Top Banner
BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Dalam mewujudkan manusia yang mempunyai sikap dan prilaku baik serta berilmu, dunia pendidikan tidak bisa lepas dari manusia tersebut. Pendidikan tersebut mulai dari pendidikan anak usia dini (TK), pendidikan Sekolah Dasar, Pendidikan di SMP serta pendidikan lainnya yang setara atau yang lebih tinggi. Untuk itu undang-undang ikut serta dalam mengatur pendidikan itu yang terdapat dalam UU No 20 tahun 2003. Bagaimanakan mengimplementasikan pendidikan berdasarkan undang- undang tersebut?. Makalah ini akan mencoba membahas permasalahan tersebut. II. MASALAH a) Bagaimana pendidikan menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003 b) Bagaimana Karakter pendidikan menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003 c) Bagaimana Peran & Tugas Guru menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003 III. TUJUAN & DAN MANFAAT Dibuatnya makalah ini adalah untuk menambah wawasan kita tentang implementasi pendidikan menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003. Serta pembaca dapat memahami dan bagaimana mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari BAB I PEMBAHASAN : IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MENURUT UUD 20 TAHUN 2003 A. Pendidikan Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS Dalam perspektif teoritik, pendidikan seringkali diartikan dan dimaknai orang secara beragam, bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang dipegangnya. Terjadinya perbedaan penafsiran pendidikan dalam konteks akademik merupakan sesuatu yang lumrah, bahkan dapat semakin memperkaya khazanah berfikir manusia dan bermanfaat untuk pengembangan teori itu sendiri. Tetapi untuk kepentingan kebijakan nasional, seyogyanya pendidikan dapat dirumuskan secara jelas dan mudah dipahami oleh semua pihak yang terkait dengan pendidikan, sehingga setiap orang dapat mengimplementasikan secara tepat dan benar dalam setiap praktik pendidikan. Untuk mengetahui definisi pendidikan dalam perspektif kebijakan, kita telah memiliki rumusan formal dan operasional, sebagaimana termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, yakni:
26

BAB I PENDAHULUAN I

Feb 17, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN I

BAB IPENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANGDalam mewujudkan manusia yang mempunyai sikap dan prilaku baik serta berilmu, dunia pendidikan tidak bisa lepas dari manusia tersebut. Pendidikan tersebut mulai dari pendidikan anak usia dini (TK), pendidikan Sekolah Dasar, Pendidikan di SMP serta pendidikan lainnya yang setara atau yang lebih tinggi. Untuk itu undang-undang ikut serta dalam mengatur pendidikan itu yang terdapat dalam UU No 20 tahun 2003. Bagaimanakan mengimplementasikan pendidikan berdasarkan undang- undang tersebut?. Makalah ini akan mencoba membahas permasalahan tersebut.

II. MASALAH

a) Bagaimana pendidikan menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003b) Bagaimana Karakter pendidikan menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003c) Bagaimana Peran & Tugas Guru menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003

III. TUJUAN & DAN MANFAAT

Dibuatnya makalah ini adalah untuk menambah wawasan kita tentang implementasi pendidikan menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003. Serta pembaca dapat memahami dan bagaimana mengimplementasikannya dalam kehidupansehari-hari 

BAB IPEMBAHASAN :

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MENURUT UUD 20 TAHUN 2003A. Pendidikan Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS

Dalam  perspektif  teoritik,  pendidikan  seringkali  diartikan  dandimaknai orang secara beragam,  bergantung pada sudut pandang masing-masingdan  teori  yang  dipegangnya.  Terjadinya perbedaan  penafsiranpendidikan  dalam  konteks  akademik merupakan  sesuatu  yang  lumrah,bahkan  dapat  semakin memperkaya  khazanah  berfikir  manusia  danbermanfaat  untuk pengembangan teori itu sendiri.

Tetapi untuk kepentingan kebijakan nasional, seyogyanya pendidikan dapatdirumuskan secara  jelas  dan  mudah dipahami  oleh  semua  pihak  yangterkait  dengan  pendidikan, sehingga setiap orang dapatmengimplementasikan secara tepat dan benar dalam setiap praktik pendidikan.

Untuk mengetahui  definisi pendidikan dalam perspektif kebijakan, kitatelah memiliki rumusan formal dan   operasional, sebagaimana termaktubdalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, yakni:

Page 2: BAB I PENDAHULUAN I

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar  dan proses  pembelajaran  agar  peserta  didik  secara  aktif mengembangkan  potensi  dirinya  untuk memiliki  kekuatan  spiritual keagamaan,  pengendalian  diri,  kepribadian,  kecerdasan,  akhlak  mulia, serta  keterampilan  yang  diperlukan  dirinya,  masyarakat,  bangsa  dan negara.

Berdasarkan  definisi  di  atas, saya  menemukan  3  (tiga)  pokok  pikiranutama  yang terkandung di dalamnya, yaitu: (1) usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya; dan  (3)  memiliki  kekuatanspiritual  keagamaan,  pengendalian  diri,  kepribadian, kecerdasan,akhlak  mulia,  serta  keterampilan  yang  diperlukan  dirinya,masyarakat, bangsa  dan  negara.  Di  bawah  ini  akan  dipaparkan  secarasingkat  ketiga  pokok  pikiran tersebut.1. Usaha sadar dan terencana.Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana menunjukkan  bahwa  pendidikanadalah sebuah proses yang disengaja dan dipikirkan secara matang (proses kerja intelektual). Oleh  karena  itu,  di  setiap  level manapun, kegiatanpendidikan  harus  disadari dan direncanakan,  baik  dalam  tataran  nasional  (makroskopik),    regional/provinsi dan kabupaten kota (messoskopik), institusional/sekolah (mikroskopik) maupun  operasional (proses pembelajaran  oleh guru).

Berkenaan dengan pembelajaran (pendidikan dalam arti terbatas),  pada dasarnya setiap kegiatan  pembelajaran pun harus direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diisyaratkan dalam Permendiknas  RI No. 41 Tahun  2007.Menurut  Permediknas  ini  bahwa perencanaan proses pembelajaran meliputi penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuatidentitas mata  pelajaran,  standar  kompetensi (SK), kompetensi  dasar(KD), indikator pencapaian  kompetensi,  tujuan pembelajaran,  materi ajar,alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.2. Mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinyaPada pokok pikiran yang kedua ini saya melihat adanya pengerucutan istilah pendidikan menjadi pembelajaran. Jika dilihat secara sepintas mungkin seolah-olah pendidikan lebih dimaknai dalam setting pendidikan formal semata (persekolahan). Terlepas dari benar-tidaknya pengerucutan makna ini,pada pokok pikiran kedua ini, saya menangkap pesan bahwa  pendidikan yang dikehendaki adalah pendidikan yang bercorak pengembangan (developmental)dan  humanis,  yaitu  berusaha  mengembangkan  segenap  potensi  didik, bukan bercorak pembentukan yang bergaya behavioristik.  Selain itu, saya juga  melihat ada  dua  kegiatan  (operasi)  utama  dalam  pendidikan:  (a)mewujudkan    suasana belajar, dan (b) mewujudkan  proses pembelajaran.

