-
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hasil Belajar
2.1.1.1 Hakikat Belajar
Slameto (2010: 2) menyatakan bahwa belajar ialah suatu proses
yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan
lingkungannya. Selanjutnya diungkapkan ciri-ciri perubahan
tingkah laku tersebut
diantaranya: 1) perubahan terjadi secara sadar; 2) perubahan
dalam belajar bersifat
kontinu dan fungsional; 3) perubahan dalam belajar bersifat
positif dan aktif; 4)
perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara; 5) perubahan
dalam belajar
bertujuan dan terarah; 6) perubahan mencakup seluruh aspek
tingkah laku.
Purwanto (2011: 39) mendefinisikan belajar adalah proses dalam
diri
individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan
perubahan dalam
perilakunya. Sedangkan menurut (Winkel 1999: 53 dalam purwanto)
menyebutkan
bahwa belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang
berlangsung dalam interaksi
aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu
proses
perubahan dalam diri seseorang yang berlangsung dalam interaksi
aktif serta dapat
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, ketrampilan,
dan sikap.
2.1.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi belajar seseorang.Faktor
tersebut
Bisa dalam diri individu sendiri maupun berasal dari luar
individu.
Slameto (2010: 54) menggolongkan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi belajar
ke dalam 2 jenis,yaitu :
a. Faktor intern,yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang
sedang belajar.
Faktor intern,terbagi ke dalam tiga faktor :
-
8
1. Faktor jasmaniah, terdiri atas : faktor kesehatan dan faktor
cacat tubuh.
2. Faktor psikologis, meliputi: intelligensi, perhatian, minat,
bakat, motif,
kematangan, kesiapan.
3. Faktor kelelahan, meliputi : kelelahan jasmani dan kelelahan
rohani.
b. Faktor Ekstern yaitu faktor yang ada di luar individu.
Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap prestasi belajar
dapat
dikelompokkan menjadi 3 faktor,yaitu:
1. Faktor keluarga, seperti: cara orang tua mendidik, hubungan
antar anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian
orang
tua, latar belakang kebudayaan.
2. Faktor sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum,
hubungan antar
guru dengan siswa, hubungan antar siswa dengan siswa, disiplin
sekolah,
alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan
gedung, metode
belajar, tugas rumah.
3. Faktor masyarakat, diantaranya: kegiatan siswa dalam
masyarakat, media
masa, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.
Dapat disimpulkan ada dua faktor yang muncul dalam penelitian
ini. Faktor
tersebut adalah faktor psikologis, yang meliputi: intelligensi,
perhatian, minat, bakat,
motif, kematangan, kesiapan dan faktor sekolah, yang meliputi:
metode mengajar.
2.1.1.3 Pengertian Hasil Belajar
Purwanto (2011: 44) Hasil belajar dapat dijelaskan dengan
memahami dua
kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian
hasil (product)
menunjukkan pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu
aktivitas atau proses
yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Belajar
dilakukan untuk
mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang
belajar. Hasil belajar
adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap
dan tingkah
lakunya (winkel, 1998: 51 dalam Purwanto).
-
9
Setiap proses belajar yang dilaksanakan oleh siswa akan
menghasilkan hasil
belajar. Di dalam proses pembelajaran, guru sebagai pengajar
sekaligus pendidik
memegang peranan dan tanggung jawab yang besar dalam rangka
membantu
meningkatkan keberhasilan siswa yang dipengaruhi oleh kualitas
pengajaran dan
faktor intern dari siswa itu sendiri.
Dalam setiap mengikuti proses pembelajaran di sekolah sudah
pasti setiap
siswa mengharapkan mendapatkan hasil belajar yang baik, sebab
hasil belajar yang
baik dapat membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Hasil
belajar yang baik hanya
dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Jika proses
belajar tidak optimal sangat
sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang baik.
