1 BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan Untuk memahami cara kerja komputer, kita membutuhkan konsep mengenai sistem bilangan dan sistem pengkodean (coding systems) karena adanya perbedaan antara sistem bilangan desimal yang umum digunakan manusia dengan sistem bilangan yang dikenali komputer, yaitu sistem bilangan biner. Bilangan biner yang direpresentasikan dalam logika 0 dan 1 itulah yang dikenal rangkaian digital. Rangkaian digital mempunyai peranan yang sangat penting untuk menciptakan sebuah komputer dan tentunya hampir semua rangkaian dalam komputer ialah rangkaian digital. I.1.1. Sistem Bilangan Desimal Manusia dalam kehidupan sehari harinya menggunakan bilangan basis 10 (desimal), sedangkan komputer menggunakan bilangan basis 2 (biner), contohnya logika 1 untuk tinggi dan 0 untuk rendah. Operasi sistem digital pada rangkaian digital mewakili bilangan, huruf atau simbol. Sistem bilangan yang paling banyak digunakan pada saat ini adalah sistem desimal yang menggunakan 10 lambang bilangan , yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9. Berapapun bilangan yang ingin dinyatakan, hanya digunakan kombinasi kesepuluh angka tersebut untuk merepresentasikannya. Sebagai contoh, pada bilangan desimal 4 digit, digit paling kanan mempunyai faktor 10 0 dan digit paling kiri memiliki faktor 10 3 . berikut ini contoh bilangan 3622 ke bilangan desimal : 3622 = (2x10 0 )+(2x10 1 )+(6x10 2 )+(3x10 3 ) = 2 + 20 + 600 + 3000 = 3622 Pada contoh sistem bilangan desimal diatas, kita menggunakan prosedur umum untuk menkonversikan nilai ke nilai desimalnya (basis 10). I.1.2. Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika 1 dan logika 0 yang umumnya diwakili besar tegangan 5 volt (logika 1) dan 0 volt (logika 0). Sebagai contoh, nilai bilangan biner 1001 2 dapat diartikan dalam sistem bilangan desimal sebagai berikut : 1001 2 = (1x2 0 )+(0x2 1 )+(0x2 2 )+(1x2 3 )
55
Embed
BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN
I.1. Sistem Bilangan Untuk memahami cara kerja komputer, kita membutuhkan konsep mengenai
sistem bilangan dan sistem pengkodean (coding systems) karena adanya perbedaan
antara sistem bilangan desimal yang umum digunakan manusia dengan sistem
bilangan yang dikenali komputer, yaitu sistem bilangan biner. Bilangan biner yang
direpresentasikan dalam logika 0 dan 1 itulah yang dikenal rangkaian digital. Rangkaian
digital mempunyai peranan yang sangat penting untuk menciptakan sebuah komputer
dan tentunya hampir semua rangkaian dalam komputer ialah rangkaian digital.
I.1.1. Sistem Bilangan Desimal Manusia dalam kehidupan sehari harinya menggunakan bilangan basis 10
(desimal), sedangkan komputer menggunakan bilangan basis 2 (biner), contohnya
logika 1 untuk tinggi dan 0 untuk rendah.
Operasi sistem digital pada rangkaian digital mewakili bilangan, huruf atau
simbol. Sistem bilangan yang paling banyak digunakan pada saat ini adalah sistem
desimal yang menggunakan 10 lambang bilangan , yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9.
Berapapun bilangan yang ingin dinyatakan, hanya digunakan kombinasi kesepuluh
angka tersebut untuk merepresentasikannya. Sebagai contoh, pada bilangan desimal 4
digit, digit paling kanan mempunyai faktor 100 dan digit paling kiri memiliki faktor 103.
berikut ini contoh bilangan 3622 ke bilangan desimal :
3622 = (2x100)+(2x101)+(6x102)+(3x103)
= 2 + 20 + 600 + 3000
= 3622
Pada contoh sistem bilangan desimal diatas, kita menggunakan prosedur umum untuk
menkonversikan nilai ke nilai desimalnya (basis 10).
