorgi dkk., 2012).
Mekanisme apoptosis jalur intrinsik juga disebut mitochondrial pathway
karena dikaitkan dengan pelepasan protein sitokrom C dan protein lain dari ruang
antar membran mitokondria ke dalam sitoplasma sebagai akibat dari aktivasi
anggota famili protein proapoptosis Bcl-2 yang merupakan regulator
permeabilitas membran luar mitokondria. Jalur apoptosis intrinsik didominasi
oleh famili protein Bcl-2, yang terbagi menjadi tiga kelas: protein pro survival
seperti Bcl-2, Bcl-XL; protein pro-apoptosis seperti Bax, Bak, dan Bcl-X1; protein
pro-apoptosis BH3-only seperti Bid, Bad, Noxa, Puma (p53-up-regulated
modulator of apoptosis), p53AIP1 (Parsons dan Green, 2010; Galluzzi dkk.,2012;
Hoppins dan Nunnari, 2012;).
Gambar 2.7 Skema Representasi Apoptosis (Marzban dkk., 2013) Pada apoptosis secara umum terbagi menjadi ekstrinsik dan jalur intrinsik. Reseptor kematian (seperti FAS) yang terlibat dalam jalur ekstrinsik, yang kemudian dapat mengaktifkan caspase - 8. Caspase - 8 mengaktifkan caspase - 3 dalam dua cara terpisah ( aktivasi langsung atau aktivasi melalui caspase - 9 ). Sinyal stres dan kerusakan DNA memicu jalur intrinsik apoptosis melalui mitokondria. Apoptosis intrinsik (mitokondria apoptosis ) dibagi ke jalur caspase - dependent atau caspase – independent.
61
Jalur intrinsik diawali oleh peningkatan permeabilitas mitokondria, dan
pelepasan molekul proapoptosis (death inducers) ke dalam sitoplasma tanpa
pengaruh dari reseptor kematian (Elmore, 2007; Kumar dkk., 2012). Growth
factor akan merangsang produksi protein antiapoptosis (protein Bcl-2). Protein ini
berada di mitokondria dan sitoplasma, dan pada saat sel terpapar stres, protein
Bcl-2 dan Bcl-x keluar dari mitokondria dan digantikan oleh protein proapoptosis
seperti Bax, Bak, Bim. Saat kadar Bcl-2/Bcl-x menurun, permeabilitas membran
mitokondria meningkat (Parsons dan Green, 2010; Hongmei, 2012; Sinha dkk.,
2013).
Gambar 2.8 Jalur Intrinsik Apotosis (Riedl dan Shi, 2004)
62
Pemicu apoptosis melalui jalur intrinsik adalah sel stres yang merusak
fungsi mitokondria dan retikulum endoplasmik, akibatnya membran mitokondria
mengalami depolarisasi dan sitokrom C akan keluar ke sitoplasma melalui suatu
pori yang disebut Mitochondrial Permeability Transition Pore (MPTP) (Wang
dan Youle, 2009; Parsons dan Green, 2010; Galluzzi dkk., 2012).
Gambar 2.9 Jalur Caspase Dependent dan Caspase Independent Intrinsik Apoptosis (Galluzzi dkk., 2012)
Selain sel stres, glucocorticoid, radiasi, kekurangan makanan, infeksi
virus, dan hipoksia juga menjadi faktor pencetus. Pada sel yang sehat dijumpai
ekspresi protein Bcl-2 pada permukaan membran luar mitokondria. Bcl-2
berbatasan dengan protein Apoptotic Protease Activating Factor-1 (Apaf-1).
Kerusakan dalam sel menyebabkan Bcl-2 melepaskan Apaf-1 dan selanjutnya
63
membuka MPTP yang melepaskan sitokrom C ke dalam sitosol. Sitokrom C dan
Apaf-1 akan mengikat molekul caspase-9. Hasil kompleks sitokrom C, Apaf-1,
caspase-9, dan ATP disebut apoptosom dan mengaktifkan caspase-3. Rangkaian
aktivasi dari caspase ini akan membuat protein dalam sitoplasma dan DNA
kromosom mengalami degradasi (Garrido dkk., 2006; Elmore, 2007; Sinha dkk.,
2013).
Protein p53 berperan baik pada jalur ekstrinsik maupun jalur intrinsik dari
mekanisme apoptosis. Reseptor kematian sel pada membran plasma seperti Fas,
DR4, dan DR5 diatur oleh p53 melalui jalur ekstrinsik. Protein 53 menginduksi
caspase-8 yang mengaktifkan Bid. Bid memasuki membran mitokondria, yang
selanjutnya mengaktifkan Bax dan Bak. Bax dan Bak menstimulasi pembentukan
apoptosom dalam mitokondria. Protein p53 mengatur mekanisme jalur intrinsik
apoptotik melalui induksi langsung keluarga Bcl-2 seperti Bax, PUMA (p53-
upregulated modulator of apoptosis), dan Noxa, yang terletak pada membran
mitokondria dan menstimulasi pelepasan sitokrom C dan mengaktifkan jalur
caspase. Pada sel yang mengalami stres karena rusaknya DNA, maka kadar p53
dalam sel akan naik dan teraktivasi. Protein p53 yang terlepas dari MDM-2
merupakan faktor transkripsi gen target seperti gen penyandi p21 yang berfungsi
menahan siklus sel, untuk mereparasi DNA sel yang rusak (Chipuk dkk., 2004;
Garrido dkk., 2006; Westphal dkk., 2011). Dengan demikian, p53 dalam
mekanisme transaktivasi memerlukan kerjasama banyak protein yang secara
bersama-sama menimbulkan efek pada mekanisme apoptosis (Hemann dan
Lowe, 2006; Elmore, 2007;Vaseva dkk., 2012)
64
2.7.3 Caspase independent apoptosis
Mekanisme apoptosis yang melalui jalur caspase independent ini tidak
membutuhkan perantara caspase, dan mempunyai mekanisme tersendiri menuju
kematian sel. Apoptosis pada jalur caspase independent ini yang berperan adalah
molekul protein proapotosis mitokondria, yaitu Apoptosis Inducing Factor (AIF)
dan Endonuclease G (Arnoult dkk., 2003; Elmore, 2007).
