Top Banner
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Bilier Gambar 1. Anatomi Sistem Biliaris Kandung Empedu Kandung empedu atau vesika biliaris adalah sebuah kantong berbentuk buah pir yang terletak pada permukaan bawah (fascia viseralis) hepar. Vesika biliaris mempunyai kemampuan menampung empedu sebanyak 30-50 ml dan menyimpannya, serta memekatkan empedu dengan cara mengabsorbsi air. Kandung empedu
23

BAB II

Oct 24, 2015

Download

Documents

case hemoroid
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Bilier

Gambar 1. Anatomi Sistem Biliaris

Kandung Empedu

Kandung empedu atau vesika biliaris adalah sebuah kantong berbentuk buah pir yang

terletak pada permukaan bawah (fascia viseralis) hepar. Vesika biliaris mempunyai

kemampuan menampung empedu sebanyak 30-50 ml dan menyimpannya, serta memekatkan

empedu dengan cara mengabsorbsi air. Kandung empedu dibagi menjadi corpus, fundus dan

collum. Fundus vesica biliaris berbentuk bulat dan biasanya menonjol di bawah margo

inferior hepar, penonjolan ini merupakan tempat fundus bersentuhan dengan dinding anterior

abdomen setinggi cartilage costalis IX dekstra. Corpus vesica biliaris terletak dan

berhubungan dengan fascies viseralis hepar dan arahnya ke atas, ke belakang dan ke kiri.

Page 2: BAB II

Collum vesika biliaris, melanjutkan diri sebagai duktus sistikus, yang berbelok ke arah

omentum minus dan bergabung dengan sisi kanan duktus hepaticus communis untuk

membentuk duktus koledokus.

Vesika biliaris berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu. Vesika biliaris

mempunyai kemampuan untuk memekatkan empedu, dan untuk membantu proses ini,

mukosa vesika biliaris mempunyai lipatan-lipatan permanen yang saling berhubungan

sehingga permukaannya tampak seperti sarang tawon.

Empedu dialirkan ke dudodenum sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial

vesika biliaris. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke dalam

duodenum. Lemak yang menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari tunika

mukosa duodenum. Lalu hormon tersebut masuk ke dalam darah dan menimbulkan kontraksi

vesika biliaris. Pada saat yang bersamaan, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus

koledokus dan ampula relakasasi, sehingga memungkinkan masukknya empedu yang pekat

ke dalam duodenum. Garam-garam empedu di dalam cairan empedu penting untuk

mengemulsikan lemak di dalam usus serta membantu pencernaan dan absorbs lemak.

Duktus Biliaris Hepatis

Empedu disekresikan oleh sel-sel hepar, disimpan dan dipekatkan di dalam vesika

biliaris, kemudian dikeluarkan ke dalam duodenum. Duktus biliaris hepatis terdiri atas duktus

hepatikus dekstra dan sinistra, duktus hepatis komunis, duktus koledokus, vesika biliaris dan

duktus sistikus. Cabang-cabang interlobulares duktus koledokus terkecil terdapat di dalam

kanalis hepatis, cabang-cabang ini menerima kanalikuli biliaris, cabang-cabang ini saling

berhubungan satu dengan yang lain dan secara bertahap membentuk saluran yang lebih besar,

sehingga akhirnya pada porta hepatis membentuk saluran yang lebih besar. Duktus hepatikus

dekstra mengalirkan empedu dari lobus hepatis dekstra sedangkan duktus hepatis sinistra

mengalirkan empedu dari lobus hepatis sinistra, lobus caudatus dan lobus kuadratus. Dan

kedua duktus ini akan bergabung menjadi duktus hepatikus komunis.

Panjang duktus hepatikus komunis sekitar 1,5 inci (± 4 cm) dan berjalan bebas ke

pinggir bebas omentum minus. Duktus ini bergabung dengan duktus sistikus dari vesika

biliaris yang ada di sisi kanannya membentuk duktus koledokus. Panjang duktus koledokus

sekitar 3 inch (± 8 cm). Pada bagian pertama perjalanannya, duktus ini terletak di pinggir

Page 3: BAB II

bebas kanan omentum minus, di depan foramen epiploicum. Disini duktus koledokus terletak

di depan pinggir kanan vena portae hepatis dan pada sisi kanan arteri hepatica. Pada bagian

kedua perjalanannya, duktus ini terletak di belakang pars superior duodenum di sebelah

kanan arteri gastroduodenalis. Pada bagian ketiga perjalannanya, duktus ini terletak di dalam

sulkus yang terdapat pada fascia posterior caput pankreatis. Di sini, duktus koledokus bersatu

dengan duktus pankreatikus.

