Page 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat ditinggalkan
dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makanan dan minuman yang cukup jumlah dan
mutunya, manusia tidak akan produktif dalam melakukan aktivitasnya. Masalah
pangan menyangkut pula keamanan, keselamatan, dan kesehatan baik jasmani
maupun rohani.1 Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2012 tentang Pangan (selanjutnya disebut Undang-Undang Pangan), keamanan
pangan diartikan sebagai kondisi atau upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan
dan kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu
dan membahayakan kesehatan.
Penggunaan bahan makanan yang berlebihan akan menimbulkan resiko
terhadap kesehatan manusia. Maka dari itu disinilah masyarakat harus fokus terhadap
lingkup kesehatan makanan, makanan yang masuk dalam perhatian bidang kesehatan
adalah mengusahakan makanan tidak mengandung zat atau bahan yang dapat
membahayakan kehidupan manusia. Makanan yang sehat adalah makanan yang
mengandung gizi yang seimbang dan mengandung zat yang diperlukan oleh tubuh
kita untuk tumbuh dan berkembang. Makanan ini seharusnya memiliki kandungan
gizi yang banyak, dan kandungan tersebut antara lain karbohidrat, mineral, protein,
1 Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan Ketiga, Sinar
Grafika, Jakarta, h.169
Page 2
2
vitamin, dan lemak tak jenuh dalam jumlah yang sedikit saja.2 Gizi merupakan faktor
penting karena secara langsung berpengaruh terhadap kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM), oleh karena itu perlu pelayanan terhadap gizi yang berkualitas pada individu
dan masyarakat.3 .
Pengawasan produk dan bahan berbahaya yang disalahgunakan dalam pangan
perlu diintensifkan, mengingat masih banyak ditemukan pangan yang tidak aman
untuk dikonsumsi. Pengawasan yang intensif dan berkualitas perlu didukung oleh
sumber daya yang kompeten. Keamanan makanan dan minuman di Indonesia masih
jauh dari keadaan aman, yang dapat dilihat dari peristiwa keracunan makanan yang
terjadi belakangan ini, seperti yang terajadi di Kabupaten Badung pada tahun 2014
terdapat 2 kasus keracunan makanan di Restoran Hotel di kawasan Kuta. Oleh karena
itu peneliti tertarik untuk mengangkat kasus ini menjadi sebuah penelitian guna
mengatahui bagaimana pelaksanaan pengawasan yang dapat diberikan kepada
konsumen terhadap keamanan pangan. “Dalam kondisi demikian, konsumen pada
umumnya belum memperdulikan atau belum mempunyai kesadaran tentang
keamanan makanan dan minuman yang mereka konsumsi, sehingga belum banyak
menuntut produsen untuk menghasilkan produk makanan yang aman, hal ini
menyebabkan produsen makanan semakin mengabaikan keselamatan konsumen.”4
Salah satu contoh kasus pangan berbahaya : “Waspadailah Pangan Berbahaya dan
2 Andre Fillophy, 2015, “Pengertian Makanan Sehat untuk Menjaga Kesehatan Kita”, URL :
www.duniainfokesehatan.com, diakses tanggal 10 Februari 2015 3 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Pedoman Proses Asuhan Gizi Terstandar
(PAGT), Jakarta, h.1 4 ibid, h.170
Page 3
3
Substandar di era global, semakin mudah beredarnya produk pangan dari dalam dan
luar negeri yang masuk ke pasar domestik. Tidak menutup kemungkinan, produk
pangan ini kadarluasa, mengandung atau terkontaminasi bahan berbahaya dan bahan
tambahan pangan yang dilarang (seperti formalin, borax, rodhamin B, methanyl
yellow). Sebagai gambaran, mari perhatikan jajanan anak sekolah, contohnya pada
pangan olahan tahu, bakso, mie basah, dan ikan. Sungguh menarik untuk dikonsumsi
berbagai aneka macam bentuk dan warna pangan yang dikemas secara sederhana ini.
Tapi bagaimana konsumen tahu pangan mana yang aman dan sehat? Bermula dari
upaya menekan biaya produksi, pelaku usaha kecil menengah tidak jarang
menggunakan alternatif bahan baku dari bahan berbahaya dengan harga relatif murah.
