6 BAB II DASAR TEORI Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada pembahasan BAB III, mulai dari definisi sampai sifat-sifat yang merupakan konsep dasar untuk mempelajari Fungsi Bervariasi Terbatas. Pada BAB II ini dibahas mengenai sifat-sifat bilangan real, topologi bilangan real, barisan, limit dan kekontinuan fungsi. 2.1 Sifat-sifat dan Topologi Bilangan Real Sifat-sifat bilangan real yang akan dibahas meliputi pengertian dan sifat- sifat nilai mutlak. Selain sifat-sifat bilangan real, juga akan dibahas topologi bilangan real. Definisi 2.1.1 (Bartle dan Sherbert, 2000). Untuk sebarang a ∈ ℝ , nilai mutlak , dituliskan dengan a , didefinisikan dengan , jika 0, 0, jika 0, , jika 0. a a a a a a > = = - < Sebagai contoh |3| = 3, |-7| = - (-7) = 7, dan |0| = 0.
25
Embed
BAB II DASAR TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/9202/3/BAB 2 - 05305141016.pdf · Di dalam BAB II ini akan dibahas ... limit dan kekontinuan fungsi. 2.1 Sifat-sifat ... jika
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
6
BAB II
DASAR TEORI
Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada
pembahasan BAB III, mulai dari definisi sampai sifat-sifat yang merupakan
konsep dasar untuk mempelajari Fungsi Bervariasi Terbatas. Pada BAB II ini
dibahas mengenai sifat-sifat bilangan real, topologi bilangan real, barisan, limit
dan kekontinuan fungsi.
2.1 Sifat-sifat dan Topologi Bilangan Real
Sifat-sifat bilangan real yang akan dibahas meliputi pengertian dan sifat-
sifat nilai mutlak. Selain sifat-sifat bilangan real, juga akan dibahas topologi
bilangan real.
Definisi 2.1.1 (Bartle dan Sherbert, 2000).
Untuk sebarang a∈ℝ , nilai mutlak � , dituliskan dengan a , didefinisikan
dengan
, jika 0,
0, jika 0,
, jika 0.
a a
a a
a a
>= =− <
Sebagai contoh |3| = 3, |-7| = - (-7) = 7, dan |0| = 0.
7
Teorema 2.1.2 (Darmawijaya, S., 2006).
Untuk setiap ,x ,y dan z bilangan real, berlaku sifat-sifat sebagai berikut:
i. | | 0x ≥
0x = jika dan hanya jika 0x = .
ii. x x− = .
iii. xy x y= .
iv. Jika 0y ≥ , maka x y≤ jika dan hanya jika y x y− ≤ ≤ .
v. x x x− ≤ ≤ .
Bukti : (i) Dari Definisi 2.1.1,|�| � 0 untuk setiap � . Jika � � 0 , menurut
Definisi 2.1.1 diperoleh |�| � 0 . Sebaliknya, jika � � 0 , maka |�| � 0 atau
equivalen dengan |�| � 0 berakibat � � 0.
(ii) Jika� � 0,|0| � 0 � |0|. Jika � 0, maka – � � 0 sehingga |�| � � �
|�|. Jika � � 0 maka |�| � � � |�|.
(iii) Jika salah satu � � 0 atau � 0 maka mudah dipahami bahwa |� | � |�|| |.
Jika � � 0 dan 0 , atau � 0 dan � 0 , maka � 0 sehingga |� | �
�� � � �� � � |�|. | |. Jika � � 0 dan � 0 , maka � � 0 sehingga
|� | � � � |�|| |.
(iv) Dari |�| � diperoleh � � dan � � yang berakibat � � dan � �
yang ekuivalen dengan � � � .
(v) Jelas bahwa |�| � 0 sehingga menurut (iv), diperoleh |�| � � � |�|.□
8
Teorema 2.1.3 (Pertidaksamaan Segitiga) (Bartle dan Sherbert, 2000).
Untuk setiap x , y∈ℝ , berlaku.|� � | � |�| � | |.
Bukti : 0 � |� � |� � �� � ��
2 2
2 2
2 2
2
2
| | 2 | |
| | 2 | | . | | | |
(| | | |)
x xy y
x xy y
x x y y
x y
= + +≤ + += + += +
Jadi terbukti |� � | � |�| � | |.□
Teorema 2.1.4 (Bartle dan Sherbert, 2000).
