Page 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telinga
Untuk memahami tentang gangguan pendengaran, perlu diketahui dan
dipelajari anatomi telinga. Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah, dan
telinga dalam.4
2.1.1 Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dan tangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan
dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang, dengan panjang 2,5 – 3
cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen ( modifikasi kelenjar keringat ) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat
pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit
dijumpai kelenjar serumen. Serumen memiliki sifat antimikotik dan bakteriostatik
dan juga repellant terhadap serangga.4
Serumen terdiri dari lemak ( 46-73 % ), protein, asam amino, ion-ion
mineral, dan juga mengandung lisozim, immunoglobulin, dan dan asam lemak tak
jenuh rantai ganda. Asam lemak ini menyebabkan kulit yang tak mudah rapuh
sehingga menginhibisi pertumbuhan bakteri. Oleh karena komposisi
hidrofobiknya, serumen dapat membuat permukaan kanal menjadi impermeable,
kemudian mencegah terjadinya maserasi dan kerusakan epitel.
Otomikosis sendiri merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur yang
terjadi di telinga bagian luar, yang terkadang disebabkan oleh ketiadaan serumen.3
3
Page 2
2.1.2 Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
- batas luar : membran timpani
- batas depan : tuba eustachius
- batas bawah : vena jugularis ( bulbus jugularis )
- batas belakang : aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis.
- batas atas : tegmen timpani ( meningen/otak )
- batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontalis, kanalis fasialis, tingkap lonjong ( oval window ) dan tingkap
bundar ( round window ) dan promontorium.4
Membrana timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah
liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut
pars flaksida ( membran sharpnell ), sedangkan bagian bawah pars tensa
( membran propria ). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah
lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia,
seperti epitel mukosa saluran nafas. Pars tensa mempunyai satu lagi di tengah,
yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan
secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. Tulang pendengaran
didalam telinga saling berhubungan . Prosessus longus maleus melekat pada
membran timpani, maleus melekat dengan inkus, dan inkus melekat pada stapes.
Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan
4
Page 3
antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius
termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring, dengan
telinga tengah.4
2.1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah siput ) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung
atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli.4
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea, tampak
skala vestibuli disebelah atas, skala timpani disebelah bawah, dan skala media
diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi cairan perilimfa, sedangkan
skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat pada perilimfa berbeda
dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli
disebut dengan membrane vestibuli ( Reissner’s membrane ), sedangkan dasar
skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak Organ of corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel
rambut dalam, sel rambut luar, dan kanalis Corti, yang membentuk Organ of
Corti.4
Gambar 2.2 Anatomi Telinga Dalam
2.2 Fisiologi Pendengaran
5
Page 4
Telinga berfungsi sebagai indra pendengaran. Adapun fisiologi
pendengaran adalah sebagai berikut : Proses mendengar diawali dengan
ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang
dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan
membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengamplifikasikan getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap
lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasikan ini akan diteruskan ke stapes
yang menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfa pada skala vestibuli
bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan
membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan
terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan
proses depolarisasi sel rambut , sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam
sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius sampai ke
korteks pendengaran ( area 39-40 ) di lobus temporalis.4
2.3 Otomikosis
2.3.1 Defenisi Otomikosis
Otomikosis ( dikenal juga dengan Singapore Ear ), adalah infeksi telinga
yang disebabkan oleh jamur, atau infeksi jamur, yang superficial pada kanalis
auditorius eksternus.6
Otomikosis ini sering dijumpai pada daerah yang tropis. Infeksi ini dapat
bersifat akut dan subakut, dan khas dengan adanya inflammasi, rasa gatal, dan
ketidaknyamanan. Mikosis ini menyebabkan adanya pembengkakan,
pengelupasan epitel superfisial, adanya penumpukan debris yang berbentuk hifa,
disertai suppurasi, dan nyeri.6,7
2.3.2 Etiologi Otomikosis
Faktor predisposisi terjadinya otitis eksterna, dalam hal ini otomikosis,
meliputi ketiadaan serumen, kelembaban yang tinggi, peningkatan temperature,
6
Page 5
dan trauma lokal, yang biasanya sering disebabkan oleh kapas telinga ( cotton
buds ) dan alat bantu dengar. Serumen sendiri memiliki pH yang berkisar antara
4-5 yang berfungsi menekan pertumbuhan bakteri dan jamur. Olah raga air
misalnya berenang dan berselancar sering dihubungkan dengan keadaan ini oleh
karena paparan ulang dengan air yang menyebabkan keluarnya serumen, dan
keringnya kanalis auditorius eksternus. Bisa juga disebabkan oleh adanya
prosedur invasif pada telinga. Predisposisi yang lain meliputi riwayat menderita
eksema, rhinitis allergika, dan asthma.8
Infeksi ini disebabkan oleh beberapa spesies dari jamur yang bersifat
saprofit, terutama Aspergillus niger. Agen penyebab lainnya meliputi A. flavus, A.