Bahkan dengan memanfaatkan keterbatasan informasi pada label dan rendahnya daya
beli konsumen, terdapat oknum pelaku usaha yang masih memperjualbelikan pangan
yang tidak sesuai dengan standar yang sudah di tentukan. Tentu hal ini sangat
meresahkan karena apabila dikonsumsi, pangan ini akan mempunyai efek samping,
baik secara langsung maupun dalam jangka panjang, yang merugikan konsumen dari
aspek keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan (K3L). Untuk itu, jadilah
konsumen cerdas, yaitu yang mengerti akan hak dan kewajibannya, kritis terhadap
produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan perlindungan konsumen, dapat
menjadi mitra pemerintahan dalam mengawasi kegiatan peredaran produk pangan di
pasar domestik dan memahami akses pemulihan haknya. Sementara bagi pelaku
usaha, persaingan global yang semakin ketat menuntut diproduksinya pangan yang
lebih bermutu dan aman. Tentu ini merupakan peluang bagi produk-produk pangan
Page 4
4
lokal untuk dapat bersaing di pasar dalam negeri dan luar negeri.”5 Makanan haruslah
dikelola dengan baik dan benar agar memenuhi persyaratan dan bermanfaat bagi
kesehatan tubuh. Pengelolaan makanan yang baik dan benar pada dasarnya mengikuti
prinsip-prinsip higiene dan sanitasi makanan dalam setiap tahapannya mulai dari
penyiapan bahan pangan, penyimpanan bahan pangan, pengolahan, penyimpanan
makanan matang, pendistribusiannya sampai dengan penyajian makanan itu sendiri.
Disamping itu peralatan yang digunakan dan penjamah makanan yang mengolah
makanan tersebut juga menjadi perhatian. Dengan pengelolaan makanan yang baik
dan benar, peralatan yang memenuhi syarat, serta penjamah makanan yang sehat dan
didukung dengan fasilitas sanitasi yang memadai, maka kualitas makanan yang
dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan akan makanan sehat dan aman bagi
masyarakat khususnya makanan siap saji. Jadi yang dimaksud higiene sanitasi
makanan adalah pengendalian terhadap faktor makanan, orang, tempat dan
perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau
gangguan kesehatan lainnya.6
Hukum perlindungan konsumen saat ini mendapat cukup perhatian karena
menyangkut aturan-aturan guna mensejahterakan masyarakat, bukan saja masyarakat
selaku konsumen saja yang mendapat perlindungan namun pelaku usaha juga
mempunyai hak yang sama untuk mendapat perlindungan, masing-masing
5 M. Sadar, Moh. Taufik Makarao, dan Habloel Mawadi, 2012, Hukum Perlindungan
Konsumen di Indonesia, akademia, Jakarta Barat, h. 115 6 Sub Direktorat Higiene Sanitasi Pangan, 2012, Kursus Higiene Sanitasi makanan dan
minuman, Jakarta, h.15
Page 5
5
mempunyai hak dan kewajiban. Adapun peraturan perundang-undangan tentang
perlindungan konsumen dan tentang makanan yang memiliki manfaat untuk menjadi
landasan hukum bagi aparat pemerintahan dalam menindak lanjuti
pelanggaran/penyimpangan yang dilakukan oleh produsen/distributor dan agar dapat
menjadi sebuah pedoman yang wajib ditaati oleh masyarakat. Pada pasal 30 Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut
Undang-Undang Perlindungan Konsumen) disebutkan bahwa pengawasan terhadap
penyelenggaraan perlindungan kosumen serta penerapan ketentuan peraturan
perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah, dan lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat. Hukum yang mengatur tentang perlindungan
konsumen ini bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat sebagai konsumen
maupun pelaku usaha sebagai produsen. Perlindungan Konsumen (consumer
protection), berarti membahas tentang salah satu sisi dari korelasi antara lapangan
perekonomian dengan lapangan etika. Dalam kegiatan bisnis terdapat hubungan yang
saling membutuhkan antara pelaku usaha dan konsumen, Kepentingan pelaku usaha
adalah memperoleh laba dari transaksi dengan konsumen, sedangkan kepentingan
konsumen adalah memperoleh kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap
produk tertentu. Penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan
peraturan perundang-undangan diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
Pemerintah dalam hal ini berwenang melakukan pengawasan terhadap
ketersediaan dan/atau kecukupan pangan pokok yang aman, bergizi, dan terjangkau
Page 6
6
bagi masayarakat dan persyaratan keamanan pangan, mutu pangan, dan gizi pangan
serta persyaratan label dan iklan. Pemerintah juga menyelenggarakan program
pemantauan, evaluasi, dan pengawasan secara berkala terhadap kegiatan atau proses
produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan oleh pelaku usaha. Hal
ini sudah diatur didalam Undang-Undang Pangan. Pemerintah haruslah gencar
didalam pemberian penyuluhan bagaimana mengolah makanan yang higienis
sehingga layak untuk dijual dan dikonsumsi masyarakat. Pemerintah yang memiliki
kewenangan dalam mengawasi Higiene Sanitasi adalah Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Dinas Kesehatan mengawasi higiene sanitasi dari para pengelola
pangan yang salah satunya adalah restoran hotel. Restoran hotel adalah salah satu
jenis usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian bangunan yang permanen
dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan
dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya. Setiap restoran
haruslah memiliki setifikat laik higiene sanitasi restoran yang dikeluarkan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota hal ini diatur didalam pasal 2 KEPMENKES RI No.