Mitokondria berperan penting dalam proses apoptosis, memiliki beberapa
jenis protein lainnya untuk mencetuskan apoptosis antara lain HtrA2/Omi dan
second mitochondrial activator of caspases (SMAC). Mitokondria juga
mempunyai protein untuk mendukung pengaruh faktor survival yang berfungsi
menghentikan proses apoptosis, yaitu Inhibitors of Apoptosis Protein (IAP seperti
celluar IAP-1, cIAP-2, X-chromosome-linked IAP (XIAP). HtrA2/Omi dan Smac
menghentikan aktifitas IAP dan mendukung terjadinya apoptosis. Bcl-2 dan Bcl-
XL adalah onkoprotein yang bersifat antiapoptosis. Bcl-2 mampu memblokir
mobilisasi AIF melalui membran mitokondria dan juga berperan besar pada jalur
ekstrinsik dan intrinsik. Smac dan Htr2A/Omi memblokir kerja IAP menghambat
kerja XIAP sehingga mendukung terjadinya apoptosis. Hal ini menunjukkan
bahwa mitokondria merupakan salah satu pusat penentu hidup sel (Desagher dan
Martinou, 2000; Shiozaki dan Shi, 2004; Brenner, 2012).
Pada jalur apoptosis melalui caspase independent, bila sel mendapat
rangsangan apoptosis, maka AIF dan endonuclease G bertranslokasi dari
mitokondria ke nukleus dan mengakibatkan fragmentasi DNA. Protein Bcl-2
menghambat permeabilitas membran mitokondria. Apabila Bcl-2 diinhibisi maka,
65
pori membran mitokondria akan terbuka dan AIF bisa keluar (Cande dkk., 2002;
Damien dan Brigitte, 2003; Elmore, 2007).
Gambar 2.10 Jalur Caspase Independent Apoptosis (Cande dkk., 2002)
2.7.4 Tahap eksekusi
Mekanisme apoptosis yang melalui jalur intrinsik dan ekstrinsik keduanya
berakhir pada tahap eksekusi. Jalur intrinsik akan mengaktifkan inisiator caspase-
9, dan jalur reseptor kematian mengaktifasi inisiator caspase-8 dan caspase-10.
Caspase eksekusi mengaktifkan sitoplasmik, yang akan mengurai material
nukleus dan protease yang mengurai protein sitoskeletal dan nukleus. Caspase-3,
caspase-6 dan caspase-7 berfungsi sebagai caspase eksekutor, membelah berbagai
substrat termasuk sitokeratin, PARP, protein nuklear NUMA dan lain-lain, yang
66
menyebabkan perubahan morfologi dan biokimia seperti yang diamati pada sel
yang mengalami apoptosis (Fan dkk., 2005; Elmore, 2007; Brentnall dkk., 2013).
Caspase-3 disebut sebagai caspase eksekutor yang paling penting,
diaktifkan oleh caspase inisiator (caspase-8, caspase-9, caspase-10). Caspase-3
secara spesifik mengaktifkan endonuclease CAD. Pada sel yang sedang
berproliferasi CAD membentuk kompleks dengan inhibitornya, ICAD. Pada sel
yang mengalami apoptosis, caspase-3 yang telah teraktivasi membelah ICAD
sehingga melepaskan CAD, yang akan menguraikan kromosom DNA di dalam
nukleus dan menyebabkan kondensasi kromatin. Caspase-3 juga memicu
reorganisasi sitoskeletal dan disintegrasi sel membentuk apoptotic bodies. Proses
fagositosis merupakan tahap terakhir dari apoptosis. Asimetrisitas fosfolipid dan
eksternalisasi fosfatidilserin pada permukaan sel yang mengalami apoptosis
merupakan penanda fase ini. Adanya fosfatidilserin pada permukaan sel apoptosis
memfasilitasi proses pengenalan fagositosis noninflamatorik dan berikutnya
terjadi proses fagositosis oleh sel fagosit (Fan dkk., 2005; Elmore, 2007; Brentnall
dkk., 2013).
Hubungan jalur intrinsik dengan jalur ekstrinsik dapat dilihat pada gambar
2.11. Homodimer proapoptotis Bax yang dibentuk pada membran luar
mitokondria diperlukan untuk membentuk saluran yang meningkatkan
permeabilitas membran mitokondria dan melepaskan aktivator caspase, seperti
sitokrom C dan SMAC (Secondary Mitochondrial Activator of Caspase) (Elmore,
2007; Hongmei, 2012; Kumar dkk., 2014)
67
Gambar 2.11 Hubungan antara inisiasi apoptosis alur ekstrinsik dengan jalur intrinsik (Kumar dkk., 2014)
2.7.5 Jalur perforin / granzyme
Jalur apoptosis ini melibatkan perforin/granzym-A atau B yang dilepaskan
oleh sel T sitotoksik dan sel NK. T-cell mediated cytotoxicity merupakan varian
dari hipersensitivitas tipe IV di mana sel CD8+ membunuh sel-sel yang
mengandung antigen. Limfosit T sitotoksik mampu membunuh sel target melalui
jalur ekstrinsik dan interaksi FasL/ FasR merupakan metode yang utama pada
proses apoptosis yang diperantarai oleh limfosit T sitotoksik ini. Namun efek
sitotoksik terhadap sel tumor dan sel yang terinfeksi virus juga dapat terjadi
melalui jalur lain yang melibatkan sekresi molekul perforin transmembran yang
bersifat pore forming dan selanjutnya pelepasan granul sitoplasma melalui pori
yang terbentuk, menuju ke target sel. Protease serin granzyme A dan granzyme B
68
adalah komponen terpenting di dalam granul-granul tersebut (Susin dkk., 2000;
Elmore, 2007).
Granzyme B akan memecah protein pada residu aspartat dan kemudian
akan mengaktifkan pro caspase-10 yang akan memecah faktor-faktor seperti
ICAD (Inhibitor of Caspase Activated DNAse). Laporan lain menyebutkan dapat
menggunakan jalur mitokondrial untuk mengamplifikasi sinyal apoptosis dengan
secara spesifik memecah Bid dan menginduksi pelepasan sitokrom C. Granzyme
B dapat pula secara langsung mengaktivasi caspase-3. Kerja granzyme B melalui
jalur mitokondria dan juga aktivasi langsung caspase-3 adalah hal penting dalam
proses kematian sel yang diinduksi oleh granzyme B. Granzym B juga dapat
memecah ICAD yang berperan dalam fragmentasi DNA, juga dapat mengaktifkan
apoptosis jalur intrinsik dengan memicu pelepasan sitokrom C dan memecah bid
menjadi tBid (Elmore, 20007).