Untuk setiap a dan b∈ℝ berlaku
i. x y x y− ≤ + .
ii. x y x y− ≤ − .
Bukti:
(i) Menurut hukum pertidaksamaan segitiga diketahui bahwa x y x y+ ≤ + ,
subtitusikan y dengan y− , sehingga diperoleh
( ) ( )
, karena | | | | .
x y x y
x y x y
x y x y y y
+ − ≤ + −
⇔ − ≤ + −
⇔ − ≤ + = −
(ii) Karena x x y y= − + , maka menurut hukum pertidaksamaan segitiga,
diperoleh | | | ( ) | | | | |x x y y x y y= − + ≤ − + yang berarti | | | | | |x y x y− ≤ − .
9
Karena y y x x= − + , maka menurut hukum pertidaksamaan segitiga, diperoleh
| | ( ) | |y y x x y x x= − + ≤ − + yang berarti | | | | | |x y x y− ≥ − − . Karena
| |x y x y− ≤ − dan | | | | | |x y x y− ≥ − − sehingga diperoleh
| | | | .x y x y− ≤ − □
Selanjutnya akan dibahas tentang batas bawah dan batas atas dari suatu
himpunan bilangan real.
Definisi 2.1.5 (Darmawijaya, S., 2006).
Diketahui himpunan A⊆ ℝ dan .A φ≠
i. Bilangan u∈ℝ disebut batas atas A , jika a u≤ untuk semua a A∈ .
ii. Bilangan v∈ℝ disebut batas bawah A , jika v a≤ untuk semua a A∈ .
iii. Himpunan A yang mempunyai batas atas dikatakan terbatas ke atas.
iv. Himpunan A yang mempunyai batas bawah dikatakan terbatas ke bawah.
v. Himpunan A dikatakan terbatas (bounded) jika A terbatas ke atas dan
terbatas ke bawah.
Contoh 2.1.5
Diberikan himpunan A = { a ∈ �| a < 5}, himpunan A terbatas ke atas, karena
terdapat x ∈ � ,yaitu x � a untuk setiap a ∈ A ( x merupakan batas atas dari
himpunan A ). Diperoleh x � 5, yaitu x = 5, 6, …, atau dengan kata lain contoh
batas atas dari himpunan A adalah x1 = 5, x2 = 6, x3 =7,999, x4 = 100, … .
10
Sehingga dapat dibentuk himpunan semua batas atas dari himpunan A, misalkan
X, dengan X = { x ∈ � | x � 5}.
Berikut ini diberikan pengertian tentang supremum dan infimum.
Definisi 2.1.6 (Bartle dan Sherbert, 2000).
Diberikan A ⊆ � dan A � ∅.
i. Jika A terbatas ke atas, maka ada bilangan u yang disebut supremum (batas
atas terkecil) dari himpunan A, ditulis sup A, jika memenuhi:
a. u batas atas dari himpunan A.
b. Jika k sebarang batas atas A, maka u � k.
ii. Jika A terbatas ke bawah, maka ada bilangan v yang disebut Infimum (batas
bawah terbesar) dari A, ditulis inf A, jika memenuhi:
a. v batas bawah himpunan A.
b. Jika l sebarang batas bawah A, maka v � l.
Contoh 2.1.6
Diberikan himpunan A = [1, 2) ⋃ {3, 4}, himpunan A merupakan himpunan yang
terbatas dengan infimum 1 dan supremum 4.
Teorema 2.1.7 (Supremum dan infimum) (Darmawijaya, S., 2006).
i. u supremum himpunan A jika dan hanya jika
a. u batas atas A, yaitu untuk setiap a ∈ A berakibat a � u, dan
b. untuk setiap bilangan � > 0 terdapat a’ ∈ A sehingga u – � < a’ � u.
11
ii. v infimum himpunan A jika dan hanya jika
a. v batas bawah A, yaitu untuk setiap a ∈ A berakibat a � v, dan
b. untuk setiap bilangan � > 0 terdapat a’’ ∈ A sehingga v � a’’ < v + �.
Bukti:
i. (⟹) Karena u supremum (batas atas terkecil) himpunan A, maka u – � bukan
batas atas himpunan A. Hal ini berarti ada a’ ∈ A sehingga u – � < a’ .
