1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sistem imun adalah bagian terpenting dari sistem pertahanan tubuh (Baratawidjaja & Rengganis, 2004). Sistem imun melindungi tubuh dari masuknya berbagai mikroorganisme seperti bakteri dan virus yang banyak terdapat di lingkungan hidup. Dengan adanya sistem imun, tubuh mampu mempertahankan diri dari infeksi yang dapat disebabkan oleh mikroorganisme, dimana mikroorganisme akan selalu mencari inang untuk diinfeksi. Penurunan sistem imun akan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Imunomodulator merupakan senyawa yang dapat mempengaruhi sistem imun dengan cara meningkatkan atau menekan faktor-faktor yang berperan dalam sistem imun (Stites & Terr, 1990). Imunomodulator membantu tubuh untuk mengoptimalkan fungsi sistem imun yang merupakan sistem utama yang berperan dalam pertahanan tubuh di mana kebanyakan orang mudah mengalami gangguan sistem imun (Suhirman & Winarti, 2007). Obat-obatan yang bersifat imunosupresan, imunomodulator dan vaksin dirasa penting utamanya untuk membantu mengatasi berbagai penyakit yang disebabkan karena adanya kerusakan sistem imun seperti kanker dan juga AIDS (Shen & Louie, 1999). WHO melaporkan kanker sebagai salah satu penyebab kematian tertinggi dengan 8,2 juta kasus kematian dan 14 juta kasus baru pada 2012. 70% kematian akibat kanker ditemukan di daerah Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan (Anonim a ,
21
Embed
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82181/potongan/S1... · sistem imun spesifik dan non spesifik antara lain adalah dalam hal spesifitas
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Sistem imun adalah bagian terpenting dari sistem pertahanan tubuh
(Baratawidjaja & Rengganis, 2004). Sistem imun melindungi tubuh dari masuknya
berbagai mikroorganisme seperti bakteri dan virus yang banyak terdapat di
lingkungan hidup. Dengan adanya sistem imun, tubuh mampu mempertahankan
diri dari infeksi yang dapat disebabkan oleh mikroorganisme, dimana
mikroorganisme akan selalu mencari inang untuk diinfeksi. Penurunan sistem imun
akan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.
Imunomodulator merupakan senyawa yang dapat mempengaruhi sistem imun
dengan cara meningkatkan atau menekan faktor-faktor yang berperan dalam sistem
imun (Stites & Terr, 1990). Imunomodulator membantu tubuh untuk
mengoptimalkan fungsi sistem imun yang merupakan sistem utama yang berperan
dalam pertahanan tubuh di mana kebanyakan orang mudah mengalami gangguan
sistem imun (Suhirman & Winarti, 2007). Obat-obatan yang bersifat
imunosupresan, imunomodulator dan vaksin dirasa penting utamanya untuk
membantu mengatasi berbagai penyakit yang disebabkan karena adanya kerusakan
sistem imun seperti kanker dan juga AIDS (Shen & Louie, 1999). WHO
melaporkan kanker sebagai salah satu penyebab kematian tertinggi dengan 8,2 juta
kasus kematian dan 14 juta kasus baru pada 2012. 70% kematian akibat kanker
ditemukan di daerah Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan (Anonima,
2
2014). Pagano et al. (2004) melaporkan 20% kejadian kanker disebabkan oleh agen
penginfeksi seperti virus.
Imunomodulator dapat dibagi dua yaitu imunomodulator sintetis dan
imunomodulator alam. Imunomodulator alam memiliki efek samping yang lebih
ringan sehingga lebih aman dibanding dengan imunomodulator sintetik. Sudah
banyak tanaman yang diketahui berfungsi sebagai imunomodulator. Salah satu
tanaman yang terbukti dapat mempengaruhi respon imun antara lain adalah keladi
tikus (Typhonium flagelliforme (Lodd.) Blume) dan sirih merah (Piper crocatum
Ruiz&Pav). Wahyudhi (2010) menyebutkan bahwa ekstrak n-heksana daun sirih
merah (Piper crocatum Lamk) mampu mempengaruhi titer imunoglobulin G (IgG)
pada tikus yang diinduksi vaksin hepatitis B. Selain itu, fraksi n-heksana ekstrak
etanolik daun sirih merah dilaporkan mampu meningkatkan fagositosis makrofag
pada dosis 10mg/kgBB, 50 mg/kg BB, dan 100 mg/kgBB (Werdyani, 2012).
