BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rongga mulut merupakan tempat hidup bakteri aerob dan anaerob yang berjumlah lebih dari 400 ribu spesies bakteri. Ratio antara bakteri aerob dengan anaerob berbanding 10:1 sampai 100:1. Organisme-organisme ini merupakan flora normal dalam mulut yang terdapat dalam plak gigi, cairan sulkus ginggiva, mucus membrane, dorsum lidah, saliva dan mukosa mulut. Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuitatum, hematogen dan limfogen, yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi nekrosis, dan periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai jalan: (1) lewat penghantaran yang pathogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui suatu keseimbangan flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke dalam pulpa gigi yang vital dan steril secara normal. Infeksi odontogenik kebanyakan terjadi pada infeksi human. Keterangan ilmiah menerangkan bahwa adanya hubungan antara infeksi yang parah dengan peningkatan kerentanan karena adanya penyakit sistemik
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rongga mulut merupakan tempat hidup bakteri aerob dan anaerob yang
berjumlah lebih dari 400 ribu spesies bakteri. Ratio antara bakteri aerob dengan
anaerob berbanding 10:1 sampai 100:1. Organisme-organisme ini merupakan
flora normal dalam mulut yang terdapat dalam plak gigi, cairan sulkus ginggiva,
mucus membrane, dorsum lidah, saliva dan mukosa mulut. Infeksi odontogen
dapat menyebar secara perkontinuitatum, hematogen dan limfogen, yang
disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi nekrosis,
dan periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai jalan: (1)
lewat penghantaran yang pathogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui suatu
keseimbangan flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke dalam
pulpa gigi yang vital dan steril secara normal.
Infeksi odontogenik kebanyakan terjadi pada infeksi human. Keterangan
ilmiah menerangkan bahwa adanya hubungan antara infeksi yang parah dengan
peningkatan kerentanan karena adanya penyakit sistemik seperti penyakit jantung,
DM, kehamilan, dan infeksi paru-paru. Ini karena adanya bakteri gram negative
yang menyebabkan terjadinya penyakit periodontal yang memicu produksi
lipopolisakarida, heat – shock protein dan proinflammatory cytokines. Karena ada
hubungan antra penyakit periodontal dan problem medis yang lain, maka penting
untuk mencegah terjadinya infeksi gigi sedapat mungkin atau mengetahui sedini
mungkin terjadinya infeksi gigi sehingga dapat dicegah atau diobati. Dokter gigi
dan dokter umum harus waspada terhadap terjadinya implikasi klinis pada
hubungan inter-relasi antara infeksi odontogenik dan kondisi medis lain yang
dapat berpengaruh terhadap pasien yang membutuhkan perawatan.
Penyakit infeksi dewasa ini masih merupakan urutan teratas, demikian pula
infeksi rongga mulut dan penyebarannya ke daerah maksilofasial. Infeksi
odontogen adalah yang paling umum dari semua infeksi yang terdapat pada oral
dan maksilofacial walaupun sebagian infeksi ini dapat ditangani dengan minimal
komplikasinya, tetapi ada juga yang menimbulkan kegawatan yaitu morbiditas,
septikemia, obstruksi jalan nafas, syok bahkan mortalitas. Penatalaksana harus
dilakukan dengan benar, hal tersebut dapat diperoleh bila mengetahui faktor
fisiologis dan anatomis dari hal-hal yang mempengaruhi penyebaran infeksi
odontogen. Oleh karena itu sebagai mahasiswa kedokteran gigi penting bagi kita
untuk mempelajari tentang penyebaran dan lokasi infeksi odontogen.
1.2 Rumusan Masalah
Perumusan masalah yang terdapat dalam laporan ini adalah berdasarkan
Skenario infeksi dalam Blok Kuratif dan Rehabilitatif, yaitu :
Pasien perempuan, usia 27 tahun datang ke bagian bedah mulut dengan
keluhan bengkak di bawah dagu dan sakit sejak 2 hari yang lalu. Awalnya pasien
mengeluh sakit gigi 33, beberapa hari kemudian timbul bengkak di bawah dagu
dan terus membesar. Riwayat pembengkakan sering dikeluhkan pasien dan
biasanya pasien mengobati sendiri dengan membeli obat di warung. Pasien
memiliki tekanan darah sistol 180 mmHg dan diastol 100 mmHg. Dari
pemeriksaan intraoral, terdapat sisa akar gigi 33, kemerahan di gusi regio 33,
lidah tidak terangkat, palpasi lunak, sakit, diffuse, dan terdapat fluktuasi.