Granzyme A juga penting dalam proses apoptosis oleh sel T sitotoksik
dan mengaktifkan jalur caspase independent. Granzym A muncul sebagai respon
adanya stress oksidatif pada sel, juga dipicu oleh adanya infeksi virus atau bakteri
intrasel. Di dalam sel granzyme A menyebabkan fragmentasi DNA melalui
DNAse NM23-H1, suatu produk dari gen tumor supresor. DNAse ini memiliki
peranan penting dalam immune surveillance untuk mencegah kanker melalui
induksi apoptosis pada sel tumor. Nukleosome yang menyusun protein SET
secara fisiologis menghambat gen NM23-H1. Granzyme A protease memecah
kompleks SET yang kemudian meyebabkan inhibisi NM23-H1, dengan hasil
berupa degradasi DNA. Sebagai tambahan, selain menghambat NM23-H1,
kompleks SET memiliki fungsi penting dalam struktur kromatin dan perbaikan
DNA. Protein-protein yang menyusun kompleks SET (SET, Ape1, pp32 dan
HMG2) nampaknya bekerja bersama-sama untuk mempertahankan struktur
kromatin dan DNA. Sehingga inaktivasi kompleks ini oleh granzyme A akan
69
berperan pada terjadinya apoptosis dengan menghambat usaha mempertahankan
integritas struktur kromatin dan DNA (Susin dkk., 2000; Elmore, 2007)
2.8 Protein B cell lymphoma-2 (Bcl-2)
Protein Bcl-2 merupakan akronim dari B-cell lymphoma/leukemia-2 dan
protein kedua dari berbagai protein yang ditemukan pada limfoma. Gen ini terlibat
dalam keganasan sel-B, di mana terjadi translokasi kromosomal yang kemudian
mengaktifkan sebagian besar gen pada non-Hodgkin’s sel-B limfoma folikuler.
Gen Bcl-2 pertama ditemukan karena lokasinya didaerah translokasi antara
kromosom 14 dan 18 dan terdapat pada sebagian besar limfoma follikuler. Pada
translokasi itu, gen Bcl-2 berpindah dari lokasi kromosom normalnya di 18q21 ke
lokus 14q32 yang merupakan jajaran dengan elemen penguat pada rantai berat
immunoglobulin (IgH), hal tersebut kemudian menyebabkan pengaturan kembali
dari translokasi gen Bcl-2 dan produksi berlebihan dari mRNA Bcl-2 serta protein
– protein yang dikodekannya. Protein Bcl-2 merupakan membran protein yang
memiliki berat molekul 26 kDa terletak pada bagian sitosolik dari nukleus,
retikulum endoplasma dan bagian luar membran mitokondria (Kowaltowski dan
Vercesi, 2000; Kuwana dan Newmeyer, 2003; Martinou dan Youle, 2011)
Protein keluarga Bcl-2 meliputi antiapoptosis dan proapoptosis. Bcl-2
merupakan salah satu anggota famili protein Bcl-2 yang dapat dibedakan menjadi
3 subkelompok. Subkelompok pertama (1) bersifat anti-apoptosis terdiri dari Bcl-
2, Bcl-XL, Bcl-w, Mcl-1, A1/Bfl1, Boo/Diva dan Nrf3. Protein subkelompok ini
mencegah kematian sel dengan mengikat anggota famili Bcl-2 dari subkelompok
yang lain. Subkelompok kedua (2) bersifat proapoptosis terdiri dari Bax, Bak dan
70
Bok/Mtd. Aktivitas dari anggota subkelompok ini dapat menstimulasi pelepasan
sitokrom C dari membran mitokondria. Subkelompok ketiga (3) yang bersifat
proapoptosis, terdiri dari Bid, Bad, Bim, Bik/Nbk Blk, Hrk, Bnip3, Nix, Noxa,
dan Puma. Protein subkelompok ini mendorong kematian sel sebagai protein
adaptor yang terikat pada jalur upstream untuk memutuskan berlangsungnya
program apoptosis (Kuwana dan Newmeyer, 2003; Martinou dan Youle, 2011).
Protein keluarga Bcl-2 memiliki Bcl-2 homology (BH) domain. Pada
struktur protein ini anggotanya ada yang anti-apoptotik, yaitu Bcl-2, Bcl-xL, Bcl-
W, Mcl-1, dan A1 (memiliki domain BH1, BH2, BH3, dan BH4) dan yang pro-
apoptotik, yaitu Bax, Bak, dan Bok (memiliki domain BH1, BH2, dan BH3) ;
serta Bad, Bid, Bim, dan Bik (hanya memiliki BH3 domain saja) yang disebut :
BH3-only proteins. Kompleks dari domain BH3 seperti Bax, Bid (tBid), dan Bad
menfasilitasi pelepasan sitokrom C melalui kapasitas pembentukan pori oleh
BH3-only proteins yang berdimerisasi. Protein-protein pro-survival seperti Bcl-2,
Bcl-xl, dan mcl-1 mampu mencegah keluarnya protein mitokondria, seperti
sitokrom C, endonuclease G, dan AIF melalui pori tersebut (Kowaltowski dan
Vercesi, 2000; Martinou dan Youle, 2011).
Protein Bcl-2 mensupresi apoptosis dengan berikatan dan menghambat
bagian CED-4 dari aktivator caspase. Bcl-2 bekerja mencegah kematian sel
dengan proses yang berkaitan dengan mitokondria, membran nukleus, retikulum
endoplasma yang memiliki fungsi oksidasi reduksi yang berdampak pada
pembentukan radikal bebas. Bcl-2 yang menurun akan meningkatkan aktivitas
caspase melalui terbentuknya metabolitnya pro caspase- 9 dan 3 dan selanjutnya
71
mengkatalisasi terjadinya apoptosis sel setelah mengakibatkan fragmentasi DNA
(Tsujimoto, 2003; Rastogi dkk., 2009).