a. Mewujudkan  suasana  belajarBerbicara tentang  mewujudkan suasana pembelajaran, tidak dapat dilepaskan dari upaya menciptakan lingkungan belajar,  diantaranya  mencakup: (a)lingkungan fisik, seperti:

Page 3: BAB I PENDAHULUAN I

bangunan  sekolah,  ruang  kelas,  ruang  perpustakaan,  ruang  kepalasekolah,  ruang  guru, ruang BK, taman sekolah dan lingkungan fisik lainnya; dan (b) lingkungan sosio-psikologis (iklim dan budaya belajar/akademik), seperti: komitmen, kerja sama, ekspektasi prestasi, kreativitas, toleransi, kenyamanan, kebahagiaan dan aspek-aspek sosio–emosional lainnya, lainnya yang memungkinkan peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar.Baik lingkungan  fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, keduanya didesanagar peserta didik  dapat  secara  aktif    mengembangkan  segenappotensinya.  Dalam  konteks pembelajaran yang dilakukan guru, di sini tampak jelas bahwa keterampilan guru  dalam mengelola  kelas  (classroom management)  menjadi  amat  penting.  Dan  di  sini  pula, tampak bahwa peran guru lebih diutamakan sebagai fasilitator  belajar siswa .

b. Mewujudkan  proses pembelajaranUpaya mewujudkan  suasana pembelajaran  lebih ditekankan untuk menciptakankondisi dan pra kondisi agar siswa belajar, sedangkan proses pembelajaran lebih mengutamakan pada upaya bagaimana mencapai tujuan-tujuan pembelajaranatau kompetensi  siswa.Dalam  konteks  pembelajaran  yang  dilakukan  guru,  maka  guru  dituntut untuk  dapat mengelola  pembelajaran  (learning  management),  yangmencakup  perencanaan, pelaksanaan,  dan  penilaian    pembelajaran  (lihatPermendiknas  RI    No.  41  Tahun 2007 tentang Standar Proses). Di sini, guru lebih berperan sebagai agen pembelajaran (Lihat penjelasan PP 19 tahun2005), tetapi dalam hal ini saya lebih suka menggunakan istilah manajerpembelajaran,  dimana  guru  bertindak    sebagai  seorang planner, organizer dan evaluator pembelajaran).Sama  seperti  dalam  mewujudkan  suasana  pembelajaran,    prosespembelajaran  pun seyogyanya    didesain  agar  peserta  didik  dapatsecara  aktif    mengembangkan  segenap potensi yang dimilikinya, dengan mengedepankan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered) dalam bingkai model dan strategi  pembelajaran aktif (active learning), ditopang oleh peran guru sebagai fasilitator  belajar.

3. Memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,  akhlak  mulia,  serta  keterampilan  yang  diperlukandirinya, masyarakat, bangsa dan negara.Pokok pikiran yang ketiga ini, selain merupakan bagian dari definisi pendidikan sekaligus menggambarkan  pula  tujuan pendidikan nasional kita ,yang  menurut hemat saya sudah demikian  lengkap.  Di  sana  terteratujuan  yang berdimensi  ke-Tuhan-an,  pribadi, dan sosial. Artinya, pendidikan yang dikehendaki bukanlah pendidikan sekuler, bukan pendidikan individualistik, dan bukan pula pendidikan sosialistik, tetapi pendidikan yang mencari keseimbangan  diantara ketiga dimensi tersebut.Jika  belakangan  ini  gencar  disosialisasikan  pendidikan  karakter,dengan  melihat  pokok pikiran yang ketiga dari definisi pendidikan ini maka sesungguhnya pendidikan karakter sudah implisit dalam pendidikan, jadibukanlah sesuatu yang baru.Selanjutnya tujuan-tujuan   tersebut  dijabarkan  ke  dalam  tujuan-tujuanpendidikan    di bawahnya  (tujuan  level  messo  dan  mikro)  dandioperasionalkan  melalui  tujuan pembelajaran  yang    dilaksanakan  oleh

Page 4: BAB I PENDAHULUAN I

guru  dalam  proses  pembelajaran.  Ketercapaian tujuan – tujuan  pada tataran operasional  memiliki arti yang strategis  bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional.Berdasarkan  uraian di atas,  kita melihat bahwa dalam definisi pendidikan yang  tertuang dalam  UU No.  20  Tahun  2003,  tampaknya tidak  hanyasekedar menggambarkan  apa pendidikan itu,  tetapi memiliki makna dan implikasi yang luas tentang  siapa sesunguhnya pendidik itu, siapa  pesertadidik (siswa) itu, bagaimana seharusnya mendidik, dan apa yang ingin dicapai oleh pendidikan.

B. KARAKTER PENDIDIKAN MENURUT UNDANG UNDANG NO 20 TAHUN 2003

Pendidikan karakter belakangan ini sering disebut-sebut lagi. Banyak kalangan yang mensosialisasikannya, seperti sesuatu yang baru. Namun setelah dipahami defenisi pendidikan dalam UU nomor 20 tahun 2003, pendidikan itu sudah mencakup pendidikan karakter yang kini kembali disebut-sebut.

Menurut UU nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Jika dipahami lebih jauh, dalam UU ini sudah mencakup pendidikan karekter. Misalnya pada bagian kalimat terakhir dari defenisi pendidikan dalam UU tentang SISDIKNAS ini, yaitu memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Selain bagian dari defenisi pendidikan di Indonesia, bagian kalimat tersebut juga menggambarkantujuan pendidikan yang mencakup tiga dimensi. Yaitu dimensi ketuhanan, pribadi dan sosial. Artinya, pendidikan bukan diarahkan pada pendidikan yang sekuler, bukan pada pendidikan individualistik, dan bukan pula pada pendidikan sosialistik. Tapi dari defenisi pendidikan ini, pendidikan yang diarahkan di Indonesia itu adalah pendidikan mencari keseimbangan antara ketuhanan, individu dan sosial.

Dimesi ketuhanan yang menjadi tujuan pendidikan ini tak menjadikan pendidikan menjadi pendidikan yang sekuler. Karena dalam pendidikan sekuler, agama hanya akan dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran tanpamenjadikannya dasar dari ilmu yang dipelajari.

Namun terkadang kita bangga melihat corak dan karakteristik pendidikan Barat yang unik dan maju. Tetapi tidak bisa mengesampingkan kebobrokan moral dan etika yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan sosial manusia yang agung. Dan juga menghilangkan fitrah asal manusia itu sendiri. Seperti

Page 5: BAB I PENDAHULUAN I

teori Darwin. Jadi pendidikan di Indonesia tidak memisahkan antara agama dan pendidikan, namun keduanya disandingkan untuk mencapai generasi yang berotak Jerman dan berhati Mekkah. Sehingga generasi yang terbentuk itu tidak menjunjung tinggi nilai-nilai materialistik saja. Dengan menjadikan agama sebagai landasasan, generasi Indonesia menjadi generasi mempunyai karakterisitik sendiri sebagaimana yang sering disebut dalam pendidikan karakter.