fumigatus, Allescheria boydii, Scopulariopsis, Penicillium, Rhizopus, Absidia, dan
Candida Spp. Sebagai tambahan, otomikosis dapat merupakan infeksi sekunder
dari predisposisi tertentu misalnya otitis eksterna yang disebabkan bakteri yang
diterapi dengan kortikosteroid dan berenang.9,10
Banyak faktor yang menjadi penyebab perubahan jamur saprofit ini mejadi
jamur yang patogenik, tetapi bagaimana mekanismenya sampai sekarang belum
dimengerti. Beberapa dari faktor dibawah ini dianggap berperan dalam terjadinya
infeksi, seperti perubahan epitel, peningkatan kadar pH, gangguan kualitatif dan
kuantitatif dari serumen, faktor sistemik ( seperti gangguan imun tubuh,
kortikosteroid, antibiotik, sitostatik, neoplasia ), faktor lingkungan ( panas,
kelembaban ), riwayat otomikosis sebelumnya, Otitis media sekretorik kronik,
post mastoidektomi, atau penggunaan substansi seperti antibiotika spectrum luas
pada telinga.3
Aspergillus niger dilaporkan sebagai penyebab paling terbanyak dari
otomikosis ini. Pada dua penelitian di Babol dan barat laut Iran, A.niger
dilaporkan sebagai penyebab utama. Ozcan dkk, dan Hurst melaporkan A.niger ,
juga sebagai penyebab terbanyak otomikosis di Turki dan Australia. Tetapi, Kaur,
dkk, menemukan bahwa A.fumigatus sebagai penyebab terbanyak diikuti dengan
A.niger. Spesies Aspergillus lainnya yang dihubungkan dengan otomikosis adalah
A.flavus. Penicillum juga dilaporkan oleh Pavalenko. Jamur lainnya yang
berhubungan dengan terjadinya otomikosis adalah C.albicans dan C. parapsilosis.
7
Page 6
Pada penelitian yang dilakukan Ali Zarei di Pakistan Tahun 2006, dijumpai
A.niger sebagai penyebab utama diikuti dengan A.flavus.9,10
Aspergillus niger, juga telah dilaporkan sebagai penyebab otomikosis pada
pasien immunokompromis, yang tidak berespon terhadap berbagai regimen terapi
yang telah diberikan. ( aspergillus otomikosis ).11
2.3.3 Epidemiologi
Angka insidensi otomikosis tidak diketahui, tetapi sering terjadi pada
daerah dengan cuaca yang panas, juga pada orang-orang yang senang dengan olah
raga air. 1 dari 8 kasus infesi telinga luar disebabkan oleh jamur. 90 % infeksi
jamur ini disebabkan oleh Aspergillus spp, dan selebihnya adalah Candida spp.
Angka prevalensi Otomikosis ini dijumpai pada 9 % dari seluruh pasien yang
mengalami gejala dan tanda otitis eksterna. Otomikosis ini lebih sering dijumpai
pada daerah dengan cuaca panas, dan banyak literatur menyebutkan otomikosis
berasal dari negara tropis dan subtropis. Di United Kingdom (UK), diagnosis
otitis eksterna yang disebabkan oleh jamur ini sering ditegakkan pada saat
berakhirnya musim panas.8
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ali Zarei tahun 2006, Otomikosis
dijumpai lebih banyak pada wanita (terutama ibu rumah tangga) daripada pria.