Handayani (2012) melaporkan keladi tikus terbukti mampu memperbaiki
proliferasi sel limfosit pada tikus yang diinduksi cyclophosphamide (CPA) dengan
dosis optimal 250mg/kgBB. CPA merupakan salah satu agen terapi untuk kanker
yang berkaitan dengan sistem imun seperti leukemia dan Hodgkin’s disease.
Saat ini, penggunaan kombinasi dari beberapa tanaman sering dijadikan
pilihan. Seperti pada tanaman Leuzea carthamoides, Rhodiola rosea,
Eleutherococcus senticosus dan Schizandra chinensis yang secara tunggal
dilaporkan mampu mempengaruhi sistem imun. Ekstrak dari akar Rhodiola rosea
dilaporkan mampu meningkatkan sistem imun spesifik maupun non spesifik
(Siwicki et al., 2007). Eleutherococcus senticosus dilaporkan mampu
3
meningkatkan aktivasi sel T (Bohn et al., 1987). Polisakarida dari Schizandra
chinensis diketahui meningkatkan aktivitas fagositosis (Chen et al., 2012).
Kombinasi ekstrak dari tanaman-tanaman tersebut kemudian diuji pada pasien
kanker ovarium dan dilaporkan mampu meningkatkan jumlah sel T serta antibodi
IgG dan IgM (Kormosh, 2006). Penggunaan tunggal dari ekstrak keladi tikus dan
sirih merah terbukti mampu memodulasi sistem imun. Kombinasi dari keduanya
diharapkan memiliki aktivitas imunomodulator yang lebih baik daripada
penggunaannya secara tunggal dan untuk itu perlu dilakuan uji aktivitas
imunomodulator kombinasi eksrak daun sirih merah (ESM) dan keladi tikus (EKT)
pada sistem imun spesifik dan non spesifik pada tikus jantan galur Sprague-Dawley
(SD).
Rumusan Masalah
Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah apakah
kombinasi ESM dan EKT mampu meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag,
proliferasi limfosit, dan titer antibodi tikus jantan galur SD?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kombinasi ESM dan
EKT mampu meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag, proliferasi limfosit dan
titer antibodi tikus jantan galur SD.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui apakah pemberian
kombinasi ESM dan EKT mampu meningkatkan aktivitas imunomodulator secara
4
in vivo menggunakan hewan uji tikus jantan galur SD. Aktivitas imunomodulator
dilihat dari fagositosis makrofag, proliferasi limfosit, dan pengaruh terhadap titer
antibodi. Data yang didapat diharapkan mampu menjadi dasar pengembangan
kombinasi ekstrak etanolik umbi keladi tikus dan daun sirih merah sebagai suatu
produk fitofarmaka.
Tinjauan Pustaka
1. Sistem Imun
Sistem imun melindungi tubuh terhadap unsur-unsur patogen. Sistem imun
mampu menghasilkan sel-sel serta molekul yang secara spesifik dapat mengenali
dan memberi respon berupa eliminasi berbagai unsur patogen (Kindt et al., 2006).
Sistem imun harus dapat mengenali antigen yang terdapat pada permukaan patogen
dan merespon patogen tersebut dengan menyingkirkannya melalui reaksi-reaksi
yang tepat (Kresno, 1996). Sistem imun mampu mengenali antigen dari substansi
kimiawinya yang menjadi pembeda antara satu antigen dengan antigen lainnya.
Setelah dikenali dan dibedakan antara antigen self dan nonself, sistem imun
kemudian menyingkirkan antigen nonself dengan berbagai macam respon (Kindt et
al., 2006). Dalam melaksanakan fungsinya sebagai pertahanan utama dari tubuh,
sistem imun memiliki dua jenis sistem imun yaitu:
Sistem Imun Non Spesifik
Respon imun non spesifik bekerja dengan memberi respon pada antigen
meskipun tidak ada ingatan mengenai antigen tersebut. Sistem ini bersifat alami
dengan pengertian bahwa sistem ini didapatkan sejak lahir dan tidak diakibatkan
oleh kontak terdahulu dengan agen penular penyakit (Delves et al., 2011). Sistem
5
imun non spesifik bekerja dengan memberikan respon langsung, dan biasanya
cepat, apabila terjadi infeksi oleh patogen potensial yang banyak terdapat di
lingkungan tanpa menunjukkan spesifisitas terhadap patogen tertentu.