Jadi dalam pendidikan di Indonesia, beranjak dari UU no 20 tahun 2003, pendidikan yang mencakup dimensi ketuhanan akan menjadikan agama sebagai landasan. Bukan memisahkan antara keduanya. Karena ketika keduanya dipisahkan, bagaimana tidak generasi yang dihasilkan itu adalah generasi muda yang berkepribadian ganda dan berprilaku buruk. Dan ini menjadi salah satu jalan pembentukan karakter bagi generasi muda Indonesia.

Kemudian pendidikan juga tidak mengajarkan pada pendidikan individualistik,yaitu pendidikan yang mengunggulkan diri sendiri namun hanya untuk kepentingan diri sendiri. Seperti yang disebutkan dalam UU no 20 tahun 2003, pendidikan sebagai usaha sadar agar peserta didik mengembangkan potensinya dalam pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan akhlak mulia. Empat itu menjadi landasan kedua setelah potensi spiritualkeagamaan. Ketika peserta didik melakukan usaha belajarnya dalam situasi tanpa landasan, menjadi jalan bagi peserta didik berfokus pada pengumpulan harta benda demi memuaskan diri sendiri. Tanpa pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan akhlak mulian, peserta didik yang dihasilkan adalah manusia yang unggul secara individualistik. Unggul secara individualistik menjadikan mereka rakus, dan menjadi manusia yang mempunyaikeberanian membunuh sesama demi mendapatkan apa yang diinginkannya.

Pendidikan Indonesia juga tidak berupa pendidikan sosialistik yang menempatkan pendidikan sebagai layanan publik dan membebankan tanggung jawab penyedian-pembiayaan pendidikan kepada negara.Menurut UU no 20 tahun 2003, pendidikan itu usaha sadar untuk mengembangkanpotensi keterampilan peserta didik dalam hal keterampilan yang diperlukan diri peserta didik, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan keterampilan yangdiberikan kepada peserta didik, peserta didik dapat mengembangkan diri dengan petensi tersebut. Ketika keterampilan ini benar-benar tercapai, tak ada lagi manusia yang membebankan manusia lain. Masing-masingnya punya keterampilan, maka dengan keterampilan masing-masing, masing-masing individu berpeluang mengembangkan dirinya. Jadi tidak membebankan semuanya pada negara. Bukan sekuler, bukan individualistik dan bukan sosialistik, namun penyeimbangan dari ketiganya.Pendidikan dalam UU no 20 tahun 2003 itu adalah mengembangkan potensi peserta didik yang menjadikan agama sebagai landasan utama hidupnya, tidak mementingkan kepentingan sendiri dan memiliki keterampilan yang berguna untuk dirinya dan orang-orang sekitarnya.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN I

C. PERAN DAN FUNGSI GURU MENURUT UNDANG UNDANG NO. 20 TAHUN 2003

Menurut Undang Undang No. 20 Tahun 2003 dan Undang Undang No. 14 Tahun 2005peran guru adalah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih, penilai dan pengevaluasi dari peserta didik.1)  Guru Sebagai PendidikGuru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu guru harus mempunyai standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggungjawab, wibawa, mandiri dan disiplin.Guru harus memahami nilai-nilai, norma moral dan sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap tindakannya dalam proses pembelajaran di sekolah.Sebagai pendidik guru harus berani mengambil keputusan secara mandiri berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik dan lingkungan.

2)  Guru Sebagai PengajarDi dalam tugasnya, guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untukmempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi dan memahami materi standar yang dipelajari. Guru sebagai pengajar, harus terusmengikuti perkembangan teknologi, sehinga apa yang disampaikan kepada peserta didik merupakan hal-hal yang uptodate dan tidak ketinggalan jaman.Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang bertugas menyampaikan materi pembelajaran menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar. Hal itu dimungkinkan karena perkembangan teknologi menimbulkan banyak buku dengan harga relatif murah dan peserta didik dapat belajar melalui internet dengan tanpa batasan waktu dan ruang, belajar melalui televisi, radio dan surat kabar yang setiap saat hadir di hadapan kita.Derasnya arus informasi, serta cepatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan telah memunculkan pertanyaan terhadap tugas guru sebagai pengajar. Masihkah guru diperlukan mengajar di depan kelas seorang diri ?, menginformasikan, menerangkan dan menjelaskan. Untuk itu guru harus senantiasa mengembangkan profesinya secara profesional, sehingga tugas dan peran guru sebagai pengajar masih tetap diperlukan sepanjang hayat.3)  Guru Sebagai PembimbingGuru sebagai pembimbing dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya yang bertanggungjawab. Sebagai pembimbing, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan serta menilai kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dankemampuan peserta didik.Sebagai pembimbing semua kegiatan yang dilakukan oleh guru harus berdasarkan kerjasama yang baik antara guru dengan peserta didik. Guru memiliki hak dan tanggungjawab dalam setiap perjalanan yang direncanakan dan dilaksanakannya.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN I

4) Guru Sebagai PengarahGuru adalah seorang pengarah bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua. Sebagai pengarah guru harus mampu mengarkan peserta didik dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi, mengarahkan peserta didik dalam mengambil suatu keputusan dan menemukan jati dirinya.Guru juga dituntut untuk mengarahkan peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya, sehingga peserta didik dapat membangun karakter yang baik bagi dirinya dalam menghadapi kehidupan nyata di masyarakat.5)  Guru Sebagai PelatihProses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan ketrampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih, yang bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar sesuai dengan potensi masing-masing peserta didik.Pelatihan yang dilakukan, disamping harus memperhatikan kompetensi dasar dan materi standar, juga harus mampu memperhatikan perbedaan individual peserta didik dan lingkungannya. Untuk itu guru harus banyak tahu, meskipuntidak mencakup semua hal dan tidak setiap hal secara sempurna, karena hal itu tidaklah mungkin.6)  Guru Sebagai PenilaiPenilaian atau evalusi merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variabel lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau proses untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran peserta didik.Sebagai suatu proses, penilaian dilaksanakan dengan prinsip-prinsip dan dengan teknik yang sesuai, mungkin tes atau non tes. Teknik apapun yang dipilih, penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut.Mengingat kompleksnya proses penilaian, maka guru perlu memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang memadai. Guru harus memahami teknikevaluasi, baik tes maupun non tes yang meliputi jenis masing-masing teknik,karakteristik, prosedur pengembangan, serta cara menentukan baik atau tidaknya ditinjau dari berbagai segi, validitas, reliabilitas, daya beda dan tingkat kesukaran soal.