I.1.2. Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika 1
dan logika 0 yang umumnya diwakili besar tegangan 5 volt (logika 1) dan 0 volt (logika
0). Sebagai contoh, nilai bilangan biner 10012 dapat diartikan dalam sistem bilangan
desimal sebagai berikut :
10012 = (1x20)+(0x21)+(0x22)+(1x23)
2
= 1 + 0 + 0 + 8
= 910
dari hasil perhitungan di atas, bilangan biner 10012 sama dengan bilangan desimal 9
(dilambangkan dengan 910, sesuai dengan basisnya). Contoh lain, yaitu mengubah
bilangan biner 010101112 ke bilangan desimal digambarkan sebagai berikut :
0 1 0 1 0 1 1 1
0x27 1x26 0x25 1x24 0x23 1x22 1x21 1x20
0 64 0 16 0 4 2 1 = 8710
I.1.3. Konversi Bilangan Desimal ke Biner Konversi dari bilangan biner ke desimal digunakan oleh komputer digital untuk
mempermudah penerjemah dan pembacaan oleh perangkat keras. Ketika seorang
pengguna memasukkan bilangan desimal ke komputer digital, bilang tersebut harus
dikonversikan ke bilangan biner sebelum dioperasikan pada komputer digital tersebut.
Untuk mengkonversikan bilangan desimal ke bilangan biner, digunakan rumus 2n atau
yang dikenal dengan weighting faktor pangkat 2.
Tabel 1.1 konversi bilangan desimal ke bilangan biner
Pangkat Nilai
20 1
21 2
22 4
23 8
24 16
25 32
26 64
27 128
Contoh :
1. Konversikan 1332 ke biner
Berdasarkan tabel diatas, nilai yang paling dekat ke 133 adalah 128 (27), namun nilai
tersebut masih di bawah 133 (kurang 5). Oleh karena itu dibutuhkan 5 nilai lagi yang
dapat diperoleh dari 22 dan 20. Jadi nilai dari 13310 dalam biner ialah 100001012.
Metode lain untuk mengkonversi bilangan desimal ke bilangan biner adalah
dengan successive division (pembagian berturut-turut). Successive division dilakukan
3
melalui pembagian berulang-lang terhadap bilangan yang akan dikonversikan. Sebagai
contoh konversi 12210 ke nilai binernya dilakukan melalui prosedur berikut ini :
pembagi Hasil bagi
sisa
122 2 61 0 (LSB)
61 2 30 1
30 2 15 0
15 2 7 1
7 2 3 1
3 2 1 1
1 2 0 1 (MSB)
Sisa pembagian pertama adalah 0 dan merupakan bit terendah atau least significant bit
(LSB). Sisa pembagian terakhir adalah 1 dan merupakan bit tertinggi atau most
significant bit (MSB). Oleh karena itu jawaban dari contoh di atas adalah 11110102.
2. Konversikan 15210 ke bilangan biner menggunakan successive division ?
Jawab :
pembagi Hasil bagi
sisa
152 2 76 0 (LSB)
76 2 38 0
38 2 19 0
19 2 9 1
9 2 4 1
4 2 2 0
2 2 1 0
1 2 0 1 (MSB)
Sehingga 15210 = 100110002
4
I.1.4. Sistem Bilangan Oktal Sistem bilangan oktal menggunakan delapan macam simbol bilangan, yaitu
0,1,2,3,4,5,6 dan 7 serta menggunakan basis 8.
Sistem bilangan oktal digunakan perusahaan komputer yang menggunakan kode 3 bit
untuk menunjukkan instruksi atau operasi. Menggunakan bilangan oktal sebagai
perwakilan pengganti bilangan biner, pengguna dapat dengan mudah memasukkan
pekerjaan atau membaca instruksi komputer. Pada tabel di bawah ini kita dapat melihat
beberapa konversi antar sistem bilangan.
