BAB I
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Dasar Perencanaan Jalan Raya
Jaringan jalan raya yang merupakan prasarana transportasi darat
yang memegang peranan yang sangat penting dalam sektor perhubungan
terutama untuk kesinambungan distribusi barang dan jasa. Keberadaan
jalan raya sangat diperlukan untuk menunjang laju pertumbuhan
ekonomi seiring dengan meningkatnya kebutuhan sarana transportasi
yang dapat menjangkau daerah-daerah terpencil yang merupakan
sentral produksi pertanian. Untuk membangun jalan baru maupun
peningkatan, yang diperlukan sehubungan dengan penambahan kapasitas
jalan raya, tentu akan memerlukan metode efektif dalam perancangan
maupun perencanaan agar diperoleh hasil yang terbaik dan ekonomis,
tetapi memenuhi unsur keselamatan pengguna jalan dan tidak
mengganggu ekosistem.
Konstruksi jalan raya adalah suatu bagian jalur tertentu yang
dilewati kendaraan dan memenuhi syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat tertentu sangat erat hubungannya dengan keadaan
daerah setempat dan keamanan serta kenyamanan yang dituntut dalam
suatu perjalanan. Suatu kontruksi jalan yang baik adalah jalan yang
dapat memenuhi kebutuhan pelayanan lalu lintas dalam batas masa
tertentu yang dikenal dengan umur rencana jalan. Salah satu bagian
perancangan terpenting dalam suatu konstruksi jalan adalah
perencanaan geometrik.
Perencanaan geometrik merupakan suatu perhitungan berdasarkan
waktu dan daerah lokasi jalan sehingga didapat suatu hubungan yang
efisien, aman dan nyaman dalam batas pertimbangan ekonomi yang
layak.
Perencanaan geometrik secara umum yaitu perencanaan bagian jalan
seperti lebar, tikungan, landai dan jarak pandang serta hubungan
satu sama lainnya yang berkaitan dengan arah lalu lintas yang
ada.2.2 Perencanaan Geometrik Jalan Raya
Dalam suatu perencanaan geometrik jalan raya, bentuk geometrik
haruslah ditetapkan sedemikian rupa sehingga jalan yang
bersangkutan dapat memberikan pelayanaan yang optimal bagi lalu
lintas sesuai dengan fungsinya. Di Indonesia standar perencanaan
geometrik telah dilakukan dalam suatu peraturan yang dinamakan
Peraturan Geometrik Jalan Raya No. 13/1970 dan Tata cara
Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK) No. 038/T/BM/2000
yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Bina Marga Departemen
Pekerjaan Umum. Peraturan ini disusun sedemikian rupa sehingga
standar yang dibutuhkan tidak hanya memperlihatkan faktor utama
lalu lintas tetapi juga keselamatan dengan keseimbangan dari segi
ekonomi.
2.2.1Faktor Faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Geometrik Jalan
Raya
1. Kondisi lalu lintas
Data lalu lintas merupakan landasan utama dalam perencanaan
jalan raya, karena pengaruhnya dalam perencanaan bentuk-bentuk
geometrik jalan dan perencanaan tebal perkerasan jalan sangat besar
sekali.Kondisi lalu lintas yang berpengaruh terhadap perencanaan
jalan tersebut antara lain:a. Volume lalu lintas
Volume lalu lintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang
melewati satu titik pengamatan selama satu satuan waktu. Jumlah
kendaraan yang hendak memakai jalan dinyatakan dalam volume lalu
lintas. Satuan volume lalu lintas yang umum dipergunakan sehubungan
dengan penentuan jumlah dan lebar lajur adalah :
a. Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) adalah volume lalu lintas
rata-rata dalam satu hari. Dari cara memperoleh data LHR ini ada
dua jenis yaitu Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan (LHRT) dan
Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR).b. Volume Jam Perencanaan (VJP)
adalah menunjukkan jumlah arus lalu lintas yang direncanakan akan
melintasi suatu penampang jalan selama satu jam.
c. Kapasitas adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat
melewati suatu penampang jalan pada jalur jalan selama 1 jam dengan
kondisi serta arus lalu lintas tertentu.
Untuk perencanaan geometrik jalan, volume lalu lintas sangat
berpengaruh terhadap perencanaan jumlah lajur dan lebar jalan yang
dibutuhkan. Makin besar jumlah kendaraan berat dan jumlah kendaraan
tak bermotor lewat, makin banyak jumlah lajur dan lebar jalan yang
dibutuhkan. Di Indonesia lebar jalan satu lajur berkisar 3 3,75
m.
b. Kendaraan Rencana
Kendaraan rencana adalah kendaraan yang merupakan wakil dari
kelompoknya, dipergunakan untuk merencanakan bagian-bagian dari
jalan. Untuk perencanaan geometrik jalan, ukuran lebar kendaraan
rencana akan mempengaruhi lebar lajur yang dibutuhkan. Sifat
membelok kendaraan akan mempengaruhi perencanaan tikungan dan lebar
median dimana mobil diperkenankan untuk memutar. Daya kendaraan
akan mempengaruhi tingkat kelandaian yang dipilih dan tinggi tempat
duduk pengemudi akan mempengaruhi jarak pandangan pengemudi.
Kendaraan rencana mana yang akan dipilih sebagai dasar perencanaan
geometrik jalan ditentukan oleh fungsi jalan dan jenis kendaraan
dominan yang memakai jalan tersebut. Tipe kendaraan yang dimaksud
disini adalah pembagian kendaraan menurut jenis yang biasanya
dibagi dalam 3 (tiga) golongan yaitu: (Perencanaan Geometrik Jalan
Antar Kota (TPGJAK) No. 038/T/BM/2000)a) Kendaraan ringan /
kecil.
Yaitu kendaraan bermotor ber as dua dan mempunyai berat total
kecil dari 5 T dengan 4 roda dan dengan jarak 2 3 m, misalnya mobil
penumpang, pick up, mobil hantaran.b) Kendaraan sedang Yaitu
kendaraan bermotor dengan dua gandar dengan jarak 3,5 5,0 m
misalnya bus kecil, truk 2 as dengan 6 roda dan lain-lain. c)
Kendaraan berat / besar
Yaitu kendaraan yang mempunyai berat total besar dari 5 ton.c.
Kecepatan Rencana
Kecepatan adalah besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh
kendaraan dibagi waktu tempuh.Biasanya dinyatakan dalam
km/jam.Kecepatan rencana adalah kecepatan aman maksimum yang
dipilih untuk keperluan perencanaan setiap bagian jalan raya
seperti tikungan, kemiringan jalan, jarak pandang dan lain-lain.
Kecepatan yang dipilih tersebut adalah kecepatan tertinggi menerus
dimana kendaraan dapat berjalan dengan aman dan kemanan itu
sepenuhnya tergantung dari bentuk jalan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kecepatan rencana
adalah:
Keadaan medan (terrain), apakah datar, berbukit atau gunung.
Sifat dan tingkat penggunaan daerah, apakah jalan di dalam kota
atau di luar kota.
Tabel 2.1 Ketentuan Kecepatan Rencana
Kelas JalanKeadaan MedanKec.Rencana (km/jam)
IDatar
Berbukit
Gunung120
100
80
II ADatar
Berbukit
Gunung100
80
60
II BDatar
Berbukit
Gunung80
60
40
II CDatar
Berbukit
Gunung60
40
30
IIIDatar
Berbukit
Gunung60
40
30
Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin,
20002. Keadaan Topografi
Topografi merupakan faktor dalam menentukan lokasi jalan dan
pada umumnya mempengaruhi penentuan trase jalan. Bukit, lembah,
sungai dan danau sering memberikan pembatasan terhadap lokasi dan
perencanaan trase jalan. Hal demikian perlu dikaitkan dengan
kondisi medan yang direncanakan.
Kondisi medan mempengaruhi hal-hal sebagai berikut :
Tikungan
Jari-jari tikungan dan pelebaran perkerasan sedemikian rupa
sehingga terjamin keamanan jalannya kendaraankendaraan dan
pandangan bebas yang cukup luas.
Tanjakan
Adanya tanjakan yang cukup curam dapat mengurangi kecepatan
kendaraan dan kalau tenaga tariknya tidak cukup, maka berat muatan
kendaraan harus dikurangi, yang berarti mengurangi kapasitas angkut
dan sangat merugikan, karena itu diusahakan supaya tanjakan dibuat
landai sesuai dengan peraturan yang berlaku.Adapun pengaruh medan
meliputi antara lain :
Jari-jari tikungan dan pelebaran perkerasan diambil sedemikian
rupa sehingga terjamin keamanan jalannya kendaraan dan pandangan
luas kedepan.
