Top Banner
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam bahasa sehari-hari catastrophe dapat diartikan sebagai malapetaka yang tidak disangka-sangka sebelumnya atau bencana alam, contohnya gempa bumi, kejatuhan harga saham mendadak, atau serangan jantung. Bencana tersebut tidak disangka-sangka karena semua perubahan yang mempengaruhi kejadian berubah secara perlahan-lahan. Akan tetapi sebuah diskontinuitas, suatu lompatan radikal, hadir dan menghancurkan segala keteraturan. Hal inilah yang dipelajari dalam catastrophe theory, yaitu dampak dari perubahan yang nyaris tidak dapat dirasakan menghasilkan akibat yang dapat melemparkan suatu sistem yang berperilaku baik menjadi liar. Catastrophe Theory adalah salah satu cabang yang cukup baru dalam ilmu matematika. Teori tersebut biasanya dibahas sebagai pengenalan terhadap teori bifurkasi dan sistem dinamik, dua bidang penelitian Catastrophe Theory Page 1
48

BAB I PENDAHULUAN I

Feb 07, 2023

Download

Documents

Dini Rosyada
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN I

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dalam bahasa sehari-hari catastrophe dapat diartikan

sebagai malapetaka yang tidak disangka-sangka

sebelumnya atau bencana alam, contohnya gempa bumi,

kejatuhan harga saham mendadak, atau serangan jantung.

Bencana tersebut tidak disangka-sangka karena semua

perubahan yang mempengaruhi kejadian berubah secara

perlahan-lahan. Akan tetapi sebuah diskontinuitas,

suatu lompatan radikal, hadir dan menghancurkan segala

keteraturan. Hal inilah yang dipelajari dalam catastrophe

theory, yaitu dampak dari perubahan yang nyaris tidak

dapat dirasakan menghasilkan akibat yang dapat

melemparkan suatu sistem yang berperilaku baik menjadi

liar.

Catastrophe Theory adalah salah satu cabang yang

cukup baru dalam ilmu matematika. Teori tersebut

biasanya dibahas sebagai pengenalan terhadap teori

bifurkasi dan sistem dinamik, dua bidang penelitian

Catastrophe Theory Page 1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN I

yang sangat aktif dalam matematika. Dunia Matematika

sendiri baru berkenalan dengan teori ini sekitar tahun

1960 dan teori ini baru dikenal luas para matematikawan

sekitar tahun 1970. Teori ini diperkenalkan oleh Rene

Thom, seorang matematikawan Prancis, pada Konferensi

Matematika Internasional ICM pada tahun 1958. Pada saat

itu Thom menerima medali Fields (penghargaan tertinggi

dalam bidang matematika yang mungkin dapat dianggap

seperti nobel untuk matematika) atas karyanya

klasifikasi dari tujuh buah catastrophe dasar.

Salah satu jantung catastrophe theory adalah tujuh

catastrophe dasar Thom. Klasifikasi tujuh catastrophe

dasar ini disusun oleh Rene Thom berdasarkan persamaan

matematika yang terlibat dan struktur umum yang dapat

diamati. Tujuh catastrophe dasar tersebut berturut-

turut dari yang paling sederhana adalah fold, cusp,

swallowtail, butterfly, hyperbolic umbilic, elliptic

umbilic dan parabolic umbilic. Alasan ketujuh

catastrophe dasar ini sangat penting adalah karena saat

parameter yang digunakan lebih dari lima, akan muncul

tak hingga banyaknya jenis catastrophe, sedangkan untuk

Catastrophe Theory Page 2

Page 3: BAB I PENDAHULUAN I

banyaknya parameter kurang dari lima hanya terdapat

tujuh catastrophe tersebut.

Penerapan dari catastrophe theory tidak hanya pada

bidang sains, dan teknik tetapi juga pada bidang

kemanusiaan. Dalam bidang fisika, penerapan dari teori

cantik ini dapat ditemukan pada mekanika klasik,

mekanika struktural, dinamika fluida, optik,

termodinamika, dan meteorologi. Selain itu dapat pula

ditemukan penerapan dari catastrophe theory dalam

biologi, ekologi dan kedokteran.  Penerapan dalam

bidang kemanusiaan mencakup sosiologi, ekonomi dan

linguistik.

I.2  Tujuan

1. Toba Katastrope

2. Tambora Katastrope

3. Krakatau Katastrope

Catastrophe Theory Page 3

Page 4: BAB I PENDAHULUAN I

BAB II

ISI

II.1 Toba Catastrophe

Dalam tiga sampai lima juta tahun, setelah garis

keturunan kera manusia dan lainnya menyimpang dari

hominid batang-line, garis manusia menghasilkan

berbagai spesies.

Menurut teori bencana Toba letusan gunung berapi

yang besar sangat mengurangi populasi manusia. Hal ini

mungkin terjadi sekitar 70-75,000 tahun yang lalu

ketika kaldera Toba di Indonesia mengalami letusan

kategori 8 (atau "mega-kolosal") pada Volcanic

Explosivity Index. Ini dirilis energi setara dengan

sekitar satu gigaton TNT, yang tiga ribu kali lebih

besar dari tahun 1980 letusan Gunung St Helens. Menurut

Ambrose, ini mengurangi temperatur global rata-rata

sebesar 5 derajat Celcius selama beberapa tahun dan

mungkin telah memicu zaman es.

The Toba supereruption adalah letusan

supervolcanic yang terjadi beberapa waktu yang lalu di

Catastrophe Theory Page 4

Page 5: BAB I PENDAHULUAN I

lokasi kini Danau Toba (Sumatera, Indonesia). Ini

adalah salah satu letusan terbesar yang diketahui bumi.

Bencana Toba hipotesis menyatakan bahwa bencana ini

menyebabkan musim dingin vulkanik global 6-10 tahun dan

mungkin episode pendinginan 1.000 tahun panjang.

Ambrose mendalilkan bahwa perubahan lingkungan ini

besar menciptakan hambatan populasi di berbagai spesies

yang ada pada saat itu; ini pada gilirannya mempercepat

diferensiasi populasi manusia yang terisolasi, akhirnya

mengarah pada kepunahan semua spesies manusia lainnya

kecuali untuk dua cabang yang menjadi Neanderthal dan

manusia modern.

Beberapa bukti geologi dan model dihitung

mendukung masuk akal dari teori bencana Toba. The

Greenland Data inti es menampilkan perubahan mendadak

sekitar waktu ini, tetapi dalam data Antartika sesuai

perubahan itu tidak mudah dilihat. Abu dari letusan ini

Danau Toba, terletak di dekat khatulistiwa, harus mudah

menyebar di seluruh dunia.

Pada tahun 1993, wartawan ilmu Ann Gibbons

menyatakan adanya hubungan antara letusan dan hambatan

Catastrophe Theory Page 5

Page 6: BAB I PENDAHULUAN I

dalam evolusi manusia, dan Michael R. Rampino dari New

York University dan Stephen Diri dari University of

Hawaii di Manoa memberikan dukungan kepada gagasan itu.

Pada tahun 1998, teori bottleneck dikembangkan lebih

lanjut oleh Stanley H. Ambrose dari University of

Illinois di Urbana-Champaign.