BAB IIIPENUTUP

A. KESIMPULAN

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar  dan proses  pembelajaran  agar  peserta  didik  secara  aktif mengembangkan  potensi  dirinya  untuk memiliki  kekuatan  spiritual keagamaan,  pengendalian  diri,  kepribadian,  kecerdasan,  akhlak  mulia, serta  keterampilan  yang  diperlukan  dirinya,  masyarakat,  bangsa  dan negara. Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana menunjukkan  bahwapendidikan adalah sebuah proses yang disengaja dan dipikirkan secara matang

Page 8: BAB I PENDAHULUAN I

(proses kerja intelektual). Oleh  karena  itu,  di  setiap  level manapun, kegiatan  pendidikan  harus  disadari dan direncanakan,  baik  dalamtataran    nasional  (makroskopik),    regional/provinsi dan kabupaten kota(messoskopik), institusional/sekolah (mikroskopik) maupun  operasional (proses pembelajaran  oleh guru).

B. SARAN

Demikianlah makalah ini dibuat dan disusun dengan mengambil berbagai referensi tentang pendidikan menurut UU No 20 Tahun 2003, semoga dengan makalah ini dapat memberikan wawasan bagi kita semua. Terutama kepada pembaca yang budiman saya menerima kritikan dan sarannya dalam membangun kebaikan dan kesempurnaan makalah saya selanjutnya. Manusia sering khilaf dan salah, oleh karena itu jika terdapat kesalahan dalam makalah ini saya mohon maaf yang sebesarnya. Akhir kata wassalam...

DAFTAR RUJUKAN

Akhmad Sudrajat.2010. Definisi Pendidikan Menurut UU No. 20 Tahun 2003Tentang SISDIKNAS. Jurnal pendidikan (Online). http://akhmadsudrajat.wordpress.com. Diakses Minggu 11 Oktober 2002, jam 20.00 WIB

Ulfiarahmi.2010. Pendidikan Karakter. Jurnal pendidikan (Online). http://ulfiarahmi.wordpress.com.Diakses Minggu 11 Oktober 2002, jam 20.00 WIB

vhariss.2009. Peran dan fungsi guru. Jurnal pendidikan (Online). http://vhariss.wordpress.com/tag/peran-dan-fungsi-guru/. Diakses Minggu 11 Oktober 2002, jam 20.00 WIB

Definisi Pendidikan Menurut UU No. 20 Tahun 2003Posted on 4 Desember 2010 by AKHMAD SUDRAJAT

Page 9: BAB I PENDAHULUAN I

Dalam perspektif teoritik, pendidikan seringkali diartikan dan

dimaknai orang secara beragam,  bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang dipegangnya. Terjadinya perbedaan penafsiranpendidikan dalam konteks akademik merupakan sesuatu yang lumrah, bahkandapat semakin memperkaya khazanah berfikir manusia dan bermanfaat untukpengembangan teori itu sendiri.

Tetapi untuk kepentingan kebijakan nasional, seyogyanya pendidikandapat dirumuskan secara jelas dan mudah  dipahami oleh semua pihak yangterkait dengan pendidikan, sehingga setiap orang dapatmengimplementasikan secara tepat dan benar dalam setiap praktikpendidikan.

Untuk mengatahui definisi pendidikan dalam perspektif kebijakan, kitatelah memiliki rumusan formal dan   operasional, sebagaimana termaktubdalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, yakni:Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasanabelajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktifmengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritualkeagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dannegara.Berdasarkan definisi di atas, saya menemukan 3 (tiga) pokok pikiranutama yang terkandung di dalamnya, yaitu: (1) usaha sadar danterencana; (2) mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agarpeserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya; dan (3) memilikikekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat, bangsa dan negara. Di bawah ini akan dipaparkan secarasingkat ketiga pokok pikiran tersebut.1. Usaha sadar dan terencana.

Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana menunjukkan bahwapendidikan adalah sebuah proses yang disengaja dan dipikirkan secaramatang (proses kerja intelektual).  Oleh karena itu, di setiap levelmanapun,  kegiatan pendidikan harus  disadari dan direncanakan, baikdalam tataran  nasional (makroskopik),  regional/provinsi dan kabupaten

Page 10: BAB I PENDAHULUAN I

kota (messoskopik), institusional/sekolah (mikroskopik) maupun operasional (proses pembelajaran  oleh guru).

Berkenaan dengan pembelajaran (pendidikan dalam arti terbatas),  padadasarnya setiap kegiatan  pembelajaran pun harus direncanakan terlebihdahulu sebagaimana diisyaratkan dalamPermendiknas RI  No. 41 Tahun2007.  Menurut Permediknas ini bahwa  perencanaan proses pembelajaranmeliputi penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK),kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuanpembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatanpembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.2. Mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar pesertadidik aktif mengembangkan potensi dirinyaPada pokok pikiran yang kedua ini saya melihatadanya pengerucutan istilah pendidikan menjadi pembelajaran.  Jikadilihat secara sepintas mungkin seolah-olah pendidikan lebih dimaknaidalam setting pendidikan formal semata (persekolahan).  Terlepas daribenar-tidaknya pengerucutan makna ini, pada pokok pikiran kedua ini,saya menangkap pesan bahwa pendidikan yang dikehendaki adalahpendidikan yang bercorak pengembangan (developmental) dan humanis, yaituberusaha mengembangkan segenap potensi didik, bukan bercorakpembentukan yang bergaya behavioristik.  Selain itu, saya juga melihat  ada dua kegiatan (operasi) utama dalam pendidikan:(a) mewujudkan  suasana  belajar, dan (b) mewujudkan  prosespembelajaran.a. Mewujudkan  suasana  belajar

Berbicara tentang  mewujudkan suasana pembelajaran, tidak dapatdilepaskan dari upaya menciptakan lingkungan belajar,  diantaranya mencakup: (a)  lingkungan fisik, seperti: bangunan sekolah, ruangkelas, ruang perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang BK,taman sekolah dan lingkungan fisik lainnya; dan (b) lingkungan sosio-psikologis (iklim dan budaya belajar/akademik), seperti: komitmen,kerja sama, ekspektasi prestasi, kreativitas, toleransi, kenyamanan,kebahagiaan dan aspek-aspek sosio–emosional lainnya, yang memungkinkanpeserta didik untuk melakukan aktivitas belajar.

Baik lingkungan  fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, keduanyadidesan agar peserta didik dapat secara aktif  mengembangkan segenappotensinya. Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan guru, di sinitampak jelas bahwa keterampilan guru  dalam mengelola kelas(classroom