Selanjutnya karena u batas atas terkecil himpunan A, maka setiap a ∈ A
berlaku a � u, khususnya a’ � u. Dengan demikian terbukti ada a’ ∈ A
sehingga u – � < a’ � u.
(⟸ ) Karena diketahui bahwa a � u untuk setiap a ∈ A dan untuk setiap
bilangan real � > 0 ada a’ ∈ A sehingga u – � < a’ diperoleh u batas atas dan
tak ada batas atas u1 (yang lain) dengan u1 < u. Sebab jika ada maka dengan
mengambil �� = u – u1 diperoleh suatu kontradiksi, yaitu ada a’’ ∈ A sehingga
u - �� < a’’ atau u1 = u – (u – u1) < a’’ . Dengan kata lain terbukti bahwa u
merupakan supremum.
ii. (⟹) Karena v infimum (batas bawah terbesar) himpunan A, maka v + �
bukan batas bawah himpunan A, hal ini berarti ada a’’ ∈ A sehingga a’’ < v +
�. Selanjutnya karena v batas bawah terbesar himpunan A, maka setiap a ∈ A
berlaku a � v, khususnya v � a’’. Dengan demikian terbukti ada a’’ ∈ A
sehingga v � a’’ < v + �.
(⟸ ) Karena diketahui bahwa a � v untuk setiap a ∈ A dan untuk setiap
bilangan real � > 0 ada a’’ ∈ A sehingga a’’ < v + � diperoleh v batas bawah
12
dan tak ada batas bawah v1 (yang lain) dengan v1 > v. Sebab jika ada maka
dengan mengambil �� = v1 - v diperoleh suatu kontradiksi, yaitu ada a’’’ ∈ A
sehingga a’’’ < v + �1 atau a’’’ < v + (v1 – v) = v1. Dengan kata lain terbukti
bahwa v merupakan infimum.
Teorema 2.1.8 (Aksioma Supremum pada ℝ )(Bartle dan Sherbert, 2000).
Setiap himpunan bagian tak kosong yang terbatas ke atas di dalam ℝmempunyai
supremum.
Bukti:
Misalkan himpunan A ⊂ �, A � ∅, dan A terbatas ke atas, serta u = batas atas A,
sehingga a � u untuk setiap a ∈ A, dan untuk setiap bilangan real � > 0 ada a’ ∈ A
sehingga u – � < a’. Andaikan terdapat batas atas lain yang lebih kecil, misalnya
u1 dengan u1 < u, maka dengan mengambil �1 = u – u1 sehingga ada a” ∈ A.
Sehingga u - �� < a’’ atau u1 = u – (u – u1) < a’’, sedangkan untuk u1 batas atas
terkecil seharusnya u1 � a, sehingga pengandaian salah, yaitu tidak terdapat batas
atas yang lebih kecil dari pada batas atas u. Dengan kata lain terbukti bahwa u
merupakan supremum A.
Teorema 2.1.9 (Akibat Aksioma Supremum) (Bartle dan Sherbert, 2000).
Setiap himpunan bagian tak kosong dan terbatas ke bawah di dalam ℝ
mempunyai infimum.
13
Bukti:
Sifat infimum dapat diturunkan dari sifat supremum. Misalkan himpunan A ⊂ �,
A � ∅, dan A mempunyai batas bawah. Didefinisikan himpunan A1 = { -a : a ∈ A}.
Akan dibuktikan jika A terbatas bawah maka A1 terbatas atas. Ambil sebarang
batas bawah A, misalkan w, maka w � a untuk setiap a ∈ A. Sehingga –w � -a
(untuk setiap -a ∈ A1), jadi –w batas atas A1.
Selanjutnya akan dibuktikan bahwa –u = infimum A.
Karena u = sup A1, maka u � -a untuk setiap -a ∈ A1. Sehingga (-u) � a untuk
setiap a ∈ A. Jadi – u merupakan batas bawah A sehingga
–u � inf A. (2.1)
Misalkan w = inf A maka w � a untuk setiap a ∈ A, sehingga –w � -a untuk setiap
-a ∈ A1. Jadi –w batas atas A1 sehingga
-w � sup A1 = u.
Oleh karena itu
inf A = w � - u (2.2)
dari pertidaksamaan (2.1) dan (2.2) diperoleh
inf A = -u.
Jadi didapatkan akibat aksioma supremum sebagai berikut; Setiap himpunan
bilangan nyata tak kosong dan terbatas ke bawah mempunyai infimum.