Duktus koledokus berakhir di bawah dengan menembus dinding medial pars

descendens duodenum kira-kira di pertengahan panjangnya. Biasanya duktus koledokus

bergabung dengan duktus pankreatikus, dan bersama-sama bermuara ke dalam ampulla

hepatopankreatica (ampulla vater). Ampula ini bermuara ke dalam lumen duodenum melalui

sebuah papilla kecil, yaitu papilla duodeni major. Bagian terminal kedua duktus beserta

ampulla di kelilingi oelh serabut otot sirkular yang disebut muskulus sphinter ampullae

(sphincter oddi). Kadang-kadang duktus koledokus dan pankreatikus major bermuara ke

dalam duodenum pada tempat yang terpisah.

Garam Empedu

Zat yang paling banyak disekresikan dalam empedu adalah garam empedu, yang

banyaknya setengah dari total zat-zat yang juga terlarut dalam empedu. Bilirubin, kolesterol,

lesitin dan elektrolit yang biasa terdapat dalam plasma, juga disekresikan atau diekskresikan

dalam konsentrasi besar. Dalam prposes pemekatan empedu, air dan elektrolit dalam jumlah

besar (kecuali ion kalsium) direabsorbsi oleh mukosa kandung empedu, pada dasarnya semua

zat lain, terutama garam empedu dan zat-zat lemak kolesterol dan lesitin, tidak direabsorbsi.

Sehingga cairan empedu di dalam kandung empedu menjadi sangat pekat.

Garam empedu mempunya dua kerja penting pada traktus intestinal. Yaitu pertama,

garam ini bekerja sebagai deterjen pada partikel lemak dalam makanan. Hal ini mengurangi

tegangan partikel dan memungkinkan agitasi dalam traktus interstinal untuk memecahkan

tetesan lemak menjadi bentuk yang kecil. Proses ini disebut emulsifikasi dari garam-garam

empedu.

Kedua, garam-garam empedu membantu absorbs asam lemak, monogliserida,

kolesterol dan lemak lain dalam traktus intestinal. Garam empedu melakukan fungsi ini

dengan cara membentuk kompleks-kompleks fisik yang sangat kecil dalam lemak ini,

Page 4: BAB II

kompleks ini disebut micel, yang bersifat semi larut di dalam kimus akibat muatan listrik

dalam garam-garam empedu. Lemak usus diangkut dalam bentuk ini ke mukosa usus, tempat

lemak kemudian di absorbs ke dalam dalah. Tanpa adanya garam-garam empedu di dalam

traktus intestinal, 40 persen lemak yang dicerna akan dikeluarkan bersama tinja, sehingga

pasien seringkali mengalami deficit metabolism akibat hilangnya nutrien ini.

Metabolisme Pigmen Empedu

Pigmen empedu (bilirubin dan biliverdin) adalah produk pemecahan dari hemoglobin

dari sel darah merah. Bilirubin diproduksi tubuh sekitar 4mg/kg berat badan setiap harinya.

Sekitar 70 - 90% dibentuk dari penguraian sel darah merah yang telah tua atau rusak, sisanya

terbentuk dari destruksi sel eritroid di sumsum tulang.

Di dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, sel darah merah yang tua atau yang

rusak akan dipecah oleh sel–sel makrofag, sehingga hemoglobin terbebaskan. Hemoglobin

sendiri kemudian akan diuraikan menjadi heme dan globin. Selanjutnya cincin heme dipotong

oleh enzim heme oxygenase sehingga terbentuk biliverdin. Biliverdin kemudian dioksidasi

oleh biliverdin reductase membentuk bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi

merupakan senyawa tetrapyrole yang tidak larut dalam air.

Bilirubin tak terkonjugasi ini dibebaskan ke dalam plasma, di dalam plasma berikatan

dengan albumin secara reversibel, kemudian ditranspor ke hati. Bilirubin tak terkonjugasi ini

bersifat tidak larut air sehingga tidak dapat diekskresikan baik di urin dan di saluran empedu.

Di dalam hepatosit bilirubin ini kemudian dikonjugasi oleh uridinediphosphate (UDP)

- glucoronyl transferase menjadi bilirubin glucoronida (conjugated bilirubin) dan

diekskresikan ke dalam kanalikuli empedu bersama komponen-komponen lain sebagai cairan

empedu, dialirkan melalui saluran-saluran empedu intrahepatik yang bermuara duktus

hepatikus kanan dan kiri, bersatu menjadi duktus hepatikus kommunis. Melalui duktus

hepatikus kommunis cairan empedu disalurkan ke duktus biliaris kommunis. Sebagian akan

diekskresikan langsung ke dalam duodenum tetapi sebagian besar melewati duktus sistikus di

tampung di dalam kandung empedu, bergabung dengan komponen lainnya menjadi cairan

empedu.