Hasan (1992: 23) hasil belajar dinyatakan dalam klasifikasi
yang
dikembangkan oleh bloom dan kawan-kawannya. Taksonomi Bloom
membagi hasil
belajar atas tiga ranah yaitu:
a. Ranah kognitif
Ranah Kognitif, berhubungan dengan kemampuan berpikir. Dalam
taksonomi Bloom dikenal 6 jenjang ranah kognitif. Jenjang satu
lebih tinggi dari yag
lain, dan jenjang yang lebih tinggi akan dapat dicapai apabila
yang rendah sudah
dikuasai. Keenam jenjang tersebut adalah:
1. Pengetahuan
2. Pemahaman
3. Aplikasi
4. Analisis
5. Sintesis
6. Evaluasi
b. Ranah afektif
Ranah afektif berhubungan dengan minat, perhatian, sikap,
emosi,
penghargaan, proses internalisasi dan pembentukan karakteristik
diri. Kathwol,
Bloom dan Masia (1964) dalam Hasan (1992: 25) membagi ranah
afektif dalam 5
jenjang, yaitu:
-
10
1. Penerimaan
2. Penanggapan
3. Penghargaan
4. Pengorganisasian
5. Penjatidirian
c. Ranah psikomotor
Ranah Psikomotorik berhubungan dengan persoalan ketrampilan
motorik
yang dikendalikan oleh kematangan psikologis. Menurut Simpson
(1996) dalam
Hasan (1992: 27) memberikan tujuh jenjang psikomotor yaitu:
1. Persepsi
2. Kesiapan
3. Penanggapan
4. Terpimpin
5. Mekanistik
6. Penanggapan yang bersifat kompleks
7. Adaptasi dan originalitas
Dalam penelitian ini aspek yang muncul dalam pembelajaran adalah
aspek
kognitif yaitu hasil belajar dan aspek afektif yaitu
keaktifan.
Menurut Purwanto (2011: 47) hasil belajar perlu dievaluasi.
Evaluasi yang
dimaksudkan sebagai cermin untuk melihat kembali apakah tujuan
yang ditetapkan
telah tercapai dan apakah proses belajar mengajar telah
berlangsung efektif untuk
memperoleh hasil belajar. Dalam mengevaluasi hasil belajar
diperlukan instrumen
untuk mengupulkan data.
Hasan (1992: 65) Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan
data ada
2 macam yaitu tes dan nontes. Tes adalah alat pengumpul data
atau informasi yang
dirancang khusus sesuai dengan karaketristik informasi yang
diinginkan evaluator.
Tes dibagi menjadi empat macam yaitu tes formatif, tes sumatif,
tes diagnostik dan
tes penempatan (Gronlund dan Linn, 1990: 12-13, dalam Purwanto).
Menurut
Purwanto (2011: 70) berdasarkan bentuk pertanyaannya ada tes
objektif dan tes esai.
-
11
Tes obyektif adalah tes yang keseluruhan informasi yang
diperlukan untuk menjawab
tes telah tersedia, sedangkan tes esai adalah suatu bentuk tes
yang terdiri dari
pertanyaan yang menghendaki jawaban yang berupa uraian-uraian
yang relatif
panjang (Nurkancana dan Sumartana, 1986: 42, dalam
Purwanto).
Hasan (1992: 65) Instrumen nontes dapat diperoleh melalui skala
prosedur
dan hasil, observasi, penggunaan skala sikap, daftar cek,
catatan anekdot, pengukuran
penyesuaian diri dan metode sosiometrik.
Suprijono (2011) dan Narudin (2009) mengemukakan bahwa metode
group
investigation dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan
belajar IPA. Dari pendapat
Suprijono dan Narudin dapat disimpulkan bahwa metode group
investigation adalah
pembelajaran yang dapat melibatkan aktivitas siswa untuk aktif
dalam proses belajar
mengajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan
belajar siswa.
2.1.2 Keaktifan Belajar Siswa
Menurut Silberman, M dalam Jamal Ma’mur Asmani (2013: 65)
menggambarkan bahwa saat belajar aktif, para siswa melakukan
banyak kegiatan.