Page 11: BAB I PENDAHULUAN I

management) menjadi amat penting. Dan di sini pula, tampak bahwa peranguru lebih diutamakan sebagai fasilitator  belajar siswa .b. Mewujudkan  proses pembelajaranUpaya mewujudkan suasana pembelajaran lebih ditekankan untukmenciptakan kondisi dan  pra kondisi  agar siswa belajar, sedangkanproses pembelajaran lebih mengutamakan pada upaya bagaimana  mencapaitujuan-tujuan pembelajaran atau kompetensi siswa. Dalam kontekspembelajaran yang dilakukan guru, maka guru dituntut  untuk dapatmengelola pembelajaran (learning management), yang mencakup perencanaan,pelaksanaan, dan penilaian  pembelajaran (lihat  Permendiknas RI  No.41 Tahun 2007 tentang Standar Proses). Di sini, guru lebih berperansebagai agen pembelajaran (Lihat penjelasan PP 19 tahun 2005), tetapidalam hal ini saya lebih suka menggunakan istilah manajer pembelajaran,dimana guru bertindak  sebagaiseorang planner, organizer dan evaluator pembelajaran)Sama seperti dalam mewujudkan suasana pembelajaran,  prosespembelajaran pun seyogyanya  didesain agar peserta didik dapat secaraaktif  mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya, denganmengedepankan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered)dalam bingkai model dan strategi  pembelajaran aktif (active learning),ditopang oleh peran guru sebagai fasilitator  belajar.3. Memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yangdiperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.Pokok pikiran yang ketiga ini, selain merupakan bagian dari definisipendidikan sekaligus  menggambarkan  pula  tujuan pendidikan nasionalkita , yang  menurut hemat saya sudah  demikian lengkap. Di sanatertera tujuan yang berdimensi ke-Tuhan-an, pribadi, dansosial.Artinya, pendidikan yang dikehendaki bukanlah pendidikansekuler, bukan pendidikan individualistik, dan bukan pula pendidikansosialistik, tetapi pendidikan yang mencari keseimbangan  diantaraketiga dimensi tersebut.

Jika belakangan ini gencar disosialisasikan pendidikan karakter, denganmelihat pokok pikiran yang ketiga  dari definisi pendidikan  ini  makasesungguhnya pendidikan karakter sudah implisit dalam pendidikan, jadibukanlah sesuatu yang baru.

Selanjutnya  tujuan-tujuan  tersebut dijabarkan ke dalam tujuan-tujuanpendidikan  di bawahnya (tujuan level messo dan mikro) dandioperasionalkan melalui tujuan  pembelajaran yang  dilaksanakan olehguru dalam proses pembelajaran. Ketercapaian tujuan – tujuan  pada

Page 12: BAB I PENDAHULUAN I

tataran operasional  memiliki arti yang strategis  bagi pencapaiantujuan pendidikan nasional.

Berdasarkan  uraian di atas,  kita melihat bahwa dalam definisipendidikan yang  tertuang  dalam UU No. 20 Tahun 2003, tampaknya  tidakhanya sekedar menggambarkan apa pendidikan itu,  tetapi memiliki maknadan implikasi yang luas tentang  siapa sesunguhnya pendidik itu, siapapeserta didik (siswa) itu, bagaimana seharusnya mendidik, dan apa yangingin dicapai oleh pendidikan.

===============

Begitulah pemahaman sederhana saya tentang apa itu pendidikan, dalamperspektif kebijakan. Saya berharap kiranya Anda dapat melengkapi danmenyempurnakan pemahaman saya  ini, melalui forum komentar yangtersedia di bawah.

Semoga bermanfaat  dan terima kasih.

Analisis UU No 20 Tahun 2003 ( Sisdiknas ) : Peserta Didik

PENDAHULUANA.      Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dan yang paling pokok dalam menentukan kemajuan dan kondisi suatu bangsa. Maju mundurnya suatu bangsa ada di tangan pendidikan. Sehingga baik buruknya sisitem pendidikan akan berdampak pada kualitas bangsa itu sendiri. Ketika proses pendidikan berjalanterarah dengan baik, maka peradaban bangsa pun akan menjadi lebih maju. Tetapi sebaliknya, jika proses pendidikan tidak berjalan pada garis tujuan yang telah ditetapkan, maka pendidikan akan menjadi tidak terarah dan hanya akan menghasilkan sesuatu yang sia-sia.

Sistem pendidikan di Indonesia telah mengatur dan mendefinisikan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Page 13: BAB I PENDAHULUAN I

maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis  serta bertanggung jawab.

Namun, sampai saat ini tujuan tersebut belum tercapai. Hal ini disebabkan karena sistem penyelenggaran pendidikan tidak sesuai dan sejalan dengan definisi peserta didik yang dijelaskan dalam UU No 20 tahun 2003. Gagalnya pencapaian tujuan pendidikan merupakan akibat dari sistem pendidikan yangtidak memberikan ruang bagi anak untuk mengembangkan potensi, bakat dan minatnya. Oleh karena itu, perlu kita pahami dan renungkan bersama, apa yang sebenarnya menjadi tugas dan tanggung jawab peserta didik serta hak dan kewajibannya guna mencapai tujuan pendidikan nasional yang telah ditetapkan.

B.     Rumusan Masalah1.      Bagaimana hak dan kewajiban peserta didik dalam undang-

undang No 20 Tahun 2003 tentang sitem pendidikan nasional?2.      Masalah apa saja yang muncul dalam proses implementasi

undang-undang tersebut?3.      Upaya apa yang perlu dilakukan pemerintah untuk mengatasi

permasalahan tersebut?

PEMBAHASANA.    Hak dan Kewajiban Peserta Didik

Dalam Undang-undang No 20 Tahun 2003 Bab 1 telah dijelaskan bahwa peserta didik merupakan anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Definisi tersebut kemudian dijelaskan kembali pada bab V pasal 12 bahwa

1.      setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak :a.       Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang

dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.b.      Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat

dan kemampuannya.c.       Mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orangtuanya

tidak mampu membiayai pendidikannya.d.      Mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orangtuanya

tidak mampu membiayai pendidikannya.e.       Pindah ke program pendidikan pada jalur pendidikan dan

satuan pendidikan lain yang setara.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN I

f.       Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.

2.      Setiap peserta didik berkewajiban :a.       Menjamin norma-norma pendidikan untuk menjamin

keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan.b.      Ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan kecuali

bagi pendidikan yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuaidengan peraturan perundangan yang berlaku.

3.      Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah negara kesatuan republik Indonesia.

4.      Ketentuan mengenai hak dan kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat 1,2, dan 3 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

B.     Implementasi UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas (Peserta Didik)

Kenyatan di lapangan membuktikan bahwa pelaksanaan undang-undang tersebut sangat berbeda dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, khususnya tentang hak peserta didik. Dimana dalam pasal 12 telah disebutkan bahwa setiap peserta didik berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Tetapi ternyata implementasi di lembaga pendidikan tidak memenuhi hak peserta didik dalam hal tersebut.

Disadari atau tidak, sistem pendidikan di Indonesia masihlebih mengedepankan sisi kognitif peserta didik. Hal ini menyebabkan banyak pendidik maupun masyarakat kita memandang bahwa anak yang tidak pandai dalam mata pelajaran di sekolah adalah anak yang bodoh. Padahal belum tentu bodoh, karena bisasaja si anak mempunyai potensi dan bakat yang lebih unggul dalam bidang lain, misalnya olahraga, seni ataupun bidang lainnya. Pandangan tersebut menyebabkan adanya perbedaan perlakuan yang diberikan pada anak. Dan dengan adanya perbedaan perlakuan tersebut justru akan semakin menyebabkan anak menjadi lemah serta merasa bahwa potensi yang dimilikinyatidak dihargai. Sehingga pada akhirnya, anak terpaksa mengikuti suatu bidang pelajaran atau pendidikan yang sebenarnya tidak ia sukai dan akan semakin mengubur bakat serta minat anak yang sesungguhnya ia bisa lebih unggul dari anak yang lain.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN I

Selain itu, para pendidik juga cenderung menyamaratakan kemampuan siswanya. Padahal setiap anak mempunyai kemampuan yang berbeda, misalnya kecepatan memahami pelajaran, kemampuanmendengarkan, melihat, menulis atau membaca, masing-masing mempunyai tingkat kemampuan dan daya serap yang berbeda dan tidak bisa disamaratakan. Tetapi, kenyataannya para guru sering memaksa kemampuan siswa agar selalu sama. Dan sekali lagi guru menganggap siswa yang mempunyai daya serap rendah adalah siswa yang bodoh.