Bukti genetik menunjukkan bahwa semua manusia

hidup hari ini, meskipun berbagai jelas mereka, adalah

keturunan dari populasi yang sangat kecil, mungkin

antara 1.000 dan 10.000 pasangan pemuliaan.

Menggunakan kurs rata-rata mutasi genetik,

beberapa ahli genetika telah memperkirakan bahwa

populasi ini hidup pada masa bertepatan dengan acara

Toba. Perkiraan ini tidak bertentangan dengan perkiraan

konsensus bahwa Y-kromosom Adam hidup sekitar 60.000

tahun yang lalu, dan bahwa Siti Hawa Mitokondria

diperkirakan hidup 140.000 tahun yang lalu, karena Toba

tidak menduga menjadi acara bottleneck ekstrim, di mana

penduduk dikurangi menjadi satu pasang.

Analisis gen dari beberapa gen menunjukkan

perbedaan mana saja dari 2 juta sampai 60.000 tahun

Catastrophe Theory Page 6

Page 7: BAB I PENDAHULUAN I

yang lalu, tapi ini tidak bertentangan dengan teori

Toba, Toba lagi karena tidak menduga menjadi acara

bottleneck tunggal pasangan. Gambaran lengkap garis

keturunan gen (termasuk tingkat masa kini variasi

genetik manusia) memungkinkan teori bottleneck populasi

manusia Toba diinduksi.

Menurut teori ini, manusia sekali lagi menyebar

dari Afrika setelah Toba ketika iklim dan faktor-faktor

lain yang diizinkan. Mereka bermigrasi pertama ke Arab

dan India dan seterusnya ke Indochina dan Australia

(Ambrose, 1998, hal. 631), dan kemudian ke Timur Tengah

dan apa yang akan menjadi Fertile Crescent setelah

akhir periode glaciation Wurm (70,000-10,000 tahun bp).

Catastrophe Theory Page 7

Page 8: BAB I PENDAHULUAN I

Landsat foto satelit dari Danau Toba, Sumatera,Indonesia.

Kredit: Gambar milik NASA / via Wikimedia Commons

A.Supereruption

Letusan Toba atau peristiwa Toba terjadi di lokasi

ini Danau Toba sekitar 73.000 ± 4.000 tahun Sebelum

Present (BP). Letusan ini adalah yang terakhir dan

terbesar dari empat letusan Toba selama zaman Kuarter,

dan juga diakui dari cakrawala diagnostik atas ashfall,

si Bungsu Toba Tuff (YTT) itu diperkirakan Volcanic

Explosivity Index of 8 (digambarkan sebagai

Catastrophe Theory Page 8

Page 9: BAB I PENDAHULUAN I

"apokaliptik"), atau besarnya ≥ M8.; itu membuat

kontribusi yang cukup besar untuk kaldera kompleks 100

× 30 km setara padat-rock (DRE) memperkirakan volume

letusan untuk letusan bervariasi antara 2.000 km3 dan

3000 km3 -. perkiraan DRE paling umum adalah 2.800 km3

(sekitar 7 × 1015 kg) dari magma meletus, dimana 800

km3 diendapkan sebagai abu jatuh. Itu meletus massa

adalah 100 kali lebih besar dari letusan gunung berapi

terbesar dalam sejarah, tahun 1815 letusan Gunung

Tambora di Indonesia, yang menyebabkan 1816 "Tahun

tanpa musim panas" di belahan bumi utara.

Letusan Toba terjadi di Indonesia dan diendapkan

lapisan abu sekitar 15 cm tebal atas seluruh Asia

Selatan. Selimut abu vulkanik juga disimpan di atas

Samudera Hindia, dan Arab dan Laut Cina Selatan core

laut dalam. Diambil dari Laut Cina Selatan telah

memperpanjang dikenal jangkauan letusan, menunjukkan

bahwa perhitungan 2800 km3 massa meletus adalah nilai

minimum atau bahkan meremehkan.

B.Musim dingin vulkanik dan pendinginan

Catastrophe Theory Page 9

Page 10: BAB I PENDAHULUAN I

Letusan Toba rupanya bertepatan dengan terjadinya

periode glasial terakhir. Michael L. Rampino dan

Stephen sendiri berpendapat bahwa letusan menyebabkan

"singkat, pendinginan dramatis atau 'musim dingin

vulkanik'", yang mengakibatkan penurunan suhu permukaan

rata-rata global sebesar 3-5 ° C dan mempercepat

transisi dari hangat ke dingin suhu siklus glasial

terakhir. Bukti dari Greenland inti es menunjukkan

periode 1.000 tahun 18O rendah dan peningkatan deposisi

debu segera setelah letusan.. Letusan mungkin telah

menyebabkan periode ini 1.000 tahun suhu dingin

(stadial), dua abad yang dapat dipertanggungjawabkan

oleh masih adanya Toba stratosfer pemuatan. Rampino dan

Self percaya bahwa pendinginan global sudah berlangsung

pada saat itu letusan, tetapi proses ini lambat; YTT

"mungkin telah memberikan tambahan 'tendangan' yang

menyebabkan sistem iklim untuk beralih dari hangat ke

negara dingin". Meskipun Clive Oppenheimer menolak

hipotesis bahwa letusan memicu glaciation terakhir, ia

setuju bahwa hal itu mungkin karena bertanggung jawab

Catastrophe Theory Page 10

Page 11: BAB I PENDAHULUAN I

untuk milenium iklim yang sejuk sebelum acara

Dansgaard-Oeschger 19.

Menurut Alan Robock, yang juga telah menerbitkan

makalah musim dingin nuklir, letusan Toba tidak memicu

periode glasial terakhir. Namun dengan asumsi emisi

enam miliar ton sulfur dioksida, simulasi komputer

menyimpulkan bahwa pendinginan global maksimum sekitar

15 ° C terjadi selama tiga tahun setelah letusan, dan

bahwa pendinginan ini akan berlangsung selama beberapa

dekade, menghancurkan kehidupan. Sebagai lapse rate

adiabatik jenuh adalah 4,9 ° C / 1.000 m untuk suhu di

atas titik beku, garis pohon dan garis salju adalah

sekitar 3.000 m (9,900 ft) lebih rendah pada saat ini.

Iklim pulih selama beberapa dekade, dan Robock tidak

menemukan bukti bahwa periode 1.000 tahun dingin

terlihat di Greenland catatan inti es yang dihasilkan

dari letusan Toba. Sebaliknya, Oppenheimer yakin bahwa

perkiraan penurunan suhu permukaan 3-5 ° C mungkin

terlalu tinggi, dan ia menunjukkan bahwa suhu turun

hanya 1 ° C. Robock mengkritik analisis Oppenheimer,

Catastrophe Theory Page 11

Page 12: BAB I PENDAHULUAN I

dengan alasan bahwa itu didasarkan pada hubungan T-

memaksa sederhana.

Meskipun ini perkiraan yang berbeda, para ilmuwan

setuju bahwa supereruption dari skala di Toba harus

telah menyebabkan lapisan abu-jatuh ke sangat luas dan

injeksi gas beracun ke atmosfer, dengan efek di seluruh

dunia pada iklim dan cuaca. Selain itu, Greenland Data

inti es menampilkan perubahan iklim tiba-tiba sekitar

waktu ini, tetapi tidak ada konsensus bahwa letusan

langsung dihasilkan periode 1.000 tahun dingin terlihat

di Greenland atau memicu glaciation terakhir.