Adanya tanjakan yang cukup tajam dan curam dapat mempengaruhi
kecepatan kendaraan dan tenaga tariknya tidak cukup maka berat
muatan kendaraan harus dikurangi yang berarti mengurangi kapasistas
angkut dan sangat merugikan, karena itu diusahakan tanjakan dibuat
landai.
Bentuk penampang melintang jalan.
Trase jalan.
3. Kondisi Geologi
Adanya daerah-daerah yang merupakan faktor kegagalan geologi
seperti daerah patahan atau daerah bergerak baik vertikal maupun
horizontal. Daerah ini merupakan daerah yang kurang cocok dalam
pembuatan suatu jalan karena keadaan tanah dasar sendiri dapat
mempengaruhi lokasi dan bentuk geometrik jalan tersebut, misalnya
daya dukung tanah dasar yang sangat jelek dan muka air tanah yang
sangat tinggi.4. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Penggunaan tanah seperti pertanian, perindustrian, perkampungan,
tempat rekreasi dan lain-lain dapat mempengaruhi suatu perencanaan.
Jalan yang melalui daerah industri dimana persentase kendaraan
berat terhadap jumlah total kendaraan besar akan berbeda dengan
jalan yang melalui daerah perkampungan dimana persentase kendaraan
berat lebih kecil.2.2.2 Komposisi Lalu Lintas
Volume Lalu Lintas Harian Rata-rata (VLHR) adalah prakiraan
volume lalu lintas harian pada akhir tahun rencana lalu lintas yang
dinyatakan dalam smp/hari.1. Satuan Mobil Penumpang (SMP)
Satuan arus lalu lintas dimana arus dari berbagai kendaraan
telah diubah menjadi kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang)
dengan menggunakan EMP.2. Ekivalen Mobil Penumpang (EMP)
Faktor konversi berbagai jenis kendaran dibandingkan dengan
mobil penumpang atau kendaraan ringan lainnya. Sehubungan dengan
dampaknya pada perilaku lalu lintas (untuk mobil penumpang dan
kendaraan ringan lainnya, emp = 1,0).Tabel 2.2 Ekivalen Mobil
Penumpang (EMP)
No.Jenis KendaranDatar/BukitGunung
1.Sedan, Jeep, Station, Wegen1,01,0
2.Pick-Up, Bus Kecil, Truck Kecil1,2 2,41,9 3,5
3.Bus dan Truck Besar1,2 5,02,2, - 6,0
Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin,
2000
3. Faktor (F)
Faktor F adalah variasi tingkat lalu lintas per 15 menit dalam 1
jam.4. Faktor VLHR (K)
Faktor untuk mengubah volume yang dinyatakan dalam VLHR menjadi
lalu lintas jam sibuk.5. Volume Jam Rencana (VJR)
VJR adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam sibuk tahun
rencana lalu lintas,dinyatakan dalam smp/jam,dihitung dengan rumus
:
VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas
lalu lintas lainnya yang diperlukan.
Tabel 2.3 Penentuan Faktor K dan F berdasarkan VLHRVLHRFaktor K
(%)Faktor F (%)
> 50.000
30.000 50.000
10.000 30.000
5.000 10.000
1.000 5.000
< 1.0004 6
6 8
6 8
8 10
10 12
12 160,9 1
0,8 1
0,8 1
0,6 0,8
0,6 0,8
< 0,6
Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin,
20006. Kapasitas (C)
Volume lalu lintas maksimum (mantap) yang jarak dipertahankan
(tetap) pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu (misalnya :
rencana geometrik, lingkungan, komposisi lalu lintas dan
sebagainya)7. Derajat Kejenuhan (DS)
Rasio volume lalu lintas terhadap kapasitas yang diperhitungkan
per jam.2.2.3 Standar Perencanaan Geometrik Jalan
Di Indonesia, standar perencanaan geometrik telah dilakukan
dalam suatu peraturan yang dinamakan peraturan Geometrik Jalan Raya
No.13/1970 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Bina Marga
Departemen Pekerjaan Umum.
Peraturan itu disusun sedemikian rupa sehingga standar yang
dibutuhkan tidak hanya memeperhatikan faktor utama lalu lintas
tetapi juga keselarasan dengan keseimbangan ekonomi.
Tujuan adanya suatu standarisasi adalah untuk mencapai suatu
perencanaan jalan yang paling optimal sesuai dengan fungsinya:
1. Jarak Pandangan
Adalah panjang jalan di depan pengemudi yang masih dapat dilihat
dengan jelas diukur dari titik kedudukan pengemudi itu sendiri.
Dilihat dari kegunaannya jarak pandangan dapat dibedakan
atas:
a. Jarak Pandang Henti (Jh)
Yaitu jarak pandangan yang dibutuhkan pengemudi untuk
menghentikan kendaraannya. guna memberikan kemanan pada pengemudi
kendaraan,maka pada setiap panjang jalan haruslah dipenuhi paling
sedikit jarak pandangan sepanjang jarak pandangan henti
minimum.
a) Jarak minimum
Jarak pandangan henti minimum adalah jarak yang diperlukan oleh
setiap pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu
melihat adanya rintangan pada lajur jalannya.
Asumsi Tinggi
Asumsi tinggi diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata
pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan 105 cm,yang diukur dari
permukaan jalan. Elemen-Jh
Jh terdiri atas dua elemen jarak yaitu :1) Jarak Tanggap
(Jht)
Adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi
melihat suatu halangan dan sampai saat pengemudi menginjak rem.2)
Jarak Pengereman (Jhr)
Adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan kendaraan sejak
pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.
Rumus yang digunakan:
Jh = Jht + Jhr ...(2.1a)
. (2.1b)
dimana :
VR= Kecepatan rencana (km/jam)
T= Waktu tanggap (2,5 detik)
G= Percepatan gravitasi (9,8m/dt2)
Fp= Koefisien gesek memanjang antara ban dengan aspal
Jht= Jarak tanggap
Jhr= Jarak pengereman
Tabel 2.4 : Jarak Pandang Henti (Jh) Minimum yang dihitung
berdasarkan pembulatan untuk berbagai VRVR
km/jam120100806050403020
Jh min (m)2501751207555402716
Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin,
2000
H = Jarak pandang henti
A = Kendaraan yang sedang melaju
Ao = Kendaraan setelah melihat adanya kendaraan
A = Kendaraan menginjak rem setelah melihat halangan
A = Kendaraan yang berhenti setelah menginjak rem
B = Halangan
Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin,
2000
Gambar 2.1 Jarak Pandang Hentib. Jarak pandang menyiap/
mendahului
Jarak pandang menyiap adalah panjang bagian suatu jalan yang
diperlukan oleh pengemudi suatu kendaraan untuk melakukan suatu
gerakan menyiap kendaraan lain yang lebih lambat dan aman pada
jalur yang dilewati.
Faktor-faktor yang mempengaruhi jarak pandang menyiap:
a) Kecepatan kendaraan yang bersangkutan
b) Kebebasan
c) Reaksi
d) Kecepatan pengemudi
e) Besar kecepatan maksimum
Besar jarak pandang menyiap dan panjangnya dapat dihitung
berdasarkan rumus berikut :
D = d1 + d2 + d3 + d4
(2.2)
Dimana :
D = jarak pandang menyiap (m)
d1 = jarak pandang PIEV (percepatan, intelection, emotion,
vilition)
= 0,278 Tl (V m + (aTl/2) d2 = jarak yang ditempuh dalam
menyiap
= 0,278 VR.T2 d3 = jarak bebas
= (30 100)m
d4 = jarak yang ditempuh dari arah lawan
= 2/3 d2
Catatan :
V = Kecepatan rata-rata kendaraan menyiap
M=Perbedaan kecepatan kendaraan yang disiapkan dan menyiap
adalah 15 km/jam
T= Waktu kendaraan menyiapkan berjalan dijalan kanan
`
Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin,
2000
Gambar 2.2 Proses Gerakan Mendahului Ket :
A = Kendaraan yang mendahului.
B = Kendaraan yang berlawanan arah.
C = Kendaraan yang didahului kendaraan A.