Tabel1.2. Konversi antar sistem bilangan
Desimal Biner Oktal
0 000 0
1 001 1
2 010 2
3 011 3
4 100 4
5 101 5
6 110 6
7 111 7
8 1000 10
9 1001 11
10 1010 12
I.1.5. Konversi Bilangan Oktal Contoh :
1. Konversikan bilangan biner 1111 10012 ke bilangan oktal
Jawab :
011 111 001
3 7 1
jadi 1111 10012 = 3718
2. Konversikan bilangan oktal 6248 ke nilai binernya
Jawab :
6 2 4
110 010 100
jadi 6248 = 1100101002
5
3. Konversikan bilangan oktal 3268 ke nilai desimalnya
Jawab :
746 = (6x80)+(4x81)+(7x82)
= 6 + 32 + 192
= 21410
I.1.6. Sistem Bilangan Heksadesimal Sistem bilangan heksadesimal mirip dengan sistem bilangan oktal, tetapi
menggunakan 16 macam symbol, yaitu : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, A, B, C, D, E dan F.
Beberapa computer seperti IBM/360, data General Nova, PDP-11DEC, Honeywell,
serta beberapa minicomputer dan mikrokomputer mengorganisasikan memori utama ke
dalam satuan yang terdiri dari 8-bit. Masing-masing byte digunakan untuk menyimpan
suatu karakter alfanumerik yang dibagi dalam dua kelompok yang masing-masing
terdiri dari 4-bit. High order nibble adalah istilah untuk empat bit pertama, sedangkan
low order nibble adalah istilah untuk empat bit kedua.
Terdapat kombinasi yang menggunakan 4-bit sehingga diperlukan sistem
bilangan yang berbasis-16 dan disebut sistem bilangan heksadesimal.
I.1.7. Konversi Bilangan Heksadesimal Untuk mengkonversi bilangan biner ke bilangan heksadesimal, kelompokkan angka-
angka biner dalam kelompok empat bilangan (dimulai dari bit terkecil).
Contoh :
1. Konversikan bilangan biner 011111012 ke nilai heksadesimalnya ?
Jawab :
0111 1101
7 D = 7D16
2. Konversikan bilangan heksadesimal A916 ke nilai binernya ?
Jawab :
A 9
1010 1001 = 101010012
3. Konversikan bilangan heksadesimal 2A616 ke nilai desimalnya ?
Jawab :
2A616 = (6x160)+(Ax161)+(2x162)
= 6 + 160 + 512 = 67810
6
I.2. Sistem Binary Code Desimal (BCD) Sistem BCD digunakan untuk menampilkan digit desimal sebagai kode biner 4
bit. Kode ini berguna untuk menampilkan angka numerik dari 0 sampai dengan 9
seperti pada jam digital atau voltmeter. Untuk mengubah nilai BCD ke biner, ubah tiap
digit desimal ke 4 bit biner.
Contoh :
1. Konversi bilangan desimal 59610 ke nilai BCDnya ?
Jawab :
5 9 6
0101 1001 0110BCD
2. Konversi bilangan BCD 011101011000BCD ke nilai desimalnya ?
Jawab :
0111 0101 1000
7 5 8 = 75810
I.3. Kode ASCII Kode khusus untuk mewakili semua data alfanumeris (huruf, symbol dan
bilangan), diterbitkan oleh institusi standarisasi nasional emerika. Kode ASCII
dinyatakan dalam bit biner. Selain angka dan huruf, kode ini juga menampung karakter
control seperti EOF (End of File) sebagai tanda akhir file dan EOL (End of Line) sebagai
tanda akhir baris. Kode ini merupakan kode yang paling banyak digunakan untuk
pertukaran informasi. Tujuh bit kode ASCII akan menghasilkan 128 kode kombinasi
yang berbeda.
Contoh :
Menggunakan tabel ASCII kita dapat memperoleh kode ASCII hurup “P” yaitu :
01110000.
BAB II ALJABAR BOOLEAN
Aljabar Boolean menggunakan beberapa hukum yang sama seperti aljabar
biasa. Fungsi OR (X=A+B) adalah Boolean penambahan dan fungsi AND (X=AB)
adalah Boolean perkalian.
