BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai 5 sub pokok bahasan yaitu alasan pemilihan judul, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan metodologi penelitian A.Alasan Pemilihan Judul Tindak pidana korupsi adalah tindakan pejabat publik baik politisi maupun pegawai negeri serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Salah satu unsur yang paling penting dalam tindak pidana korupsi adalah adanya unsur kerugian negara,keuangan negara atau merugikan perekonomian negara.Hal tersebut diatur dalam pasal 2 ayat 1 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 j.o Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001. Contoh tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara adalah korupsi baik mengenai pengadaan barang, harga pengadaan barang yang tidak wajar dan transaksi yang memperbesar utang Negara. Penentuan mengenai kerugian negara ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan ( BPKP ) atau badan lain yang ditunjuk seperti PPATK. Pada umumnya kasus tindak pidana korupsi biasanya melibatkan lebih dari satu orang, berbeda dengan kasus kasus tindak pidana umum (misalnya
14
Embed
BAB I PENDAHULUAN A.Alasan Pemilihan Judul · yang dimaksud dengan korupsi adalah Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
��
�
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai 5 sub pokok bahasan
yaitu alasan pemilihan judul, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian dan metodologi penelitian
A.Alasan Pemilihan Judul
Tindak pidana korupsi adalah tindakan pejabat publik baik politisi maupun
pegawai negeri serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara
tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang
dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Salah satu
unsur yang paling penting dalam tindak pidana korupsi adalah adanya unsur
kerugian negara,keuangan negara atau merugikan perekonomian negara.Hal
tersebut diatur dalam pasal 2 ayat 1 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 j.o
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001. Contoh tindak pidana korupsi yang
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara adalah korupsi baik
mengenai pengadaan barang, harga pengadaan barang yang tidak wajar dan
transaksi yang memperbesar utang Negara. Penentuan mengenai kerugian
negara ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (
BPKP ) atau badan lain yang ditunjuk seperti PPATK.
Pada umumnya kasus tindak pidana korupsi biasanya melibatkan lebih
dari satu orang, berbeda dengan kasus kasus tindak pidana umum (misalnya
��
�
pencurian atau penipuan), seperti permintaan uang saku yang berlebihan dan
peningkatan frekuensi perjalanan dinas. Tindak pidana korupsi dilakukan
secara rahasia, melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan secara timbal
balik. Kewajiban dan keuntungan tersebut tidak selalu berbentuk uang.
Dalam hal ini, yang menarik adalah dalam kebanyakan kasus ,para
penegak hukum cenderung menjerat para terdakwa dengan dalih kerugian
keuangan dan perekonomian negara seperti dalam kasus kasus kontrak
konstruksi atau pengadaan barang dan jasa pemerintah, kredit macet, atau
pemberian pinjaman kepada perusahaan yang dinilai mengarah pada
wanprestasi (ingkar janji) cenderung dijerat dengan pasal pasal dalam Undang
Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan Negara dan pasal 2 ayat (1)
Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 j.o Undang Undang Nomor 20 Tahun
2001 atau pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 j.o Undang Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tersebut dan sejumlah Undang Undang lain yang terkait
dengan keuangan negara.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengetahui bagaimanakah
konsep kerugian Negara dan mengangkatnya ke dalam suatu skripsi dengan
judul “konsep kerugian negara menurut hukum pidana korupsi di
Indonesia.”
Penulis beranggapan bahwa belum adanya kepastian mengenai konsep
kerugian negara di Indonesia. Hal ini tentunya akan mempersulit klasifikasi
mengenai tindak pidana seperti apa yang mengakibatkan atau berpotensi
��
�
merugikan negara. Akibatnya para penegak hukum bisa dengan leluasa
menjerat siapa saja dalam kasus apa saja yang terindikasi atau mengarah pada
kerugian keuangan negara, sekalipun hal itu terjadi di luar wilayah kekuasaan
pemerintah seperti dalam perseroan atau yayasan.
B.Latar Belakang Masalah
Tidak ada definisi baku dari tindak pidana korupsi (Tipikor). Akan tetapi
secara umum, pengertian Tipikor adalah suatu perbuatan curang yang
merugikan keuangan negara. Atau penyelewengan atau penggelapan uang
negara untuk kepentingan pribadi dan orang lain.1
Berdasarkan pasal 1 ayat 22 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara yang dimaksud dengan kerugian Negara atau
Daerah adalah Kekurangan Uang, surat berharga dan barang yang nyata dan
pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja
maupun lalai.
Apabila dicermati dari pengertian tersebut di atas, maka dapat dikemukakan
unsur-unsur dari kerugian negara yaitu :
1. Kerugian Negara merupakan berkurangnya keuangan negara berupa uang
berharga,barang milik negara dari jumlahnya dan/ atau nilai yang
padanya karena jabatan atau kedudukannya yang dapat merugikan keuangan
atau perekonomian negara...”
Penjelasan pasal 2 ayat (1) menerangkan : “Dalam ketentuan ini kata
“dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara” menunjukan bahwa tindak pidana korupsi,cukup dengan dipenuhinya
unsur unsur perbuatan yang dirumuskan ,bukan dengan timbulnya akibat.”
Bahwa ketentuan tentang tindak pidana korupsi yang terdapat di dalam
pasal 2 ayat (1) memang merupakan delik formil, juga ditegaskan dalam
penjelasan umum Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang menerangkan :
“Dalam undang-undang ini,tindak pidana korupsi dirumuskan secara tegas
sebagai tindak pidana formil. Hal ini sangat penting untuk pembuktian.Dengan
rumusan secara formil yang dianut dalam undang-undang ini, meskipun hasil
korupsi telah dikembalikan kepada negara, pelaku tindak pidana korupsi tetap
diajukan ke pengadilan dan tetap dipidana.”
Dengan dirumuskannya tindak pidana korupsi seperti yang terdapat
dalam pasal 2 ayat (1) sebagai delik formil, maka adanya kerugian keuangan
negara atau kerugian perekonomian negara tidak harus sudah terjadi, karena
yang dimaksud dengan delik formil adalah delik yang dianggap telah selesai
dengan dilakukanya tindakan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh
undang undang.3
���������������������������������������� �������������������3 P.A.F.Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung ,1984, hlm. 202��
��
�
Dengan demikian, agar seseorang dapat dinyatakan bersalah telah
melakukan tindak pidana korupsi seperti yang ditentukan dalam pasal 2 ayat
(1) ,tidak perlu adanya alat-alat bukti untuk membuktikan bahwa memang
telah terjadi kerugian Keuangan Negara atau Perekonomian Negara���
Jika diteliti ketentuan tentang tindak pidana korupsi seperti yang terdapat
dalam Pasal 2 ayat (1), akan ditemui beberapa unsur sebagai berikut :
A. Secara melawan hukum ;
B. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi ;
C. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Dalam hal ini penulis akan lebih memfokuskan pada point c atau point
ketiga. Yang dimaksudkan dengan “merugikan” adalah sama artinya dengan
menjadi rugi atau menjadi berkurang,sehingga dengan demikian yang
dimaksudkan dengan unsur “merugikan keuangan negara” adalah sama artinya
dengan menjadi ruginya keuangan negara atau berkurangnya keuangan
negara.5
Pengertian keuangan negara menurut Undang Undang Nomor 17 tahun
2003 tentang Keuangan Negara secara umum dicantumkan dalam bab1
(Ketentuan Umum),Pasal 1 ayat (1) :
“Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat
dinilai dengan uang,serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa