-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berkat kemajuan zaman dan teknologi semakin canggih, lahirlah
media
sosial yakni alat, jasa, dan komunikasi yang mengakomodasi
hubungan bagi
penggunanya. Media sosial sebagai alat komunikasi yang berbasis
jaringan internet.
Chris Garrett (Chrisg.com) mengatakan bahwa media sosial
merupakan alat
interaksi antara seseorang satu dengan seseorang yang lain serta
mempunyai
keperluan atau ketertarikan yang sama. Media sosial berkembang
pesat seperti ini
karena semua orang bisa menciptakan media sendiri. Media sosial
digunakan
dengan berbagai aplikasi yang dapat mengakses jaringan internet,
pengguna user
situs web dari media diberi kebebasan untuk mempublik
konten-konten media,
seperti memodifikasi teks, video, picture, grafis dan lainnya.
Media sosial lebih
mudah dan praktis dari pada media tradisional seperti televisi,
radio, dan koran.
Media sosial memiliki peranan sangat penting di era globalisasi
saat ini.
Karena kehadirannya yang sangat praktis dan efisien membuat
pengguna merasa
nyaman serta memudahkan dalam berakses apapun. Begitu pula dalam
berdakwah,
media sosial sangat berpengaruh terhadap kemajuan. Dengan media
sosial ini,
mampu membangun peradaban karena pengguna bisa mengetahui segala
hal hanya
dengan menatap layar dan men-search apa yang sedang ingin
diketahuinya.
-
Dengan mudahnya pengguna dapat mengakses dan memberikan
informasi
tersebut maka tidak sedikit pula yang menyebarluaskan
berita-berita (informasi) yang
masih belum jelas kebenarannya. Sulit sekali untuk mengetahui
siapakah sumber
pengirimnya, dan apakah yang disebarkan itu merupakan sebuah
kebenaran atau
bahkan sebuah kebohongan belaka (hoax).
Fenomena berita bohong (hoax) sangat marak pada media sosial di
tanah air
Indonesia. Motivasi oknum hoax tidak lain adalah uang dan
ideologis. Persoalan uang
karena dengan menyebarkan berita hoax dan menjadikan virus di
media sosial dan
menarik iklan yang signifikan bahkan membuat pengguna untuk
mengklik situs aslinya.
Persoalan ideologis biasanya beberapa penyebar berita hoax
menginginkan kandidat
yang disukainya untuk maju. Fenomena ini mulai muncul pada tahun
2016, Auguste
Comte menjelaskan bahwa fenomena adalah keadaan-keadaan yang
musti diterima
dapat diterangkan dan dinilai dengan ilmu pengetahuan (Kuswarno,
fenomenologi: 4).
Dalam akun media sosial sering sekali ada situs-situs hoax yang
menjebak agar
pengguna membuka halaman asliya. Ada pula beredar link yang
membuat pengguna
penasaran dengan keterangan dari sebaran hoax tersebut. Dan
sering sekali didapati
berita hoax yang menjadi lumrahnya akan broadcasting di via
whatsapp, line,
instagram, facebook, twitter, blog, google plus, pinterest,
youtube. Fenomena di
lapangan sudah semakin banyak. Salah satunya ada berita hoax
tentang
menjatuhkannya seseorang dan meninggikan kandidat lainnya
(Medistiara, 2018: 59).
Selanjutnya ada hoax yang beredar tentang bahaya gempa bumi
(fitriadi, 2018: 30).
Bahkan ada pula berita hoax yang menyebarkan bahwa orang-orang
Islam terancam,
hingga ulama dibunuh dan dianiaya (Bintoro, 2018: 76).
Hoax yang menyebar di media sosial sangat berbahaya karena
meresahkan
masyarakat, bahkan penyebar berita hoax pun sudah diperingati.
Dari pihak Mabes
-
Polri sudah menegaskan bahwa pelaku oknum-oknum hoax akan
ditindaklanjuti.