Mereka menggunakan otak untuk mempelajari ide-ide, memecahkan
permasalahan,
dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif adalah
mempelajari dengan
cepat, menyenangkan, penuh semangat, dan terlibat secara pribadi
untuk mempelajari
sesuatu dengan baik.Oleh karena itu, siswa harus
mendengar,melihat, menjawab
pertanyaan, dan mendiskusikannya dengan orang lain.
Menurut Glasgow (1996) dalam Jamal Ma’mur Asmani (2013: 66)
berpendapat bahwa siswa aktif adalah siswa yang bekerja untuk
bertanggung jawab
dalam proses belajarnya sendiri. Mereka mengambil suatu peran
yang lebih dinamis
dalam mengetahui, memutusan dan melakukan sesuatu.
Menurut Jamal Ma’mur Asmani (2013: 77-79) ada beberapa aspek
yang
terdapat dalam kegiatan belajar aktif, yaitu pengalaman,
interaksi, komunikasi dan
refleksi.
-
12
a. Pengalaman
Anak akan belajar banyak melalui berbuat dan pengalaman dengan
cara
mengaktifkan lebih banyak indra daripada hanya melalui melalui
mendengarkan.
b. Interaksi
Belajar akan terjadi dan meningkat kualitasnya bila terjadi
interaksi dengan orang
lain, misalnya berdiskusi, saling bertanya dan mempertanyakan,
dan saling
menjelaskan.
c. Komunikasi
Pengungkapan pikiran dan perasaan, baik lisan maupun tulis,
merupakan
kebutuhan setiap manusia dalam rangka mengungkapkan dirinya
untuk mencapai
kepuasan.
d. Refleksi
Umpan balik dari guru atau siswa lain terhadap hasil kerja
seorang siswa, berupa
pertanyaan yang menantang, membuat siswa berpikir dan terpacu
untuk
melakukan refleksi tentang apa yang sedang difikirkan atau
dipelajari
Menurut Jamal Ma’mur Asmani (2013: 81) kegiatan yang dilakukan
saat
belajar aktif adalah sebagai berikut:
Komponen Kegiatan siswa
Pengalaman 1. Melakukan pengamatan
2. Melakukan percobaan
3. Membaca
4. Melakukan wawancara
5. Menghitung
6. Mengukur
Interaksi 1. Berdiskusi
2. Mengajukan pertanyaan
3. Meminta pendapat orang lain
4. Bekerja dalam kelompok
-
13
Komunikasi 1. Memperhatikan atau memberi
komentar
2. Menceritakan
3. Mendengarkan dan bertanya
4. Melaporkan secara lisan atau
tertulis
5. Mengemukakan pikiran atau
pendapat
Refleksi 1. Memikirkan kembali hasil kerja
Pada saat pembelajaran IPA, siswa terlihat aktif saat berdiskusi
tentang
materi “proses pembentukan tanah karena pelapukan”. Siswa
berdiskusi dengan
temannya untuk memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru,
kemudian
menuliskannya di lembar kerja siswa, setelah itu salah satu
siswa perwakilan dari
kelompok maju untuk mempresentasikan hasil diskusinya, dan pada
saat salah satu
siswa maju mempresentasikan hasil diskusinya siswa yang lain
terlihat antusias dan
juga banyak yang mengajukan pertanyaan saat diberikan sesi tanya
jawab. Jadi
pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa,
di mana siswa di
tuntut untuk menemukan pengetahuan sendiri secara lebih luas,
lebih dalam, dan
lebih maju.
2.1.3 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
Corey (Umi Zulfa, 2010: 6 dalam Untari 2012 ) mendefinisikan
pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses di mana
lingkungan
seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut
serta dalam
tigkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus dari
pendidikan. Menurut
aliran behavioristik pembelajaran adalah usaha guru membentuk
tingkah laku
yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan atau stimulus. (
Hamdani
2010: 23 dalam Untari 2012).
-
14
Sedangkan IPA merupakan pelajaran wajib di sekolah dasar.