Gambar 2.12 Keluarga protein BCL-2 dibagi menjadi tiga kelompok seperti protein keluarga BCL-2 multidomain pro-apoptotik, BAK, dan BAX; Protein keluarga multi-domain anti-apoptosis BCL-2, termasuk BCL-2, BCLXL, BCLW, BCLB, MCL1 dan A1; Dan protein keluarga BCL-2 pro-apoptotik BH3-only, termasuk BIM, PUMA, BID, BAD, NOXA, BIK, BMF, dan HRK (Dai dkk., 2016)
Protein-protein Bcl-2 bertranslokasi ke membran mitokondria dan
memodulasi apoptosis dengan meningkatkan permeabilitas membran dalam dan
membran luar mitokondria sehingga berakibat lepasnya sitokrom C. Sebagian
besar protein Bcl-2 mampu berinteraksi secara fisik, membentuk
homodimer/heterodimer, dan berfungsi mengatur apoptosis. Selain itu Bcl-xl
mengikat dan menginaktivasi Apaf-1, sementara anggota-anggota yang
proapoptosis dapat menggeser Bcl-xl dari ikatannya dengan Apaf-1 yang
memungkinkannya mengaktivasi caspase-9. Protein Bcl-2 dapat menghambat
kerja Bax/Bak dengan membentuk heterodimer yang menginaktivasi mereka, dan
72
juga dapat berikatan dengan voltage-dependent anion channel (VDAC) pada
membran luar mitokondria dan menstabilkannya, sehingga mencegah
permeabilitas membran luar mitokondria. Molekul-molekul antiapoptosis ini juga
membentuk homodimer dan saluran-saluran ion kecil (Tsujimoto, 2003; Rastogi
dkk., 2009; Dewson dan Kluck, 2009).
Kelompok Bcl-2 antiapoptosis seperti Bcl-2 dan Bcl-xl bekerja dengan
mengikat protein proapoptosis Bax homodimer dan heterodimer, meniadakan
aktivitasnya membentuk pori pada permukaan mitokondria dan mencegah
lepasnya sitokrom C dari mitokondria. Ketidakseimbangan rasio Bax/Bcl-2
sehingga Bax berhasil membentuk homodimer akan menyebabkan lepasnya
sitokrom C dari mitokondria. Selanjutnya sitokrom C akan mengaktifkan Apaf-1
yang memerlukan dua ko-faktor yaitu : ATP dan sitokrom C. Sitokrom C yang
telah keluar dari ruang intermembran mitokondria masuk ke dalam sitoplasma,
akan terikat dengan Apaf-1 yang selanjutnya akan menyebabkan kaskade caspase
sampai terjadi apoptosis (Van dan Huang, 2006; Rastogi dkk.,2009; Martinou dan
Youle, 2011).
Sitokrom C akan berinteraksi dengan apoptotic protease-activating factor-
1 (Apaf-1), ATP/dATP, dan caspase-9, dengan membentuk badan yang disebut
apoptosom. Apoptosom ini bertindak sebagai aktivator pada inisiator caspase.
caspase-9 bentuk aktif ini kemudian mengaktifkan caspase-3, caspase-6, dan
caspase-7 yang menyebabkan program kematian sel melalui proses-proses
proteolitik berbagai target (Shiozaki dkk., 2004; Fan dkk., 2005; Parson dan
Green, 2010).
73
Protein Bcl-2 dapat memperpanjang kehidupan sel dan memiliki
kemampuan untuk memblok kematian sel terprogram (programmed cell death).
Pada banyak kasus yang diperiksa, Bcl-2 terlihat secara relatif memblok kejadian-
kejadian awal yang berkaitan dengan kematian sel apoptosis, di mana
karakteristik perubahan morfologi seperti sel yang menciut, kondensasi kromatin,
dan fragmentasi nukleus serta degradasi DNA terlihat berkurang (Elmore, 2007;
Martinou dan Youle, 2011).
2.9 Caspase-3
Caspase (cysteine aspartate-specific protease), merupakan kelompok
enzim protease sistein yang berperan penting dalam kematian sel secara apoptosis.
Caspase termasuk keluarga protease interleukin-1β-converting enzyme, yang
sangat mirip dengan protein kematian dari sel Caenorhabditis elegans (CED-3).
Caspase berperan penting dalam proses apoptosis, nekrosis, dan inflamasi yang
kegagalannya dapat meyebabkan tumor atau penyakit autoimun. Di dalam sel,
caspase diekspresikan dalam bentuk zimogen yang tidak aktif dan menjadi aktif
melalui proses proteolitik bila di dalam substrat terdapat residu aspartat. Beberapa
anggota caspase ini tidak terlibat dalam apoptosis, namun lebih berperan dalam
proses yang memerantarai sitokin (Fan dkk., 2005; Brentnall dkk., 2013).
Caspase berperan utama pada mekanisme apoptosis yang diperlukan untuk
perkembangan dan homeostasis jaringan. Semua caspase tersusun atas prodomain
dan enzymatic domain. Heterogenitas diantara protease disebabkan karena
perbedaan struktur predomain dan diduga sebagai daerah yang menyebabkan
74
perbedaan fungsi masing-masing caspase. Setiap caspase adalah cysteine
aspartase dengan sisi aktifnya nukleofilik cysteine untuk pemecahan ikatan
peptida asam aspartat dalam protein. Caspase disintesis dalam bentuk prekursor
inaktif yang disebut procaspase. Proses proteolitik procaspase menghasilkan
enzim caspase tetramerik yang aktif (Fan dkk., 2005; Ting dan Li, 2005; Brentnall
dkk., 2013).
Struktur caspase secara fungsional merupakan unit homodimer, setiap
monomer mempunyai subunit besar (17-21 kDa) dan subunit kecil (10-13 k Da)
(Tait dan Green, 2008). Caspase dibedakan menjadi dua kelompok fungsional
yaitu caspase inisiator dan caspase eksekusioner. Caspase memiliki tiga domain
yaitu ujung amino terminal, domain besar dan domain kecil. Ujung amino
terminal berperan dalam mengatur aktivitas enzim, domain besar disebut juga
caspase inisiator (caspase-2, 8, 9, dan 10) berperan sebagai inisiator (pemicu)
apoptosis yang terdiri lebih dari 100 asam amino. Sedangkan domain kecil atau
caspase eksekutor (caspase-3, 6, dan 7) berperan sebagai efektor atau eksekutor
apoptosis, yang terlibat langsung dalam kematian sel (Riedl dkk., 2004; Ting dan
Li, 2005; Brentnall dkk., 2013).