1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan
dan Restoran (selanjutnya disebut KEPMENKES tentang persyaratan Higiene
Sanitasi Rumah Makan dan Restoran).
Dalam hal ini penulis disini bermaksud melakukan penelitian di restoran hotel
yang terdapat di Kabupaten Badung. Kabupaten badung merupakan kabupaten yang
terletak di provinsi Bali, Indonesia. Daerah ini banyak memiliki obyek wisata yang
sangat terkenal. Di Kabupaten Badung juga banyak terdapat rumah makan dan
Page 7
7
restoran. Dinas Kesehatan Kabupaten Badung yang memiliki kewenangan dalam
mengawasi higiene sanitasi daripada rumah makan dan restoran yang berada di
Kabupaten Badung.
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dikemukakan 2 (dua)
permasalahan :
1. Bagaimana penerapan pengawasan terhadap Higiene Sanitasi makanan dan
minuman pada Restoran Hotel di Kabupaten Badung?
2. Apa sajakah hambatan yang dialami didalam melaksanakan pengawasan
Higiene Sanitasi makanan dan minuman?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Di dalam penulisan skripsi ini, agar pembahasannya tidak jauh menyimpang,
maka masalah yang dibahas dibatasi ruang lingkupnya. Skripsi ini akan membahas
tentang bagaimana instansi pemerintah mengawasi makanan dan minuman di restoran
hotel berdasarkan peraturan perundang-undangan yang sudah ada di Indonesia dan
akan membahas bagaimana perlindungan konsumen terhadap makanan yang beredar
di dalam masyakarat jika distributor melakukan kecurangan terhadap makanan yang
dibuat, atau tidak sesuai dengan kualitas yang sudah ada di Badan Pengawasan Obat
dan Makanan di Indonesia.
Page 8
8
1.4. Orisinalitas
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tulisan yang berjudul PELAKSANAAN
PENGAWASAN TERHADAP HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN
MINUMAN PADA RESTORAN HOTEL DI KABUPATEN BADUNG adalah
sepenuhnya hasil pemikiran dan tulisan yang ditulis oleh penulis sendiri dengan
menggunakan 2 (dua) skripsi refrensi. Beberapa penelitian yang ditelusuri berkaitan
dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut :
No Judul Skripsi Penulis Rumusan masalah
1. PERLINDUNGAN
KONSUMEN
TERHADAP
BAHAN-BAHAN
KIMIA
BERBAHAYA
PADA MAKANAN
(Studi Komprasi
Hukum Islam dan
Undang-Undang
Perlindungan
Konsumen)
Risma Qumilaila
(Mahasiswa Fakultas
Syari’ah Universitas
Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta)
1. Bagaimana
perlindungan konsumen
terhadap penggunaan
bahan kimia berbahaya
pada makanan menurut
hukum islam dan
UUPK?
2. Apakah Sanksi bagi
pelaku penggunaan
bahan kimia berbahaya
pada makanan dalam
hukum islam dan
UUPK?
Page 9
9
3. Bagaimanakah
persamaan dan
perbedaan dalam kedua
system hukum tersebut?
