BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Definisi Hyaline Membrane Disease (HMD) disebut juga Respiratory Distress Syndrome (RDS), hal ini adalah salah satu problem dari bayi prematur menyebabkan bayi membutuhkan ekstra oksigen untuk membantu hidupnya. 4 Pada HMD dapat menyebabkan hipoksia yang menimbulkan kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus. Kerusakan ini menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveolus dan terbentuk fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. 1 II.2 Epidemiologi Penyakit ini sebenarnya sulit ditentukan karena diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan dengan autopsi. Angka kejadian penyakit ini mempunyai kaitan yang erat dengan riwayat kehamilan dan persalinan. 1 Hyaline Membrane Disease merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi baru lahir. Di US, RDS terjadi pada sekitar 40.000 bayi per tahun. Kurang lebih 30% dari semua kematian pada neonatus disebabkan oleh HMD atau komplikasinya. 2 2
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Hyaline Membrane Disease (HMD) disebut juga Respiratory Distress
Syndrome (RDS), hal ini adalah salah satu problem dari bayi prematur
menyebabkan bayi membutuhkan ekstra oksigen untuk membantu hidupnya.4
Pada HMD dapat menyebabkan hipoksia yang menimbulkan kerusakan
endotel kapiler dan epitel duktus alveolus. Kerusakan ini menyebabkan terjadinya
transudasi ke dalam alveolus dan terbentuk fibrin. Fibrin bersama-sama dengan
jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran
hialin.1
II.2 Epidemiologi
Penyakit ini sebenarnya sulit ditentukan karena diagnosis pasti hanya dapat
ditegakkan dengan autopsi. Angka kejadian penyakit ini mempunyai kaitan yang
erat dengan riwayat kehamilan dan persalinan.1
Hyaline Membrane Disease merupakan salah satu penyebab kematian pada
bayi baru lahir. Di US, RDS terjadi pada sekitar 40.000 bayi per tahun. Kurang
lebih 30% dari semua kematian pada neonatus disebabkan oleh HMD atau
komplikasinya.2
HMD terutama terjadi pada bayi prematur. Insidensinya berbanding terbalik
dengan umur kehamilan dan berat badannya. HMD ini 60-80% terjadi pada bayi
yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32 dan
36 minggu, 5% pada bayi lebih dari 37 minggu dan jarang pada bayi cukup
bulan.5
Kejadian penyakit akan meningkat pada bayi lahir kurang bulan (terutama
bayi dengan masa gestasi kurang dari 34 minggu), partus presipitatus yang
menyertai perdarahan ibu, asfiksia, atau ibu dengan diabetes. Demikian pula bayi
pertama kelahiran kembar cenderung menderita penyakit ini. Di samping itu
terdapat beberapa faktor lehamilan yang dianggap dapat menurukan penyakit ini,
antara lain ibu yang mendapatkan pengobatan steroid saat hamil.1
2
3
II.3 Etiologi
Kegagalan mengembangkan functional residual capacity (FRC) dan
kecenderungan dari paru yang terkena untuk mengalami atelektasis berhubungan
dengan tingginya tegangan permukaan dan absennya phosphatydilglicerol,
phosphatydilinositol, phosphatydilserin, phosphatydilethanolamine dan
sphingomyelin. Pembentukan surfaktan dipengaruhi oleh pH normal, suhu
danperfusi. Asfiksia, hipoksemia, dan iskemia pulmonal; yang terjadi akibat
hipovolemia, hipotensi dan stress dingin; menghambat pembentukan surfaktan.