Otomikosis biasanya terjadi pada dewasa, dan jarang pada anak-anak. Pada
penelitian tersebut, dijumpai otomikosis sering pada remaja laki-laki, yang juga
sesuai dengan yang dilaporkan oleh peneliti lainnya.9
Tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hueso,dkk, dari 102
kasus ditemukan 55,8 %nya merupakan lelaki, sedangkan 44,2% nya merupakan
wanita.3
2.3.4 Patogenesis
Otomikosis berhubungan dengan histologi dan fisiologi Meatus Acusticus
Eksternus (MAE). Sepanjang 2,5 cm dan lebar 7-9 mm dari kanal silinder dilapisi
dengan epitel skuamosa berlapis keratin yang terus sepanjang sisi luar membran
timpani (MT). Pada bagian interior dari membran timpani istirahat, bagian media
8
Page 7
cenderung menumpukkan sisa-sisa keratin dan serumen, daerah tersebut sulit
dibersihkan. Serumen memiliki sifat antimycotic dan bakteriostatik dan penolak
serangga. Serumen terdiri dari lipid (46-73%), protein, asam amino bebas dan ion
mineral juga mengandung lysozym, imunoglobulin dan asam lemak tak jenuh
ganda. Asam lemak rantai panjang yang ada di kulit menghambat pertumbuhan
bakteri. Karena komposisi hidrofobiknya, serumen mampu menolak air, membuat
permukaan kanal kedap air dan menghindari kerusakan epitel.
Mikroorganisme yang normal ditemukan di MAE seperti Staphylococcus
epidermidis, Corrynebacterium sp, Bacillus sp, kokus Gram-positif
(Staphylococcus aureus, Sterptococcus sp, micrococci non-patogenik), basil
Gram-negatif (Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Haemophilus
influenza, Moraxella catharalis dll) dan jamur miselia dari Genus Aspergillus dan
Candida sp. Flora normal ini tidak patogen patogen kecuali terjadi
ketidakseimbangan antara bakteri dan jamur.
Berbagai faktor mempengaruhi transformasi jamur saprofit menjadi
patogen seperti:
a. Faktor lingkungan (panas, kelembaban) umumnya pasien yang dirawat
di musim panas dan musim gugur ketika itu panas dan lembab.
b. Perubahan meliputi epitel (penyakit dermatologis, trauma mikro).
c. Peningkatan dari tingkat pH di MAE (mandi). Ozcan et al pada tahun
2003 menemukan bahwa berenang merupakan faktor predisposisi
untuk otomikosis.
d. Perubahan kualitatif dan kuantitatif dari serumen (mandi). Tampaknya
ada sedikit hubungan faktor-faktor predisposisi serumen untuk
otomikosis. Selain itu, serumen mendukung untuk pertumbuhan jamur.
e. Faktor sistemik (perubahan dalam kekebalan, penyakit yang
melemahkan, kortikosteroid, antibiotik, cytostatics, neoplasia).
Jackman et al pada tahun 2005 melaporkan ofloksasin dapat
berkontribusi untuk pengembangan otomikosis.
f. Riwayat otitis karena bakteri, otitis media supuratif kronik (OMSK)
dan pascaoperasi pada mastoid. Kontaminasi bakteri kulit MAE
9
Page 8
awalnya terjadi otitis media supuratif oleh atau otitis eksterna akut.
Permukaan epitel terganggu adalah media yang baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme. Kerusakan epitel juga menyebabkan
penurunan ekskresi dari apokrin dan kelenjar serumen yang mengubah
lingkungan MAE menjadi lebih cocok untuk mikroorganisme (pH
yang normal 3-4).
g. Kondisi dan kebiasaan sosial. Perempuan yang mengenakan penutup
kepala tradisional dilaporkan sebagai faktor predisposisi untuk
otomikosis. Penutup kepala tradisional dapat meningkatkan
kelembaban di saluran telinga dan menciptakan lingkungan yang ideal
untuk pertumbuhan jamur.