Pemeriksaan ekstra oral tampak dagu seperti ganda warna kemerahan, diffuse,
sakit dan tidak ada fluktuasi. Pasien minta secepatnya giginya dicabut karena
kesakitan, tetapi dokter gigi menyarankan konsul dulu ke dokter jantung baru
dilakukan ekstraksi gigi 33.
Dari skenario di atas dapat diperoleh perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pathogenesis dari infeksi tersebut sampai menimbulkan
pembengakakan intraoral dan ekstraoral?
2. Apa diagnosa dari kasus tersebut?
3. Apa rencana perawatan yang sesuai dengan diagnosa?
4. Bagaimana prosedur penatalaksanaan pada pasien hipertensi seperti pada
skenario di atas?
1.3 Tujuan
a) Menjelaskan patogenesis dari infeksi tersebut sampai menimbulkan
pembengakakan intraoral dan ekstraoral.
b) Menjelaskan diagnosa dari kasus pada skenario.
c) Menjelaskan rencana perawatan yang sesuai dengan diagnosa.
d) Menjelaskan prosedur penatalaksanaan pada pasien hipertensi seperti pada
skenario di atas.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Manusia biasanya hidup berdampingan secara mutualistik dengan mikrobiota
rongga mulut. Gigi dan mukosa yang utuh merupakan pertahanan pertama yang
hampir tidak tertembus apabila sistem kekebalan hospes dan pertahanan selular
berfungsi dengan baik. Apabila sifat mikroflora berubah, baik kualitas maupun
kuantitasnya, apabila sistem kekebalan dan pertahanan selular terganggu, atau
kombinasi dari hal-hal tersebut diatas, maka infeksi dapat terjadi (Pedersen, 1996).
Infeksi sendiri merupakan masuknya kuman patogen atau toksin ke dalam
tubuh manusia serta menimbulkan gejala sakit. Infeksi odontogen adalah infeksi yang
awalnya bersumber dari kerusakan jariangan keras gigi atau jaringan penyangga gigi
yang disebabkan oleh bakteri yang merupakan flora normal rongga mulut yang
berubah menjadi patogen (Soemartono, 2000). Penyebaran infeksi odontogen ke
dalam jaringan lunak dapat berupa abses. Secara harfiah, abses merupakan suatu
lubang berisi kumpulan pus terlokalisir akibat proses supurasi pada suatu jaringan
yang disebabkan oleh bakteri piogenik. Abses yang sering terjadi pada jaringan mulut
adalah abses yang berasal dari regio periapikal. Daerah supurasi terutama tersusun
dari suatu area sentral berupa polimorfonuklear leukosit yang hancur dikelilingi oleh
leukosist hidup dan kadang-kadang terdapat limfosit. Abses juga merupakan tahap
akhir dari suatu infeksi jaringan yang dimulai dari suatu proses yang disebut
inflamasi (Aryati, 2006).
Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur, yaitu (1) jalur periapikal,
sebagai hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal; (2) jalur
periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket; dan (3) jalur
perikoronal, yang terjadi akibat terperangkapnya makanan di bawah operkulum tetapi
hal ini terjadi hanya pada gigi yang tidak/belum dapat tumbuh sempuna. Dan yang
paling sering terjadi adalah melalui jalur periapikal (Karasutisna, 2001). Infeksi
odontogen biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah
mendekati ruang pulpa (Gambar 1), kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan
akhirnya akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi odontogen dapat
terjadi secara lokal atau meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis
menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen
apikalis dentis pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya
proses infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat
dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut (Cilmiaty, 2009).
Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuatum, hematogen dan
limfogen, yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari
gigi nekrosis, dan periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai
jalan: (1) lewat penghantaran yang patogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui
suatu keseimbangan flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke dalam
pulpa gigi yang vital dan steril secara normal (Cilmiaty, 2009). Infeksi odontogen
menyebar ke jaringan-jaringan lain mengikuti pola patofisiologi yang beragam dan
dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi mikroorganisme, resistensi dari host dan
struktur anatomi dari daerah yang terlibat (Soemartono, 2000).