14
Sifat himpunan bilangan real yang lain adalah sifat Archimedes. Berikut
diberikan sifat Archimedes pada himpunan bilangan real.
Teorema 2.1.10 (Sifat Archimedes) (Bartle dan Sherbert, 2000).
Jika x ∈ ℝ , maka terdapat bilangan n ∈ ℕ sehingga x n< .
Bukti: Akan dibuktikan dengan kontradiksi. Diambil sebarang x ∈ ℝ .
Andaikan tidak terdapat bilangan n ∈ ℕ sehingga x n< . Berarti untuk setiap
n ∈ ℕ berlaku x n≥ , akibatnya x merupakan batas atas ℕ . Dengan aksioma
supremum, karena φ≠ℕ , ⊂ℕ ℝ dan ℕ terbatas ke atas, maka ℕ mempunyai
supremum katakan u =sup ℕ . Jika diambil bilangan 1ε = , maka menurut
Lemma 2.1.6 terdapat m∈ℕ sehingga 1u m u− < ≤ yang mengakibatkan
1 1u m u< + ≤ + . Karena 1m + ∈ ℕ , terjadi kontradiksi. Pengandaian salah dan
harus diingkar. Jadi, yang benar untuk setiap x∈ℝ , terdapat n∈ℕ , x n< . □
Selanjutnya akan dibahas mengenai pengertian dan sifat interval di dalam
ℝ . Untuk sebarang ,a b∈ℝ , didefinisikan interval dengan titik ujung kiri a dan
ujung kanan b sebagai berikut (Pfeffer W.F, 1993):
[ ] { }, : ,a b x a x b= ∈ ≤ ≤ℝ
( ) { }, : ,a b x a x b= ∈ < <ℝ
[ ) { }, : ,a b x a x b= ∈ ≤ <ℝ dan
( ] { }, :a b x a x b= ∈ < ≤ℝ
15
berturut-turut disebut interval tertutup, terbuka, dan setengah terbuka di
dalam ℝ . Interval dengan titik ujung kiri a dan ujung kanan b di dalam ℝ
dikatakan non degenerate jika a b< , selanjutnya interval tertutup non
degenerate disebut sel (cell).
Interval dengan titik ujung kiri a dan ujung kanan b di dalam ℝ
mempunyai panjang interval yang dituliskan dengan [ ]( ),a bℓ , [ )( ),a bℓ , ( ]( ),a bℓ ,
atau ( )( ),a bℓ yang didefinisikan
[ ]( ) [ )( ) ( ]( ) ( )( ), , , ,a b a b a b a b b a= = = = −ℓ ℓ ℓ ℓ .
Selanjutnya akan dikenalkan topologi pada ℝ , seperti kedudukan titik-
titik di dalam himpunan, sifat-sifat himpunan, dan lainnya.
Definisi 2.1.11 (Bartle dan Sherbert, 2000).
Diketahui a∈ℝ , 0r > . Persekitaran a dengan radius r , dinotasikan ( )rN a ,
didefinisikan
{ }( ) : .rN a x x a r= ∈ − <ℝ
( | ) � � � � � �
Gambar 2.1. persekitaran a dengan radius r
Dengan demikian, untuk a∈ℝ , 0r > , diperoleh ( )( ) ,rN a a r a r= − + .
16
Contoh 2.1.11
1. Interval terbuka (� , 1
� ) merupakan persekitaran 1 dengan radius r =
� , dapat
ditulis dengan !"#(1).
2. Interval terbuka (a, b) merupakan persekitaran $%&� dengan radius r =
&'$� ,
dapat ditulis dengan !()*+
($%&� ).
Definisi 2.1.12 (Darmawijaya, S., 2006).
Diketahui himpunan A ⊂ ℝ .
i. Titik x A∈ disebut titik-dalam (interior-point) himpunan A jika ada
bilangan 0r > sehingga ( )rN x A⊂ .
ii. Titik x A∈ disebut titik-limit (limit-point) atau titik cluster himpunan A jika
untuk sebarang bilangan 0r > berlaku { }( )rN x A x− ≠ ∅∩ .
iii. Titik x A∈ disebut titik-batas (boundary-point) himpunan A jika untuk
sebarang bilangan 0r > maka ( )rN x A≠ ∅∩ dan ( ) crN x A ≠ ∅∩ .