Dengan
belajar IPA siswa dapat mempelajari diri-sendiri dan alam
sekitar.Pendidikan
IPA menekankan pada pemberian pemahaman langsung dan kegiatan
praktis
untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu memahami
alam
sekitar secara alamiah. Dalam hal ini IPA dapat melatih anak
dapat berfikir
kritis dan objektif (Samatowa, 2010: 4 dalam Untari 2012)
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu
pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa inggris
“science”
sendiri berasal dari kata dalam bahasa latin “scientia” yang
berarti saya tahu,
“science” terdiri dari social science (ilmu pengetahuan social)
dan natural
science (ilmu pengetahuan alam)
Menurut Trianto (2010: 136) suatu kumpulan teori yang
sistematis,
penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir
dan
berkembang melalui metode ilmiah, seperti obsevasi dan
eksperimen serta
menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur,
dan sebagainya.
Sedangkan menurut (Abdullah Aly 2010: 18 dalam Untari 2012) IPA
adalah
suatu pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan
cara yang khas
atau khusus, yaitu melakukan observasi, eksperimentasi,
penyimpulan,
penyusunan teori, eksperimentasi observasi, dan demikian
seterusnya kait
mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain.
2.1.4 Pembelajaran Kooperatif
2.1.4.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif berasal dari dasar pemikiran
“getting better
together” yang menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang
lebih luas dan
suasana yang kondusif kepada siswa untuk memperoleh, dan
mengembangkan
pengetahuan, sikap, nilai, serta ketrampilan-ketrampilan sosial
yang bermanfaat bagi
kehidupannya di masyarakat. Melalui pembelajaran kooperatif,
siswa bukan hanya
belajar menerima apa yang disampaikan oleh guru dalam KBM,
melainkan bisa juga
dapat belajar dari siswa lainnya, dan sekaligus mempunyai
kesempatan untuk saling
-
15
membantu dan bertukar pikiran dengan siswa yang lain. Menurut
Kunandar (2009:
359) Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara
sadar dan sengaja
mengembangkan interaksi yang saling membantu dan bertukar
pikiran antar siswa
untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat
menimbulkan
permusuhan. Roger dan David Johnson (Anita Lie, 2002: 30 dalam
Untari 2012) juga
mengemukakan ada berbagai unsur dalam pembelajaran kooperatif,
yaitu:
a. Saling ketergantungan positif
b. Tanggung jawab perseorangan
c. Tatap muka
d. Komunikasi antar kota
e. Evaluasi proses kelompok
Dari beberapa uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran
kooperatif yaitu, kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dan
dipimpin oleh guru
yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil untuk melatih
kerjasama antar siswa
2.1.4.2 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Menurut Wina Sanjaya (2006: 247 dalam Untari 2012) beberapa
keunggulan dan
kelemahan dalam pembelajaran kooperatif:
1. Kelebihan dalam pembelajaran kooperatif:
a. Melalui pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu berfokus
pada guru,
akan tetapi dapat berfikir sendiri, menemukan informasi dari
berbagai
sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
b. Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan
mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal
dan
membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
c. Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada
orang
lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima
segala
perbedaan.
d. Pembelajaran kooperatif dapat membantu setiap siswa untuk
dapat
bertanggung jawab dalam belajar.
-
16
e. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi akademik
sekaligus
kemampuan sosial.
f. Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa
untuk
menguji ide dan pemahamannya sendiri, serta menerima umpan
balik.
g. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan
siswa
menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi
nyata
(riil)
h. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan motivasi dan
memberikan
rangsangan untuk berfikir.
2. Kelemahan dalam pembelajaran kooperatif
a. Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran kooperatif
memang
butuh waktu. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan
contohnya,
mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang
memiliki
kemampuan
b. Antara siswa yang satu dengan yang lain saling membantu dan
bertukar
pikiran dalam kegiatan pembelajaran.
c. Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran kooperatif
didasarkan pada
hasil kerja kelompok.
d. Pembelajaran kooperatif memerlukan periode waktu yang sangat
panjang.