Page 5: BAB II

Bersama komponen cairan empedu lainnya bilirubin terkonjugasi ini diekskresikan ke

duodenum. Di dalam lumen duodenum bilirubin terkonjugasi diubah oleh bakteri usus

menjadi urobilinogen yang dapat direabsorbsi oleh sel epitel usus sehingga akan mengalami

sirkulasi enterohepatik, sebagian juga akan diekskresikan di urin.

Gambar 2. Metabolisme Pigmen Empedu

2.2 Ikterus

Ikterus adalah gejala kuning pada sklera dan mata akibat bilirubin yang berlebihan di

dalam darah dan jaringan. Normalnya bilirubin serum kurang dari 9μmol/L (0,5 mg%).

Ikterus nyata secara klinis jika kadar bilirubin meningkat di atas 35 μmol/L (2 mg%). Ikterus

dapat berupa ikterus prehepatik, hepatik dan pasca hepatik. Ikterus pasca hepatik akibat

adanya obstruksi saluran empedu. Pada ikterus obstruksi, kadar bilirubin terkonjugasi di

dalam darah sangat meningkat dan dieksresikan melalui air kemih.

2.3 Kolelitiasis

Kolelitiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam

kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada keduanya. Sebagian besar batu

empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu (kolesistolitiasis).

Apabila batu tersebut berpindah ke dalam saluran empedu ekstrahepatik, disebut batu saluran

empedu sekunder. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari kandung empedu, tetapi

ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu ekstrahepatik maupun intrahepatik.

Page 6: BAB II

Etiologi Kolelitiasis

Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam

chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin.

Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting

adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis

empedu dan infeksi kandung empedu. Sementara itu, komponen utama dari batu empedu

adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh

karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar

empedu.

Jenis batu empedu antara lain, batu kolesterol dan batu pigmen. Batu kolesterol

berhubungan dengan jenis kelamin perempuan dan peningkatan usia. Selain itu terdapat

beberapa factor risiko lainnya, yaitu:

Obestitas

Kehamilan

Statis kandung empedu

Obat-obatan

Keturunan

Insidensi

Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang dewasa

dan lanjut usia. Kebanyakan kolelitiasis tidak bergejala dan bertanda. Angka kejadian

penyakit batu empedu dan saluran empedu di Indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan

angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahun 1980-an agaknya berkaitan dengan

cara diagnosis dengan ultrasonografi.

Patofisiologi Kolelitiasis

Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang

supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena

bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam

pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol

Page 7: BAB II

terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol

turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang

mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang

mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu

dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau

terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.

Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan

kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan

membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang

lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris

yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan.

Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus koledokus melalui duktus

sistikus. Di dalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan

sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejala kolik

empedu. Pasase batu empedu berulang melali duktus sistikus yang semoit dapat meimbulkan

iritasi dan perlukaan sehingga dapat menimbulkan perasangan dinding duktus sistikus karena

diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berasa di sana sebagai

batu duktus sistikus.

Kolelitiasis simptomatik biasanya diketahui secara kebetulan, sewaktu pemeriksaan

ultrasonografi, pemeriksaan foto polos perut, atau perabaan saat operasi. Pada pemeriksaan

fisik dan laboratorium tidak ditemukan kelainan.

Klasifikasi Kolelitiasis

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di

golongkankan atas 3 (tiga) golongan:

1. Batu kolesterol

Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%

kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung >

50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :

a. Supersaturasi kolesterol

Page 8: BAB II

b. Hipomotilitas kandung empedu

c. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.

2. Batu pigmen

Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung

<20% kolesterol. Jenisnya antara lain:

a. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)

Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung

kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk

akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan

oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit.

Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-

glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas

dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat

yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat

antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu

pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.

b. Batu pigmen hitam.

Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan

kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. Batu pigmen hitam adalah tipe batu

yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati.

Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin.

Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam

terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.

3. Batu campuran

Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%

kolesterol.

Manifestasi Klinis

Setengah sampai dua pertiga penderita kandung empedu adalah asimptomatil.