Arkeolog yang pada tahun 2013 menemukan lapisan

mikroskopis abu vulkanik kaca dalam sedimen dari Danau

Malawi, dan definitif terkait abu dengan 75.000 tahun

Toba super letusan, melanjutkan untuk dicatat tidak

lengkap untuk menemukan perubahan jenis fosil dekat ke

lapisan abu yang akan diharapkan setelah musim dingin

vulkanik yang parah. Hasil ini menyebabkan para

arkeolog menyimpulkan bahwa terbesar yang diketahui

letusan gunung berapi dalam sejarah spesies manusia

Catastrophe Theory Page 12

Page 13: BAB I PENDAHULUAN I

tidak secara signifikan mengubah iklim Afrika Timur.

Kesimpulan ini telah dikritik oleh Richard Roberts.

C.Teori bottleneck Genetik

Letusan Toba telah dikaitkan dengan hambatan

genetik dalam evolusi manusia sekitar 50.000 tahun yang

lalu, yang mungkin dihasilkan dari pengurangan berat

pada ukuran total populasi manusia karena efek letusan

pada global iklim.

Menurut teori bottleneck genetik, antara 50.000

dan 100.000 tahun yang lalu, populasi manusia menurun

tajam ke 3,000-10,000 orang yang masih hidup. Hal ini

didukung oleh bukti genetik menunjukkan bahwa manusia

saat ini adalah keturunan dari populasi yang sangat

kecil antara 1.000 hingga 10.000 pasangan pemuliaan

yang ada sekitar 70.000 tahun yang lalu.

Para pendukung teori bottleneck genetik

menunjukkan bahwa letusan Toba mengakibatkan bencana

ekologis global, termasuk perusakan vegetasi bersama

dengan kekeringan parah di daerah hutan hujan tropis

dan di daerah musiman. Sebagai contoh, 10 tahun musim

Catastrophe Theory Page 13

Page 14: BAB I PENDAHULUAN I

dingin vulkanik dipicu oleh letusan bisa sebagian besar

telah menghancurkan sumber makanan manusia dan

menyebabkan penurunan berat pada ukuran populasi

perubahan lingkungan Τhese mungkin telah menghasilkan

kemacetan populasi di banyak spesies, termasuk hominid.

ini pada gilirannya mungkin telah dipercepat

diferensiasi dari dalam populasi manusia yang lebih

kecil. Oleh karena itu, perbedaan genetik antara

manusia modern mungkin mencerminkan perubahan dalam

70.000 tahun terakhir, daripada diferensiasi bertahap

selama jutaan tahun.

Penelitian lain telah meragukan teori bottleneck

genetik. Misalnya, alat-alat batu kuno di India selatan

yang ditemukan di atas dan di bawah lapisan tebal abu

dari letusan Toba dan sangat mirip di seluruh lapisan

ini, menunjukkan bahwa awan debu dari letusan tidak

menghapus penduduk setempat ini. Bukti arkeologis lain

dari India selatan dan utara juga menunjukkan kurangnya

bukti untuk efek dari letusan pada penduduk lokal,

memimpin penulis studi menyimpulkan, "banyak bentuk

kehidupan selamat supereruption, bertentangan dengan

Catastrophe Theory Page 14

Page 15: BAB I PENDAHULUAN I

lainnya penelitian yang telah menyarankan kepunahan

hewan yang signifikan dan hambatan genetik ". Namun,

bukti dari analisis serbuk sari telah menyarankan

berkepanjangan di Asia Selatan, dan beberapa peneliti

telah menyarankan bahwa letusan Toba mungkin telah

memaksa manusia untuk mengadopsi strategi adaptif baru,

yang mungkin telah mengizinkan mereka untuk

menggantikan Neanderthal dan "lainnya spesies manusia

kuno". Hal ini telah ditentang oleh bukti keberadaan

Neanderthal di Eropa dan Homo floresiensis di Asia

Tenggara yang selamat letusan 50.000 dan 60.000 tahun,

masing-masing.

Peringatan tambahan untuk teori bottleneck Toba-

induced termasuk kesulitan dalam memperkirakan dampak

iklim global dan regional letusan dan kurangnya bukti

konklusif untuk letusan sebelumnya kemacetan. Selain

itu, analisis genetik dari urutan Alu di seluruh genom

manusia memiliki menunjukkan bahwa ukuran populasi

efektif manusia kurang dari 26.000 pada 1,2 juta tahun

yang lalu; penjelasan yang mungkin untuk ukuran

populasi rendah nenek moyang manusia mungkin termasuk

Catastrophe Theory Page 15

Page 16: BAB I PENDAHULUAN I

kemacetan populasi berulang atau peristiwa penggantian

periodik dari subspesies Homo bersaing.

D.Kemacetan genetik pada manusia

The Toba teori bencana menunjukkan bahwa hambatan

dari populasi manusia terjadi sekitar 70.000 tahun yang

lalu, mengurangi jumlah populasi manusia menjadi

sekitar 15.000 orang saat Toba meletus dan memicu

perubahan lingkungan utama, termasuk musim dingin

vulkanik. Teori ini didasarkan pada bukti geologi untuk

perubahan iklim mendadak pada saat itu dan untuk

perpaduan dari beberapa gen (termasuk DNA mitokondria,

kromosom Y dan beberapa gen nuklir) serta tingkat

relatif rendah variasi genetik antara manusia masa

kini. misalnya, menurut salah satu hipotesis, DNA

manusia mitokondria (yang diwariskan dari garis ibu)

dan Y kromosom DNA (dari ayah diwariskan) menyatu di

sekitar 140.000 dan 60.000 tahun yang lalu, masing-

masing. Hal ini menunjukkan bahwa garis keturunan

perempuan dari semua manusia masa kini jejak kembali ke

satu perempuan (Siti Hawa Mitokondria) sekitar 140.000

Catastrophe Theory Page 16

Page 17: BAB I PENDAHULUAN I

tahun yang lalu, dan garis laki-laki untuk satu laki-

laki (Y-kromosom Adam) di 60.000 sampai 90.000 tahun

yang lalu.

Namun, perpaduan tersebut diharapkan genetik dan

tidak selalu menunjukkan hambatan populasi karena DNA

mitokondria dan DNA kromosom Y hanya sebagian kecil

dari genom manusia, dan atipikal dalam bahwa mereka

mewarisi secara eksklusif melalui ibu atau melalui

ayah, masing-masing. Kebanyakan gen diwariskan secara

acak baik dari ayah atau ibu, sehingga tidak dapat

ditelusuri ke salah satu keturunan matrilineal atau

patrilineal. gen lain menampilkan poin perpaduan dari 2

juta sampai 60.000 tahun yang lalu, sehingga keraguan

tentang keberadaan kemacetan baru dan kuat .