2.3.5 Gejala Klinis
Gejala klinik yang dapat ditemui hampir sama seperti gejala otitis eksterna
pada umumnya yakni otalgia dan rasa penuh ditelinga sebagai gejala yang paling
banyak dijumpai, kemudian diikuti dengan gatal, otorrhea dan kurangnya
pendengaran pada telinga.2
Pada Pemeriksaan fisik, liang telinga akan tampak berwarna merah,
ditutupi oleh skuama, dan kelainan ini ke bagian luar akan dapat meluas sampai
muara liang telinga dan daun telinga sebelah dalam.Tempat yang terinfeksi
menjadi merah dan ditutupi skuama halus. Bila meluas sampai kedalam, sampai
ke membran timpani, maka akan dapat mengeluarkan cairan serosanguinos.12
Pada pemeriksaan telinga yang dicurigai otomikosis, didapati juga adanya
akumulasi debris fibrin yang tebal, pertumbuhan hifa berfilamen yang berwana
putih dan panjang dari permukaan kulit, hilangnya pembengkakan signifikan
pada dinding kanalis, dan area melingkar dari jaringan granulasi diantara kanalis
eksterna atau pada membran timpani.8
10
Page 9
2.3.6 Diagnosis
Diagnosis dari otomikosis didasarkan pada:
a. Anamnesis
Adanya keluhan nyeri dalam telinga, rasa gatal, adanya secret yang keluar
dari telinga. Yang paling penting adalah kecendrungan beraktifitas yang
berhubungan dengan air, misalnya berenang, menyelam, dan
sebagainya.12
b. Gejala-gejala klinik yang khas, terasa gatal atau sakit di liang telinga dan
daun telinga menjadi merah, skuamos dan dapat meluas ke dalam hang
telinga sampai 2/3 bagian luar. 12
c. Pemeriksann laboratorium:
Preparat langsung
Skuama dari kerokan kulit liang telinga diperiksa dengan KOH
10% akan tampak hifa-hifa lebar, berseptum, dan kadang-kadang
dapat ditemukan spora kecil dengan diameter 2-3 mikro.12
Pembiakan
Skuama dibiak pada media sabouroud dekstrosa agar dan
dikeram pada temperatur kamar Koloni akan tumbuh dalam 1 minggu
berupa koloni filamen berwarna pubh. Dengan mikroskop tampak
hifa-hifa lebar dan pada ujung-ujung hifa dapat ditemukan sterigma
dan spora berjejer melekat pada permukaannya.12
11
Page 10
Pemeriksaan Kultur
Pemeriksaan kultur jarang diperlukan. Jamur yang
menghasilkan otomikosis umumnya spesies jamur saprofit sering
terdapat di alam dan merupakan bagian dari flora normal dari Meatus
Acusticus Eksternus. Jamur ini umumnya Aspergillus dan Candida.
Aspergillus niger biasanya agen dominan meskipun A. flavus, A.
fumigatus, A. terreus (jamur berserabut), Candida albicans dan C.
parapsilosis (ragi-seperti jamur) juga umum ditemukan.