Gambar 1 Ilustrasi keadaan gigi yang mengalami infeksi dapat
menyebabkan abses odontogen. (A) Gigi normal, (B) gigi mengalami
karies, (C) gigi nekrosis yang mengalami infeksi menyebabkan abses.
Sumber : Douglas & Douglas, 2003
Spasium fasial adalah suatu area yang tersusun atas lapisan fasial di daerah
kepala dan leher berupa jaringan ikat yang menembus otot dan berpotensi terserang
infeksi serta dapat ditembus oleh eksudat purulen. Ruang tersebut antara lain:
1. Spasium kaninus
Terletak antara otot levator anguli oris dan levator labii superior. Penderita
yang mengalami infeksi pada daerah ini menderita pembengkakan dan sembab di
bawah mata, kemerahan dan oedema sehingga lipatan nasolabial menghilang.
Juga di dapatkan nyeri tekan. Pada umumnya disebabkan infeksi pada kaninus
maksila, karena akarnya panjang infeksi akan menembus tulang sehingga
menimbulkan abses pada fosa kanina atau spasium kaninus.
2. Spasium bukal
Terletak diantara otot bucinator dan kulit superfisial fasial. Otot bucinator
terletak di superior sepanjang maksila dari premolar dan terletak di inferior
bagian permukaan lateral mandibula. Infeksi pada bagian ini disebabkan infeksi
pada molar maksila maupun infeksi pada molar mandibula yang menembus
tulang.
3. Spasium infratemporal
Terletak diposterior maksila, pada bagian medial berbatasan dengan lempeng
lateral prosesus pterigoideus tulang sphenoid dan bagian superior berbatasan
dengan dasar tengkorak. Infeksi di daerah ini biasanya disebabkan gigi posterior
maksila. Pada umumnya terdapat penonjolan jaringan tepat di atas dan di bawah
arkus zigomatikus, menyebabkan kesan dumbbell.
4. Spasium submental
Terletak antara simfisis dan tulang hyoid, bagian lateral dibatasi bagian
anterior otot digastrikus kanan dan kiri, bagian superior dibatasi otot mylohyoid
dan inferior dibatasi kulit. Infeksi daerah ini disebabkan gigi anterior mandibula.
5. Spasium sublingual
Barbatasan dengan dasar mulut dan lidah. Pembengkakan pada spasium ini
menyebabkan lidah terangkat.
6. Spasium submandibula
Dibatasi oleh otot digastrikus anterior dan posterior serta stylohyoid.
Dasarnya dibentuk oleh mylihyoid dan otot hyoglosus. Pembengkakan pada
daerah ini berawal dari tepi inferior mandibula dan meluas ke medial otot
digastrikus dan ke arah posterior tulang hyoid. Pada umunya disebabkan infeksi
pada daerah premolar dan molar. Apabila spasium sublingual, submandibula dan
submental bilateral terkena infeksi disebut sebagai Ludwig’s Angina. Pada
keadaan ini penderita mengalami trismus, kesulitan menelan dan bernafas.
Infeksi ini menyebar dengan luas dan menyebabkan obstruksi pernafasan serta
kematian.
7. Spasium masseter
Terletak antara lateral mandibula dan medial otot maseter, pada umumnya
disebabkan infeksi pada molar ketiga.
8. Spasium pterigomandibular
Terletak di medial mandibula dan lateral otot pterigomandibula medialis.
Pada umumnya tidak tampak pembengkakan tetapi penderita akan mengalami
trismus.
9. Spasium temporal
Terletak di posterior dan superior dari spasium pterigomandibula. Apabila
spasium ini mengalami infeksi maka akan terjadi pembengkakan di daerah
temporal, superior arkus zigomatikus dan orbital lateral.
10. Spasium faringeal lateral
Merupakan bagian dari spasium fasial servikal, bila terjadi perluasan
infeksi akan menyebabkan obstruksi pernafasan atau medistinitis. Penyulit
infeksi spasium ini adalah timbulnya trombosis pada daerah vena jugularis
interna, erosi arteri karotis dan mengganggu saraf IX samapi XII, serta
menyebarnya infeksi ke spasium retrofaringeal.