Penjelasan lain yang mungkin untuk variasi genetik

yang terbatas di antara manusia saat ini termasuk model

tanam atau "bottleneck panjang", bukan perubahan

lingkungan bencana. Ini akan konsisten dengan saran

bahwa sementara manusia modern masih terbatas pada sub-

Sahara Afrika, populasi mungkin telah jatuh ke level

Catastrophe Theory Page 17

Page 18: BAB I PENDAHULUAN I

2.000 orang; akhirnya, populasi perpecahan bersatu

kembali di Zaman Batu Akhir.

TMRCAs lokus, kromosom Y, dan mitogenomes

dibandingkan dengan distribusi probabilitas mereka,

dengan asumsi bahwa populasi manusia memperluas 75kya

dari populasi 11.000 orang

Keterbatasan studi lokus tunggal mencakup keacakan

besar proses fiksasi, dan studi yang mengambil keacakan

ini memperhitungkan telah memperkirakan ukuran populasi

efektif manusia di 11.000-12.000 individu.

TMRCAs lokus, kromosom Y, dan mitogenomes dibandingkan dengan

distribusi probabilitas mereka, dengan asumsi bahwa populasi

manusia memperluas 75kya dari populasi 11.000 orang . Keterbatasan

Catastrophe Theory Page 18

Page 19: BAB I PENDAHULUAN I

studi lokus tunggal mencakup keacakan besar proses fiksasi, dan

studi yang mengambil keacakan ini.

E.Kemacetan genetik pada mamalia lain

Beberapa bukti mengarah ke kemacetan genetik pada

hewan lain menyusul letusan Toba: populasi simpanse

Afrika Timur, Borneo orangutan, kera di India tengah,

cheetah, harimau, dan pemisahan kolam gen nuklir gorila

dataran rendah timur dan barat, semua pulih dari jumlah

yang sangat rendah sekitar 70,000-55,000 tahun yang

lalu.

F.Migrasi setelah Toba

Distribusi geografis yang tepat dari populasi

manusia pada saat letusan tidak diketahui, dan populasi

yang masih hidup mungkin telah tinggal di Afrika dan

kemudian bermigrasi ke bagian lain dari dunia. Analisis

DNA mitokondria telah memperkirakan bahwa migrasi besar

dari Afrika terjadi 60.000-70.000 tahun yang lalu,

sesuai dengan penanggalan letusan Toba menjadi sekitar

66,000-76,000 tahun yang lalu.

Catastrophe Theory Page 19

Page 20: BAB I PENDAHULUAN I

Namun, penemuan arkeologi terbaru menunjukkan

bahwa populasi manusia dapat bertahan di Jwalapuram,

India Selatan. Selain itu, juga telah menyarankan bahwa

populasi hominid di dekatnya, seperti Homo floresiensis

di Flores, selamat karena mereka hidup melawan angin

Toba.

Sudah bukan rahasia lagi bahwa saya benar-benar

tidak suka hipotesis bahwa letusan besar kuno Gunung

Toba, Sumatera, menyapu bersih sebagian besar populasi

manusia di seluruh dunia 74.000 tahun yang lalu,

mungkin memungkinkan manusia modern menyebar di

belakangnya.

Tentu, letusan ini adalah yang terbesar yang

diketahui dalam tahun setengah juta lalu. Jika ada

Catastrophe Theory Page 20

Page 21: BAB I PENDAHULUAN I

kejadian letusan gunung api kuno akan memiliki efek

pada populasi manusia dan iklim dunia, itu akan menjadi

satu ini. Dan tetap sangat mungkin bahwa ada efek iklim

yang parah yang berlangsung milenium atau lebih.

Tapi tidak pernah ada tanda-tanda anatomis atau

arkeologi diskontinuitas luar Afrika saat ini. Selain

itu, tidak ada bukti genetik menunjukkan hambatan yang

keras mendadak pada 74.000 tahun yang lalu - sebagian

besar gen konsisten dengan hambatan seperti ini hanya

karena hambatan baru-baru ini, tiba-tiba, dan pendek

akan hampir tidak berpengaruh pada keragaman gen.

Menimbang bahwa Neanderthal di Eropa glasial terus

tepat setelah letusan Toba tanpa tersendat apapun,

selalu tampak seperti ide yang sangat gemetar.

Tapi tetap saja, tampaknya ada yang mustahil

tentang efek yang lebih lokal letusan. Maksudku, jika

megavolcano raksasa spouts off di sebelah kanan pintu,

itu harus buruk, kan? Nah, mungkin di Sumatera itu

sendiri, tetapi tampaknya tidak di beberapa tempat

cukup dekat lainnya. Minggu ini kertas dengan Petraglia

dan rekan (2007) tampaknya telah tenggelam bottleneck

Catastrophe Theory Page 21

Page 22: BAB I PENDAHULUAN I

Toba seluruhnya. Sangat sederhana, mereka menemukan abu

cakrawala Toba di India, dan menemukan arkeologi sangat

mirip baik di bawah dan di atas letusan.

Berdasarkan beberapa fitur alat, Petraglia dan

rekan berspekulasi bahwa pembuat mungkin sampel yang

relatif awal manusia modern: Analisis industri

arkeologi pulih dari situs menunjukkan elemen kuat dari

kelanjutan teknologi antara sebelum dan sesudah Toba

kumpulan. Bersama dengan kehadiran teknologi bladelike

inti searah dan dua arah faceted, industri pra-dan

pasca-Toba ini menunjukkan kedekatan lebih dekat dengan

tradisi Afrika Tengah Batu Umur (seperti Howieson ini

Poort) daripada kontemporer yang Eurasian Paleolitik

Tengah yang biasanya didasarkan pada discoidal dan

teknik Levallois. Kebetulan (i) bukti hominin cukup

fleksibel untuk menunjukkan kontinuitas melalui acara

letusan besar, (ii) teknologi yang lebih mirip dengan

Zaman Batu Tengah dari Paleolitik Tengah, dan (iii)

tumpang tindih artefak usia Jwalapuram dengan akhir

sebelumnya dari tanggal perpaduan paling sering dikutip

genetik (21-23) dapat menunjukkan adanya manusia modern

Catastrophe Theory Page 22

Page 23: BAB I PENDAHULUAN I

di India pada saat acara YTT. Interpretasi ini akan

konsisten dengan rute selatan penyebaran manusia modern

dari Tanduk Afrika (24); yang terakhir, bagaimanapun,

akan tetap spekulatif sampai situs Paleolitik Tengah

lainnya di anak benua India dan Semenanjung Arab (25)

yang digali dan tanggal.

Saya cenderung untuk diskon butir (i) tentang

fleksibilitas, karena Eropa Neandertal itu tampaknya

cukup fleksibel untuk bertahan hidup zaman es dengan

ayunan dekade skala besar dari hangat ke dingin. Tetapi

sulit untuk membuat orang ke Australia dengan 50.000

tahun yang lalu kecuali mereka berada di India sebelum

itu.

Sebuah penyebaran orang MSA dari Afrika akan

menjadi twist yang menarik pada "asal-usul manusia

modern yang" masalah. Jika yang pertama "modern"

manusia di luar Afrika yang pengguna MSA, tidak ada

alasan khusus untuk menegaskan bahwa mereka berbeda

dari populasi diwakili Skhul dan Qafzeh. Kurangnya kit

teknis Paleolitik penuh di mana saja di Afrika sebelum

50.000 tahun yang lalu membuat disperal MSA terkait

Catastrophe Theory Page 23

Page 24: BAB I PENDAHULUAN I

tampak lebih kredibel. Perakitan Paleolitik di Eurasia

karena itu akan menjadi perkembangan budaya lokal,

mungkin terkait dengan perubahan biologis lebih lanjut.