2. Klasifikasi Jalan Jalan Umum Jalan umum adalah jalan yang
diperuntukkan bagi lalu lintas umum. Jalan umum dikelompokkan
menurut sistem, fungsi, status, dan kelas.
a. Menurut Sistem
a) Sistem jaringan jalan primerMerupakan sistem jaringan jalan
dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan
menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud
pusat-pusat kegiatan.b) Sistem jaringan jalan sekunder
Merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan
distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan
perkotaan.
b. Menurut Fungsi
a) Jalan Arteri
Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan
jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
b) Jalan Kolektor
Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul
atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan
rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
c) Jalan Lokal
Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat
dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi. d) Jalan Lingkungan
Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan
dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata
rendah.c. Menurut status
a) Jalan Nasional
Merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan
jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan
strategis nasional, serta jalan tol.
b) Jalan Provinsi
Merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau
anta ribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
c) Jalan Kabupaten
Merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang
tidak termasuk pada jalan nasional dan provinsi, yang menghubungkan
ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan,
ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan
lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam
wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
d) Jalan Kota
Adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta
menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.
e) Jalan Desa
Merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.d. Menurut
SpesifikasiPengaturan kelas jalan berdasarkan spesifikasi
penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas jalan bebas hambatan,
jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil.
a) Jalan bebas hambatan (Freeway)Adalah jalan umum untuk lalu
lintas menerus dengan pengendalian jalan masuk secara penuh dan
tanpa adanya persimpangan sebidang serta dilengkapi dengan pagar
ruang milik jalan.b) Jalan raya (Highway)
Adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan pengendalian
jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi dengan median, paling
sedikit 2 (dua) lajur setiap arah.c) Jalan sedang (Road)Adalah
jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang dengan pengendalian
jalan masuk tidak dibatasi.
d) Jalan kecil (Street)Adalah jalan umum untuk melayani lalu
lintas setempat.e. Berdasarkan Kelasa) Jalan Kelas I Kelas ini
mencakup semua jalan utama dan dimaksudkan untuk dapat melayani
lalu lintas cepat dan berat. Jalan raya dalam kelas ini merupakan
jalan raya yang berjalur banyak dengan konstruksi perkerasan dari
jalan yang terbaik dalam arti tingginya tingkat pelayanan terhadap
lalu lintas.b) Jalan Kelas IIKelas ini mencakup jalan-jalan
sekunder, dalam komposisi lalu lintas lambat, kelas jalan ini
berdasarkan komposisi dan sifatnya dibagi dalam tiga kelas yaitu II
A, II B dan IIC.c) Jalan Kelas II A Jalan raya sekunder dua jalur
dengan konsep permukaan jalan dan jenis aspal beton (hot mix) atau
yang setara, dimana dalam komposisi lalu lintasnya tersebut
kendaraan lambat tapi tanpa kendaraan tak bermotor untuk lalu
lintas lambat harus disediakan jalan sendiri.d) Jalan Kelas II B
Jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan
dari penetrasi berganda atau yang setaraf dalam komposisi lalu
lintasnya terdapat kendaraan lambat tapi tanpa kendaraan tak
bermotor.e) Jalan Kelas II C Jalan raya sekunder dua jalur dengan
konstruksi permukaan jalan dari jenispenetrasi tunggal dimana dalam
komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat dan kendaraan
tidak bermotor.f) Jalan Kelas III
Kelas jalan ini mencakup semua jalan penghubung dan merupakan
konstruksi jalan berjalur tunggal. Konstruksi permukaan jalan yang
paling tinggi adalah peleburan dengan aspal. Jalan Khusus
Jalan Khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan
usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan
sendiri. Jalan tol
Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem
jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya
diwajibkan membayar tol.Jalan tol diselenggarakan untuk:
a. memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembangb.
meningkatkan hasil guna dan daya guna pelayanan distribusi barang
dan jasa guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomic.
meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna
jalan
d. meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan.Tabel
2.5 Standar Klasifikasi Jalan
Klasifikasi JalanLHR dalam SMP
FungsiKelas
ArteriI>25.000
KolektorIIa10.00-25.000
IIb3.000-10.000
IIc25
Sumber : Tata Cara Peraturan Geometrik Jalan AntarKotaAdapun
pengaruh medan meliputi hal-hal sebagai berikut :a. Tikungan,
jari-jari tikungan dan pelebaran perkerasan diambil sedemikian rupa
sehingga terjamin keamanan jalannya kendaraan dan pandangan bebas
yang cukup luas.
b. Tanjakan, adanya tanjakan yang cukup curam dapat mempengaruhi
kecepatan kendaraan dan tenaga tariknya tidak cukup maka berat
muatan kendaraan harus dikurangi/mengurangi kapasitas angkut dan
sangat merugikan, karena itu diusahakan supaya tanjakan dibuat
landai.
c. Bentuk penampang melintang jalan, bentuk penampang melintang
yang digunakan harus sesuai dengan klasifiakasi jalan dan kebutuhan
lalu lintas yang bersangkutan, demikian pula lebar badan jalan,
drainase dan kebebasan pada jalan raya harus disesuaikan dengan
peraturan yang berlaku.
2.2.4 Alinemen Horizontal
1. Definisi
Alinemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang
horizontal. Alinemen horizontal dikenal juga dengan nama situasi
jalan atau trase jalan. Alinemen horizontal terdiri dari dua garis
lurus yang disebut tangen dan dihubungkan dengan garis
lengkung.
Pada perencanaan alinemen horizontal,umumnya akan ditemui dua
jenis bagian jalan yaitu : Bagian lurus dan bagian lengkung atau
umum disebut tikungan yang terdiri dari tiga jenis tikungan
yaitu:
a. Tikungan Penuh (Full Circle / FC)
b. Spiral-Lingkaran-Spiral (Spiral Circle Spiral / S-C-S)
c. Spiral-Spiral (Spiral Spiral / S-S)2. Hal-hal yang Perlu
Diperhatikan Dalam Perencanaan Alinyemen Horizontal
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan
alinemen horizontal ini adalah sebagai berikut :
a. Sedapat mungkin menghindari broken back, yaitu tikungan
searah yang hanya dipisahkan oleh bentang yang pendek.
b. Pada bagian yang lurus dan panjang jangan sampai seakan-akan
terdapat tikungan yang panjang dan akan mengejutkan si
pengemudi.
c. Kalau tidak terpaksa, jangan sampai menggunakan jari-jari
minimum dalam perencanaan sebab jalan akan sulit mengikuti
perkembangan nantinya.
d. Jika terpaksa menghadapi tikungan yang majemuk, agar
diusahakan R1 minimum 1,5 R2.
e. Untuk tikungan yang berbentuk S panjang bagian tangen antara
kedua tikungan harus cukup untuk memberikan rounding (25-30 m) pada
ujung-ujung tepi perkerasan.
f. Harus memperhitungkan drainase yang cukup.
g. Hindari daerah rawa, sungai dan perbukitan sedapat mungkin
menghindari pekerjaan tanah yang besar.
h. Memanfaatkan material atau bahan yang ada di sekitar tempat
pekerjaan.
3. Ketentuan-ketentuan Lengkung Horizontal
a. Garis lurus (tangen) yaitu jalan bagian lurus
Tabel 2.8 Panjang Bagian Lurus Maksimum
FungsiPanjang Bagian Lurus Maksimum (m)
DatarBukitGunung
Arteri300025002000
Kolektor200017501500
Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin,
2000
b. Tikungan
Jari-jari minimum
Kendaraan pada saat melalui tikungan dengan kecepatan (V) akan
menerima gaya sentrifugal yang menyebabkan kendaraan tidak stabil,
maka untuk mengimbangi gaya itu, perlu dibuat suatu kemiringan
melintang jalan pada tikungan yang disebut Superelevasi (e).Rumus
umum untuk lengkung horizontal :
2.3a
2.3b
Dimana :R= Jari-jari lengkung ( m )
D= Derajat kelengkungan ( o )
emax = Superelevasi maksimum
fmax = Koefisien gesekan melintang maksimumTabel 2.9 Panjang
Jari-jari Minimum (dibulatkan, untuk emax = 10%)VR
km/jam12010090806050403020
R min (m)60037028021011580503015
Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin,
20004. Bentuk-bentuk Lengkung atau Kurva Dalam Alinemen
Horizontal
a. Full Circle (FC)
Full Circle (FC) adalah jenis tikungan yang hanya terdiri dari
bagian suatu lingkaran saja. Tikungan FC hanya digunakan untuk R
(jari-jari tikungan) yang besar agar tidak terjadi patahan,karena
dengan R kecil, maka diperlukan superelevasi yang besar.Tabel 2.10
Jari-jari Tikungan Yang Tidak Memerlukan Lengkung PeralihanVR
km/jam120100806050403020
Rmin (m)2500150090050035025013030
Sumber :Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin,
2000Tabel 2.11 Batas Jari-jari Minimum Full CircleV Rencana
(km/jam)R minimum (meter)
120
100
80
60
50
40
302000
1500
1100
700
440
300
180
Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin,
2000
Gambar 2.3 Bentuk Busur Lingkaran Full Circle
Keterangan :O= Titik pusat lingkaranCc= Titik tengah busur
lingkaranPC= Titik awal lingkaran (Point of Curvature)PI= Titik
perpotongan tangen (Point of Intersection)PT= Titik akhir lingkaran
(Point of Tangency).