1. Hukum Pertukaran (Komutatif)
Penambahan: A+B = B+A
2. Hukum Asosiatif
Penambahan: A+(B+C) = (A+B)+C
Perkalian: A(BC) =(AB)C
3. Hukum Distributif
A(B+C) = AB + AC
(A+B)(C+D) = AC+AD+BC+BD
Tiga hukum ini mempunyai kebenaran untuk beberapa bilangan variabel. Hukum
penambahan dapat dipakai pada X=A+BC+D untuk bentuk persamaan X=BC+A+D
Tabel 2.1 Hukum dan peraturan Aljabar Boolean
7
Hukum Aljabar Boolean Peraturan Aljabar Boolean
1. A.0=0
2. A.1=A
3. A+0=A
4. A+1=1
5. A+A=A
6. A.A=A
7. A. A =0
8. A+ A =1
9. A =A
10. A+ A B=A+B
1. A+B=B+A
AB=BA
2. A+(B+C) = (A+B)+C
A(BC) =(AB)C
A(B+C) = AB + AC
3. (A+B)(C+D) =
AC+AD+BC+BD
11. A +AB= A +B
Teorema lain yang digunakan dalam gerbang digital ialah teorema De Morgan.
Teorema De Morgan dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:
BABA +=.
BABA .=+
rumus diatas berlaku untuk tiga variabel atau lebih.
II.1. Bentuk Standar (Kanonik) Fungsi Boolean Contoh:
1. Tentukan bentuk sum of product (SOP) dari fungsi Boolean berikut:
F(A,B,C,D) = (AC+B)(CD+D )
Jawab:
F(A,B,C,D) = (AC+B)(CD+D )
= ACCD+ACD +BCD+BD
= ACD+ACD +BCD+BD
= ACD(B+B )+ACD (B+B )+BCD(A+ A )+BD (A+ A )(C+C )
= ABCD+AB CD+ABCD +AB CD +ABCD+ A BCD
+ BD (AC+AC + A C+ A C )
= ABCD+AB CD+ABCD +AB CD +ABCD+ A BCD+ABCD + ABC D
+ A BCD + A BC D
= ABCD+AB CD+ABCD + AB CD + A BCD+ ABC D
+ A BCD + A BC D
2. Tentukan bentuk product of sum (POS) dari fungsi Boolean berikut:
F(A,B,C,D) = A+(C+B D )
Jawab:
F(A,B,C,D) = A+(C+B D )
= A+(C+B )(C+D )
= A+XY
= (A+X)(A+Y)
= (A+C+B )(A+ C+D )
= (A+C+B +DD )(A+ C+D +BB )
8
= (U+ DD )(V+ BB )
= (U+ D)(U+D )(V+B)(V+B )
= (A+B +C+D)(A+B +C+D )(A+B+C+D )(A+B +C+D )
II.1.2. Bentuk Minterm dan Maxterm Fungsi Boolean Tinjau tabel kebenaran berikut :
Tabel 2.2 Tabel Kebenaran
Nomor desimal
A B C F(A,B,C)
0 0 0 0 1
1 0 0 1 0
2 0 1 0 0
3 0 1 1 0
4 1 0 0 1
5 1 0 1 1
6 1 1 0 0
7 1 1 1 1
Bentuk minterm dari fungsi F(A,B,C) adalah:
F(A,B,C) = ∑ m(0,4,5,7)
= A B C +AB C +AB C+ABC
Bentuk maxterm dari fungsi F(A,B,C) adalah:
F(A,B,C) = ∏ M(1,2,3,6)
= (A+B+C )(A+B +C)(A+B +C )( A +B +C)
9
BAB III PETA KARNAUGH
Metode ini merupakan suatu cara untuk menyederhanakan rangkaian logika dan
diberi nama sesuai nama penemunya. Karnaugh map (K-Map) mirip dengan tabel
kebenaran yang menampilkan output persamaan Boolean untuk tiap kemungkinan
kombinasi variabel input. Menentukan jumlah sel pada K-Map identik dengan mencari
jumlah kombinasi sebuah tabel kebenaran. K-map dengan 2 variabel menbutuhkan 22
atau 4 sel, K-map dengan 3 variabel membutuhkan 23 atau 8 sel, dst. Tiap sel dalam K-
map berhubungan dengan kombinasi tertentu dari variabel input.