II.2 Tambora Catastrophe

Gunung Tambora (atau Tomboro)

adalah sebuah stratovolcano aktif

yang terletak di pulau Sumbawa, Indonesia. Gunung ini

terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Dompu

(sebagian kaki sisi selatan sampai barat laut, dan

Kabupaten Bima (bagian lereng sisi selatan hingga barat

laut, dan kaki hingga puncak sisi timur hingga utara),

Provinsi Nusa Tenggara Barat, tepatnya pada 8°15' LS

dan 118° BT. Gunung ini terletak baik di sisi utara dan

selatan kerak oseanik. Tambora terbentuk oleh zona

subduksi di bawahnya. Hal ini meningkatkan ketinggian

Tambora sampai 4.300 m yang membuat gunung ini pernah

menjadi salah satu puncak tertinggi di Nusantara dan

mengeringkan dapur magma besar di dalam gunung ini.

Perlu waktu seabad untuk mengisi kembali dapur magma

tersebut.

Catastrophe Theory Page 24

Page 25: BAB I PENDAHULUAN I

Aktivitas vulkanik gunung berapi ini mencapai

puncaknya pada bulan April tahun 1815 ketika meletus

dalam skala tujuh pada Volcanic Explosivity Index.

Letusan tersebut menjadi letusan tebesar sejak letusan

danau Taupo pada tahun 181. Letusan gunung ini

terdengar hingga pulau Sumatra (lebih dari 2.000 km).

Abu vulkanik jatuh di Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan

Maluku. Letusan gunung ini menyebabkan kematian hingga

tidak kurang dari 71.000 orang dengan 11.000—12.000 di

antaranya terbunuh secara langsung akibat dari letusan

tersebut. Bahkan beberapa peneliti memperkirakan sampai

92.000 orang terbunuh, tetapi angka ini diragukan

karena berdasarkan atas perkiraan yang terlalu tinggi.

Lebih dari itu, letusan gunung ini menyebabkan

perubahan iklim dunia. Satu tahun berikutnya (1816)

sering disebut sebagai Tahun tanpa musim panas karena

perubahan drastis dari cuaca Amerika Utara dan Eropa

karena debu yang dihasilkan dari letusan Tambora ini.

Akibat perubahan iklim yang drastis ini banyak panen

yang gagal dan kematian ternak di Belahan Utara yang

Catastrophe Theory Page 25

Page 26: BAB I PENDAHULUAN I

menyebabkan terjadinya kelaparan terburuk pada abad ke-

19.

Selama penggalian arkeologi tahun 2004, tim

arkeolog menemukan sisa kebudayaan yang terkubur oleh

letusan tahun 1815 di kedalaman 3 meter pada endapan

piroklastik. Artifak-artifak tersebut ditemukan pada

posisi yang sama ketika terjadi letusan pada tahun

1815. Karena ciri-ciri yang serupa inilah, temuan

tersebut sering disebut sebagai Pompeii dari timur.

A. Geografi

Gunung Tambora terletak di pulau Sumbawa yang

merupakan bagian dari kepulauan Nusa Tenggara. Gunung

ini adalah bagian dari busur Sunda, tali dari kepulauan

vulkanik yang membentuk rantai selatan kepulauan

Indonesia. Tambora membentuk semenanjungnya sendiri di

pulau Sumbawa yang disebut semenanjung Sanggar. Di sisi

utara semenanjung tersebut, terdapat laut Flores, dan

di sebelah selatan terdapat teluk Saleh dengan panjang

86 km dan lebar 36 km. Pada mulut teluk Saleh, terdapat

pulau kecil yang disebut Mojo.

Catastrophe Theory Page 26

Page 27: BAB I PENDAHULUAN I

Topografi Sumbawa. KalderaTambora dapat dilihat pada

Selain seismologis dan vulkanologis yang mengamati

aktivitas gunung tersebut, gunung Tambora adalah daerah

untuk riset ilmiah arkeolog dan biologi. Gunung ini

juga menarik turis untuk mendaki gunung dan aktivitas

margasatwa. Dompu dan Bima adalah kota yang letaknya

paling dekat dengan gunung ini. Di lereng gunung

Tambora, terdapat beberapa desa. Di sebelah timur

terdapat desa Sanggar. Di sebelah barat laut, terdapat

desa Doro Peti dan desa Pesanggrahan. Di sebelah barat,

terdapat desa Calabai.

Terdapat dua jalur pendakian untuk mencapai

kaldera gunung Tambora. Rute pertama dimulai dari desa

Doro Mboha yang terletak di sisi tenggara gunung

Tambora. Rute ini mengikuti jalan beraspal melalui

perkebunan kacang mede sampai akhirnya mencapai

ketinggian 1.150 m di atas permukaan laut. Rute ini

Catastrophe Theory Page 27

Page 28: BAB I PENDAHULUAN I

berakhir di bagian selatan kaldera dengan ketinggian

1.950 m yang dapat dicapai oleh titik pertengahan jalur

pendakian. Lokasi ini biasanya digunakan sebagai kemah

untuk mengamati aktivitas vulkanik karena hanya

memerlukan waktu satu jam untuk mencapai kaldera. Rute

kedua dimulai dari desa Pancasila di sisi barat laut

gunung Tambora. Jika menggunakan rute kedua, maka

kaldera hanya dapat dicapai dengan berjalan kaki.

B. Sejarah Geologis

1) Pembentukan

Tambora terbentang 340 km di sebelah utara sistem

palung Jawa dan 180-190 km di atas zona subduksi.

Gunung ini terletak baik di sisi utara dan selatan

kerak oseanik. Gunung ini memiliki laju konvergensi

sebesar 7.8 cm per tahun. Tambora diperkirakan telah

berada di bumi sejak 57.000 BP (penanggalan radiokarbon

standar). Ketika gunung ini meninggi akibat proses

geologi di bawahnya, dapur magma yang besar ikut

terbentuk dan sekaligus mengosongkan isi magma. Pulau

Mojo pun ikut terbentuk sebagai bagian dari proses

Catastrophe Theory Page 28

Page 29: BAB I PENDAHULUAN I

geologi ini di mana teluk Saleh pada awalnya merupakan

cekungan samudera (sekitar 25.000 BP).

Menurut penyelidikan geologi, kerucut vulkanik

yang tinggi sudah terbentuk sebelum letusan tahun 1815

dengan karakteristik yang sama dengan bentuk

stratovolcano. Diameter lubang tersebut mencapai 60 km.

Lubang utama sering kali memancarkan lava yang mengalir

turun secara teratur dengan deras ke lereng yang curam.

Sejak letusan tahun 1815, pada bagian paling bawah

terdapat endapan lava dan material piroklastik. Kira-

kira 40% dari lapisan diwakili oleh 1-4 m aliran lava

tipis. Scoria tipis diproduksi oleh fragmentasi aliran

lava. Pada bagian atas, lava ditutup oleh scoria, tuff

dan bebatuan piroklastik yang mengalir ke bawah. Pada

gunung Tambora, terdapat 20 kawah. Beberapa kawah

memiliki nama, misalnya Tahe (877 m), Molo (602 m),

Kadiendinae, Kubah (1648 m) dan Doro Api Toi. Kawah

tersebut juga memproduksi aliran lava basal.