Tc= Panjang tangen (Tc ke PI).
c= Sudut tikungan/persilangan.
Lc= Panjang busur lingkaran.
Ec= Jarak luar (PI ke Cc).
Rc= Jari-jari lingkaran Rumus yang digunakan :
Perhatikan segitiga PC-PI-O
PI
Tc Ec
PC
Rc
Rc
2
O
Tan = Tc
Rc
Tc = Rc tan ((2.4)
Sin = Tc PI-O
Sin = Tc
R + Ec
Ec = Tc - Rc
Sin
Ec = Rc ( Tc - Rc ) (2.5)
Rc . Sin
Lc =
(2.6)Perhatikan Segitiga PC-M-O PI
Tc Cc
PC M
Rc
Rc
2
O
Cos = Rc CcM (2.7)
Rc
CcM = Rc - Rc. Cos
b. Spiral-Circle-Spiral (S-C-S)
Pada bentuk ini spiral merupakan peralihan/transisi dari bagian
lurus kebahagian lingkaran dan sebaliknya,sehingga disebut dengan
transition curve.
Lengkung peralihan dibuat untuk menghindari terjadinya perubahan
alinemen yang tiba-tiba dari bentun lurus ke bentuk lingkaran,jadi
lengkung peralihan ini diletakkan antara bagian lurus dan bagian
lingkaran (circle), yaitu pada sebelum dan sesudah tikungan
berbentuk busur lingkaran.Fungsi utama dari transition curve ini
adalah :
a. Menjaga gaya sentrifugal yang timbul pada waktu kendaraan
memasuki tikungan yang dapat terjadi berangsur-angsur, agar
kendaraan dapat melintasi jalur jalan yang tersedia dengan amat
nyaman.
b. Untuk mengadakan perubahan lereng melintang dari normal ke
maksimal secara berangsur-angsur sesuai dengan gaya sentrifugal
yang terjadi.
Lengkung peralihan dengan bentuk spiral ini banyak digunakan
oleh Bina Marga, dengan adanya lengkung peralihan ini maka tikungan
menggunakan S-C-S.
Tabel 2.12 Batas Jari-jari Minimum Untuk Tikungan S-C-S
V Rencana (km/jam)R minimum (meter)
120
100
80
60
50
40
30
20600
370
210
115
80
50
30
15
Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin,
2000Rumus yang digunakan :
Xs= Ls
(2.8)
Ys=
(2.9)
s=
(2.10)
p=- Rc (1-Cos s)(2.11)
k= Ls -
(2.12)
(2.13)
(2.14)
< 2 Ts
(2.15)
(2.16)
(2.17)
(2.18)
Gambar 2.4 Bentuk Busur Lingkaran Spiral Circle SpiralKeterangan
:
Xs = Absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC
(jarak lurus lengkung peralihan).
Ys = Ordinat titik SC pada tegak lurus garis tangen, jarak tegak
lurus ke titik SC pada lengkung.
Ls = Panjang lengkung peralihan (panjang dari titik TS ke SC
atau CS ke TS).
Lc = Panjang busur lingkaran (panjang dari titik SC ke CS).
Ts = Panjang tangen dari titik PI ke titik TS atau ke titik
ST.
TS = Titik dari tangen ke spiral
SC = Titik dari spiral kelingkaran
Es = Jarak dari PI ke busur lingkaran
s = Sudut lengkung spiral
Rc = Jari-jari lingkaran
p = Pergeseran tangen terhadap spiral..........( Tabel 2.13
)
k = Absis dari p pada garis tangen spiral......( Tabel 2.13
)Panjang lengkung peralihan (LS) menurut tata cara perencanaan
geometrik jalan antar kota diambil nilai yang terbesar dari tiga
persamaan 2.19 ; 2.20 dan 2.21.a) Berdasarkan waktu tempuh max 3
detik.
Ls =
(2.19)
b) Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal.
(2.20)
c) Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian.
(2.21)
Dimana :
T= Waktu tempuh (3 detik)
Rc=Jari-jari busur lingkaran (m)
C= Perubahan kecepatan, 0,3 -1,0 disarankan 0,4 m/det3 C=
Tingkat pencapaian perubahan kelandaian melintang jalan, sebagai
berikut:
Untuk VR < 70 km/jam, maka c maks = 0,035 m/m/det.
Untuk VR > 80 km/jam, maka c maks = 0,025 m/m/det.
e=Superelevasi (%)
em=Superelevasi maksimum
en=Superelevasi normal
VR=Kecepatan rencana (km/jam)
c. Spiral-Spiral (S - S)
Lengkung horizontal berbentuk spiral-spiral adalah lengkung
tanpa busur lingkaran, sehingga titik SC berimpit dengan titik CS.
Panjang busur lingkaran Lc = 0, dan s = . Rc yang dipilih harus
sedemikian rupa sehingga Ls yang dibutuhkan lebih besar dari Ls
yangmenghasilkan landai relatif minimum yang disyaratkan. Tikungan
ini digunakan pada tikungan tajam.
Rumus-rumus yang digunakan sama dengan rumus-rumus yang ada pada
tikungan Sp-Sr-Sp.
(C = 0(2.22)
,
(2.23)
Ls =
(2.24)
Ls minimum = m ( en + emax )(2.25)
Ls > Ls minimumP = P*.Ls(2.26)
x = X*.Ls(2.27)
y = y*.Ls(2.28)k = k*.Ls(2.29)
Lc = 0, Ltotal = 2 Ls(2.30)
Ts = (Rc + P) tg ( + K(2.31)Es =
(2.32)Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley
L.Hendarsin, 2000
Gambar 2.5 Bentuk Lengkung Peralihan ( S - S )5. Stationing
(STA)
Stationing adalah suatu cara menentukan panjangnya suatu jalan
dan juga menentukan letaknya titik-titik pada trase jalan yang
direncanakan.
STA dimulai dari titik awal proyek dengan nomor stationing
0+000. Angka di sebelah kiri tanda (+) menunjukkan kilometer, dan
angka di sebelah kanan tanda (+) menunjukkan meter. Angka
stationing bergerak ke atas dan tiap-tiap 50 m ditulis pada gambar
rencana serta dicantumkan juga nomor-nomor station titik-titik
penting tikungan yaitu titik TS, SC dan ST serta PI, dan berakhir
pada titik akhir proyek.
Dengan diketahui stationing titik awal proyek pada sta 0 + 0,00
maka, stationing titik-titik lain dapat ditentukan.6. Diagram
Superelevasi
Diagram superelevasi menggambarkan pencapaian superelevasi dari
lereng normal ke superelevasi penuh,sehingga dengan diagram
superelevasi dapat ditentukan bentuk penampang melintang pada titik
tikungan. Diagram superelevasi dapat dicapai dengan 3 cara
yaitu:
a. Elevasi sumbu jalan sebagai sumbu putar (garis nol) CL en
b. Elevasi tepi perkerasan luar sebagai sumbu putar
CL
enc. Elevasi tepi perkerasan dalam sebagai sumbu putar
CL En
Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin,
2000
Gambar 2.6 Metoda Pencapaian Superelevasi Pada Tikungan Type
FC
Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin,
2000Gambar 2.7 Metoda Pencapaian Superelevasi Pada Tikungan type
S-C-S
Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin,
2000Gambar 2.8 Metoda Pencapaian Superelevasi Pada Tikungan Type S
Sa. Landai Relatif
Kemiringan melintang atau kelandaian pada penampang jalan
diantara tepi perkerasan luar dan sumbu jalan sepanjang lengkung
peralihan disebut dengan landai relatif.