K-map 2 Variabel : 4 Sel
A A
B B
K-map 3 Variabel : 8 Sel
A B A B AB AB C C
K-map 4 Variabel : 16 Sel
A B A B AB AB C D
C D CD CD
K-map 5 Variabel : 32 Sel
A B C A B C A BC A BC AB C AB C ABC ABC D E
D E DE DE
10
BAB IV GERBANG LOGIKA
Gerbang Logika adalah suatu komponen yang paling dasar pada suatu
rangkaian Digital. Seluruh aplikasi rangkaian Digital adalah terdiri dari ribuan atau
bahkan jutaan dari rangkaian gerbang Logika yang sudah terpaket dalam IC (Integrated
Circuit), Chip atau bahkan processor untuk menghasilkan fungsi-fungsi tertentu.
Gerbang Logika adalah suatu fungsi yang akan menghasilkan satu keluaran
logika dari beberapa masukan logika dimana persamaan dari fungsi gerbang logika
tersebut dituangkan pada suatu persamaan yang disebut dengan persamaan Boolean.
Pada dasarnya gerbang Logika hanya terdiri dari 3 gerbang logika dasar, yaitu gerbang
AND, Gerbang OR dan gerbang NOT. Sedangkan gerbang-gerbang tambahan lain
seperti gerbang NAND dan NOR adalah gabungan dari 3 gerbang logika dasar
tersebut. Gerbang NAND adalah gabungan dari gerbang logika AND dan NOT dan
gerbang NOR adalah gabungan dari gerbang logika OR dan NOT. Sifat dan
karakteristik suatu gerbang logika dapat dijelaskan pada suatu tabel kebenaran berikut
IV.1. Gerbang Logika OR (OR Gate) Gerbang logika OR adalah suatu rangkaian logika yang mempunyai beberapa
jalan masukkan dan hanya mempunyai satu jalan keluaran. Keluarannya akan tinggi,
bila salah satu inputnya tinggi dan akan menjadi rendah bila semua inputnya rendah.
Simbol gerbang logika OR, tabel kebenaran dan analogi rangkaiannya dapat dilihat
pada Gambar 4.1 Tabel 4.1 pada halaman berikutnya.
C
AX = F = A + B + CB X
(a) Simbol Gerbang OR
VC
A
B
F
(b) analogi rangkaian.
Gambar 4.1 Simbol dan rangkaian gerbang OR
11
Tabel 4.1 Tabel kebenaran Gerbang OR 3 input
Input Output A B C F 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
Pada Gambar 4.1.b. lampu akan menyala bila salah satu atau semua switch
dalam keadaan tertutup. Pernyataannya adalah F = A + B + C dan dibaca F = A or B or
C bukan dibaca F = A ditambah B ditambah C.
IV.2. Gerbang Logika AND (AND Gate)
Gerbang and adalah suatu rangkaian logika yang mempunyai beberapa jalan
masukkan dan hanya mempunyai satu jalan keluaran. Jika semua input tinggi maka
outputnya akan tinggi, selain dari itu maka outputnya akan rendah. Simbol gerbang
logika AND analogi rangkaian dan tabel kebenarannya dapat dilihat pada Gambar 4.2
berikut dan Tabel 4.2 halaman selanjutnya.
X
C
AB X = F = A B C
(a) Simbol Gerbang AND
V F
BA C
(b) analogi rangkaian
Gambar 4.2 Simbol dan rangkaian gerbang AND
12
Tabel 4.2 Tabel kebenaran gerbang AND 3 input
Input Output A B C F 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1
Persamaan logikanya F = A B C dibaca F = A and B and C, bukan dibaca
dengan F = A dikali B dikali C. Pada gambar 4.2 (b) lampu akan menyala ( F=1 ) bila
ketiga saklar A, B, C menutup ( A=1, B=1, C=1 ). Bila salah satu atau semuanya
terbuka maka lampu akan padam ( F = 0 ).