2) Sejarah Letusan

Dengan menggunakan teknik penanggalan radiokarbon,

dinyatakan bahwa gunung Tambora telah meletus tiga kali

Catastrophe Theory Page 29

Page 30: BAB I PENDAHULUAN I

sebelum letusan tahun 1815, tetapi besarnya letusan

tidak diketahui. Perkiraan tanggal letusannya ialah

tahun 3910 SM ± 200 tahun, 3050 SM dan 740 ± 150 tahun.

Ketiga letusan tersebut memiliki karakteristik letusan

yang sama. Masing-masing letusan memiliki letusan di

lubang utama, tetapi terdapat pengecualian untuk

letusan ketiga. Pada letusan ketiga, tidak terdapat

aliran piroklastik.

Pada tahun 1812, gunung Tambora menjadi lebih

aktif, dengan puncak letusannya terjadi pada bulan

April tahun 1815. Besar letusan ini masuk ke dalam

skala tujuh Volcanic Explosivity Index (VEI), dengan

jumlah semburan tefrit sebesar 1.6 × 1011 meter kubik.

Karakteristik letusannya termasuk letusan di lubang

utama, aliran piroklastik, korban jiwa, kerusakan tanah

dan lahan, tsunami dan runtuhnya kaldera. Letusan

ketiga ini memengaruhi iklim global dalam waktu yang

lama. Aktivitas Tambora setelah letusan tersebut baru

berhenti pada tanggal 15 Juli 1815. Aktivitas

selanjutnya kemudian terjadi pada bulan Agustus tahun

1819 dengan adanya letusan-letusan kecil dengan api dan

Catastrophe Theory Page 30

Page 31: BAB I PENDAHULUAN I

bunyi gemuruh disertai gempa susulan yang dianggap

sebagai bagian dari letusan tahun 1815. Letusan ini

masuk dalam skala kedua pada skala VEI. Sekitar tahun

1880 ± 30 tahun, Tambora kembali meletus, tetapi hanya

di dalam kaldera. Letusan ini membuat aliran lava kecil

dan ekstrusi kubah lava, yang kemudian membentuk kawah

baru bernama Doro Api Toi di dalam kaldera.

Gunung Tambora masih berstatus aktif. Kubah lava

kecil dan aliran lava masih terjadi pada lantai kaldera

pada abad ke-19 dan abad ke-20. Letusan terakhir

terjadi pada tahun 1967, yang disertai dengan gempa dan

terukur pada skala 0 VEI, yang berarti letusan terjadi

tanpa disertai dengan ledakan.

C. Letusan Tahun 1815

1) Kronologi Letusan

Gunung Tambora mengalami ketidakaktifan selama

beberapa abad sebelum tahun 1815, dikenal dengan nama

gunung berapi "tidur", yang merupakan hasil dari

pendinginan hydrous magma di dalam dapur magma yang

tertutup. Di dalam dapur magma dalam kedalaman sekitar

1,5-4,5 km, larutan padat dari cairan magma bertekanan

Catastrophe Theory Page 31

Page 32: BAB I PENDAHULUAN I

tinggi terbentuk pada saat pendinginan dan kristalisasi

magma. Tekanan di kamar makma sekitar 4-5 kbar muncul

dan temperatur sebesar 700 °C-850 °C.

Pada tahun 1812, kaldera gunung Tambora mulai

bergemuruh dan menghasilkan awan hitam. Pada tanggal 5

April 1815, letusan terjadi, diikuti dengan suara guruh

yang terdengar di Makassar, Sulawesi (380 km dari

gunung Tambora), Batavia (kini Jakarta) di pulau Jawa

(1.260 km dari gunung Tambora), dan Ternate di Maluku

(1400 km dari gunung Tambora). Suara guruh ini

terdengar sampai ke pulau Sumatera pada tanggal 10-11

April 1815 (lebih dari 2.600 km dari gunung Tambora)

yang awalnya dianggap sebagai suara tembakan senapan.

Pada pagi hari tanggal 6 April 1815, abu vulkanik mulai

jatuh di Jawa Timur dengan suara guruh terdengar sampai

tanggal 10 April 1815.

Pada pukul 7:00 malam tanggal 10 April, letusan

gunung ini semakin kuat. Tiga lajur api terpancar dan

bergabung. Seluruh pegunungan berubah menjadi aliran

besar api. Batuan apung dengan diameter 20 cm mulai

menghujani pada pukul 8:00 malam, diikuti dengan abu

Catastrophe Theory Page 32

Page 33: BAB I PENDAHULUAN I

pada pukul 9:00-10:00 malam. Aliran piroklastik panas

mengalir turun menuju laut di seluruh sisi semenanjung,

memusnahkan desa Tambora. Ledakan besar terdengar

sampai sore tanggal 11 April. Abu menyebar sampai Jawa

Barat dan Sulawesi Selatan. Bau "nitrat" tercium di

Batavia dan hujan besar yang disertai dengan abu tefrit

jatuh, akhirnya reda antara tangal 11 dan 17 April

1815.

Daerah yang diperkirakan terkena abu letusanTambora tahun 1815. Daerah merah menunjukanketebalan abu vulkanik. Abu tersebut mencapai

Letusan tersebut masuk dalam skala tujuh pada

skala Volcanic Explosivity Index. Letusan ini empat

kali lebih kuat daripada letusan gunung Krakatau tahun

1883. Diperkirakan 100 km³ piroklastik trakiandesit

dikeluarkan, dengan perkiraan massa 1,4×1014 kg. Hal

ini meninggalkan kaldera dengan ukuran 6–7 km dan

kedalaman 600–700 m. Massa jenis abu yang jatuh di

Catastrophe Theory Page 33

Page 34: BAB I PENDAHULUAN I

Makassar sebesar 636 kg/m². Sebelum letusan, gunung

Tambora memiliki ketinggian kira-kira 4.300 m, salah

satu puncak tertinggi di Indonesia. Setelah letusan,

tinggi gunung ini hanya setinggi 2.851 m.

Letusan Tambora tahun 1815 adalah letusan terbesar

dalam sejarah. Letusan gunung ini terdengar sejauh

2.600 km, dan abu jatuh setidaknya sejauh 1.300 km.

Kegelapan terlihat sejauh 600 km dari puncak gunung

selama lebih dari dua hari. Aliran piroklastik menyebar

setidaknya 20 km dari puncak.

2) Akibat

Semua tumbuh-tumbuhan di pulau hancur. Pohon yang

tumbang bercampur dengan abu batu apung masuk ke laut

dan membentuk rakit dengan jarak lintas melebihi 5 km.

Rakit batu apung lainnya ditemukan di Samudra Hindia,

di dekat Kolkata pada tanggal 1 dan 3 Oktober 1815.