Pembelajaran kooperatif merupakan konsep yang lebih luas
meliputi semua
jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin
oleh guru atau
diarahkan oleh guru (Agus Suprijono, 2011: 54). Pada saat
belajar dalam kelompok
akan berkembang suasana belajar yang terbuka dalam dimensi
kesejawatan, karena
pada saat itu akan terjadi proses belajar kolaboratif dalam
hubungan pribadi yang
saling membutuhkan. Pada saat itu juga siswa yang belajar dalam
kelompok kecil
akan tumbuh dan berkembang pola belajar tutor sebaya (per group)
dan belajar secara
bekerjasama (kooperatif). Menurut Agus Suprijono (2011) ada 12
metode yang
terdapat dalam pembelajaran kooperatif yaitu: Jigsaw,
Think-Pair-Share, Numbered
Heads Together, Group Investigation, Two stay Two Stray, Make a
Match, Listening
-
17
Time, Inside-Outside Circle, Bambo Dancing, Point-Counter-Point,
The Power of
Two, Listening Team.Salah satu metode pembelajaran kooperatif
yang peneliti
gunakan adalah Group Investigation.
2.1.5 Group Investigation
Metode ini merupakan perencanaan pengaturan kelas yang umum di
mana para
siswa bekerja dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan
kooperatif, diskusi
kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif. Pada metode
ini para guru yang
menggunakan metode GI umumnya membagi kelas menjadi beberapa
kelompok yang
beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang
heterogen (Kunandar,
2009: 366).
Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan
berteman atau
kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih
yang ingin
dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai
subtopik yang telah
dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan laporan di depan
kelas secara
keseluruhan.
Menurut Suprijono mengemukakan bahwa penggunaan metode group
investigation maka setiap kelompok akan bekerja untuk melakukan
investigasi sesuai
masalah yang sedang di bahas. Menurut Narudin (2009) Group
Investigation
merupakan salah satu bentuk metode pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada
partisipasi aktif siswa dalam proses belajar mengajar. Dari
pendapat Suprijono dan
Narudin dapat disimpulkan bahwa metode group investigation
adalah pembelajaran
yang dapat melibatkan aktivitas siswa untuk aktif dalam proses
belajar mengajar
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan belajar
siswa.
2.1.5.1 Tahap-tahap Pembelajaran Group Investigaion
Robert E. Slavin (2005: 218) mengemukakan enam langkah dalam
pembelajaran GI
yaitu:
1. Mengidentifikasi topik dan mengatur siswa ke dalam
kelompok
Tahap ini secara khusus ditujukan untuk masalah pengaturan.
Guru
mempresentasikan serangkaian permasalahan dan para siswa
mengidentifikasi dan
-
18
memilih berbagai macam subtopik untuk dipelajari, berdasarkan
pada ketertarikan
dan latar belakang mereka.
Langkah berikutnya adalah membuat agar semua usulan tersebut
bisa dimiliki
oleh seluruh kelas. Guru atau siswa dapat melakukan ini dengan
menuliskan seluruh
usulan tersebut pada papan tulis atau dicetak pada kertas yang
digantung di dinding
atau bisa juga dengan membuat kopiannya dan membagikan kepada
setiap siswa.
Pada langkah akhir bab ini subtopik tersebut dipresentasikan
kepada seluruh
siswa, biasanya di papan tulis. Kelompok-kelompok dibentuk
berdasarkan pada
ketertarikan siswa, setiap siswa bergabung dalam kelompok untuk
mempelajari
subtopik dari pilihan mereka sendiri. Guru boleh saja membatasi
jumlah anggota pada
satu kelompok. Apabila satu subtopik tertentu paling popular,
dua kelompok bisa saja
dibentuk untuk menginvestigasinya.karena perbedaan kebutuhan dan
ketertarikan
anggota kelompok, tiap dua kelompok akan menghasilkan sebuah
karya yang unik
dan berbeda, meskipun subtopiknya sama.
2. Merencanakan Tugas yang akan dipelajari
Setelah mengikuti kelompok-kelompok penelitian mereka
masing-masing, para
siswa mengalihkan perhatian mereka kepada subtopik yang mereka
pilih. Pada tahap
ini anggota kelompok menentukan aspek dari subtopik
masing-masing (satu demi
satu atau berpasangan) akan mereka investigasi.