Sampai sekarang telah diketahui sebanyak 14 caspase, merupakan protease
dengan kandungan sistein asam asetat (Brentnall dkk., 2013). Caspase terdapat di
setiap sel sebagai prekursor tidak aktif yang disebut procaspase. Bagian N-
terminal dari procaspase mengandung struktur yang sangat bervariasi yang
diperlukan untuk aktivasi caspase. Semua anggota caspase mampu mengaktivasi
dirinya sendiri untuk memicu signal apoptosis yang diikuti oleh kematian sel.
75
Aktivasi satu caspase dapat mengaktivasi caspase lainnya untuk menghasilkan
suatu heterodimer dengan sebuah subunit besar dan sebuah subunit kecil, serta
dua heterodimer membentuk suatu enzim aktif heterotetramer (kaskade caspase)
(Riedl dkk., 2004; Ting dan Li, 2005; Brentnall dkk., 2013).
Aktivasi caspase terjadi ketika ketiga domain mengalami pemotongan
residu asam aspartat yang menghilangkan domain amino terminal sehingga terjadi
penggabungan domain besar dan domain kecil yang membentuk heterodimer
kemudian diikuti oleh proses proteolitik. Dua heterodimer kemudian bergabung
menjadi tetramer yang merupakan bentuk aktif dari caspase (Fan dkk., 2005;
Shiozaki dkk., 2004).
Protein caspase-3 adalah anggota dari keluarga caspase. Aktivasi dari
sekuensial caspase berperan penting pada fase eksekusi dari apoptosis sel.
Caspase terdapat sebagai pro-enzim inaktif yang mengalami proses proteolitik
pada residu aspartat yang disimpan menghasilkan dua sub unit, besar dan kecil,
yang mengalami dimerisasi untuk membentuk enzim aktif. Protein ini memecah
dan mengaktifkan caspase-6 dan 7. Protein itu sendiri diproses dan diaktifkan oleh
caspase-8, 9 dan 10. Caspase-3 diaktifkan di dalam sel jalur ekstrinsik dan
intrinsik (mitrokondia). Sebagai caspase eksekutor, zymogen caspase-3 tidak
mempunyai aktivitas sampai dipecah oleh caspase inisiator setelah ada sinyal
apoptosis. Salah satu sinyal tersebut adalah terdapatnya granzym B yang dapat
mengaktivasi caspase inisiator kepada sel yang menjadi target apoptosis oleh sel T
killer. Aktivasi ekstrinsik ini akan memicu rangkaian caspase dari jalur apoptosis
76
di mana caspase-3 berperan penting di dalamnya (Fan dkk., 2005; Broker dkk.,
2005; Brentnall dkk., 2013).
Tabel 2.1 Pengelompokan Keluarga Caspase (Yuan dan Ding, 2002).
inhibitor of caspase activated deoxyribonuclease (ICAD), dan lain-lain. Caspase-
6 dan caspase-7 sangat homolog dengan caspase-3. Procaspase-6 dapat diaktifkan
oleh caspase-3 tetapi bukan Gran-B. Caspase-6 juga dapat mengaktifkan
77
procaspase-3 melalui suatu jalur umpan balik positif. Substrat caspase-6 meliputi
PARP, lamin, dan procaspase-3. Procaspase-7 yang substratnya meliputi PARP,
procaspase-6, dan steroid response element-binding protein dapat diaktifkan oleh
Gran B (Yuan dan Ding, 2002; Fan dkk., 2005; Brentnall dkk., 2013)
Gambar 2.13 Struktur Caspase-3 (Pollard dkk., 2008)
A. Caspase-3 mempunyai komponan subunit besar (warna biru) dan subunit kecil (warna kuning) serta bagian kecil dari prodomain (warna abu-abu). B. Struktur 3-D caspase-3 menunjukan residu katalisis terutama berasal dari subunit besar (warna biru). Subunit kecil (warna kuning) membentuk suatu tudung yang membatasi akses ke lokasi yang aktif. Struktur ruang kosong (warna merah) menunjukkan suatu peptida inhibitor yang terikat secara kovalen pada lokasi yang aktif.
B A
78
Apoptosis yang dimediasi oleh caspase, dibagi menjadi dua jalur yaitu
jalur reseptor kematian dan jalur mitokondria. Pada jalur reseptor kematian,
protein yang bertindak sebagai reseptor adalah kelompok tumor necrosis factor
receptor (TNF-R) yang meliputi CD95 (APO-1/Fas), TNF-R1, DR4 (TRAIL-R1)
dan DR5 (TRAIL-R2). Reseptor-reseptor di atas berikatan dengan ligan yang
sesuai seperti CD95-L (APO-1-L/Fas-L), TNF-α, dan TNF related apoptosis-
inducing ligand (TRAIL). Ikatan antara reseptor dan ligan bisa bergantung atau
tidak bergantung pada protein p53. Rangsangan ligan terhadap reseptor
menyebabkan trimerisasi dan menginduksi pembentukan death-inducing
signaling complex (DISC) yang mengandung adaptor sitoplasma spesifik dan
caspase-8 (Susin dkk., 2000; Fan dkk., 2005; Elmore, 2007).
Gambar 2.14 Skema Aktivasi Caspase-3 dan Caspase Eksekutor Lainnya (Fan dkk., 2005)
79
Beberapa protein adaptor misalnya Fas-associated death domain (FADD)
berikatan dengan reseptor CD95 dan DR4/5, sedangkan TNF-R-associated death
domain (TRADD) berasosiasi dengan TNF-R1. Protein adaptor FADD
mengandung domain kedua, tempat mengikat caspase-8, caspase-10 yang disebut
death effector domain (DED). Selanjutnya caspase-8 diaktifkan oleh proses-
proses proteolitik sehingga dapat memecah beberapa protein termasuk
procaspase-3 yang akan membawa ke program kematian sel (Susin dkk., 2000;
Fan dkk., 2005; Elmore, 2007).
Jalur aktivasi caspase-3 melalui caspase 8 dapat melalui :
1. Caspase-8, yang langsung mengubah procaspase-3 menjadi caspase- 3.
Caspase-3 membelah berbagai protein sel termasuk ICAD sehingga
CAD dilepaskan dari ICAD, lalu mendegradasi kromosom DNA.