Landai relatif ini dapat dihitung dengan rumus :
(2.33)
Dmana :
= landai relatif (%)
emax= Superelevasi maksimum (m/mI)
en= Superelevasi normal (m/mI)
B= lebar jalur (m)b. Pelebaran di Tikungan
Kendaraan yang bergerak dari jalan lurus menuju ke tikungan,
seringkali tak dapat mempertahankan lintasannya pada lajur yang
disediakan. Hal ini disebabkan karena:a) Pada waktu membelok yang
diberi belokan pertama kali hanya roda depan, sehingga lintasan
roda belakang agak keluar lajur (off tracking).
b) Jejak lintasan kendaraan tidak lagi berimpit, karena bemper
ban depan dan belakang kendaraan akan mempunyai lintasan yang
berbeda dengan lintasan roda depan dan roda belakang kendaraan.
c) Pengemudi akan mengalami kesukaran dalam mempertahankan
lintasannya tetap pada lajur jalannya terutama pada
tikungan-tikungan yang tajam atau pada kecepatan yang tinggi. Untuk
menghindari tikungan tersebut, maka pada tikungan yang tajam perlu
diperlebar perkerasan jalannya. Pelebaran perkerasan ini merupakan
faktor dari jari-jari lengkung,kecepatan kendaraan,jenis dan ukuran
kendaraan rencana yang dipergunakan sebagai dasra perencanaan. Pada
umumnya truk tunggal merupakan jenis kendaraan yang dipergunakan
sebagai dasar penentuan tambahan lebar perkerasan yang
dibutuhkan.Tetapi pada jalan-jalan yang banyak dilewati kendaraan
berat, jenis kendaran semi trailer merupakan kendaran yang cocok
dipilih untuk kendaraan rencana.
Elemen-elemen dari pelebaran perkerasan tikungan terdiri
dari:
a) Off Tacking
Bina Marga memperhitungkan lebar B dengan mengambil posisi
kritis kendaraan yaitu pada saat roda depan kendaraan pertama kali
dibelokkan dan tinjauan dilakukan untuk lajur sebelah dalam.b)
Kesukaran dalam mengemudi di tikungan
Diberikan oleh AASHTO sebagai fungsi dari kecepatan dan radius
lajur sebelah dalam. Semakin tinggi kecepatan kendaraan dan semakin
tajam tikungan tersebut, semakin besar tambahan pelebaran akibat
kesukaran dalam mengemudi. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan
terlemparnya kendaraan ke arah luar dalam gerakan menikung
tersebut. Dari gambar 2.9 dibawah dapat dilihat :
b= lebar kendaraan rencana.
B
= lebar perkerasan yang ditempati satu kendaran di tikungan pada
jalur sebelah dalam.C= kebebasan samping B = n ( b + C ) + ( n 1 )
Td + Z
p= jarak antar gandar = 6,5 m
A= tonjolan depan kendaraan = 1,5 m
n= jumlah jalur.
Z= lebar tambahan akibat kesukaran mengemudi ditikungan.
0,105 x
Td=
b=
Sumber : Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Silvia
SukirmanGambar 2.9 Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan2.2.5 Alinemen
Vertikal
Alinemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan
bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2
lajur 2 arah atau melalui tepi dalam masing-masing perkerasan untuk
jalan dengan median. Seringkali disebut juga sebagai penampang
memanjang jalan.
Penarikan alinemen vertikal sangat dipengaruhi oleh berbagai
pertimbangan seperti kondisi tanah dasar, keadaan medan, fungsi
jalan, muka air banjir, muka air tanah dan kelandaian yang masih
memungkinkan.
Parameter yang ada pada alinemen vertikal :
1. Kelandaian
Kelandaian jalan atau disebut juga dengan landai adalah suatu
besaran untuk menunjukkan besarannya kenaikan ataupun penurunan
vertikal dalam satuan jarak horizontal (datar) dan biasanya
dinyatakan dalam persen (%). Untuk menghitung dan merencanakan
lengkung vertikal, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu
: Kelandaian Maksimum
Kelandaian maksimum yang ditentukan untuk berbagai kecepatan
rencana, dimaksudkan agar kendaran dapat bergerak terus tanpa
kecepatan yang berarti. Kecepatan maksimum didasarkan pada
kecepatan truk yang bermuatan penuh mampu bergerak dengan kecepatan
tidak kurang dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan
gigi rendah.Tabel 2.13 Kelandaian Maksimum Yang Diizinkan (%)
Vr (km/jam)120110100806040< 40
Kelandaian334581010
Sumber : Perencanaan Teknik Jalan Raya Shirley L.Hendarsin, 2000
Kelandaian Minimum
Pada jalan yang menggunakan kerb pada tepi perkerasan,perlu
dibuat kelandaian minimum 0,5 % untuk keperluan kemiringan saluran
samping,karena kemiringan melintang jalan dengan kerb hanya cukup
untuk mengalirkan air kesamping.2. Bentuk-bentuk Lengkung
Vertikal
Pada lengkung ini digunakan lengkung parabola sederhana simetris
dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
a. Volume pekerjaan tanah
b. Panjang jarak pandangan yang dapat diperoleh pada setiap
titik pada lengkung vertikal.
c. Untuk kenyamanan pemakai jalan.
d. Perhitungan-perhitungan mudah.Adapun bentuk-bentuk lengkung
vertikal adalah:
a. Lengkung Vertikal CembungGambar 2.10 Tipikal lengkung
vertikal cembung bentuk parabola Keterangan :
PLV= Titik awal lengkung vertikal
PVI = Titik persilangan lengkung vertikalPTV = Titik akhir
lengkung vertikalA = Perbedaan aljabar landai ( % )L = Jarak
horizontal dari PLV ke PTVhi = Pergeseran vertikal titik i pada
lengkung secara vertikal.
Xi = Jarak horizontal titik i dihitung dari PLV
g1 = Kemiringan tangent PLV - PVI dalam %, (+) karena menaik
g2 = Kemiringan tangent PVI-PTV dalam %, ( - ) karena
menurun
EV
= Offset dari PVI ke pertengahan lengkung b. Lengkung Vertikal
Cekung
Kriteria yang digunakan yaitu:
Jarak sinar lampu besar dari kendaraan Kenyamanan pengemudi
Ketentuan drainase
Gambar 2.11 Tipikal lengkung vertikal cekung bentuk
parabolaKeterangan : PLV= Titik awal lengkung vertikal.
PVI= Titik persilangan lengkung vertikal.
PTV= Titik akhir lengkung vertikal.
A= Perbedaan aljabar landai ( % ).
L = Jarak horizontal dari PLV ke PTV. hi = Pergeseran vertikal
titik i pada lengkung vertikal.
Xi= Jarak horizontal titik i dihitung dari PLV.
g1= Kemiringan tangent PLV- PVI dalam %( - ) karena menurun.
g2 = Kemiringan tangent PVI-PTV dalam %, (+ ) karena menaik.
EV= Offset dari PVI ke pertengahan lengkung vertikal = jarak
dari titik pada pertengahan lengkung ke bagian lurus penghubung PTV
PLV (m).Rumus-rumus yang digunakan :
EV =
(2.34)
Jika Xi = LV ; Yi = EV ( Yi Maksimum
LV didapatkan dari grafik :
Yi =
(2.35)
q1 =
(2.36)
q2 =
(2.37)
A = g2 g1(2.38)
Panjang L, berdasarkan JhJh < LV : LV =
(2.39)
Jh > LV : LV = 2 Jh
(2.40)
Panjang L, berdasarkan JdJd < LV : LV =
(2.41)
Jh > LV : LV = 2 Jd
(2.42)
2.3 Perencanaan Lapis Perkerasan Lentur Jalan Raya
Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun di atas lapisan
tanah dasar (subgrade),yang berfungsi untuk menopang beban lalu
lintas. Jenis perkerasan jalan pada umumnya ada dua jenis, yaitu
:
1. Perkerasan lentur ( flexible pavement)
2. Perkerasan kaku (rigid pavement)
Selain dari dua jenis tersebut,sekarang telah banyak digunakan
jenis gabungan (composite pavement) yaitu perpaduan antara lentur
dan kaku.
Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku :
1. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)a. Bahan pengikat
(aspal)
b. Repetisi beban,timbul rutting (lendutan pada jalur roda)
c. Penurunan tanah dasar,jalan bergelombang mengikuti tanah
dasar
d. Perubahan temperatur,modulus kekakuan berubah dan timbul
tegangan kecil
e. Jika dibebani permukaan akan melendut
f. Kekuatan tergantung pada tanah dasar
g. Investasi biaya,biaya awal relatif murah
h. Distribusi beban disalurkan pada tiap lapis perkerasan
i. Umur jalan relatif lebih pendek dari perkerasan kaku
2. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)a. Bahan pengikat (semen)
b. Repetisi beban (timbul retak-retak pada permukaan)
c. Perubahan temperatur modulus kekauan tidak berubah dan timbul
tegangan yang besar
d. Jika dibebani permukaan tetap kaku
e. Kekuatan tergantung pada lapisan beton dan tidak pada tanah
dasar
f. Investasi biaya,biaya awal relatif mahal
g. Distribusi beban disalurkan pada lapis permukaan
h. Umur jalan relatif lebih lama dari perkerasan lentur
Bentuk umum dari konstruksi perkerasan :
1. Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Course)
Lapis pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang terletak
antara lapis pondasi dan tanah dasar, berupa material berbutir
kasar setebal 10-25 cm.
Fungsi dari lapis pondasi bawah adalah :
Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan
menyebarkan beban roda.
Untuk mencapai efisiensi penggunaan bahan yang relatif murah
agar lapis selebihnya dapat dikurangi.
Meredam perubahan volume subgrade
Sebagai filler mencegah masuknya tanah dasar ke lapis
pondasi
Sebagai lapisan pertama atau lantai kerja agar pelaksanaan dapat
berjalan lancar.
2. Lapis Pondasi Atas (Base Course)Fungsi dari lapis pondasi
atas adalah :
Sebagai inti dari perkerasan
Menerima beban dari lapis permukaan dan menyebarkannya pada
pondasi bawah.
Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan akibat
pengaruh cuaca.
3. Lapis Permukaan (Surface)Fungsi dari lapis permukaan adalah
:
Menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapis
dibawahnya.
Sebagai lapisan aus (wearing course)
Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan akibat
pengaruh cuaca.Karakteristik perkerasan lentur : Bersifat elastis
jika menerima beban, sehingga dapat memberi kenyamanan bagi
pengguna jalan
Selalu menggunakan bahan pengikat aspal
Seluruh lapisan ikut menanggung beban
Penyebaran tegangan ke lapisan tanah dasar sedemikian sehingga
tidak merusak lapisan tanah dasar (subgrade)
Usia rencana maksimum 20 tahun (menurut MKJI = 23 tahun) Selama
usia rencana diperlukan pemeliharaan secara berkala (routine
maintenance).Karakteristik perkerasan kaku :
Bersifat kaku karena yang digunakan sebagai perkerasan dari
beton. Digunakan pada jalan yang mempunyai lalu lintas dan beban
muatan tinggi. Kekuatan beton sebagai dasar perhitungan tebal
perkerasan. Usia rencana bisa lebih 20 tahun.
Gambar 2.12 Bentuk Perkerasan Lentur
Gambar 2.13 Bentuk Perkerasan KakuGambar 2.13 Bentuk Perkerasan
KakuAdapun prosedur perencanaan perkerasan dengan menggunakan
Metoda Analisa Komponen dapat dilihat melalui gambar 2.15 berikut
:
Gambar 2.14 Diagram Alir Perancangan Perkerasan Lentur dengan
MAK2.3.1 Perhitungan Lalu Lintas RencanaMetoda yang akan digunakan
tergantung dari data lalu lintas yang ada dan prosedur perencanaan
yang digunakan. Secara ideal data lalu lintas baru mencakup jumlah
dan berat setiap jenis sumbu dalam arus lalu lintas.
Lalu lintas harian rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan
ditentukan pada awal umur rencana yang dihitung untuk dua arah pada
jalan tanpa median atau masing-masing arah pada jalan dengan
median.
Kerusakan perkerasan jalan raya pada umumnya disebabkan oleh
terkumpulnya air dibagian perkerasan jalan dank arena repetisi dari
lintasan kendaraan. Oleh karena itu, perlu ditentukan beberapa
jumlah repetisi beban yang akan memakai jalan tersebut. Repitisi
beban dinyatakan dalam lintas sumbu standar, dikenal dengan nama
Lintas Ekivalen.1. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
Angka ekivalen (E) adalah angka yang menunjukkan jumlah lintasan
dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton yang akan menyebabkan kerusakan
yang sama atau penurunan indeks ermukaan yang sama apabila
kendaraan tersebut lewat satu kali.
Setiap jenis kendaraan mempunyai konfigurasi sumbu yang
berbeda-beda. Sumbu depan merupakan sumbu tunggal roda tunggal,
sumbu belakang dapat merupakan sumbu tunggal ataupun sumbu ganda.
Dengan demikian setiap jenis kendaraan akan mempunyai angka
ekivalen yang merupakan jumlah angka ekivalen dari sumbu depan dan
sumbu belakang.
Bina Marga memberikan rumus untuk menentukan angka ekivalen
beban sumbu sebagai berikut :
Dimana :
K = 1 (untuk sumbu tunggal)
K = 0.086 (untuk sumbu ganda)
K = 0.026 (untuk sumbu triple) Tabel 2.14 Angka Ekivalen (E)
Beban Sumbu Kendaraan
Beban satu sumbuAngka Ekivalen
KgLbsSumbu tunggalSumbu ganda
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
8160
9000
10000
11000
12000
13000
14000
15000
160002205
4409
6614
8818
11023
13228
15432
17637
18000
19841
22046
24251
26455
28660
30864
33069
352760,0002
0,0035
0,0183
0,0577
0,1410
0,2923
0,5415
0,9238
1,0000
1,4797
2,2555
3,3022
4,6770
6,4417
8,6647
11,4148
14,7815-
0,0003
0,0016
0,0050
0,0121
0,0251
0,0466
0,0794
0,0860
0,1273
0,1740
0,2840
0,4022
0,5540
0,7452
0,9820
1,2712
Sumber : Pedoman Penentuan Tabel Perkerasan Lentur Jalan Raya
No.01/PD/B/1983
2. Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan ( C )
Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu
ruas jalan raya yang menampung lalu lintas terbesar.Jika jalan
tidak memiliki tanda batas lajur,maka jumlah lajur ditentukan dari
lebar perkerasan seperti tabel 2.16
Tabel 2.15 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan
Lebar perkerasan (L)Jumlah lajur (n)
L < 5,50 m1 lajur
5,50 m ( L < 8,35 m2 lajur
8,25 m ( L < 11,25 m3 lajur
11,25 m ( L < 15,00 m4 lajur
15,00 m ( L < 18,75 m5 lajur
18,75 m ( L < 22,00 m6 lajur
Sumber: Pedoman Penentuan Tabel Perkerasan Lentur Jalan Raya
No.01/PD/B/1983
Tabel 2.16 Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan
ringan dan berat yang lewat pada lajur rencana
Jumlah lajurKendaraan Ringan*Kendaran berat**
1 arah2 arah1 arah2 arah
1 lajur
2 lajur
3 lajur
4 lajur
5 lajur
6 lajur1,00
0,60
0,40
-
-
-1,00
0,50
0,40
0,30
0,25
0,201,00
0,75
0,50
-
-
-1,00
0,50
0,475
0,45
0,425
0,40
Sumber : Pedoman Penentuan Tabel Perkerasan Lentur Jalan Raya
No.01/PD/B/1983Catatan :* berat total < 5 ton, misalnya: mobil
penumpang, pick up, mobil
Hantaran.
** berat total ( 5 ton, misalnya: bus, truk, traktor, semi
trailer, trailer.3. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP), adalah lintas
ekivalen pada saat jalan tersebut dibuka.
4. Lintas Ekivalen Akhir (LEA), adalah besarna lintas ekivalen
pada akhir umur rencana pada sat jalan tersebut membutuhkan
perbaikan secara structural.
5. Lintas Ekivalen Tengah (LET), adalah jumlah lintas ekivalen
harian dari sumbu tunggal sebesar 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur
rencana pada pertengahan umur rencana.
6. Lintas Ekivalen Rencana (LER), adalah jumlah lintas ekivalen
yang akan melintasi jalan tersebut selama masa pelayanan, dari saat
dibuka sampai akhir umur rencana.LER = LET x FP Faktor penyesuaian
(FP) tersebut ditentukan dengan rumus :
Dimana:
I=Perkembangan lalu lintas
Ej =Angka ekivalen beban sumbu untuk satu jenis kendaraan
LHR =Lalu lintas Harian Rata-rata
UR = Usia Rencana (tahun)
FP = Faktor Penyesuaian2.3.2 Perhitungan Daya Dukung Tanah Dasar
(DDT)
Daya dukung lapisan tanah dasar adalah hal yang sangat penting
dalam merencanakan tebal lapisan perkerasan, jadi tujuan evaluasi
lapisan tanah dasar ini untuk mengetimasi nilai daya dukung
subgrade yang akan digunakan dalam perencanaan.