Guru dapat memasang selembar fotokopi dari tiap lembar kerja
kelompok dengan
tujuan untuk menampilkan bukti bahwa kelas tersebut adalah
sebuah “kelompok
yang terdiri dari kelompok-kelompok”. Tiap siswa berkontribusi
terhadap Group
Investigation kelompok kecil, dan tiap kelompok berkontribusi
terhadap
pembelajaran seluruh kelas atas unit yang lebih besar.
3. Melaksanakan Investigasi
Dalam tahap ini kelompok melaksanakan rencana yang telah
disiapkan
sebelumnya. Biasanya ini adalah tahap yang paling banyak
membutuhkan waktu.
Walaupun para siswa mungkin memang diberikan batas waktu
pengerjaan, pasti
jumlah dari sesi yang mereka perlukan untuk menyelesaikan
investigasi mereka tidak
-
19
selalu dapat dipastikan jumlahnya. Guru harus mengupayakan
berbagai cara untuk
memungkinkan sebuah proyek kelompok berjalan tanpa terganggu
sampai
investigasinya selesai, atau paling tidak sampai sebagian besar
dari pekerjaan tersebut
selesai.
4. Menyiapkan Laporan Akhir
Tahap ini merupakan tahap transisi dari tahap pengumpulan data
dan klasifikasi
ke tahap di mana kelompok-kelompok yang ada melaporkan hasil
investigasi mereka
kepada seluruh siswa dalam satu kelas. Ini terutama merupakan
sebuah tahap
pengaturan, tetapi seperti pada tahap 1 juga memerlukan semacam
kegiatan-kegiatan
intelektual yang mengabstraksikan gagasan utama dari proyek
kelompok,
mengintegrasi semua bagiannya menjadi satu keseluruhan,dan
merencanakan sebuah
presentasi yang bersifat instruktif sekaligus menarik.
Bagaimana kelas merencanakan presentasi akhirnya? Pada tahap
kesimpulan
dari investigasi guru meminta tiap kelompok untuk menunjuk satu
wakil sebagai
anggota panitia acara dalam presentasi. Panitia ini akan
mendengarkan masing-
masing rencana kelompok untuk laporan mereka. Panitia akan
mencatat semua
permintaan penyediaan materi, mengkoordinasi jadwal waktu, dan
memastikan
bahwa gagasan-gagasan presentasi yang akan dilakukan cukup
realistis dan menarik.
Guru melanjutkan dan berperan sebagai penasihat, serta membantu
panitia
apabila diperlukan dan memastikan bahwa tiap rencana kelompok
memungkinkan
tiap anggota untuk terlibat. Sebagian kelompok menentukan sifat
dari laporan akhir
mereka ketika mereka mulai melakukan tugasnya. Dalam kelompok
lainnya rencana
untuk laporan akhir baru muncul pada tahap 4, atau baru
dikembangkan pada saat
kelompok tersebut terlibat dalam investigasi. Bahkan bila
kelompok memang telah
mulai membicarakan gagasan-gagasan mengenai laporan akhir mereka
selama fase
investigasi, mereka masih akan meminta waktu untuk melakukan
diskusi sistematik
dari rencana mereka. Selama sesi perencanaan transisi ini para
siswa mulai mengenal
sebuah peran baru (peran guru). Para siswa tentunya selama ini
sudah mengatakan
kepada teman satu kelompoknya mengenai apa yang mereka lakukan
dan pelajari,
-
20
tetapi sekarang mereka mulai merencanakan bagaimana mengajar
teman kelasnya
dengan cara yang lebih teratur mengenai inti dari apa yang telah
mereka pelajari.
5. Mempresentasikan Laporan Akhir
Masing-masing kelompok mempersiapkan diri untuk
mempresentasikan
laporan akhir mereka kepada teman sekelas. Pada tahap ini mereka
berkumpul dan
kembali kepada posisi kelas sebagai satu keseluruhan.