Fakta lain, menunjukkan bahwa pendidikan yang seharusnya dapat dinikmati oleh setiap anak ternyata tidak sesuai fakta. Banyak anak,  terutama dari masyarakat yang kurang mampu (miskin) tidak dapat bersekolah karena ketiadaan biaya. Jangankan untuk biaya sekolah, untuk biaya makan dan kebutuhansehari-hari pun mereka harus bersusah payah mencari nafkah. Bahkan terkadang sampai ada satu keluarga yang tidak makan sampai beberapa hari karena tidak mempunyai apa-apa. Padahal, sudah tertulis jelas dalam undang-undang No 20 tahun 2003 pasal 12 ayat 1 bahwa setiap anak berhak mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu untuk membiayainya.C.      Upaya yang Harus Dilakukan Pemerintah dalam Mengatasi Permasalahan

Demi terwujudnya sistem pendidikan nasional, maka pemerintah perlu melihat fakta di lapangan, bagaimana penerapan kebijakan yang telah ditetapkan. Apakah sudah dapat dilaksanakan dengan baik atau belum. Apabila memang sudah berjalan dengan baik, maka pemerintah boleh saja menambah kebijakan-kebijakan baru yang akan semakin meningkatkan mutu pendidikan. Tetapi, apabila kebijakan tersebut belum mampu dilaksanakan dengan baik, seharusnya pemerintah menyadari dan harus segera mengevaluasi kekurangannya agar segera ditemukan solusi untuk mengatasi kekurangan tersebut. Pemerintah jangan hanya pandai membuat kebijakan, tetapi tidak dapat mengevaluasi hasil dari kebijakan itu sendiri.

Bagaimanapun juga, tercapainya tujuan pendidikan akan sangat dipengaruhi oleh sistem pendidikannya. Dan salah satunya adalah pemenuhan hak dan kewajiban bagi peserta didik.Peserta didik merupakan sumber daya manusia yang harus dikelola dengan baik, karena merupakan aset negara. Oleh karena itu, pemerintah harus memperhatikan hal ini dengan baik. Jangan sampai pendidikan yang diterapkan di Indonesia

Page 16: BAB I PENDAHULUAN I

tidak mampu memberikan ruang bagi pengembangan potensi, minat serta bakat peserta didik. Dan dalam masalah biaya pendidikan,pemerintah perlu mensosialisasikan kembali kebijakan tersebut,sehingga pendidikan dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat.

KESIMPULANBeberapa fakta dalam pembahasan diatas  membuktikan bahwa

implementasi undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, khususnya dalam pemenuhan hak dan kewajiban peserta didik belum dapat berjalan sebagaimana mestinya. Banyaknya kasus yang terjadi di lapangan seharusnya dapat menjadi suatu hal yang harus segera dicarikan solusi, khususnya pemerintah dalam hal ini untuk mencari alternatif ataupun solusi lain guna menangani kasus yang ada demi terwujudnya pendidikan yang baik dan untuk menciptakan sumber daya manusia yang unggul untuk mencapai tujuan pendidikan.

Makalah Undang-Undang Sistem Pendidikan NasionalMakalah Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

PENDAHULUAN

Bila suatu negara ingin maju dan melaksanakan pembangunan negara secara optimal, maka negara tersebut harus memiliki sumber daya manusia yang unggul. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat. Pendidikan merupakan upaya untuk mencetak manusia berkualitas unggul yang beriman dan bertaqwa. Di Indonesia mutu/kualitas pendidikan harus selalu ditingkatkan. Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat

Page 17: BAB I PENDAHULUAN I

pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanandan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsayang diatur dengan undang-undang. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara Indonesia.Pendidikan nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan kepada pencapaian tujuan pembangunan nasional Indonesia. Sistem Pendidikan Nasional (sisdiknas) merupakan satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang saling berkaitan untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.UU Sisdiknas mempunyai arti sangat penting dalam memberi landasan yang kukuh bagi pembangunan pendidikan nasional. Fungsi adanya UU Sisdiknas ini adalah sebagai pemberi kepastian hukum dalam pelaksanaan kegiatan pendidiksan. Perubahan mendasar yang dalam Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat, tantangan globalisasi, kesetaraan dan keseimbangan,jalur pendidikan, dan peserta didik.

PEMBAHASAN

Sistem pendidikan nasional diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Penggantian UU Sistem Pendidikan Nasional No 2 Tahun 1989 menjadi UU No 20 Tahun 2003 disebabkan adanya reformasi dalam pemerintahan yang bersifat sentralistik menjadi desentralistik ditandai dengan adanya otonomi daerah. Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal, yaitu:Bab 1. Ketentuan Umum Bab 2. Dasar, Fungsi, dan TujuanBab 3. Prinsip Penyelenggaraan PendidikanBab 4. Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang Tua, Masyarakat, dan

Page 18: BAB I PENDAHULUAN I

PemerintahBab 5. Peserta DidikBab 6. Jalur, Jenjang, dan Jenis PendidikanBab 7. Bahasa PengantarBab 8. Wajib BelajarBab 9. Standar Nasional PendidikanBab 10. KurikulumBab 11. Pendidik dan Tenaga KependidikanBab 12. Sarana dan Prasarana PendidikanBab 13. Pendanaan PendidikanBab 14. Pengelolaan PendidikanBab 15. Peran Serta Masyarakat Dalam PendidikanBab 16. Evaluasi, Akreditasi, dan SertifikasiBab 17. Pendirian Satuan PendidikanBab 18. Penyelenggaraan Pendidikan Oleh Lembaga Negara LainBab 19. PengawasanBab 20. Ketentuan PidanaBab 21. Ketentuan PeralihanBab 22. Ketentuan PenutupPendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupanbangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003adalah sebagai berikut: Jalur PendidikanJalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Contoh pendidikan formal: sekolah-sekolah umum. Contoh pendidikan nonformal: les, bimbingan belajar, privat. Contoh pendidikan informal: pendidikan yang didapat dari lingkungankeluarga dan masyarakat. Jenjang PendidikanJenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. 