Jalan yang termudah menghindar dari infeksi adalah mencegah
mikroorganisme-mikroorganisme berhasil masuk ke dalam tubuh. Garis pertahanan
utama adalah kulit, yang apabila utuh, tidak dapat ditembus oleh hampir seluruh
agen-agen penular penyakit (Delves et al., 2011).. Kebanyakan mikroba tidak dapat
menembus kulit yang sehat, namun beberapa dapat masuk tubuh melalui kelenjar
sebaseus dan folikel rambut. pH asam keringat dan sekresi sebaseus, berbagai asam
lemak yang dilepas kulit mempunyai efek denaturasi terhadap protein membran
sehingga dapat mencegah infeksi yang dapat terjadi melalui kulit (Kresno, 1996).
Pertahanan lain terdapat pada saluran pernafasan, pencernaan dan saluran
urogenital. Pada saluran pernafasan terdapat mukosa dan sel-sel silia yang dapat
rusak karena pengaruh lingkungan, ataupun karena kerusakan bawaan. Pada saluran
pencernaan, terdapat banyak enzim dan juga empedu yang menyebabkan sebagian
besar bakteri tidak mampu bertahan dari kerusakan. Saluran urogenital bertahan
dengan adanya mukosa pada vagina dan uretra (Flaherty, 2011).
Apabila mikroorganisme berhasil masuk ke dalam tubuh, dua cara pertahanan
utama berperan yaitu penghancuran mikroorganisme oleh senyawa penghancur
seperti enzim bakterisidal dan mekanisme fagositosis yang arti sesungguhnya
“dimakan” oleh sel (Delves et al., 2011). Fagosit, sel Natural Killer (NK), sel mast
dan eosinofil berperan dalam sistem imun non spesifik untuk pertahanan selular.
Sel-sel imun tersebut dapat ditemukan dalam sirkulasi atau jaringan. (Baratawidjaja
6
& Rengganis, 2009). Beberapa komplemen serta mediator sistem imun, seperti
interferon dan interleukin juga berperan dalam sistem imun non spesifik (Burmester
& Pezzutto, 2003). Komplemen merupakan glikoprotein yang dapat secara
langsung berinteraksi dengan permukaan bakteri tanpa adanya keterlibatan dari
antibodi. Jalur alternatif yang melibatkan faktor komplemen, seperti misalnya C3,
dapat menyebabkan kerusakan jaringan secara signifikan akibat adanya inflamasi
akut. Interferon (IFN), kumpulan glikoprotein antiviral , diklasifikasikan menjadi
IFN-α, IFN-β dan IFN-γ. IFN- α dihasilkan oleh limfosit dan makrofag. (Shen &
Louie, 1999).
Inflamasi merupakan salah satu respon imun akibat masuknya agen
penginfeksi. Mekanisme respon akibat adanya inflamasi adalah sebagai berikut :
terjadi pelepasan mediator sistem imun, menyebabkan pembuluh darah melebar dan
menjadi lebih mudah ditembus. Granulosit kemudian muncul pada lokasi terjadinya
inflmasi, yang disusul oleh makrofag sebagai salah satu komponen respon imun
non spesifik untuk difagositosis (Burmester & Pezzutto, 2003).
Sistem Imun Spesifik
Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal partikel,
molekul atau benda yang dianggap asing oleh tubuh. Hal yang membedakan antara
sistem imun spesifik dan non spesifik antara lain adalah dalam hal spesifitas dan
pembentukan memori terhadap antigen tertentu. Sistem imun spesifik akan segera
“mengingat” benda/partikel yang dianggap asing yang masuk ke tubuh dan
menimbulkan sensitisasi. Dari ingatan tersebut, apabila terdapat antigen yang sama
7
kembali masuk ke dalam tubuh, sistem imun spesifik akan mengenali dan segera