Para siswa yang akan melakukan presentasi harus mengisi peran
yang sebagian besar
dari peran tersebut merupakan hal yang baru bagi mereka. Mereka
harus mampu
mengatasi bukan hanya dari tuntutan tugas tersebut, gagasan dan
prosedur tetapi juga
harus mampu mengatasi masalah-masalah organisasional yang
berkaitan dengan
koordinasi seluruh pekerjaan dan perencanaan, serta membawakan
presentasi.
Laporan akhir ini menghasilkan sebuah pengalaman dimana upaya
mengejar
kemampuan intelektual dibarengi dengan sebuah pengalaman
emosional mendalam.
Semua anggota kelas dapat berpartisipasi lebih dari satu kali
presentasi, dengan
menampilkan tugas mereka atau menjawab pertanyaan, presentasi
tersebut bukan
hanya sekedar masalah latihan peran untuk tampil dan membacakan
tulisan.
6. Evaluasi Pencapaian
Group Investigasi menantang peran guru untuk menggunakan
pendekatan
inovatif dalam menilai apa yang telah dipelajari siswa-siswa.
Dalam pengajaran
dikelas tradisional, semua siswa diharapkan untuk mempelajari
materi yang sama dan
serangkaian konsep yang seragam.
Dalam group investigasi para guru harus mengevaluasi pemikiran
paling tinggi
siswa mengenai subyek yang dipelajari, bagaimana mereka
menginvestigasikan
aspek-aspek tertentu dari subyek, bagaimana mereka
mengaplikasikan pengetahuan
mereka terhadap solusi dari masalah-masalah baru, bagaimana
mereka menyimpulan
dari apa yang mereka pelajari dalam mendiskusikan pertanyaan
yang membutuhkan
analisis dan penelitian.
Metode group investgasi ini guru hanya berperan sebagai
mediator, fasilitator,
dan pemberi. Guru tersebut berkeliling di antara
kelompok-kelompok yang ada untuk
-
21
melihat apakah mereka bisa mengelola tugasnya, dan membantu tiap
kesulitan yang
mereka hadapi, dalam interaksi kelompok, termasuk masalah dalam
kinerja terhadap
tugas-tugas khusus yang berkaitan dengan proyek
pembelajaran.
2.1.5.2 Kelebihan dan Kelemahan Group Investigation (Robert E.
Slavin, 2005)
a. Beberapa kelebihan dari group investigation, yaitu:
1. Kegiatan belajar berfokus pada siswa sehingga pengetahuannya
benar-benar
diserap dengan baik.
2. Meningkatkan keterampilan sosial dimana siswa dilatih untuk
bekerja sama
dengan siswa lain.
3. Mampu menumbuhkan sikap saling menghargai, saling
menguntungkan,
tumbuh sikap untuk lebih mengenal kemampuan diri sendiri,
bertanggung
jawab dan merasa berguna untuk orang lain.
b. Beberapa kelemahan dari group investigasi yaitu :
1. Menuntut kesiapan guru untuk menyiapkan materi atau topik
investigasi
secara keseluruhan. sehingga akan sulit terlaksana bagi guru
yang kurang
kesiapannya.
2. Memerlukan waktu untuk penyesuaian sehingga suasana kelas
menjadi
mudah ribut.
3. Pendekatan ini mengutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran
para siswa
kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara
sistematis, sehingga
tujuan tidak akan tercapai pada siswa yang tidak turut
aktif.
2.1.6 Kajian Yang Relevan
Penelitian oleh Ratih Endarini Sudarmono (2011) dengan judul
“Peningkatan
Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas V Melalui Penerapan
Metode Group
Investigation Pada Pembelajaran IPA di SD Sidorejo lor 02
Salatiga Semester I
Tahun Ajaran 2009/2010”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penerapan
pembelajaran group investigation dapat menigkatkan aktivitas dan
hasil belajar siswa
terhadap pelajaran IPA pada siswa kelas V SD Sidorejo Lor 02.