Awan dengan abu tebal masih menyelimuti puncak pada

tanggal 23 April. Ledakan berhenti pada tanggal 15

Juli, walaupun emisi asap masih terlihat pada tanggal

23 Agustus. Api dan gempa susulan dilaporkan terjadi

Catastrophe Theory Page 34

Page 35: BAB I PENDAHULUAN I

pada bulan Agustus tahun 1819, empat tahun setelah

letusan.

Tsunami besar menyerang pantai beberapa pulau di

Indonesia pada tanggal 10 April, dengan ketinggian di

atas 4 m di Sanggar pada pukul 10:00 malam. Tsunami

setinggi 1–2 m dilaporkan terjadi di Besuki, Jawa Timur

sebelum tengah malam dan tsunami setinggi 2 m terjadi

di Maluku.

Tinggi asap letusan mencapai stratosfer, dengan

ketinggian lebih dari 43 km. Partikel abu jatuh 1

sampai 2 minggu setelah letusan, tetapi terdapat

partikel abu yang tetap berada di atmosfer bumi selama

beberapa bulan sampai beberapa tahun pada ketinggian

10–30 km. Angin bujur menyebarkan partikel tersebut di

sekeliling dunia, membuat terjadinya fenomena. Matahari

terbenam yang berwarna dan senja terlihat di London,

Inggris antara tanggal 28 Juni dan 2 Juli 1815 dan 3

September dan 7 Oktober 1815. Pancaran cahaya langit

senja muncul berwarna orange atau merah di dekat ufuk

langit dan ungu atau merah muda di atas.

Catastrophe Theory Page 35

Page 36: BAB I PENDAHULUAN I

Perkiraan kematian bervariasi, tergantung dari

sumber yang ada. Zollinger (1855) memperkirakan 10.000

orang meninggal karena aliran piroklastik. Di pulau

Sumbawa, terdapat 38.000 kematian karena kelaparan, dan

10.000 lainnya karena penyakit dan kelaparan di pulau

Lombok. Petroeschevsky (1949) memperkirakan sekitar

48.000 dan 44.000 orang terbunuh di Sumbawa dan Lombok.

Beberapa pengarang menggunakan figur Petroeschevsky,

seperti Stothers (1984), yang menyatakan jumlah

kematian sebesar 88.000 jiwa. Tanguy (1998) mengklaim

figur Petroeschevsky tidak dapat ditemukan dan

berdasarkan referensi yang tidak dapat dilacak. Tanguy

merevisi jumlah kematian berdasarkan dua sumber, sumber

dari Zollinger, yang menghabiskan beberapa bulan di

Sumbawa setelah letusan dan catatan Raffles. Tanguy

menunjukan bahwa terdapat banyak korban di Bali dan

Jawa Timur karena penyakit dan kelaparan. Diperkirakan

11.000 meninggal karena pengaruh gunung berapi langsung

dan 49.000 oleh penyakit epidemi dan kelaparan setelah

letusan. Oppenheimer (2003) menyatakan jumlah kematian

lebih dari 71.000 jiwa seperti yang terlihat di tabel.

Catastrophe Theory Page 36

Page 37: BAB I PENDAHULUAN I

Perbandingan letusan gunung Tambora dan letusan gunung

lainnya

Letusan Tahun

Tinggiasap(km)

 VEI 

Perubahan musimpanas Belahan

bumi utara (°C)

Kematian

Taupo 181 51 7  ? tidak diketahui

Baekdu 969 25 6–7  ?  ?Kuwae 1452  ? 6 −0,5  ?Huaynaputina

1600 46 6 −0,8 ≈1400

Tambora 1815 43 7 −0,5 > 71.000Krakatau 1883 25 6 −0,3 36.600Santamaría 1902 34 6 tidak terdapat

perubahan7.000-13.000

Katmai 1912 32 6 −0,4 2Gunung St. Helens

1980 19 5 tidak terdapatperubahan

57

El Chichón 1982 32 4–5  ? > 2.000Nevado del Ruiz

1985 27 3 tidak terdapatperubahan

23.000

Pinatubo 1991 34 6 −0,5 1202Sumber: Oppenheimer (2003), dan Smithsonian Global Volcanism

Program untuk VEI.

3) Pengaruh Global

Letusan gunung Tambora tahun

1815 mengeluarkan sulfur ke

stratosfer, menyebabkan

penyimpangan iklim global. Metode

berbeda telah memperkirakan

banyaknya sulfur yang dikeluarkan

Catastrophe Theory Page 37

nsentrasi sulfat di inti es dari Tanah Hijau tengah, tarikh tahun dihitung dengan variasi isotop oksigen musiman.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN I

selama letusan: metode petrologi, sebuah pengukuran

berdasarkan pengamatan anatomi, dan metode konsentrasi

sulfat inti es, menggunakan es dari Tanah Hijau dan

Antartika. Perkiraan beragam tergantung dari metode,

antara 10 Tg S hingga 120 Tg S.

Pada musim semi dan musim panas tahun 1816, sebuah

kabut kering terlihat di timur laut Amerika Serikat.

Kabut tersebut memerahkan dan mengurangi cahaya

matahari, seperti bintik pada matahari yang terlihat

dengan mata telanjang. Baik angin atau hujan tidak

dapat menghilangkan "kabut" tersebut. "Kabut" tersebut

diidentifikasikan sebagai kabut aerosol sulfat

stratosfer. Pada musim panas tahun 1816, negara di

Belahan Utara menderita karena kondisi cuaca yang

berubah, disebut sebagai Tahun tanpa musim panas.

Temperatur normal dunia berkurang sekitar 0,4-0,7 °C,

cukup untuk menyebabkan permasalahan pertanian di

dunia. Pada tanggal 4 Juni 1816, cuaca penuh es

dilaporkan di Connecticut, dan dan pada hari

berikutnya, hampir seluruh New England digenggam oleh

dingin. Pada tanggal 6 Juni 1816, salju turun di

Catastrophe Theory Page 38

Page 39: BAB I PENDAHULUAN I

Albany, New York, dan Dennysville, Maine. Kondisi

serupa muncul untuk setidaknya tiga bulan dan

menyebabkan gagal panen di Amerika Utara. Kanada

mengalami musim panas yang sangat dingin. Salju setebal

30 cm terhimpun didekat Kota Quebec dari tanggal 6

sampai 10 Juni 1816.

1816 adalah tahun terdingin kedua di Belahan Bumi

Utara sejak tahun 1400 Masehi, setelah letusan gunung

Huaynaputina di Peru tahun 1600. Tahun 1810-an adalah

dekade terdingin dalam rekor sebagai hasil dari letusan

Tambora tahun 1815 dan lainnya menduga letusan terjadi

antara tahun 1809 dan tahun 1810. Perubahan temperatur

permukaan selama musim panas tahun 1816, 1817 dan tahun

1818 sebesar -0,51, -0,44 dan -0,29 °C, dan juga musim

panas yang lebih dingin, bagian dari Eropa mengalami

badai salju yang lebih deras.

Dampak terparah dialami Irlandia. Di sana curah

hujan dingin terjadi hampir sepanjang musim panas.

Sekitar 65.000 orang mati kelaparan dan terkena wabah

tipus. Wabah ini lalu menyebar ke Eropa dan menewaskan

200.000 orang.