Keluhan yang mungkin timbul berupa dyspepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap

makanan berlemak. Pada yang simptomatik, keluhan utama berupa nyeri di daerah

Page 9: BAB II

epigastrium kuadran kanan atas atau precardium. Penderita batu empedu sering mempunyai

gejala-gejala kolestitis akut atau kronik. Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak

pada abdomen bagian atas, terutama ditengah epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke punggung

dan bahu kanan. Pasien dapat berkeringat banyak dan berguling ke kanan-kiri saat tidur.

Nausea dan muntah sering terjadi. Nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat

kembali terulang.

Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya nyeri dan

tanda-tanda fisik kurang nyata. Seringkali terdapat riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri

ulu hati atau flatulen yang berlangsung lama. Setelah terbentuk, batu empedu dapat berdiam

dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat

menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling sering adalah infeksi kandung empedu

(kolesistitis) dan obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat

bersifat sementara, intermitten dan permanent. Kadang-kadang batu dapat menembus dinding

kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menimbulkan peritonitis, atau

menyebakan ruptur dinding kandung empedu.

Diagnosis

a. Anamnesis

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan

yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan

berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,

kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang

mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam

kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-

tiba.

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,

disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri

berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap

dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.6

b. Pemeriksaan Fisik

Batu kandung empedu

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti

kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu,

Page 10: BAB II

empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan

dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy

positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena

kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien

berhenti menarik nafas.

Batu saluran empedu

Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang

teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang

dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah

berat, akan timbul ikterus klinis.6

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan

kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat

terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan

bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum

yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar

fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat

sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.

Pemeriksaan Radiologis

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena

hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang

kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat

dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang

membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan

lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di

fleksura hepatika.

Page 11: BAB II

Gambar 3. Foto rongent pada kolelitiasis

Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi

untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik

maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu

yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun

sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi

karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa

nyeri pada batu kandung empedu yang gangren lebih jelas daripada dengan palpasi

biasa.

Page 12: BAB II

Gambar 4. Foto USG pada kolelitiasis

Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena

relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga

dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan

ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan

hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.

Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung

empedu.

Penatalaksanaan

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri

yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau

mengurangi makanan berlemak.

Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun

telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani

pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu

tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan

pembatasan makanan.

Page 13: BAB II

Pilihan penatalaksanaan antara lain:

1. Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga

kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah

cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang

dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk

kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

2. Kolesistektomi laparaskopi

Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan

sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu

empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian

dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi

komplikasi pada jantung dan paru.2 Kandung empedu diangkat melalui selang yang

dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya

kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai

melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu

duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur

konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang

dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan

kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini,

berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang

mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.

Page 14: BAB II

Gambar 5. Kolesistektomi laparaskopi

3. Disolusi medis

Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah

angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya

memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif

acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya

batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu

tejadi pada 50% pasien.9 Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini an sukses.2

Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non operatif diantaranya

batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung

empedu baik dan duktus sistik paten.

4. Disolusi kontak

Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten

(Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang

diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-

pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka

kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).

5. ESWL

Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat

pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah

benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

6. Kolesistotomi

Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping

tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk

pasien yang sakitnya kritis.

7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan,

lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran

empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot

sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan

Page 15: BAB II

berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90%

kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami

komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP

saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua,

yang kandung empedunya telah diangkat.

Gambar 7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

Prognosis

Setiap tahun di Amerika Serikat sekitar 500.00 orang dengan perkembangan

gejala atau komplikasi batu empedu memerlukan cholecystecomy. Penyakit batu

empedu menyebabkan 10.000 kematian tiap tahun. Sekitar 7.000 kematian

diakibatkan oleh komplikasi batu empedu akut seperti pancreatitis akut. Sekitar 2.000

sampai 3.000 kematian disebabkan oleh kanker batu empedu (80% terjadi pada

penyakit batu empedu dengan kolesistitis kronik).

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:

1. Asimtomatik

2. Obstruksi duktus sistikus

3. Kolik bilier

4. Kolesistitis akut

5. Perikolesistitis

6. Peradangan pankreas (pankreatitis)

7. Perforasi

Page 16: BAB II

8. Kolesistitis kronis

9. Hidrop kandung empedu E

10. Empiema kandung empedu

11. Fistel kolesistoenterik

12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan

batu empedu muncul lagi) angga

13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan

menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung

empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun

dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka

mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi

suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut

(kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal.

Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang

dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat

sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi

perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.

Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat

kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus

kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang

menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif,

kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.

Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui

terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat

menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan

ileus obstruksi.