IV.3. Inverter ( Gerbang NOT )
Gerbang NOT adalah gerbang dengan satu sinyal masukkan dan satu sinyal
keluaran. Gerbang NOT ini juga disebut dengan inverter, karena sinyal masukkan
selalu berlawanan dengan sinyal keluaran. Simbol gerbang logika NOT analogi
rangkaian dan tabel kebenarannya dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan Tabel 4.3
halaman berikutnya.
.
A A
(a) Simbol gerbang NOT
V FA
(b) Analogi rangkaian.
Gambar 4.3 Simbol dan rangkaian gerbang NOT
13
Tabel 4.3 Tabel kebenaran Gerbang NOT
Input output
0 1
1 0
Pada Gambar 4.3 (b) jika saklar dibuka semua arus akan mengalir kearah
lampu maka lampu akan menyala. Jika saklar ditutup semua arus akan melalui saklar
(rangkaian dalam keadaan di short circuit) maka lampu akan padam. Ekspresi
booleannya F = Ā.
IV.4. Gerbang Logika NAND ( NAND Gate )
Gerbang logika NAND adalah rangkaian logika yang dibangun oleh gerbang
NOT dan gerbang AND. Gerbang ini mempunyai beberapa jalan masukkan dan hanya
satu jalan keluaran. Keluaran gerbang NAND akan berharga rendah jika semua input
adalah 1, dan berharga 1 jika salah satu input saja ada yang berharga 0. Simbol
gerbang logika NAND, analogi rangkaian dan tabel kebenarannya dapat dilihat pada
Gambar 4.4 dan Tabel 4.4 halaman selanjutnya.
C
AB X
C
AB X
X = F = A B C
(a) Gerbang NAND
V F
A
B
C
(b) Analogi rangkaian
Gambar 4.4 Simbol dan rangkaian gerbang NAND
14
Tabel 4.4 Tabel kebenaran gerbang NAND 3 input
Input Output A B C F 0 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0
Pada Gambar 4.4 (b) lampu akan menyala bila salah satu atau semua saklar
dalam keadaan terbuka. Arus akan mengalir kearah lampu. Bila semua saklar tertutup
maka lampu akan padam karena arus akan mengalir ke cabang saklar dan rangkaian
dalam keadaan short circuit.
IV.5. Gerbang EXOR
Gerbang EXOR menghasilkan output tinggi ketika salah satu atau semua
input adalah tinggi. Gerbang ini mempunyai beberapa jalan masuk dan hanya satu
jalan keluaran. Lambang gerbang EXOR, analogi rangkian dan tabel kebenarannnya
pada dilihat pada Gambar 4.5 dan Tabel 4.5 halaman selanjutnya.
A
BX
(a) Gerbang EXOR
XA
B
(b) Analogi rangkaian
Gambar 4.5 Simbol dan rangkaian gerbang EXOR
15
Tabel 4.5 Tabel kebenaran gerbang EXOR
Input Output
B A F 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0
Pada Gambar 4.5 (b), dimana lampu akan menyala jika semua switch diset
pada posisi yang berlawanan 1 dan 0.
Operasi Exor kadang-kadang disebut penambahan mod 2. Penambahan mod
2 sama dengan penambahan biner, asalkan kita mengabaikan bawaan (carry)
0 + 0 = 0
0 + 1 = 1
1 + 0 = 1
1 + 1 = 0
IV.6. Schmitt Trigger
Gerbang Schmitt Trigger adalah gerbang logika yang mempunyai output yang
sama dengan gerbang logika biasa tetapi gerbang schmitt trigger inputnya tidak
mempunyai harga mutlak 0 atau 5 volt. Gerbang schmitt trigger untuk logika 0 ke 1 dan
logika 1 ke 0 mengenal istilah LTP (logika 0 ke 1) dan UTP (logika 1 ke 0 ). Gambar
simbol dari gerbang schmitt trigger ditunjukkan oleh Gambar 4.6 berikut.