Catastrophe Theory Page 39

Page 40: BAB I PENDAHULUAN I

Letusan Gunung Tambora memang tragis. Letusan itu

melenyapkan ratusan ribu manusia, baik mereka yang

terkena dampak langsung maupun tak langsung. Kisah

memilukan ini sesuai dengan nama Tambora yang berasal

dari dua kata; ta dan mbora yang berarti ajakan

menghilang.

Perubahan iklim disalahkan sebagai penyebab wabah

tifus di Eropa Tenggara dan Laut Tengah bagian timur di

antara tahun 1816 dan tahun 1819. Banyak ternak

meninggal di New England selama musim dingin tahun

1816-1817. Suhu udara yang dingin dan hujan besar

menyebabkan gagal panen di Kepulauan Britania.

Keluarga-keluarga di Wales mengungsi dan mengemis untuk

makanan. Kelaparan merata di Irlandia utara dan barat

daya karena gandum, haver dan kentang mengalami gagal

panen. Krisis terjadi di Jerman, harga makanan naik

dengan tajam. Akibat kenaikan harga yang tidak

diketahui menyebabkan terjadinya demonstrasi di depan

pasar dan toko roti yang diikuti dengan kerusuhan,

pembakaran rumah dan perampokan yang terjadi di banyak

Catastrophe Theory Page 40

Page 41: BAB I PENDAHULUAN I

kota-kota di Eropa. Ini adalah kelaparan terburuk yang

terjadi pada abad ke-19.

D. Ekosistem

Tim penelitian yang dipimpin oleh ahli botani

Swiss, Heinrich Zollinger, tiba di pulau Sumbawa tahun

1847. Misi Zollinger adalah untuk mempelajari letusan

dan pengaruhnya terhadap ekosistem lokal. Ia adalah

orang pertama yang memanjat ke puncak gunung Tambora

setelah letusan gunung tersebut. Gunung tersebut masih

tertutup oleh asap. Ketika Zollinger memanjat, kakinya

tenggelam beberapa kali melalui kerak permukaan tipis

menuju lapisan hangat yang seperti sulfur. Beberapa

tumbuh-tumbuhan kembali tumbuh dan beberapa pohon

diamati di lereng yang lebih rendah. Hutan Casuarina

dicatat pada 2.200-2.550 m. Beberapa Imperata

cylindrica juga dapat ditemukan.

Penduduk mulai tinggal di gunung Tambora pada

tahun 1907. Penanaman kopi dimulai pada tahun 1930-an

di lereng bagian barat laut gunung Tambora, di desa

Pekat. Hutan hujan yang disebut Duabangga moluccana

telah tumbuh dengan ketinggian 1.000-2.800 m. Penanaman

Catastrophe Theory Page 41

Page 42: BAB I PENDAHULUAN I

tersebut mencakupi daerah seluas 80.000 hektare

(800 km²). Hutan hujan ditemukan oleh tim Belanda,

dipimpin oleh Koster dan De Voogd tahun 1933. Mereka

memulai perjalanan di "daerah hampir tandus, kering dan

panas" dan mereka memasuki "hutam hebat" dengan

"raksasa hutan yang besar dan megah". Pada ketinggian

1.100 m, mereka memasuki hutan montane. Pada ketinggian

1.800 m , mereka menemukan Dodonaea viscosa yang

didominasi oleh pohon Casuarina. Di puncak, mereka

menemukan sedikit Anaphalis viscida dan Wahlenbergia.

56 spesies burung ditemukan tahun 1896, termasuk

Crested White-eye. 12 spesies lainnya ditemukan pada

tahun 1981. Beberapa penelitian ahli ilmu hewan

menemukan spesies burung lainnya di gunung,

menghasilkan ditemukannya lebih dari 90 spesies burung.

Kakatua-kecil Jambul-kuning, Murai Asia, Tiong Emas,

Ayam hutan Hijau dan Perkici Pelangi diburu untuk

dijual dan dipelihara oleh penduduk setempat. Gosong

berkaki-jingga diburu untuk dimakan. Eksploitasi burung

menyebabkan berkurangnya populasi burung. Yellow-

crested Cockatoo hampir punah di pulau Sumbawa.

Catastrophe Theory Page 42

Page 43: BAB I PENDAHULUAN I

Sejak tahun 1972, perusahaan penebangan komersial

telah beroperasi di daerah ini, yang menyebabkan

ancaman terhadap hutan hujan. Perusahaan penebangan

memegang izin untuk menebang kayu di daerah seluas

20.000 hektare (200 km²), atau 25% dari jumlah luas

daerah. Bagian hutan hujan lainnya digunakan untuk

berburu. Di antara tanah berburu dan tanah penebangan,

terdapat cagar alam, temat rusa, kerbau, babi hutan,

kelelawar, rubah terbang, dan berbagai spesies reptil

dan burung dapat ditemukan.

E. Pasca Letusan

Populasi Indonesia meningkat dengan cepat sejak

letusan tahun 1815. Pada tahun 2006, populasi Indonesia

telah mencapai 222 juta jiwa, dan 130 juta penduduk

berada di pulau Jawa dan Bali. Sebuah letusan gunung

berapi sebesar letusan Tambora tahun 1815 akan

menyebabkan kematian yang lebih besar, sehingga

aktivitas vulkanik di Indonesia terus diamati, termasuk

gunung Tambora.

Aktivitas seismologi di Indonesia diamati oleh

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

Catastrophe Theory Page 43

Page 44: BAB I PENDAHULUAN I

Indonesia. Pos pengamatan untuk gunung Tambora terletak

di desa Doro Peti. Mereka memfokuskan aktivitas seismik

dan tektonik dengan menggunakan seismometer. Sejak

letusan tahun 1880, tidak terdapat peningkatan

aktivitas seismik. Pengamatan terus dilakukan di dalam

kaldera, terutama di kawah Doro Api Toi.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

telah menegaskan peta mitigasi bahaya gunung Tambora.

Dua zona yang dinyatakan adalah zona bahaya dan zona

waspada. Zona bahaya adalah daerah yang secara langsung

terpengaruh oleh letusan: aliran piroklastik, aliran

lava dan jatuhnya piroklastik lainnya. Daerah ini,

termasuk kaldera dan sekelilingnya, meliputi daerah

seluas 58,7 km². Orang dilarang tinggal di zona

berbahaya. Zona waspada termasuk daerah yang mungkin

dapat secara langsung terpengaruh oleh letusan: aliran

lahar dan batuan apung lainnya. Luas dari daerah

waspada sebesar 185 km², termasuk desa Pasanggrahan,

Doro Peti, Rao, Labuan Kenanga, Gubu Ponda, Kawindana

Toi dan Hoddo. Sungai yang disebut sungai Guwu yang

Catastrophe Theory Page 44

Page 45: BAB I PENDAHULUAN I

terletak di bagian selatan dan barat laut gunung

Tambora juga dimasukan kedalam zona waspada.

II.3 Krakatau Catastrophe

Catastrophe Theory Page 45

Page 46: BAB I PENDAHULUAN I

Catastrophe Theory Page 46

Page 47: BAB I PENDAHULUAN I

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

III.2 Saran

Catastrophe Theory Page 47

Page 48: BAB I PENDAHULUAN I

DAFTAR PUSTAKA

Catastrophe Theory Page 48