2. Caspase-8 membelah Bid menjadi tBid, molekul pro-apoptosis yang
termasuk famili Bcl-2, ditranslokasikan ke mitokondria untuk
melepaskan sitokrom C ke sitosol. Bcl-2 atau Bcl-xl, molekul anti-
apoptosis, dapat menghambat pelepasan sitokrom C dengan
mekanisme yang belum diketahui dengan pasti. Sitokrom C bersama
Apaf-1 mengaktifkan Caspase 9, di mana caspase 9 kemudian
mengaktifkan caspase-3. Caspase-3 membelah berbagai protein sel
termasuk ICAD sehingga CAD dilepaskan dari ICAD lalu
mendegradasi kromosom DNA.
80
2.10 Apoptosis Inducing Factor (AIF)
Apoptosis Inducing Factor (AIF) adalah filogenetis yang terletak di ruang
antarmembran flavoprotein mitokondria yang memiliki kemampuan untuk
menginduksi apoptosis melalui jalur caspase independent. AIF memainkan peran
penting dalam mendorong kondensasi kromatin nukleus serta fragmentasi DNA
skala besar (sekitar 50 kb), dan sangat penting untuk kematian sel terprogram
selama kavitasi badan embryoid. Dua protein homolog, AIF-homologous
mitochondrion-associated inducer of death (AMID) and p53-responsive gene 3
(PRG3), juga memiliki efek induksi apoptosis. AIF juga berinteraksi dengan
sitokrom C dan caspase selama proses apoptosis mamalia, menunjukkan bahwa
jalur apoptosis yang berbeda dapat saling silang diatur untuk aktivasi program
apoptosis (Joza dkk., 2001; Vaux, 2011; Hoppins dan Nunnari, 2012).
Apoptosis Inducing Factor (AIF) adalah filogenetis flavo-protein yang
memiliki NADH oksidasi dan menginduksi aktivitas apoptosis. AIF pada manusia
terdiri dari 613 asam amino, dan gen-nya, aif, terletak di Xq25-26, pengkodean
mRNA 2,4 kb. Pada tikus AIF terletak di XA6 dan kode untuk protein dari 612
asam amino dengan 92% identik dengan AIF manusia. Secara umum, urutan asam
amino dari AIF sangat kekal pada mamalia dengan homologi lebih dari 90%. AIF
pada tikus memiliki homologi yang kuat untuk oksidoreduktase pada vertebrata,
non-vertebrata hewan, tumbuhan, jamur dan bakteri. Ini berisi tiga domain: N-
terminal mitochondrial localization sequence (MLS) dari 100 asam amino, spacer
dari 27 asam amino dan 485 asam amino oksidoreduktase domain C-terminal
Peningkatan prostaglandin terjadi dengan induksi apoptosis pada epitel
amnion dan mesenkim oleh agen apoptosis non-fisiologis (actinomycin D,
cycloheximide, staurosporin) dan fisiologis (ceramide, lactosylceramide,
metabolit PGJ2). Prostaglandin juga menginduksi transkripsi dan mengaktivasi
MMP pada kebanyakan jaringan. Proses apoptosis berpotensi melemahkan selaput
ketuban dengan mengeliminasi sel fibroblas, yang berfungsi menyusun kolagen
baru, dan secara simultan mengaktivasi sistem enzim yang mengurai kolagen
yang ada. Aktivasi MMP selanjutnya akan meningkatkan apoptosis, yang secara
simultan memberikan umpan balik berupa peningkatan lebih banyak lagi aktivasi
MMP. Aktivasi MMP dan apoptosis telah menunjukkan kerja yang bersifat
sinergis dalam menyebabkan terjadinya pecah ketuban (Moore dkk., 2006;
Rangaswamy dkk., 2012).
98
Gambar 2.16 Aktivasi MMP dan Apoptosis (Menon dan Fortunato, 2004)
Faktor yang terkait dengan PROM dapat meningkatkan ekspresi MT1-MMP, MMP-2, dan MMP-3 dari fetal membran dan menginduksi ekspresi MMP-9. Faktor-faktor ini mengurangi MMP inhibitor TIMP 2. MT1-MMP dan rendahnya tingkat TIMP 2 mengaktifkan pro-MMP-2 ke bentuk aktif. MMP-2 dan 3 aktif, bersama dengan berbagai protease lainnya, mengaktifkan MMP-9. Semua MMPs aktif dapat mendegradasi protein matriks ekstraselular menyebabkan kelemahan membran dan ruptur. Faktor aktivasi MMP juga dapat mengaktifkan jalur apoptosis yang dimediasi oleh p53 dan TNFα.
Mekanisme fisiologis yang menginisiasi aktivasi MMP dan apoptosis
pada selaput ketuban masih belum banyak diketahui. Banyak zat yang terkandung
dalam cairan ketuban yang jumlahnya semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan, akibat infeksi, atau karena pecah ketuban (TNF-α,
IL-1ß, lactosylceramide, dan lain-lain) menyebabkan apoptosis pada sel yang
didapatkan dari selaput ketuban yang masih utuh. Sebagian besar agen apoptosis
ini juga menyebabkan peningkatan atau aktivasi MMP, khususnya MMP-9
(Menon dan Fortunato, 2004; Moore dkk., 2006; Rangaswamy dkk., 2012).
99
2.13.3 Apoptosis pada ketuban pecah dini
Proses apoptosis yang terjadi pada ketuban pecah dini terutama pada epitel
sel amnion mengalami proses kematian sel dikaitkan dengan orkestra dari
degradasi matriks ektraseluler sebelum mulai proses persalinan. Ini menunjukkan
pecahnya selaput ketuban sebagai hasil dari perubahan biokomia seperti halnya
kekuatan regangan fisik pada selaput ketuban.
Terdapat dua jalur apoptosis utama yang berperan terjadinya ketuban
pecah dini yang diinisiasi oleh infeksi agen genotoksik, dan faktor yang tidak
dikaetahui. Pertama, jalur TNF reseptor (TNF R1) dan Fas. Reseptor protein ini
akan mengikat ligan TNF dan Fas L, yang akan menginisiasi sinyal transduksi
melalui TRADD (TNFR-associated death domain) dan FADD (FAS-associated
death domain), selanjutnya protein ini akan mengaktifkan caspase (Menon dan
Fortunato, 2004).