Page 19: BAB I PENDAHULUAN I

a. Pendidikan dasarPendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk: Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat; serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yangsederajat.b. Pendidikan menengahPendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas: pendidikan menengah umum, dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk: Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. c. Pendidikan TinggiPendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dandoktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi dapat berbentuk: akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas. Jenis PendidikanJenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. Beberapa contoh lain jenis pendidikan:a. Pendidikan anak usia dinib. Pendidikan kedinasanc. Pendidikan keagamaand. Pendidikan jarak jauhe. Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Dalam UU Sisdiknas ini juga disebutkan mengenai standar nasional pendidikan. Standar nasional pendidikan ini merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan RepublikIndonesia. Standar nasional pendidikan terdiri dari:a. Standar isiStandar isi dalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.b. Standar kompetensi lulusanStandar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang

Page 20: BAB I PENDAHULUAN I

mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. c. Standar prosesStandar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standarkompetensi lulusan.d. Standar pendidik dan tenaga kependidikanStandar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.e. Standar sarana dan prasaranaStandar saradana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain,yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.f. Standar pengelolaanStandar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.g. Standar pembiayaanStandar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biayaoperasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.h. Standar penilaian Standar penilaian adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi, yang mengarah pada dua hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otonomi daerah). Hal ini berarti peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat. Demikian juga peranan pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahunlebih, akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah yang dikenal dengan sistem desentralisasi. Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan

Page 21: BAB I PENDAHULUAN I

disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat , serta dengan memberdayakan semua komponen masyarakat, melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi. Konsekuensinya pemerintah (pusat) dan pemerintahdaerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7- 15 tahun. Itulah sebabnya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar, minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya, karenawajib belajar adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah, dan masyarakat. Dengan adanya desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat, makapendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah (pusat), pemerintah daerah, dan masyarakat. Bahkan, pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang Undang Dasar Negara RI tahun 1945. Itulah sebabnya dana pendidikan, selain gaji pendidik dan biayapendidikan kedinasan, harus dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan, dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) (pasal 49 ayat 1). Khusus gaji guru dan dosen yang diangkat oleh pemerintah (pusat) dialokasikan dalam APBN.Dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. Yang dimaksud dengan manajemen berbasis sekolah/madrasah adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu oleh komite sekolah/madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan. Meski sekolah berhak mengelola sendiri satuan pendidikannya sendiri tetapi pemerintah tetap membuat kontrol yaitu dengan adanya delapan standar pendidikan dan adanya

Page 22: BAB I PENDAHULUAN I

proses akreditasi dan supervisi pendidikan.Ada beberapa persoalan dalam sistem pendidikan nasional: a. Penerapan ujian nasional. Sebenarnya penerapan ujian nasional itu sudah cukup baik namun sebaiknya tidak menjadi satu-satunya standar kelulusan bagi peserta didik.b. Persoalan pemerataan kualitas pendidikan. Terjadinya kesenjangan kualitas pendidikan antara di desa dengan kota-kota besar. Belum semua gurumemiliki profesionalisme yang memadai dalam menjalankan tugasnya.c. Persoalan sarana dan prasarana pendidikan. Kurangnya kualitas sarana fisik dan prasarana lainnya yang dimiliki oleh sekolah-sekolah di daerah terpencil.

SIMPULAN

Sistem pendidikan nasional Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 ini ada beberapa hal sudah bersifat desentralistik seperti manajemen berbasis sekolah, tetapi ada juga yang masih bersifat sentralistik yaitu pelaksanaan Ujian Nasional oleh pemerintah. UU ini menyebutkan juga standar nasional pendidikan yang harus dipenuhi oleh suatu satuan pendidikan yaitu standar isi, standar kompetensi lulusan, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan pendidikan,standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. 

DAFTAR PUSTAKA

http://erik12127.wordpress.com/2008/05/10/paradigma-baru-pendidikan-nasional-dalam-undang-undang-sisdiknas-nomor-20-tahun-2003/http://timpakul.web.id/pendidikan.html.http://www.dikti.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=242&Itemid=13

Page 23: BAB I PENDAHULUAN I

Tirtaraharja, Umar dan La Sulo, S. L. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

MENYIKAPI UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI KEDINASANABSTRAKTulisan ini membahas bagaimana menyikapi perbedaan persepsi atas substansi pasal pada undang-undang sistem pendidikan nasional tahun 2003 yang mengatur penyelenggaraan pendidikan tinggi kedinasan. Berdasarkan hasil analisis kualitatif dengan mendeskriptifkan pasal-pasal pada undang-undang tersebut yang terkait dengan pendidikan tinggi kedinasan, alternatif penyelenggaraan pendidikan tinggi kedinasan yang dapat dipilih adalah melalui kerjasama kemitraan pendidikan antara departemen pengguna jasa pendidikan dengan perguruan tinggi.

PENDAHULUANSesuai dengan pasal 29 ayat (1) pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen (LPND). Selanjutnya pada pasal yang sama ayat (2) dan (3) dijelaskan fungsi dan cara penyelenggaraan pendidikan kedinasan yaitu untukmeningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau LPND yang diselenggarakan melalui pendidikan formal dan nonformal. Walaupun dalam lampiran penjelasan substansi pasal 29 di atas dinyatakan jelas, tetapi pasal tersebut telah menimbulkan polemik diantara pelaku yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan tinggi kedinasan (PTK). Masih terjadi perbedaan interpretasi terhadap terhadap substansi pasal tersebut, khususnya antara pembina pendidikan di Departemen Pendidikan Nasional dengan penyelenggara PTK di berbagai departemen dan LPND yang disuarakan melalui Asosiasi Pendidikan Tinggi Kedinasan Indonesia (APTKAI) (Wirjatni, 2004).Polemik tersebut telah menjadi agenda pembahasan di DPR-RI dan malahan telah menjadi wacana publik setelah dimuat di beberapa harian nasional. Berdasarkan pemberitaan tersebut tampaknya pembina teknis pendidikan lebih mengarah kepada cara penyelenggaraan PTK sedangkan penyelenggara PTK lebih menekankan pada fungsi PTK dalam menunjang SDM di lingkungan kerjanya.Untuk itu, tulisan ini mencoba untuk membahas beberapa alternatif penyelenggaraan PTK yang masih sesuai dengan jiwa substansi pasal 29 di atas.

LANDASAN PEMBAHASANBeberapa pasal dalam Undang – Undang nomor 20 tahun 2003 yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan tinggi kedinasan, antara lain sebagai

Page 24: BAB I PENDAHULUAN I

berikut.1. Pasal 13 ayat (1) menyatakan “jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya”. 2. Pasal 14 menyatakan “jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi”. Dalam ini, PTK merupakanpendidikan tinggi.3. Pasal 15 menyatakan “jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus”. Penyelenggaraan pendidikan keahlian teknik yang merupakan tugas utama PusatPendidikan Keahlian Teknik (Pusdiktek), Badan Pengembangan (BP) SDM, Dep. Kimpraswil dapat dikaitkan dengan pendidikan akademik, profesi dan vokasi.4. Pasal 19 ayat (1) menyatakan “pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan olehpendidikan tinggi.5. Pasal 20 ayat (3) menyatakan “perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.6. Pasal 29 yang khusus mengatur pendidikan kedinasan, isinya sebagaimana dikemukan pada bagian PENDAHULUAN di atas.7. Pasal 53 ayat ()1 menyatakan “penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukumpendidikan”.