11. Spasium retrofaringeal
Dibentuk oleh jaringan ikat longgar yang terletak di belakang faring.
Infeksi pada daerah ini berakibat fatal karena dapat menyebar ke daerah
mediastinum. Pengobatan pada infeksi ini adalah melakukan insisi intraoral atau
servikal dan drainase.
12. Spasium prevertebral
Spasium ini meluas dari tuberkel faringeal pada dasar tengkorak sampai
diafragma.
(Pedersen, 1996)
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Maping
Gangren radiks
Periapikal Abses
Subperiosteal Abses
Submukus abses di regio submental disertai gingival abses dan pembengkakan
ekstraoral
Terapi
Drainase Medikasi Ekstraksi
Antibiotik Antiinflamasi Analgesik
3.2 Patogenesis infeksi pada kasus di skenario
Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur, yaitu (1) jalur periapikal,
sebagai hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal; (2) jalur
periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket; dan (3) jalur
perikoronal, yang terjadi akibat terperangkapnya makanan di bawah operkulum tetapi
hal ini terjadi hanya pada gigi yang tidak/belum dapat tumbuh sempuna. Dan yang
paling sering terjadi adalah melalui jalur periapikal. Infeksi odontogen biasanya
dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah mendekati ruang
pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya akan terjadi kematian
pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi odontogen dapat terjadi secara lokal atau meluas
secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus masuk
ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa
mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar
progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis
tersebut.
Kasus pada skenario menyebutkan bahwa pada pemeriksaan intraoral
didapatkan gigi 33 gangren radiks, dimana gangren radiks ini merupakan salah satu
port the entry mikroorganisme penyebab infeksi dentoalveolar karena kondisi pulpa
gigi sudah dalam keadaan terbuka dan gigi dalam keadaan nekrosis.
Infeksi periapikal dapat menyebar ke jaringan jaringan lain mengikuti pola
patofisiologi yang beragam yang pada dasarnya dipengaruhi oleh: jumlah dan
virulensi mikroorganisme, resistensi dari host, dan struktur anatomi dari daerah yang
terlibat.
Infeksi periapikal dapat menyebar melalui tulang kanselus menuju ke
permukaan tulang dan setelah menembus lapisan korteks pus masuk ke jaringan lunak
disekitarnya yang biasanya didahului dengan keradangan pada periosteum tulang
alveolar di daerah tersebut (periostitis).
Arah penyebaran infeksi periapikal menuju ke jaringan lunak tersebut dipengaruhi
oleh dua faktor utama yaitu:
1. Ketebalan tulang yang meliputi apeks akar gigi
2. Hubungan antara tempat perforasi tulang dan tempat perlekatan otot-otot pada
maksila dan mandibula.
Rute yang paling umum penyebaran peradangan adalah melalui kontinuitas
jaringan dan spasia jaringan dan biasanya terjadi seperti yang dijelaskan di bawah ini.
Pertama, nanah terbentuk di tulang cancellous dan tersebar ke berbagai arah yang
memiliki resistensi jaringan paling buruk. Penyebaran pus ke arah bukal, lingual, atau
palatal tergantung pada posisi gigi dalam lengkung gigi, ketebalan tulang, dan jarak
perjalanan pus
Infeksi pada periapikal gigi akan menembus korteks tulang dan masuk ke
dalam jaringan lunak yang meliputinya melewati tulang dengan ketebalan paling
rendah. Bila paeks akar gigi yang bersangkutan lebih dekat dengan tulang labial
(labial plate) maka pus akan menyebabkan vestibular abses di bagian labial gigi
tersebut. Sebaliknya jika akar gigi lebih dekat dengan permukaan palatal maka yang
terjadi adalah palatal abses.
Gambar 2: Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen
(A) Abses intraalveolar (B) Abses superiosteal. Sumber : Fragiskos, 2007
Gambar 3: Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen
(A) Abses submukosa (B) Abses subkutan. Sumber : Fragiskos, 2007
3.3 Diagnosa Kasus pada Skenario
Diagnosa kasus pada skenario adalah submukus abses di regio submental
disertai gingival abses dan pembengkakan ekstraoral