1. Faktor pertimbangan untuk estimasi daya dukung
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mengenstimasi
nilai kekuatan dan kekakuan lapisan tanah dasar.
Urutan pekerjaan tanah
Penggunaan kadar air (w) pada saat pemadatan (compaction) dan
kepadatan lapangan ((d) yang dicapai
Perubahan kadar air selaa usia pelayanan
Variabilitas tanah dasar
Ketebalan lapisan perkerasan total yang dapat diterima lapisan
lunak yang ada di bawah lapisan tanah dasar.
2. Pengukuran daya dukung SubgradePengukuran daya dukung
subgrade (lapisan tanah dasar) yang digunakan, dilakukan dengan :a.
California Bearing Ratio (CBR)
CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu lapisan
tanah atau perkerasan terhadap lahan standar dengan kedalaman dan
kecepatan penetrasi. CBR merupakan singkatan dari California
Bearing Ratio yang berarti perbandingan beban penetrasi yang sama
yaitu 0,1 dan 0,2.
a) Pengujian CBR Insitu (di tempat) dilakukan untuk mendapatkan
nilai CBR yang diperlukan untuk mengetahui daya dukung lapisan
tanah dasar, akan tetapi pengujian ini memerlukan banyak waktu dan
biaya yang mahal. Disamping itu, untuk trase jalan baru,
metoda/pengujian ini sangat tidak praktis.b) Metoda Penetralisasi
(Cone Penetration) dapat digunakan sebagai pengganti metoda CBR.
Metoda ini terdiri dari dua metoda yang sesuai dengan alat yang
digunakan yaitu: DCP (Dynamic Cone Penetration) nilai dari metoda
ini dapat dikorelsikan untuk mendapatkan nilai CBR
Sumber : Pavement Design, NAASRA 1987Gambar 2.15 Korelasi Nilai
DCP dan CBR Sondir (Static Cone Penetration) nilai dari metoda ini
dapat dikorelasikan untuk mendapatkan nilai CBR
Sumber : Pavement Design, NAASRA 1987Gambar 2.16 Korelasi Nilai
qc dan CBR Modulus Reaksi Tanah Dasar (K)
Modulus K ini dapat ditentulan dari pengujian pembebanan plat
(plate loading test) yang dapat digunakan untuk evaluasi daya
dukung lapisan tanah dasar (subgrade), menggunakan plat berdiameter
relatif besar, dengan metoda pengujian dari ASTM D1 196-64(1997)
atau AASHTOT 221-66 (1982) untuk perkerasan lentur maupun kaku.
Modulus K ini dapat ditentukan dan langsung dimasukkan ke proses
perencanaan perkerasan kaku. Nilai CBR dapat diperoleh dari
hubungan dengan nilai k tersebut. Sumber : Pavement Design, NAASRA
1987Gambar 2.17 Korelasi Nilai (k) dan CBRb. Mencari Nilai Daya
Dukung Tanah Dasar
Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik
korelasi. Daya dukung tanah dasar diperoleh dari nilai CBR atau
Plate Bearing Test, DCP, dan lain-lain. CBR disini adalah harga CBR
lapangan atau CBR laboratorium. CBR lapangan biasanya digunakan
untuk perencanaan lapis tambahan, sedangkan CBR laboratorium
digunakan untuk pembangunan jalan baru. Harga CBR yang mewakili
dari sejumlah harga CBR yang dilaporkan, ditentukan sebagai berikut
: Tentukan harga CBR terendah
Tentukan jumlah harga CBR yang sama atau lebih besar dari
masing-masing nilai CBR
Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100 % dan yang lainnya
merupakan persentase jumlah trsebut
Buat grafik hubungan CBR dan persentase jumlah tersebut.
Nilai CBR rata-rata adalah nilai yang didapat dari angka
90%.
DDT = 4,3 log (CBR) + 1,7
2.3.3 Perhitungan Tebal Lapis Perkerasan
Adapun data yang diperlukan untuk menentukan perencanaan tebal
lapis perkerasan adalah sebagai berikut :
1. Menentukan Faktor Regional (FR)
Faktor Regional (FR) adalah factor koreksi sehubungan dengan
adanya perbedaan kondisi dengan kondisi percobaan AASHTO Road Test
dan sesuaikan dengan keadaan di Indonesia. FR ini dipengaruhi oleh
bentuk alinemen, persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta
iklim.
Tabel 2.17 Faktor Regional (FR)
Curah HujanKelandaian I
(< 6 %)Kelandaian II
(< 6 10 %)Kelandaian III
( 30 %( 30 %> 30 %( 30 %> 30 %
Iklim I
< 900 mm/th0,51,0 1,51,01,5 2,01,52,0-2,5
Iklim II
> 900 mm/th1,52,0 2,52,02,5 3,02,53,0 3,5
Sumber : Pedoman Penentuan Tabel Perkerasan Lentur Jalan Raya
No.01/PD/B/1983
Catatan : pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti
persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR
ditambah dengan 0,5. Pada daerah rawa-rawa FR ditambah dengan
1,0.2. Menentukan Indeks Permukaan (IP)
Indeks permukaan adalah nilai kerataan/kehalusan serta kekokohan
permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas
yang lewat.
Tabel 2.18 Indeks Permukaan Pada Akhir Usia Rencana (IPT)
LER *)Klasifikasi jalan
LokalKolektorArteriTol
< 101,0 1,51,51,5 2,0-
10 1001,51,5 2,02,0-
1100 10001,5 2,02,02,0 2,5-
> 1000-2,0 2,52,52,5
Sumber: Petunjuk perencanaan tebal perkerasan jalan raya dengan
Metoda Analisa Komponen No. 378/KPTN/1987Catatan : pada
proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT/jalan Murah atau jalan darurat
maka Ipt dapat diambil 1,0Adapun beberapa nilai IP beserta artinya
adalah seperti yang tersebut di bawah ini :
Keterangan:
Ipt = 1,0Menyatakan ukaran jalan dalam keadaan rusak berat
sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaraan
Ipt = 1,5Adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin
(jalan tidak terputus)
Ipt = 2,0Adalah tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masih
mantap
Ipt = 2,5Menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan
baik
Tabel 2.19 Indeks Permukaan Pada Awal Usia Rencana (Ipo)
Jenis Lapis PerkerasanIpoRoughness (mm/km)
LASTON( 4
3,9 3,5( 1000
> 1000
LASBUTAG3,9 3,5
3,4 3,0( 2000
> 2000
HRA3,9 3,5
3,4 3,0( 2000
> 2000
BURDA3,9 3,5< 2000
BURTU3,4 - 3,0( 2000
LAPEN3,4 3,0
2,9 2,0( 3000
> 3000
LATASBUM2,9 2,5-
BURAS2,9 2,5-
LATASIR2,9 2,5-
JALAN TANAH( 2,4-
JALAN KERIKIL( 2,4-
Sumber : Pedoman Penentuan Tabel Perkerasan Lentur Jalan Raya
No.01/PD/B/19833. Mencari harga Indeks Tebal Perkerasan (ITP)ITP =
a1D1 + a2D2 + a3D3
Dimana:
ITP = Indeks tebal perkerasan
a = Koefesien lapisan
D = Tebal lapisan (cm).Adapun data-data untuk tebal lapisan yang
akan direncanakan dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.20 Batas-Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan
ITPTebal
Minimum (cm)Bahan
1. Lapisan Permukaan
< 3,005Lapis pelindung: (BURAS/BURTU/BURDA
3,00 6,705LAPEN/Aspal Macadam, HRA, ASBUTAG, LASTON
6,71 7,497,5LAPEN/Aspal Macadam, HRA, ASBUTAG, LASTON
7,50 9,997,5LASBUTAG, LASTON
( 10,0010LASTON
2. Lapisan Pondasi Atas
, 3,0015Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi
tanah dengan kapur
3,00 7,4920*)Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur
7,50 9,9910
20LASTON Atas
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah
dengan kapur, pondasi macadam
10 12,1415
20LASTON Atas
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah
dengan kapur, pondasi macadam, LAPEN, LASTON Atas
( 12,2525Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi
tanah dengan kapur, pondasi macadam, LAPEN, LASTON Atas
2. Lapisan Pondasi Bawah
Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal
minimum adalah 10 cm.