PERMASALAHANMasalah yang terjadi dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi terkait denganbatasan yang dimuat pada pasal-pasal tersebut di atas antara lain adalah sebagai berikut.1. Pembina teknis pendidikan beranggapan bahwa lembaga penyelenggara PTK yang saat ini ada di departemen-departemen bukan merupakan badan hukum pendidikan (BHP), sehingga dianggap tidak berhak untuk menyelenggarakan PTKsecara mandiri.2. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 belum cukup memberikan jaminan kesetaraan dalam kemitraan bagi departemen-departemen yang menyelenggarakankerjasama pendidikan dengan perguruan tinggi dalam rangka meningkatan SDM sesuai dengan bidangnya melalui jalur pendidikan.

RUANG HUKUM YANG TERSEDIA DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI KEDINASANPendidikan kedinasan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah pendidikan tinggi kedinasan. Pendidikan tinggi didefinisikan dalam pasal 19 UU No. 20/2003, sedangkan pendidikan kedinasan didefinisikan dalam pasal 29 ayat (1) dan (2). Sesuai dengan fungsi pendidikan kedinasan, pendidikan kedinasan mempunyai dua sifat (Satori, 2004). Pertama bersifat presevice education yaitu untuk mendidik calon pegawai negeri agar dapat memenuhi persyaratan yang berlaku di lembaga atau instansi yang akan dimasukinya. Yang kedua bersifat inservice education yaitu untuk mendidik pegawai yang sudah bekerja agar kompetensinya sesuai dengan bidang tugas dan jabatan yang didudukinya. Pada dasarnya pengadaan dan pengembangan SDM di lingkungan organisasi merupakan kebutuhan sesuai dengan dinamika internal dan tuntutaneksternal organisasi tersebut. Oleh karena itu, pendidikan kedinasan masih tetap dibutuhkan. Namun, setelah berlakunya undang-undang sistem pendidikan

Page 25: BAB I PENDAHULUAN I

nasional tahun 2003, sistem penyelenggaraan pendidikan kedinasan yang selama ini dilaksanakan perlu dikaji kembali.Sesuai dengan pasal 29 ayat 1, pendidikan kedinasan adalah pendidikan profesi yaitu pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Dalam penjelasan pasal 20 dinyatakan hanya pendidikan tinggi yang memenuhi syarat yang dapat menyelenggarakan pendidikan profesi. Persyaratan tersebutakan diatur dalam peraturan pemerintah. Mendahului PP yang akan disiapkan, pasal 29 secara tidak langsung menyatakan bahwa PNS disamakan dengan profesi. Pengembangan peran profesi biasanya dilakukan oleh asosiasi profesi terkait, tetapi sampai saat ini belum pernah terdengar adanya asosiasi PNS.Dalam beberapa hal, pendidikan kedinasan yang dilaksanakan departemen-departemen berbeda dengan pendidikan profesi kedokteran dan hukum melalui program spesialis dan notariatnya. Perbedaan yang paling jelas dalam hal penggunaan kelulusan program studi, pendidikan kedinasan lebih banyak untukmemenuhi kebutuhan internal lembaga, sedangkan pendidikan profesi kedokteran dan hukum sekaligus untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas. Oleh karena itu penyelenggaraan pendidikan profesi kedokteran dan hukum melibatkan asosiasi profesi terkait.

Terkait dengan pasal 13 ayat 1, penyelenggaraan PTK merupakan jalur pendidikan formal, yaitu jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang. Sesuai dengan pasal 53, jalur pendidikan formal harus dilaksanakan oleh BHP. Dalam struktur organisasi departemen, BHP merupakan unit kerja eksternal. Pelaksanaan tugas dan fungsi BHP secara hukum di luar kendali pimpinan departemen. Keterlibatan departemen hanya sebatas pembinaan melalui penempatan pejabat departemen di BHP. Perencanaan dan program BHP tidak lagi masuk dalam lingkup tugas dan fungsi departemen yang dilaksanakan melalui biro atau bagian perencanaan, program dan anggaran. Pada dasarnya BHP dituntut mandiri yang dapat langsung berhubungan dengan dengan seluruh lembaga terkait tanpa melalui pimpinan departemen.Kemandirian menuntut BHP untuk dapat memenuhi sendiri atas kebutuhan anggaran untuk melaksanakan program dan kegiatannya. BHP berbentuk perguruan tinggi negeri mendapatkan anggaran pemerintah di bawah pengendalian Departemen Pendidikan Nasional. Namun, BHP yang khusus menyelenggarakan PTK (BHP-PTK) belum tentu dapat memperoleh anggaran pemerintah melalui departemen yang terkait dengan bidang kedinasannya. Apabila pembiayaan program dan kegiatan BHP-PTK seluruhnya berasal dari peserta didik, BHP ini menjadi tidak berbeda dengan perguruan tinggi swasta. BHP-PTK swasta ini harus mampu bersaing dengan BHP lainnya baik dari negeri maupun swasta. Persaingan menjadi tidak sehat karena keterbatasan input peserta didik yang hanya berasal dari dinas-dinas atau instansi terkait. Jadi dapat diperkirakan eksistensi BHP-PTK swasta ini tidak akan berumur panjang.Untuk memperluas pangsa input peserta didik, beberapa PTK dapat bergabung membentuk satu BHP-PTK swasta. Dengan karakteristik masing-masing departemen yang berbeda, proses penggabungan tersebut bukan hal yang mudah dan diperkirakan akan semakin menjauhkan keterkaitan departemen dengan BHP-PTK gabungan tersebut.Dengan demikian, pelaksanaan pasal 13 (1), 29 (1) dan pasal 53 untuk dapat

Page 26: BAB I PENDAHULUAN I

menyelenggarakan pendidikan tinggi kedinasan secara mandiri sulit dilaksanakan. Dengan kata lain perlu dikembangkan alternatif kerjasama kemitraan antara departemen yang membutuhkan jasa pendidikan dengan perguruan tinggi yang sesuai.Di dalam undang-undang sistem pendidikan nasional tahun 2003 belum ada pasal-pasal yang mengatur kerjasama kemitraan dalam penyelenggaraan pendidikan. Karena pemenuhan kebutuhan SDM melalui pendidikan kedinasan tidak dapat ditunda, pengembangan kerjasama pendidikan berdasarkan pada pemahaman karakteristik pendidikan kedinasan. Professor Dr. H. Djam’an Satori, MA dalam acara diskusi “Pengaruh UU Sisdiknas pada Pendidikan Profesional” di Kampus Pusdiktek, menyatakan pengembangan SDM kedinasan harus dilakukan by design sesuai dengan perencanaan pengembangan organisasi(nomothetic decision), dan tidak dilakukan hanya semata-mata atas pertimbangan individu masing-masing pegawai (ideographic decision). Selanjutnya beliau menyarankan pendekatan sistem penyelenggaraan pendidikankedinasan berikut.