Epitel yang melapisi paru-paru juga dapat rusak akibtan konsentrasi oksigen yang
tinggi dan efek pengaturan respirasi, mengakibatkan semakin berkurangnya
surfaktan.2
Kelainan dianggap terjadi karena faktor pertumbuhan dan pematangan paru
yang belum sempurna antara lain: bayi prematur, terutama bila ibu menderita
gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya:6
1. Diabetes
2. Toxemia
3. Hipotensi
4. Perdarahan antepartum
5. Sebelumnya melahirkan bayi dengan HMD.
Penyakit membran hialin diperberat dengan:4
1. Asfiksia pada perinatal
2. Hipotensi
3. Infeksi
4. Bayi kembar
II.4 Patofisiologi
Sampai saat ini HMD dianggap terjadi karena defisiensi pembentukan zat
surfaktan pada paru bayi yang belum matang. Surfaktan adalah zat yang berperan
dalam pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari
6. Melemahnya udara napas yang masuk ke dalam paru
7. Mungkin pula terdengar bising jantung yang menandakan adanya
duktur arteriosus yang paten
8. Kardiomegali
9. Bradikardi (pada HMD berat)
10. Hipotensi
11. Tonus otot menurun
12. Edem.
Gejala HMD biasanya mencapai puncaknya pada hari ke-3. Sesudahnya
terjadi perbaikan perlahan-lahan. Perbaikan sering ditunjukan dengan diuresis
spontan dan kemampuan oksigenasi bayi dengan kadar oksigenasi bayi yang lebih
rendah.4,6
Kelemahan jarang pada hari pertama sakit biasanya terjadi antara hari ke-2
dan ke-3 dan disertai dengan kebocoran udara alveolar (emfisema interstisial,
pneumotoraks), perdarahan paru atau interventrikuler.6
7
Pada bayi extremely premature (berat badan lahir sangat rendah) mungkin
dapat berlanjut apnea, dan atau hipotermi. Pada HMD yang tanpa komplikasi
maka surfaktan akan tampak kembali dalam paru pada umur 36-48 jam. Gejala
dapat memburuk secara bertahap pada 24-36 jam pertama. Selanjutnya bila
kondisi stabil dalam 24 jam maka akan membaik dalam 60-72 jam. Dan sembuh
pada akhir minggu pertama.8
II.6 Pemeriksaan Radiologi
Sebelum mengetahui foto rontgen HMD, sebelumnya kita harus mengetahui
foto thoraks normal pada bayi dan anak-anak. Foto thorax pada bayi dan anak
anak berbeda dengan foto thoraks pada orang dewasa karena banyak sebab.
Beeberapa diantaranya karena sulitnya memperoleh foto dengan inspirasi yang
baik, dan juga adanya perbedaan anatomis antara bayi dan anak dengan orang
dewasa.1
Pada anak-anak:1
1. Tulang tulang pada dada lebih besar dan costa lebih mendatar
2. Diafragma lebih tinggi dan mediastinum superior terlihat lebih lebar
3. Jantung terlihat lebih membulat: ukuran jantung tidak bisa dinilai dengan
cardiothoracic index
4. Mediastinum superior bisa terlihat lebar dengan adanya thymus yang
persisten, biasanya menonjol ke paru kanan (terutama pada bayi yang
sedang menangis) tetapi bisa juga terlihat pada sisi kiri.
8
Gambar II.1:Foto thoraks normal nonatus paru-paru terlihat lebih gelap signifikan dari mediastinum tidak ada garis air bronchogram tidak ada kekeruhan seperti
retikulogranular.14
Gambar II.2: Foto thoraks normal neonatus dilihat secara AP dan Lateral.14
Pemeriksaan foto roentgen paru memegang peranan yang sangat penting
dalam menentukan diagnosis yang tepat. Disamping itu pemeriksaan juga
bermanfaat guna menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang mempunyai
gejala serupa seperti hernia diafragma, pneumotoraks dan lain-lain. Pada
permulaan penyakit gambaran foto paru mungkin tidak khas, tetapi dengan
berlanjutnya penyakit maka akan terlihat gambaran klasik yang karakteristik
untuk penyakit tersebut. Pada foto roentgen HMD akan terlihat bercak difus
berupa infiltrat retikulogranular disertai adanya tabung-tabung udara bronkus (air
bronhcogram). Gambaran retikulogranular ini merupakan manifestasi adanya
9
kolaps alveolus sehingga apabila penyakit semakin berat gambaran ini akan
semakin jelas.1
HMD biasanya menjadi jelas radiografi pada 4 sampai 6 jam setelah
kelahiran.1
Gambar II.3: Foto thoraks neonatus dengan HMD.14
Temuan Radiologis pada HMD:1
Diffuse "ground-glass" atau granular appearance dengan volume paru
yang rendah atau thoraks berbentuk lonceng
Distribusi bilateral dan simetris
Bronchogram udara terutama menyebar ke perifer
Hypoaeration karena hilangnya volume paru
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS
yaitu:1,8,10,12
Stadium 1 : terdapat sedikit bercak retikulogranular.