Gambar 4.6 Simbol dari schmitt trigger untuk gerbang logika AND, OR dan NOT
Lower Transfer Point atau disingkat dengan LTP adalah suatu titik kritis dimana suatu
sinyal analog diubah dari kondisi rendah menjadi kondisi tinggi. Upper Transfer Point
atau disingkat dengan UTP adalah suatu titik kritis dimana suatu sinyal analog diubah
dari kondisi tinggi menjadi rendah. Gambar 4.7 memperlihatkan suatu contoh sinyal
16
masukkan analog disertai dengan titik UTP dan LTP dan bentuk keluaran gelombang
persegi schmitt trigger.
UTP
LTP
0 V
+ 5 V
- V
+ V
0GelombangMasukkan
Gelombang keluaranschmitt triger
Gambar 4.7 Gelombang masukkan dan gelombang keluaran schmitt trigger
17
BAB V RANGKAIAN KOMBINASIONAL
Rangkaian Logika digital terdiri dari 2 kategori :
1. Rangkaian Logika Kombinasional
2. Rangkaian Logika Sekuensial
Pada rangkaian logika kombinasional nilai keluaran ditentukan secara terus oleh nilai
masukan sekarang.
18
Gambar 5.1 Combinational Logic Function
V.1 RANGKAIAN PENJUMLAH [ADDER]
V.1.1 HALF ADDER
Rangkaian dasar penjumlah yang dipakai untuk menambah 1-bit bilangan biner
dengan masukkan dua input (A dan B)
Rangkaian mempunyai dua keluaran : Sum (hasil jumlah) dan Carry (simpan)
Tabel 5.1 Tabel kebenaran HA Input Output No
A B Sum Carry 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 2 1 0 1 0 3 1 1 0 1
Persamaan output :
Sum = ∑ m [1,2]
= AB + A B
= A ⊕B
A A
B 1 B 1
AB
A B
Gambar 5.2 K-Map persamaan output HA
Carry = ∑ m [3] = AB
Rangkaian logikanya :
AB
Carry = AB
Sum = A B⊕
Gambar 5.3 Rangkaian HA
Blok diagram :
HAA
B
Carry
Sum
Gambar 5.4 Blok diagram HA
V.1.2 FULL ADDER [FA] Rangkaian penjumlah yang dipakai untuk menambahkan 1-bit bilangan biner
HA2 Gambar 5.7 Rangkaian Logika FA 2 menggunakan HA + 1 OR
20
V.1.3 PARALEL BINARY ADDER Digunakan untuk penambahan bilangan biner yang terdiri dari beberapa bit Diperlukan rangkaian FA sebanyak jumlah bit dari setiap bilangan biner Contoh : penambahan bilangan biner 4-bit
C3 C2 C1 C0
A : A3 A2 A1 A0
B : B3 B2 B1 B0
C3 S3 S2 S1 S0
21
1 1 1 1
A : 1 1 0 1
B : 1 0 1 1
1 1 0 0 0
Untuk melakukan proses itu diperlukan rangkaian paralel binary adder 4-bit
FA FA FA HA
B0 A0B1 A1B2 A2B3 A3
S0S1S2S3
C0C1C2
C3 Gambar 5.8 Blok paralel binary Adder 4-bit
V.2 RANGKAIAN PENGURANG [SUBTRACTOR] V.2.1 HALF SUBTRACTOR [HS]
Digunakan untuk mengurangi dua bilangan pada tingkat pertama (masing-
masing 1-bit) Rangkaian mempunyai dua keluaran :
1. Difference (D) : selisih
2. Borrow (B) : pinjam
Bilangan pengurang (Subtrahend) : Z
Bilangan yang dikurangi (Minuend) : Y
Tabel kebenarannya :
Tabel 5.3 Tabel kebenaran HS Input Output No
Y Z D B 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 2 1 0 1 0 3 1 1 0 0
Persamaan output :
D = ∑ m [1,2] = Y Z + YZ
= Y ⊕ Z
B = ∑ m [1] = Y Z
Rangkaian Logikanya :
YZ D
B Gambar 5.9 Rangkaian Logika HS
V.2.2 FULL SUBTRACTOR [FS] Pada tingkat kedua dstnya, akan diperkurangkan tiga buah bilangan karena ada
kemungkinan timbulnya borrow dari tingkat yang lebih rendah.