Aktivasi kaskade caspase dapat mengakibatkan proteolisis dari tiga grup
utama substrat :
1. Protein yang berperan dalam respon homeostatik terhadap
yang berperan pada kerusakan DNA) dan DNA –dependent protein
kinase (DNA PKcs).
2. Struktur protein yang memelihara integritas dari sitoskleton atau
matrik nukleus (β-actin, lamin).
3. Beberapa protein yang belum diketahui fungsinya.
100
Caspase dalam keadaan normal dalam sel berada sebagai proenzim inaktif,
yang diaktifkan dengan proses proteolisis pada residu aspartat. Caspase dibagi
menjadi 2 grup, inisiator dan efektor dari apoptosis. Inisiator merupakan grup
caspase yang menginisiasi kaskade dari proteolisis, dan efektor yang merupakan
grup dari caspase yang memulai proses apoptosis. TRADD dan FADD aktivasi
secara independen pro-caspase-8 menjadi caspase-8 aktif (Menon dan Fortunato,
2004).
Kedua, jalur apoptosis yang diinisiasi oleh p53. Peningkatan protein p53
dalam sel dapat menginduksi ekspresi dari Bax (faktor proapoptosis), yang dapat
menyebabkan kerusakan membran mitokondria, mengakibatkan lepasnya
sitokrom C. Sitokrom C akan mengaktifkan Apaf-1 (apoptosis protease acivating
factor) yang dapat merubah pro caspase-9 menjadi bentuk aktif. P53 juga
mensuprasi Bcl-2 (antiapoptosis), yang dapat menghambat kerusakan membran
mitokondria. Caspase-8 atau 9 yang aktif dapat menginisiasi aktifasi dari caspase
efektor. Caspase-3, 6 dan 7 yang aktif menyebabkan proteolisis dari struktur
protein, protein dari hemostasis dan beberapa protein lain yang berperan dalam
kematian sel. Jalur ini dapat berseberangan pada beberapa titik, p53 dapat
berpengaruh pada Fas pada beberapa tipe jaringan. Caspase-8 dapat menekan Bcl-
2 dan aktivator dari Bid, yang dapat menyebabkan pelepasan sitokrom C.
Caspase-8 dapat juga mengaktifkan caspase-9 jika tidak ada Apaf pada sistem
(Menon dan Fortunato, 2004).
101
Ekspresi Fas dilaporkan terdapat pada selaput ketuban. Infeksi pada
selaput ketuban (in vitro) menginduksi beberapa gen apoptosis. Fas, caspase-8
dan inisiator (2, 9) dan caspase efektor (6, 7 dan 10) terinduksi sebagai respon dari
infeksi in vitro (stimulasi lipopolisakarida) dibandingkan pada jaringan yang tidak
distimulasi. Ini menunjukkan adanya peranan apoptosis dalam infeksi intra
amnion dan aktivasi MMP dan apoptosis pada selaput ketuban dihubungkan
dengan terjadinya ketuban pecah dini (Menon dan Fortunato, 2007).
Ekspresi Fas dan FasL pada khorion, amnion dan desidua memiliki peran
dalam mengantarkan sinyal terjadinya apoptosis dan perbaikan integritas selaput
ketuban selama kehamilan. Dengan demikian, pemeliharaan integritas selaput
ketuban selama kehamilan diperlukan untuk perkembangan janin. Sebaliknya,
ketuban pecah dini dikaitkan dengan persalinan terjadi apoptosis tanpa aktivasi
sistem kekebalan tubuh atau inflamasi. Hal ini berbeda dengan nekrosis, di mana
sel memunculkan respon inflamasi (Runic dkk., 2015).
Baik jalur intrinsik maupun ekstrinsik dari apoptosis, keduanya dapat
menginduksi aktivasi caspase, namun Reti dkk. berpendapat bahwa jalur intrinsik
merupakan jalur yang dominan berperan pada proses apoptosis pada selaput
ketuban pada kehamilan aterm. Hal ini dibuktikan dengan temuan penelitian yang
menyatakan bahwa terdapat perbedaan kadar yang signifikan pada Bcl-2, cleaved
caspase-3, cleaved caspase-9 pada daerah supraservikal, di mana protein-protein
tersebut merupakan protein yang berperan pada jalur intrinsik. Fas- dan ligannya,
Fas-L menginisiasi apoptosis jalur ekstrinsik. Meskipun pada penelitian tersebut
Fas dan Fas-L juga dapat ditemukan pada seluruh sampel selaput ketuban namun
102
ekspresinya tidak berbeda bermakna antara daerah supraservikal dengan daerah
distal. Karenanya diduga jalur ekstrinsik tidak berperan banyak pada remodeling
selaput ketuban (Reti, 2007).
Penelitian pada ketuban pecah dini oleh Xu dan Wang (2005),
mendapatkan adanya ekspresi gen caspase-3 yang tinggi pada kasus KPD
dibanding kelompok kontrol dengan selaput ketuban yang masih utuh, yang
menyebabkan meningkatnya sel apoptosis pada selaput ketuban. Ekspresi MMP-2
meningkat dan TIMP-2 menurun pada kasus KPD, dapat meningkatkan degradasi
matriks ekstraseluler. Sel apoptosis yang meningkat dan adanya degradasi matriks
ekstra selular menyebabkan melemahnya elastisitas dan kekuatan membran dan
kemudian menyebabkan KPD. Ekspresi dan aktivasi caspase memainkan peran
yang sangat penting dalam apoptosis. Pada membran janin dengan KPD melalui
pemeriksaan imunohistokimia menunjukkan ekspresi caspase-3 dalam sel epitel
amnion dan sel sitotrofoblas korion, sedikit terekspresi pada sel mesenkim dan sel
retikuler dari matriks. Ini menunjukkan bahwa apotosis terjadi baik di amion dan
korion. Hal ini memainkan sangat peran penting dalam regulasi membran janin
manusia (Xu dan Wang, 2005 ).