Stadium 2 : bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru
dan gambaran air bronchogram udara terlihat lebih jelas
dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung
dengan penurunan aerasi paru.
Stadium 3 : kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua
lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung
hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
Stadium 4 : seluruh thoraks sangat opaque (white lung) sehingga
jantung tak dapat dilihat.
10
Gambar II.4: Gambaran thoraks nenoatus dengan HMD berdasarkan derajat HMD.15
11
Temuan radiografi pada RDS yaitu pola reticulogranular
(ground-glass) dan air bronchograms. Paru-paru terlihat padat secara difus dan
homogen karena keruntuhan luas alveoli. Terlihat reticular karena
saluran udara kecil terbuka (hitam) dan dikelilingi oleh interstitial
dan cairan alveolar interstitial (putih), dalam kasus yang parah, paru-paru
mungkin tampak putih lengkap di foto. Gambaran lainnya adalah volume paru
yang rendah (misalnya, diafragma berada di tingkat rusuk kedelapan atau lebih
tinggi) karena keruntuhan alveolar yang luas dan kapasitas residual fungsional
yang rendah.1 Terlihat pada gambar berikut ini:
Gambar II.5: Terdapat groundglass appearance pada kedua paru-paru dengan sisi kiri tension pneumothorax dan pneumomediastinum
(tabung orogastric dalam esofagus distal).14
12
Dalam paru-paru normal pada akhir pernafasan, sejumlah kecil gas sisa
tetap di alveoli. Tanpa surfaktan, alveoli ini sepenuhnya mengempis pada akhir
setiap pernafasan, dan sulit untuk membuka kembali untuk mengisi dengan udara
selama napas berikutnya. Hubungan antara udara di saluran napas yang dikelilingi
oleh alveoli atelektasis menyebabkan saluran udara tampil sebagai garis
bercabang hitam dikenal sebagai air bronchograms.1
Gambar II.6: RDS / HMD penampilan khas pada hari 1. Terdapat pola granuloreticular difus, dan airbronchogram.14
Gambar II.7: Gambaran radiologi respiratory distress syndrome yaitu thorax berbentuk lonceng karena hypoaerasi yang merata Volume paru berkurang, parenkim paru memiliki
pola reticulogranular yang difus, dan air bronchogram yang menyebar ke perifer.3
13
Gambar II.8: Sindrom gangguan pernapasan yang cukup parah (Moderately severe respiratory distress syndrome) gambaran radiologinya pola reticulogranular lebih
menonjol dan merata dari biasanya. Paru-paru yang hypoaerated. Terdapat peningkatan air bronchogram.3
Gambar II.9: Gambaran radiologi Sindrom gangguan pernapasan yang parah akan menunjukkan kekeruhan reticulogranular di sepanjang kedua paru-paru, dengan air bronchogram terlihat jelas menonjol dan gambar siluet jantung terlihat kabur total.3
14
II.7 Diagnosis
Diagnosis tegakkan kumpulan beberapa penemuan:1,2
1. Gejala klinis
Bayi kurang bulan (Dubowitz atau New Ballard Score) disertai adanya
takipneu (>60x/menit), retraksi kostal, sianosis yang menetap atau progresif
setelah 48-72 jam pertama kehidupan, hipotensi, hipotermia, edema perifer,
edema paru, ronki halus inspiratori.2
Manifestasi klinis berupa distress pernafasan dapat dinilai dengan APGAR
score (derajat asfiksia).2
2. Gambaran radiologi
Ditemukan bercak difus berupa infiltrat retikulogranuler dan air
bronchogram.1,2
3. Laboratorium
Kimia darah:1,5,6,13
a. Meningkatnya asam laktat dan asam organik lain > 45 mg/dl.
b. Merendahnya bikarbonat standar.
c. pH darah dibawah 7,2.
d. PaO2 menurun.
e. PaCO2 meninggi.