Contoh 2.1.12
(i) Misal , � �1,20 ∪ 23,45. Setiap 6 ∈ �1,2� merupakan titik-dalam himpunan A,
karena ada bilangan 7 dengan 0 7 8��9 .:;<26 1,2 65 sehingga berlaku
( ) .N x Aδ ⊂ Sedangkan 2,3,4 ∈ , bukan titik-dalam himpunan A.
(ii) Misal , � �1,20 ∪ 23,45. Setiap 6 ∈ =1,20 merupakan titik-limit himpunan A,
sebab untuk setiap � � 0 berlaku { }( )rN x A x− ≠ ∅∩ .
17
(iii) Misal , � �1,20 ∪ 23,45 . Bilangan-bilangan 1,2,3, dan 4 merupakan titik
batas himpunan A, sebab untuk setiap bilangan � � 0 diperoleh
( ), ( 1,2,3,4)rN p p= selalu memuat paling sedikit satu anggota A dan satu
anggota cA .
Definisi 2.1.13 (Darmawijaya, S., 2006).
Diketahui himpunan A ⊂ ℝ .
i. Himpunan oA merupakan himpunan semua titik-dalam pada himpunan A .
ii. Himpunan 'A merupakan himpunan semua titik-limit pada himpunan A .
iii. Himpunan ( )A∂ merupakan himpunan semua titik-batas himpunan pada A .
Definisi 2.1.14 (Walter Rudin,1976).
Diketahui himpunan A ⊂ ℝ .
i. Himpunan A dikatakan terbuka (open) jika setiap anggotanya merupakan
titik-dalam A .
ii. Himpunan A dikatakan tertutup (closed) jika cA terbuka.
Definisi 2.1.15 (Walter Rudin,1976).
Diketahui himpunan ,A B⊆ℝ . Himpunan A dan B dikatakan tidak saling
tumpang-tindih (non-overlapping) jika o oA B = ∅∩ .
18
Definisi 2.1.16 (Darmawijaya, S., 2006).
Diketahui himpunan A ⊂ ℝ . Titik p disebut titik terasing ( isolated point)
himpunan A , jika p A∈ dan p bukan titik-limit himpunan A .
Contoh 2.1.16
Misal , � �1,20 ∪ 23,45. Bilangan-bilangan 1,2,3, dan 4 merupakan titik batas
himpunan A, sebab untuk setiap bilangan � � 0 diperoleh ( ), ( 1,2,3,4)rN p p=
selalu memuat paling sedikit satu anggota A dan satu anggota cA . Bilangan 3 dan
4 masing-masing merupakan titik-terasing himpunan A, sebab dengan mengambil
� � 1/2 , diperoleh 1/2 1/2(3) {3}, dan (4) {4}N A N A∩ = ∩ = . Selain itu 3 dan 4
juga bukan titik-limit himpunan A.
2.2 Limit Fungsi
Berikut akan dibahas mengenai konsep limit fungsi yaitu definisi limit
fungsi di suatu titik, sifat-sifat limit fungsi, dan definisi limit kiri dan limit kanan
suatu fungsi.
Definisi 2.2.1 (Bartle, R.G. dan Sherbert, D.R., 2000)
Misalkan A ⊆ �, suatu titik c ∈ � disebut titik cluster jika untuk setiap 7 > 0
terdapat paling sedikit satu titik x ∈ A, x � c, sedemikian sehingga | x – c| < 7.
Sebagai contoh, misalkan A = (0, 1], sehingga A’= {x : 0� x �1} merupakan
himpunan titik cluster dari A.
19
Definisi 2.2.2 (Bartle, R.G. dan Sherbert, D.R., 2000)
Diberikan fungsi f : A ⊆ � → � dan c titik cluster A . Bilangan L ∈ � disebut
limit fungsi f di c, jika untuk sebarang bilangan 0ε > terdapat 0δ >
sedemikian sehingga untuk setiap x A∈ dengan 0 x c δ< − < , maka
( )f x L ε− < .
Limit fungsi f dengan nilai L pada definisi 2.2.2 diatas dapat ditulis
dengan, limC→D E��� � F
Contoh 2.2.2
Misalkan fungsi f : A ⊆ � → �, c titik cluster A, dan f (x) = b untuk semua x ∈ �.
Akan ditunjukkan bahwa limC→D E��� � G. Jika diambil sebarang � > 0 terdapat 7