103
Gambar 2.17 Dua Jalur Utama Apoptosis Pada KPD ( Menon dan Fortunato, 2004)
Di mana dapat dimulai oleh infeksi, agen genotoksik, atau faktor yang tidak diketahui: (1) TNF reseptor-Fas-dimediasi jalur-protein reseptor mengikat masing-masing ligan TNF dan Fas L, yang memulai transduksi sinyal melalui 2 protein docking TRADD (TNF reseptor associated death domain) dan FADD (Fas-associated death domain). Death domain protein ini mengaktifkan procaspase 8 menjadi caspase 8 aktif . (2) jalur p53-dimediasi diprakarsai oleh fragmentasi DNA. Kerusakan DNA meningkatkan transaktivator p53 protein dalam sel. p53 transaktivasi Bax, yang menyebabkan kerusakan pada membran mitokondria, mengakibatkan pelepasan sitokrom C. Sitokrom C mengaktifkan Apaf (apoptosis protease activating factor), yang mengkonversi pro-caspase 9 ke bentuk aktif. p53 juga menekan Bcl-2, faktor yang menghambat kerusakan membran mitokondria. Caspase 8 atau 9 yang aktif dapat memulai kaskade aktivasi caspase. Caspases 3, 7, dan 6 diaktifkan secara berurutan, yang akan menyebabkan proteolisis protein struktural, protein homeostasis, dan beberapa protein lain dan program kematian sel. Jalur ini menyeberang di beberapa titik. p53 dapat mengaktifkan Fas dalam beberapa jenis jaringan. Caspase 8 adalah penekan Bcl-2 dan penggerak yang juga menyebabkan pelepasan sitokrom. Caspase 8 juga dapat mengaktifkan caspase 9 jika Apaf tidak ada dalam sistem.
Berbagai penelitian memberikan hasil yang konsisten bahwa selaput
ketuban dari ibu hamil dengan ketuban pecah dini menunjukkan indeks apoptosis
104
yang lebih tinggi dibandingkan dengan selaput ketuban dari persalinan aterm
maupun preterm dengan selaput ketuban yang masih utuh (Brian dan Mercer MD,
2003). Penelitian oleh Saglam dkk (2013) tentang peranan apoptosis pada KPD
preterm, mendapatkan adanya peningkatan caspase-3 aktif pada selaput ketuban
dari wanita dengan KPD preterm ( Saglam dkk., 2013)
Proses apoptosis sangat dipengaruhi oleh sinyal yang berasal dari protein
ekstraseluler dan intraseluler. Faktor ekstraseluler sangat dipengaruhi oleh infeksi
yang telah lama dikenal sebagai pencetus ketuban pecah dini, sedangkan faktor
intraseluler diperankan oleh p53 yang merupakan suatu protein yang berperan
dalam apoptosis intraseluler melalui pengaktifan protein Bax yang memacu
pelepasan sitokrom C. Fungsi normal p53 adalah sebagai penjaga proteinom. Pada
keadaan di mana jumlah p53 rendah maka p53 akan berperan sebagai penjaga sel,
sedangkan dalam jumlah banyak akan menyebabkan pengaktifan apoptosis
(Elmore, 2007; Suhaimi, 2012). Ditemukan adanya peningkatan ekspresi gen
yang bersifat proapoptosis, yaitu p53 dan Bax disertai penurunan ekspresi gen
antiapoptosis Bcl-2 pada kasus ketuban pecah dini, baik aterm maupun preterm
(Kataoka dkk., 2002; Chai dkk., 2013).
Penelitian oleh Menon (2002) tentang peranan TNF-α dalam
meningkatkan aktivasi caspase dan apoptosis dalam amnionkorion mendapatkan
bahwa TNF-α meningkatkan kadar proapoptosis p53 dan caspase aktif baik
inisiator caspase maupun efektor caspase dalam selaput ketuban serta nucleus
matrix protein yang menunjukkan apoptosis ( Menon dkk., 2002).
105
Penelitian tentang peningkatan apoptosis pada lapisan korion trofoblas
dari selaput ketuban dengan persalinan aterm oleh Harirah dkk, mendapatkan
adanya peningkatan indeks apoptosis pada korion trofoblas dari selaput ketuban
bagian distal dari ruptur selaput ketuban setelah persalinan pervaginam 3 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan tindakan seksio sesarea. Lapisan koriodesidua
setelah persalinan pervaginam menunjukkan adanya ekspresi yang lebih tinggi
dari proapoptosis Caspase-3 aktif dan ekspresi yang lebih rendah dari anti
apoptosis Bcl-2, dibandingkan dilakukan seksio sesarea (Harirah dkk,. 2012).
Proses apoptosis yang terjadi pada robekan selaput ketuban pada kehamilan
dengan ketuban pecah dini dapat melalui aktivasi caspase dependent dan
independent. Ketuban pecah dini aterm maupun preterm disebabkan terutama oleh
infeksi ada traktus genitalia yang telah lama dianggap sebagai pencetus KPD
dapat berupa infeksi bakteri (ekstraseluler) melalui jalur caspase dependent dan
infeksi bakteri obligat intraseluler melalui jalur caspase independent. Faktor
infeksi intraseluler terutama merupakan pencetus percepatan mekanisme
apoptosis selaput ketuban melalui jalur independen lewat peningkatan ekspresi
protein Bax dan berlanjut dengan mengaktifkan protein propoptosis AIF dan
endonuclease G, sedangkan faktor infeksi ekstraseluler melalui jalur caspase
dependent baik intrinsik maupun ekstrinsik dengan parameter caspase-3 (Cregan
dkk., 2004; Prabantoro, 2011; Saglam dkk., 2013).
106
Gambar 2.18 Jalur Sinyal Apoptosis Pada Selaput Ketuban
(Kumagai dkk., 2001) 2.13.4 Caspase Independent Apoptosis pada ketuban pecah dini
Jalur intrinsik pada mekanisme apoptosis melibatkan beberapa proses
yang berbeda, yaitu adanya rangsangan yang menghasilkan sinyal intraseluler
tanpa diperantarai reseptor, dan bekerja langsung pada target yang berada dalam
sel dan juga proses yang dimulai dari dalam mitokondria. Rangsangan yang
memicu jalur intrinsik menghasilkan sinyal intraseluler yang dapat bekerja secara
positif maupun negatif. Rangsangan ini menyebabkan perubahan di dalam
membran mitokondria dengan efek berupa terbukanya pori mitochondrial