4. Pemeriksaan fungsi paru membutuhkan alat yang lebih lengkap dan pelik.
Frekuensi pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan
memperlihatkan pula perubahan fungsi paru lainnya seperti isi alun napas
yang menurun, lung compliance berkurang, kapasitas sisa fungsional yang
merendah, disertai kapasitas vital yang terbatas. Demikian pula fungsi
ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.1
5. Pemeriksaan fungsi kardiovaskular pada penderita penyakit yang berat akan
menunjukkan adanya hipotensi. Penyelidikan dengan kateterisasi jantung
15
memperlihatkan beberapa perubahan fungsi kardiovaskular berupa duktus
arteriosus yang paten, pirau dari kiri ke kanan atau kanan ke kiri tergantung
dari beratnya penyakit dan menurunnya tekanan arterial paru/sistemik.1
6. Pada pemeriksaan autopsi gambaran patologik/histopatologik paru
menunjukkan adanya atelektasis dan membran hialin dalam alveolus atau
duktus alveolus. Disamping itu terdapat pula bagian paru yang mengalami
emfisema. Membran hialin yang ditemukan terdiri dari fibrin dan sel
eosinofil yang mungkin berasal dari darah atau sel epitel alveolus yang
nekrotik.6
II.8 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan:1
Positif tekanan akhir ekspirasi atau Positive End Expiratory Preassue
(PEEP )
Continuous positive airway pressure (CPAP)
Surfaktan diberikan melalui Endo Tracheal Tube (ETT)
Oksigen dan diuretik
Dasar tindakan pada penderita adalah mempertahankan penderita dalam
suasana fisiologik yang sebaik-baiknya, agar bayi mampu melanjutkan
perkembangan paru dan organ lain, sehingga ia dapat mengadakan adaptasi
sendiri terhadap sekitarnya. Tergantung dari ringannya penyakit maka tindakan
yang dapat dilakukan terdiri dari tindakan umum dan tindakan khusus.1
Tindakan umum ini terutama dilakukan pada penderita ringan atau sebagai
tindakan penunjang pada penderita ringan atau sebagai tindakan penunjang pada
penderita berat. Termasuk dalam tindakan ini adalah mengurangi manipulasi
terhadap penderita dan mengusahakan agar penderita ada dalam suasana
lingkungan yang paling optimal. Suhu bayi dijaga agar tetap normal (36,3-37°C)
dengan meletakkan bayi dalam inkubator antara 70-80%.1
Makanan peroral sebaiknya tidak diberikan dan bayi diberi cairan intravena
yang disesuaikan dengan kebutuhan kalorinya. Adapun pemberian cairan ini
16
bertujuan untuk memberikan kalori yang cukup, menjaga agar bayi tidak
mengalami dehidrasi, mempertahankan pengeluaran cairan melalui ginjal dan
mempertahankan keseimbangan asam basa tubuh. Dalam 48 jam pertama
biasanya cairan yang diberikan terdiri dari glukosa/dekstrose 10% dalam jumlah
100 ml/KgBB/hari. Dengan pemberian secara ini diharapkan kalori yang
dibutuhkan (40 kkal/KgBB/hari) untuk mencegah katabolisme tubuh dapat
dipenuhi. Tergantung ada tidaknya asidosis, maka cairan yang diberikan dapat
pula berupa campuran glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5% dengan
perbandingan 4:1. Untuk hal ini pemeriksaan keseimbangan asam basa tubuh
perlu dilakukan secara sempurna.1
Disamping itu pemeriksaan elektrolit perlu diperhatikan pula.
Tindakan khusus meliputi:
1. Pemberian Oksigen (O2)
Oksigen mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap bayi baru lahir.
Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi yang
tidak diinginkan seperti fibrosis paru, kerusakan retina (retrolental
fibroplasta) dan lain-lain. Untuk mencegah timbulnya komplikasi ini,
pemberian O2 sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan tekanan O2 arterial
(PaO2) secara teratur. Konsentrasi O2 yang diberikan harus dijaga agar
cukup untuk mempertahankan tekanan PaO2 antara 80–100 mmHg. Bila
fasilitas untuk pemeriksaan tekanan gas arterial tidak ada, O2 dapat
diberikan sampai gejala cyanosis menghilang. Pada HMD yang berat,
kadang-kadang perlu dilakukan ventilasi dengan respirator. Cara ini
disebut Intermitten Positive Pressure Ventilation (IPPV). IPPV ini baru
dikerjakan apabila pada pemeriksaan O2 dengan konsentrasi tinggi
(100%), bayi tidak memperlihatkan perbaikan dan tetap menunjukkan:
PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih dari 70 mmHg dan masih
sering terjadi asphyxial attact walaupun kemungkinan hipotermia,
hipoglikemia dan acidosis metabolik telah disingkirkan. Pemberian O2
dengan ventilasi aktif ini dapat dilakukan pula dengan bermacam cara,
17
misalnya pemberian O2 secara hiperbasik, intermittent negative pressure
ventilation, nasopharyngeal tube ventilation dan lain-lain.5,6,12
2. Pemberian Antibiotika
Setiap penderita PMH perlu mendapat antibiotika untuk menegah
terjadinya infeksi sekunder. Antibiotik diberikan adalah yang
mempunyai spektrum luas penisilin (50.000 U-100.000 U/KgBB/hari)
atau ampicilin (100 mg/KgBB/hari) dengan gentamisin (3-5
mg/KgBB/hari).5,13
Antibiotik diberikan selama bayi mendapatkan cairan intravena sampai
gejala gangguan nafas tidak ditemukan lagi.
3. Pemberian Surfaktan Buatan
Pengobatan lain yang membuka harapan baru berdasar atas penelitian
Fujiwara (1980) dan Morley (1981). Surfaktan artifisial yang dibuat dari
dipalmitoilfosfatidilkolin dan fosfatidilgliserol dengan perbandingan 7:3
telah dapat mengobati penderita penyakit tersebut. Bayi tersebut diberi
surfaktan artifisial sebanyak 25 mg dosis tunggal dengan
menyemprotkan ke dalam trakea penderita. Akhir-akhir ini telah dapat
dibuat surfaktan endogen yang berasal dari cairan amnion manusia.
Surfaktan ini disemprotkan ke dalam trakea dengan dosis 60 mg/KgBB.
Walaupun cara pengobatan ini masih dalam taraf penelitian, tetapi
hasilnya telah memberikan harapan baru.1,4
II.9 Pencegahan
1. Tindakan pencegahan utama sebenarnya adalah menghindari terjadinya
kelahiran bayi prematur.
2. Mengetahui maturitas paru dengan menghitung perbandingan lesitin dan
sfengomielin dalam cairan amnion bila perbandingan antara lesitin dan
sfengomielin kurang dari 2 maka berarti jumlah surfaktan pada penderita
masih kurang.
18
3. Pemberian kortikosteroid yang dilakukan pada persalinan prematur yang
dapat ditunda selama 48 jam yang biasa dipakai berupa kortisol 1, 2, 4
dengan dosis 12 mg/hari diberikan 2 hari berturut-turut.
4. Pemberian satu dosis surfaktan ke dalam trakea bayi prematur segera
sesudah lahir atau selama umur 24 jam.6
II.10 Komplikasi
Komplikasi jangka pendek (akut) dapat terjadi:8
1. Ruptur alveoli: Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intertisial), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi,
apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
Gambar II.10: Komplikasi dari sindrom gangguan pernafasan (RDS). Setelah menerima terapi ventilasi, ini bayi prematur dengan RDS dikembangkan emfisema
paru interstisial (PIE) dengan koleksi diskrit linier dan fibrosis udara radiolusen seluruh paru kanan.3
19
Gambar II.11: Komplikasi dari sindrom gangguan pernafasan (RDS).Anteroposterior (AP) dada radiograf dalam neonatus dengan RDS
menunjukkan tension pneumothorax yang benar dengan herniasi dari paru-paru kanan atas di garis tengah.Pneumomediastinum juga hadir.3
2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk
dan adanya perubahan jumlah leukosit dan trombositopeni. Infeksi dapat
timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan
alat-alat respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
4. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi
bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen,
tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen
yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering
terjadi:8
1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.
BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan
pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa
gestasi.
2. Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan
dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya
infeksi.
20
II.11 Diagnosis Banding
1. Transient Tachypnea of The Newborn (TTN)
Takipnea sementara dapat disingkirkan karena gejala klinisnya pendek dan
ringan. Hiperaerasi adalah ciri khas TTN (kebalikan dari RDS-
hipoaerasi). Densitas retikulogranular bilateral akan hilang bilang diberi
ventilasi, sementara pada RDS gambaran opak menetap minimal 3-4 hari.2
Gambar II.12: Transient tachypnea pada bayi baru lahir (TTN). Hyperaeration khas dari TTN, berbeda dengan hypoaeration sindrom gangguan pernapasan (RDS).
Kepadatan reticulogranular bilateral sekilas dengan TTN dan menghilang dengan ventilasi, sedangkan kekeruhan ini hadir untuk setidaknya 3-4 hari di RDS.3
2. Sindroma aspirasi mekonium
Pada gambaran rontgen terlihat adanya air trapping, gambaran opak noduler
kasar difus, serta area emfisema fokal. Berbeda dengan gambaran opak
granuler halus pada RDS. Paru-paru biasanya hiperaerasi.2
Gambar II.13: Aspirasi mekonium sindrom.Perangkap udara, menyebar, kekeruhan nodular kasar, dan bidang fokus emfisema khas aspirasi mekonium berbeda dari
21
meredakan kekeruhan granular halus terlihat pada RDS.Paru-paru biasanya hyperaerated.Gambar juga menunjukkan pneumomediastinum dengan tanda diafragma terus menerus yang disebabkan oleh udara di mediastinum bawah
jantung.3
II.12 Prognosis
Hampir semua bayi meninggal pada 72 jam pertama. Dengan bantuan
ventilasi, recovery >90%. Prognosis sindrom ini tergantung dari tingkat
prematuritas dan beratnya penyakit. Pada penderita yang ringan penyembuhan
dapat terjadi pada hari ke-3 atau ke-4 dan pada hari ke-7 terjadi penyembuhan
sempurna. Pada penderita yang lanjut mortalitas diperkirakan 20-40 %. Dengan
perawatan yang intensif dan cara pengobatan terbaru mortalitas ini dapat
menurun. Prognosis jangka panjang sulit diramalkan. Kelainan yang timbul
dikemudian hari lebih cenderung disebabkan komplikasi pengobatan yang
diberikan dan bukan akibat penyakitnya sendiri. Pada fungsi paru yang normal
pada kebanyakan bayi yang dapat hidup dari PMH, prognosisnya sangat baik.5
Keseluruhan mortalitas bayi BBLR yang dirujuk ke pusat perawatan intensif
maupun secara mantap; sekitar 75% dari mereka yang berada di bawah 1.000
gram bertahan hidup, dan mortalitas secara progresif menurun pada berat badan
yang lebih tinggi, dengan lebih dari 95% bayi sakit yang bertahan hidup beratnya
lebih dari 2.500 gram. walaupun 85-90% dari semua bayi PMH, yang bertahan
hidup setelah mendapat dukungan ventilasi dengan respirator adalah normal,
harapan yang ada pada mereka yang beratnya diatas 1.500 gram adalah jauh lebih
baik; sekitar 80% dari mereka yang beratnya dibawah 1.500 gram tidak
mengalami sekuele neurologis atau mental. Prognosis jangka panjang untuk
tercapainya fungsi paru yang normal pada kebanyakan bayi PMH yang berahan
hidup adalah sangat baik. Namun bayi yang berhasil bertahan hidup dari
kegagalan pernapasan neonatus yang berat dapat mengalami gangguan paru dan