Hal ini ditunjukkan
dari hasil analisa data dari aktivitas siswa pada kondisi awal
hanya 51%, siklus 1
-
22
mencapai 77%, dan siklus 2 dengan presentase 89%.Peningatan
aktivitas siswa
memberi dampak pada peningkatan hasil belajar siswa, yaitu pada
ulangan harian
siswa pada kondisi awal hanya mencapai niai rata-rata 66, siklus
1 dengan rata-rata
78, dan siklus 2 dapat mencapai rata-rata 88.
Devi (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran
Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) Untuk Meningkatkan
Pemahaman Gaya
Magnet Pada Pembelajaran IPA bagi siswa kelas V SD Negeri 2
Wanaraja
Wanarasa Banjarnegara Tahun Ajaran 2010/2011.”Menyimpulkan bahwa
penerapan
metode Group Investigation dapat meningkatkan pemahaman siswa
dalam belajar
IPA ( magnet ) yang ditandai dengan kenaikan hasil belajar
siswa. Peningkatan ini
terlihat dari kondisi awal sebesar 64,89, siklus I mencapai
67,32 dan pada siklus II
menjadi 70,08.
Winoto (2011) dalam skripsi PTK yang berjudul “Penerapan Model
Group
Investigation Untuk Meningkatkan Pembelajaran IPA kelas V SDN
Kidul Dalem 2
Malang”. Menarik kesimpulan bahwa penerapan pembelajaran dengan
menggunakan
model Group Investigation dapat meningkatkan pembelajaran IPA
materi "Bumi
dan Alam Semesta" pada siswa kelas V SDN Kidul Dalem 2 Malang.
Kondisi awal
siswa yang sebelum menggunakan metode group investigaton
terlihat ramai, tapi
keramaian itu tidak disebakan siswa membahas tentang
pembelajaran tetapi karena
hal lain selain itu pembelajaran masih berpusat pada guru.
Dengan digunakannya
pembelajaran dengan group investigation maka didapati hasil
belajar yang meningkat,
yaitu pada siklus I hasil belajar 55 % dan disiklus II mengalami
peningkatan yaitu
75,93 %. Sedangkan pada aspek aktivitas siswa meningkat dari
sebesar 42,34% pada
siklus I dan pada siklus II meningkat menjadi 64,03%
-
23
2.1.7 Kerangka Berfikir
Seorang guru dapat melakukan berbagai macam cara (memilih
strategi,
pendekatan, dan model belajar) untuk meningkatkan hasil belajar
dan keaktifan
belajar khususnya mata pelajaran IPA. Salah satu model yang
digunakan dalam
penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif metode group
investigation
karena model kooperatif metode group investigation merupakan
salah satu cara yang
dapat melatih kemandirian siswa dalam belajar, menjadikan siswa
aktif dan melatih
kerjasama antar siswa. Dari uraian tentang kelebihan model
pembelajaran kooperatif
metode group investigation dan kajian teori dari hasil
penelitian yang relevan maka
penulis mempunyai pendapat. Pendapat tersebut penulis sampaikan
dalam bagan 2.1
tentang skema kerangka berfikir sebagai berikut :
-
24
Skema Kerangka Berfikir
Bagan 2.1
Kondisi awal
Tindakan
Kondisi akhir
Metode konvensional /
ceramah
Metode group
investigation :
1. Mengidentifika
si topik dan
mengatur siswa
dalam
kelompok
2. Merencanakan
tugas yang akan
dipelajari
3. Malaksanakan
investigasi
4. Menyiapkan
laporan akhir
5. Mempresentasi
kan laporan
akhir
6. Evaluasi
pencapaian
Siswa:
Hasil belajar dan keaktifan
belajar IPA belum
mencapai KKM (66)
Di duga melalui model
kooperatif tipe GI dapat
meningkatkan hasil
belajar dan keaktifan
belajar IPA siswa kelas
V SDN Bendoharjo 1
tahun 2013/2014
Pembelajaran siklus 1
Pembelajaran siklus 2
dan refleksi siklus 1
-
25
2.1.8 Hipotesis Penelitian
Melalui model pembelajaran kooperatif metode group investigation
pada
pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan
belajar IPA siswa
kelas V SDN Bendoharjo 01 kabupaten Grobogan semester II tahun
2013/2014.