Gambar 5.11 Blok Diagram FS mengunakan 2 HS + 1 OR
23
ZY
Bi
HS1
HS2
D0
Bo
Gambar 5.12 Rangkaian Logika FS mengunakan 2 HS + 1 OR
V.2.3 PARALEL SUBTRACTOR Digunakan untuk pengurangan bilangan biner beberapa bit Diperlukan rangkaian FS sebanyak jumlah bit dari setiap bilangan biner Contoh : pengurangan bilangan biner 4-bit
B3 B2 B1
Y : Y3 Y2 Y1 Y0
Z : Z3 Z2 Z1 Z0
D3 D2 D1 D0
24
Y : 1 1 0 1
Z : 1 0 1 1
0 0 1 0
Untuk melakukan proses itu diperlukan rangkaian paralel binary subtractor 4-bit
HS FS FS FS
Y0 Z0Y1 Z1Y2 Z2Y3 Z3
D0D1D2D3
B1B2B3
Gambar 5.13 Blok Diagram parallel binary Subtractor 4-bit
V.3 MULTIPLEKSER
V.3.1 PENDAHULUAN Sebuah rangkaian multiplekser akan menerima N masukan dan meneruskan
satu dari N masukan tersebut. Pemilihan masukan mana yang diteruskan melalui M
masukan control. Sebuah multiplekser dengan M masukan control dapat menangani
hingga 2M masukan. Perhatikan gambar berikut :
.
.
.
2M input
M controlinputs
output
Gambar 5.14 Blok diagram Multiplekser
Rangkaian multiplekser yang paling sederhana adalah multiplekser dengan 1
masukan control, sehingga hanya ada 2 macam masukan yang bisa diteruskan salah
satunya. Multiplekser ini dinamakan multiplekser 2-ke-1, perhatikan tabel kebenaran
dan gambar berikut :
Tabel 5.5 Tabel kebenaran multiplekser 2-ke-1
control Input0 Input1 ouput 0 0 X 0 0 1 X 1 1 X 0 0 1 X 1 1
Input0
ControlInput1
output
Gambar 5.15 Multiplekser 2-ke-1
25
V.3.2 UNIVERSAL LOGIC MODULE (ULM) DENGAN MULTIPLEKSER Sebuah modul logic universal (ULM), dengan beberapa variabel yang ditentukan
adalah sebuah modul yang mampu mengimplementasikan sembarang fungsi logic
berdasar sejumlah variabel yang ditentukan. Jika jumlah variabel fungsi logic tersebut
lebih besar dari kapasitas modulnya maka dapat digunakan beberapa modul yang
sama yang disusun dalam suatu larik.
Perhatikan sebuah fungsi logic umum dengan n-variabel F(X1, X2, X3,…,Xn). Jika
fungsi ini harus direalisasi dengan modul tiga variabel dan n ≥ 3, maka menggunakan
teorema Ekspansi Shannon, fungsi tersebut diekspansi terhadap variabelnya, misalnya
dalam hal ini X1 dan X2 digunakan sebagai masukan control, maka fungsi logic tersebut
bisa dituliskan :
+= ),...,,0,0(),...,,( 32121 nn xxfxxxxxf
+),...,,1,0( 321 nxxfxx
+),...,,0,1( 321 nxxfxx
),...,,1,1( 321 nxxfxx
Jika ekspansi ini dilanjutkan, sisi-sisi fungsi f(0, 0, x3, .., xn) sampai dengan f(1,
1, x3, .., xn) juga diekspansi berdasar masukan control dari modul kedua dan
seterusnya, hingga hanya tinggal fungsi logic dengan satu variabel saja. Perhatikan