2. PENGAWASAN
DINAS
KESEHATAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
BANYUMAS
TERHADAP
KUALITAS AIR
MINUM USAHA
DEPOT AIR MINUM
ISI ULANG (Tinjauan
Yuridis Pasal 10
Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor
736/MENKES/PER/V
Theo Karismajaya
(Mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas
Jendral Soedirman
Purwokerto)
1. Bagaimanakah
bentuk pengawasan
Dinas Kesehatan
Kabupaten Banyumas
terhadap kualitas air
minum usaha depot air
minum isi ulang?
2. Bagaimanakah
Penyelesaian hukum
terhadap pelanggaran
yang dilakukan oleh
pihak usaha depot air
minum isi ulang
berdasarkan pasal 10
Peraturan Menteri
Page 10
10
I/2010) Kesehatan Republik
Indonesia Nomor
736/MENKES/PER/VI/
2010 tentang Tata
Laksana Pengawasan
Kesehatan Air Minum?
1.5. Tujuan Penulisan
1.5.1 Tujuan Umum
Secara umum yang menjadi tujuan dibuatnya skripsi ini adalah untuk melatih
diri dalam usaha membuka pikiran ilmiah secara tertulis serta untuk
memenuhi tugas akhir kuliah atau skripsi di Fakultas Hukum Universitas
Udayana.
1.5.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari pembuatan skripsi ini adalah untuk mengetahui lebih jauh
peranan pemerintahan dalam pengawasan makanan demi terjaganya kesehatan
masyarakat, dan mengetahui apakah dasar hukum yang melindungi
masyarakat sudah sesuai dengan apa yang sudah dibuat.
Page 11
11
1.6. Manfaat Penulisan
1.6.1 Manfaat Teoritis
Seluruh hasil penulisan penelitian ini dapat dijadikan sebagai sebuah bahan
penelitian kembali bagi lembaga Fakultas Hukum Universitas Udayana dan
sebagai bahan refrensi pada perpustakaan.
1.6.2 Manfaat Praktis
Untuk dapat dijadikan pedoman dalam pembuatan karya-karya tulis baik itu
pembuatan makalah maupun penelitian hukum lainnya dan memberikan
pengalaman belajar serta melakukan penelitian bagi mahasiswa demi
mengetahui praktek hukum di dalam masyarakat secara langsung
1.7. Landasan Teoritis
Pemberian Perlindungan hukum tidak akan pernah lepas dari negara hukum.
Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Menurut Moh.
Kusnadi dan Harmaily Ibrahim yang dimaksud negara hukum adalah : “Negara yang
berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya”.7 Indonesia
merupakan negara hukum yang berdasarkan pancasila.
Perlindungan hukum terdiri dari dua bentuk yaitu perlindungan hukum
preventif dan perlindungan hukum represif.
7 Moh. Kusnardi dan Harmaily Y. Ibrahim, 1983, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,
Sinar Bakti, Jakarta, hal.155
Page 12
12
1. Perlindungan Hukum Preventif
Preventif artinya rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau
pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitive.
Dalam hal ini artinya perlindungan hukum yang preventif ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum yang preventif sangat besar
artinya bagi tindak pemerintah yang didasarkan pada kebebasan.
2. Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum represif berfungsi untuk menyelesaikan sengketa yang
muncul apabila terjadi suatu pelanggaran.
Selain itu juga digunakan teori penegakan hukum yang dikemukakan oleh
Soerjono Soekanto. Beliau menyatakan, secara konsepsial inti dan arti penegakan
hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di
dalam kaedah-kaedah yang mantap dan mengejawantahkan sikap tindak sebagai
rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Lebih lanjut dikatakannya keberhasilan
penegakan hukum mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempunyai arti
yang netral, sehingga dampak negative atau positifnya terletak pada isi faktor-faktor
tersebut. Faktor-faktor ini mempunyai hubungan yang saling berkaitan dengan
Page 13
13
eratnya, yang merupakan esensi serta tolak ukur dari efektivitas penegakan hukum.
Faktor-faktor tersebut adalah:8
Hukum (undang-undang)
Penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan
hukum
Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
Masyarakat, yakni dimana hukum tersebut diterapkan
Kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada
karsa manusia didalam pergaulan hidup
Dalam Ketentuan pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen diuraikan,
bahwa perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5
(lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional yaitu:
1. Asas Manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan
secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajiban secara adil.