Sumber : Pedoman Penentuan Tabel Perkerasan Lentur Jalan Raya
No.01/PD/B/1983*) Batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15
cm bila untuk pondasi bawah digunakan material berbutir
kasar.Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan
kegunaanya sebagai lapis permukaan (a1), pondasi (a2), dan pondasi
bawah (a3) diturunkan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test
(untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang
distabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis
pondasi bawah)Tabel 2.21 Koefesien Kekuatan Relatif (a)
Koefesien kekuatan
relatifKekuatan
bahanJenis bahan
a1A2a3MS (kg)Kt (Kg/cm)CBR
(%)
0,40
0,35
0,32
0,30-
-
-
--
-
-
-744
590
454
340-
-
-
--
-
-
-LASTON
0,35
0,31
0,28
0,26-
-
-
--
-
-
-744
590
454
340-
-
-
--
-
-
-LASBUTAG
0,30
0,26
0,25
0,20-
-
-
--
-
-
-340
340
-
--
-
-
--
-
-
-HRA
ASPAL MACADAMLAPEN (mekanis)
LAPEN (manual)
-
-
-0,28
0,26
0,24-
-
-590
454
340-
-
--
-
-LASTON Atas
-
-0,23
0,19-
--
--
--
-LAPEN (mekanis)
LAPEN (manual)
-
-0,15
0,13-
--
-22
18-
-Stabilitas tanah
Dengan semen
-
-
-0,14
0,13
0,12-
-
--
-
--
-
-100
80
60Batu pecah (kelas A)
Batu pecah (kelas B)
Batu pecah (kelas C)
-
-
--
-
-0,13
0,12
0,11-
-
--
-
-70
50
30SIRTU/Pitrun (Kelas A)
SIRTU/pitrun (Kelas B)
SIRTU/Pitrun (kelas C)
--0,10--20Tanah/Lempung Kepasiran
Sumber : Pedoman Penentuan Tabel Perkerasan Lentur Jalan Raya
No.01/PD/B/1983 Keterangan : MS (Marshall Test), Kt (Kuat tekan)4.
Merencanakan Susunan Lapisan Perkerasan
Setelah seluruh data yang dibutuhkan telah didapat, maka langkah
selanjutnya yaitu perencanaan susunan lapis perkerasan seperti
gambar berikut :
Gambar 2.18 Susunan Lapis Perkerasan
2.4 Galian dan Timbunan2.4.1 GalianGalian adalah jumlah volume
tanah yang dibuang pada perencanaan sebuah jalan raya yang
bertujuan untuk membentuk badan jalan raya yang baik dan rata.Dan
sebaliknya timbunan yaitu jumlah volume tanah yang ditimbun untuk
membentuk badan jalan yang rata dan baik.Ada beberapa unsur macam
galian yaitu :
1. Galian melintang
Yaitu tanah digali dari sisi yang satu dan digunakan untuk
menimbun sisi yang lain.2. Galian tinggi
Untuk galian tinggi dimana tingginya lebih dari 1 meter, maka
pengaturannya akan sulit yaitu sulitnya penyediaan ruang yang cukup
untuk tempat bekerja. Untuk itu disarankan pengerjaannya dilakukan
secara bertahap, setiap lahan digali sampai kedalaman ( 1 meter
sehingga ada daerah datar.
3. Galian U
Galian U adalah galian dimana jalan melewati daerah bukit (
tengah-tengah ) dengan tujuan untuk mengurangi kelandaian yang
terjadi.2.4.2 Timbunan
Timbunan adalah volume tanah yang ditimbun untuk membentuk badan
jalan yang baik, rata dan padat.
Beberapa faktor yang menyebabkan dasar timbunan menjadi lemah
antara lain :
Air, baik air tanah atau air rembesan Bahan dasar timbunan jelek
Lerang sangat curah2.4.3 Dasar-dasar Perhitungan
Langkah-langkah perhitungan galian dan timbunan :
1. Tentukan stationing (jarak patok)Stationing dicari
berdasarkan pada jenis tikungan yang kita gunakan sehingga didapat
titik-titik dan didapat panjang jalan rencana.2. Gambarkan profil
potongan memanjangPotongan memanjang jalan dibuat berdasarkan
panjang jalan rencana yang didapat sehingga dapat dilihat beda
tinggi muka tanah asli dengan muka perkerasan jalan raya yang akan
direncanakan.3. Gambarkan profil melintang jalanPada titik penting
digambarkan potongan melintang jalan sesuai dengan skala gambar dan
didapat luas penampang baik itu galian atau timbunan dengan
menggunakan sistem koordinasi rumus.
Luas galian/timbunan =
Volume galian/timbunan =
Keterangan :
x = Koordinat sumbu x
y = Koordinat sumbu y
xy = Jumlah perkalian sumbu x dan sumbu y
yx = Jumlah perkalian sumbu y dan sumbu x4. Hitung volume galian
dan timbunanDidapat dari mengalikan luas penampang rata-rata antar
patok dengan jarak patok tersebut.Jarak profil melintang adalah 100
meter (daerah datar) dan dengan adanya langkah perhitungan seperti
di atas,dapat kita nyatakan sebagai berikut :
G= Luas penampang melintang galian satu stationing (m2)
T = Luas penampang melintang galian rata-rata antara dua
stationing (m2)
G= Luas penampang melintang timbunan rata-rata antara dua
stationing (m2)T = Luas penampang melintang timbunan rata-rata
antara dua stationing (m2).
D = Jarak antara dua stationingVG = Volume galian antara dua
stationing (m3)
VT = Volume timbunan antara dua stationing (m3)
Semakin kecil jarak antara station dengan yang lainnya, maka
akan didapat volume galian dan timbunan yang mendekati harga
sesungguhnya.
A
A0
A
A
B
H
Jht
Jhr
TAHAP PERTAMA
d 1 1/3 d2
2/3 d2
TAHAP KEDUA
d1 d2 d3 d 4
A
A
A
C
C
B
B
B
A
A
C
C
PI
c
Tc
Ec
Cc
PC Lc M PT
Rc Rc Rc
/2 /2
O
PI
Ts Ys Es
Xs SC CS
k
Rc Rc
TS p ST
c
s s
O
PI
Ts
k
TS
ST
SC=CS
s
s
Es
Rc
Rc
O
1/3 LS
(-)
(+)
LS
en
Sisi dalam tikungan
(-)
(+)
e max
Sisi dalam tikungan
h
emax
Ls
en
en
EMBED PBrush
EV
PLV
PTV
PVI
A
i
hi
L
L
L
Xi
g1
g 2
Lapis Pondasi Atas
Lapis Pondasi Bawah
Lapis Permukaan
Tanah Dasar
Lapis Permukaan
Lapis Pondasi
Tanah Dasar
ITP Tahap I & II
ITP Tahap I
Daya Dukung Tanah (DDT)
Factor Regional (FR)
Lintas Ekivalen Rencana
(LER)
Indeks Permukaan
(IP0 IPt)
Kondisi Perkerasan
Peningkatan
(Overlay)
Jenis Material
perkerasan
ITP Eksisting
ITP Rencana
Tebal Lapis
Perkerasan
Koefisien
Kekuatan Relatif
Tebal Lapis Perkerasan
ITP
Jalan Baru
Konstruksi Bertahap
D1
D3
D2
Lapis Pondasi Atas
Lapis Pondasi Bawah
Lapis Permukaan
Tanah Dasar
PAGE Praproyek Perencanaan Geometrik dan Perkerasan JalanII -
53
_1329810364.unknown
_1334038538.unknown
_1348421781.unknown
_1349641904.unknown
_1386617037.unknown
_1336180232.unknown
_1336180561.unknown
_1334039707.unknown
_1329814031.unknown
_1330150779.unknown
_1330151642.unknown
_1330151751.unknown
_1329814726.unknown
_1329813798.unknown
_1329813812.unknown
_1329810810.unknown
_1168414419.vsd
_1224121720.unknown
_1329809920.unknown
_1329810181.unknown
_1262186473.unknown
_1329809901.unknown
_1262186582.unknown
_1225561165.unknown
_1168420737.vsd
_1169451335.unknown
_1224121603.unknown
_1169451457.unknown
_1169451219.unknown
_1168414705.vsd
_1166870930.unknown
_1166874455.unknown
_1166874675.unknown
_1166874858.unknown
_1166874952.unknown
_1167420830.unknown
_1166874918.unknown
_1166874767.unknown
_1166874597.unknown
_1166870989.unknown
_1166873213.unknown
_1166870984.unknown
_1166865259.unknown
_1166870839.unknown
_1166865082.unknown
_1166032718.unknown