Morfologi koloni memungkinkan kita untuk membedakan
antara jamur ragi dan filamen. warna krem putih, koloni halus atau
kasar umumnya adalah ragi. Jamur filamen cenderung tumbuh
membentuk seperti debu, berbulu, wol, beludru dan tampak berbagai
warna seperti putih, kuning, hijau, biru kehijauan, hitam, dan lain-
lain.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Ahmad et al pada tahun
1989 membandingkan antara diagnosis otomikosis berdasarkan
pemeriksaan klinis dengan pemeriksaan laboratorium. Mereka tidak
menemukan perbedaan yang signifikan antara pemeriksaan tersebut
dan menyimpulkan secara umum bahwa otomikosis dapat didiagnosis
hanya dari pemeriksaan klinis saja.12
12
Page 11
2.3.7 Diagnosis Banding
Otomikosis kadang-kadang sulit dibedakan atas bentuk lain dari otitis
eksterna terutama otitis eksterna difusa. Infeksi campuran kadang-kadang dapat
termasuk. pada penelitian Kumar tahun 2005 terdeteksi koinfeksi bakteri di
antara 44 kasus dari total 82 kasus otomikosis. Umumnya bakteri staphylococci
koagulase, Pseudomonas sp. Staphylococcus aureus, E. coli dan infeksi jamur
Klebsiella sp. infeksi jamur juga dapat berkembang pada otitis media supuratif
kronis. 12
2.3.8 Penatalaksanaan
Pengobatan ditujukan untuk menjaga agar liang telinga tetap kering ,
jangan lembab, dan disarankan untuk tidak mengorek-ngorek telinga dengan
barang-barang yang kotor seperti korek api, garukan telinga, atau kapas. Kotoran-
kotoran telinga harus sering dibersihkan.15
Pengobatan yang dapat diberikan seperti :
a. Larutan asam asetat 2-5 % dalam alkohol yang diteteskan kedalam
liang telinga biasanya dapat menyembuhkan.4,15. Tetes telinga siap beli
seperti VoSol ( asam asetat nonakueus 2 % ), Cresylate ( m-kresil
asetat ) dan Otic Domeboro ( asam asetat 2 % ) bermanfaat bagi
banyak kasus.16
b. Larutan timol 2 % dalam spiritus dilutes ( alkohol 70 % ) atau
meneteskan larutan burrowi 5 % satu atau dua tetes dan selanjutnya
dibersihkan dengan desinfektan biasanya memberi hasil pengobatan
yang memuaskan.8
c. Dapat juga diberikan Neosporin dan larutan gentian violet 1-2 %.8
d. Akhir-akhir ini yang sering dipakai adalah fungisida topikal spesifik,
seperti preparat yang mengandung nystatin , ketokonazole,
klotrimazole, dan anti jamur yang diberikan secara sistemik.2,16
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penggunaan anti jamur tidak
secara komplit mengobati proses dari otomikosis ini, oleh karena agen-agen diatas
13
Page 12
tidak menunjukkan keefektifan untuk mencegah otomikosis ini relaps kembali.
Hal ini menjadi penting untuk diingat bahwa, selain memberikan anti jamur
topikal, juga harus dipahami fisiologi dari kanalis auditorius eksternus itu sendiri,
yakni dengan tidak melakukan manuver-manuver pada daerah tersebut,
mengurangi paparan dengan air agar tidak menambah kelembaban, mendapatkan
terapi yang adekuat ketika menderita otitis media, juga menghindari situasi
apapun yang dapat merubah homeostasis lokal. Kesemuanya apabila dijalankan
dengan baik, maka akan membawa kepada resolusi komplit dari penyakit ini.3
2.3.9 Komplikasi
Komplikasi dari otomikosis yang pernah dilaporkan adalah perforasi dari
membrane timpani dan otitis media serosa, tetapi hal tersebut sangat jarang
terjadi, dan cenderung sembuh dengan pengobatan. Patofisiologi dari perforasi
membran timpani mungkin berhubungan dengan nekrosis avaskular dari membran
timpani sebagai akibat dari trombosis pada pembuluh darah. Angka insiden
terjadinya perforasi membran yang dilaporkan dari berbagai penelitian berkisar
antara 12-16 % dari seluruh kasus otomikosis. Tidak terdapat gejala dini untuk
memprediksi terjadinya perforasi tersebut, keterlibatan membran timpani
sepertinya merupakan konsekuensi inokulasi jamur pada aspek medial dari telinga
luar ataupun merupakan ekstensi langsung infeksitersebut dari kulit sekitarnya.2
2.3.10 Prognosis
Umumnya baik bila diobati dengan pengobatan yang adekuat. Pada saat
terapi dengan anti jamur dimulai, maka akan dimulai suatu proses resolusi
(penyembuhan) yang baik secara imunologi. Bagaimanapun juga, risiko
kekambuhan sangat tinggi, jika faktor yang menyebabkan infeksi sebenarnya
tidak dikoreksi dan fisiologi lingkungan normal dari kanalis auditorius eksternus
masih terganggu.1,12
14