8 Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, h.5
Page 14
14
3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan,
pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsikan atau
digunakan.
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen
menaati hukum dan memperoleh keadilan daalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Berdasarkan KEPMENKES tentang persyaratan Higiene Sanitasi rumah
makan dan restoran, Higiene Sanitasi makanan dan minuman adalah upaya untuk
mengendalikan faktor pangan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau
mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
1.8. Metode Penelitian
1.8.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan
yuridis empiris. Metode yuridis yaitu suatu metode penulisan hukum yang
berdasarkan pada teori-teori hukum, literature-literatur dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan metode empiris yaitu suatu
Page 15
15
metode dengan melakukan penelitian secara langsung ke lapangan guna mendapatkan
kebenaran yang akurat dalam proses penyempurnaan penulisan skripsi.9
1.8.2 Jenis Pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan fakta (the fact approach) dan
pendekatan perundang-undangan (the statue approach). Pendekatan fakta adaalah
pendekatan yang dilakukan dengan cara mengadakan penelitian berupa data-data dan
wawancara langsung pada suatu instansi atau lembaga yang menjadi obyek penelitian
dan pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang
dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang dikaji. Dapat
disimpulkan di sini penulis ingin melakukan pendekatan terhadap perlindungan
konsumen tentang pengawasan makanan yang beredar pada konsumen yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Badung dan instansi pemerintahan yang
bersangkutan lainnya.
1.8.3 Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang digunakan didalam penulisan skripsi ini adalah sifat
penelitian deskriptif yaitu penelitian secara umum, termasuk pula didalamnya
penelitian ilmu hukum, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu
individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau menentukan penyebaran suatu
gejala, demikian pula untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala
dengan gejala lain di dalam masyarakat.
9 Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian ilmu Hukum, Mandar Maju, Badung, h.3
Page 16
16
1.8.4 Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam skripsi ini dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama.
2. Data sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-
hasil penelitian, yang berwujud laporan dan sebagainya.10
1.8.5 Teknik Pengumpulan Data
Dalam Penulisan skripsi ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
teknik studi dokumen dan teknik wawancara. Teknik studi dokumen merupakan
teknik awal yang digunakan dalam setiap penelitian ilmu hukum, baik dalam
penelitian normatif maupun dalam penelitian hukum empiris. Karena meskipun
aspeknya berbeda namum keduanya adalah penelitian ilmu hukum yang selalu
bertolak dari premis normatif. Studi dokumen dilakukan atas bahan-bahan hukum
yang relevan dengan permasalahan penelitian. Sedangkan teknik wawancara
merupakan teknik yang lazim digunakan dalam penelitian hukum empiris. Dalam
kegiatan ilmiah wawancara dilakukan bukan sekedar bertanya pada seseorang,
melainkan dilakukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh
jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada respodem maupun
informan.
10 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Peneltian Hukum, PT.
Rajagrafindo Persada, Jakarta, h.30
Page 17
17
1.8.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian
Teknik penentuan sampel penelitian yang digunakan didalam penulisan
skripsi ini adalah Teknik Non Probability Sampling. Adapun yang dimaksud Teknik
non probability sampling yaitu setiap unit atau manusia tidak mempunyai kesempatan
yang sama untuk dipilih sebagai sampel.11
Bentuk dari teknik non probability
sampling yang digunakan oleh peneliti adalah Quota Sampling. Quota Sampling
merupakan suatu proses penarikan sampel dengan memperhatikan sampel yang
paling mudah untuk diambil dan sampel tersebut telah memenuhi ciri-ciri tertentu
yang menarik perhatian peneliti.12
1.8.7 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data yang digunakan didalam penulisan ini adalah
analisis kualitatif. Analisis kualitatif diterapkan dalam suatu penelitian yang sifatnya
eksploratif dan deskriptif. Dalam hal ini data yang dikumpulkan adalah data
naturalistik yang terdiri atas kata-kata (narasi), data sukar diukur dengan angka,
bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun ke dalam
struktur klasifikasi. Hubungan antar variable tidak jelas, sampel lebih bersifat non
probabilitas, dan pengumpulan data meggunakan pedoman wawancara.13
11
ibid, h.103 12
Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana,
Denpasar, h.86 13
ibid, h.88