Pelaku akan ditangkap dan dihukum, karena hal ini sudah masuk ke
ranah fitnah dan
penuduhan. Hukuman bagi pelaku berita hoax adalah 6 tahun
penjara dan denda 1
miliar. Hal ini sesuai dengan ketetapan hukum yang tertera di
Undang-Undang
Informasi Transaksi Elektronik (ITE) pasal 28 ayat 1 : "Setiap
orang yang dengan
sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan, ancamannya
bisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 1
miliar".
Maraknya berita hoax di media sosial sangat mempengaruhi
generasi milenial.
Karena pada generasi milenial, sudah berbagai macam berita hoax
yang saat ini
dihadapi. Generasi milenial adalah seorang anak muda kelahiran
1982 hingga 20 tahun
setelahnya, pada tahun 2017 mereka telah menduduki usia 16
hingga 36 tahun
(Bamualim, 2018: 86) Karena generasi milenial hidup berdampingan
dengan dunia
digital, tak heran jika generasi ini terjerumus kedalam berita
hoax.
Generasi milenial sangat dekat dengan media sosial. Dari situlah
generasi ini
mendapat bayak penemuan baru. Kelekatan generasi milenial dengan
media sosial
memberikan kemudahan bagi generasi milenial yang ingin mencoba
hal-hal baru dan
ingin mengetahui berbagai macam ilmu yang bisa ditanyakan
langsung melalui
medianya. Generasi milenial salah satunya adalah seorang santri,
yang diusia-usia
inilah sedang aktif dan memiliki semangat yang tinggi.
Santri Pondok Pesantren Mahasiswa Universal Bandung merupakan
generasi
milenial, dimana santri saat ini menginjak usia yang penuh
dengan rasa ingin tahu yang
besar. Selain berstatus sebagai seorang santri, mereka pun
seorang mahasiswa di
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Mereka
sangat membutuhkan
dan ketergantungan terhadap media sosial, karena media dapat
digunakan sebagai alat
komunikasi. Mereka menggunakan media sosial untuk berkomuikasi
dengan mudah,
-
bertukar informasi, menyambung silaturahim, ajang eksistensi,
dan bahkan membuat
komunitas-komunitas yang biasa dilakukan santri dan atau
mahasiswa. Tidak sedikit
pula yang menggunakan sosial media sebagai guru.
Santri menggunakan media sosial untuk memenuhi kebutuhannya yang
sekaligus
sebagai mahasiswa. Selain mengetahui ilmu agama dari Kiai dengan
kitab kuningnya,
santri Pondok Pesantren Mahasiswa Universal (PPMU) lebih sering
menggunakan
media sosial untuk mencari tahu lebih dalam lagi mengenai ilmu
yang telah diperoleh
di pesantren. Pondok pesantren Mahasiswa Universal merupakan
pondok yang modern,
sehingga para santri diperbolehkan membawa gadget seperti
handphone dan laptop.
Hal ini sesuai dengan kebutuhan para santri yang sekaligus
sebagai mahasiswa.
Santri dapat mengetahui informasi-informasi terhangat dan
kemudian bisa men-
share lagi ke akun media sosial yang dimilikinya. Banyak pula
santri yang berdakwah
melalui media sosial. Dan sering sekali santri mem-broadcasting
informasi dan ilmu
yang didapat ke media sosial. Dan terkadang tanpa disadari
santri menyebarkan pula
informasi yang belum tentu benar kebenarannya (hoax).
Ketergantungan santri terhadap gadget yang membuat santri tidak
memfilter isu-
isu yang telah didapat. Semaraknya politik membuahkan hasil
ideologi yang berbeda-
beda, faktor saling mendukung dan saling menjatuhkan menyebabkan
media sosial
ramai akan isu-isu yang tidak pasti akan kebenarannya. Sedangkan
dengan mudahnya
jari ini menyentuh layar dan men-share ke semua berita-berita
itu di akun media
sosialnya masing-masing. Tanpa bertabayun apakah yang santri
sebarkan adalah hoax
atau memang benar. Dari media sosial semua dapat diakses dengan
mudah, kejadian
yang baru saja dilakukan bisa seluruh dunia mengetahui hanya
dalam hitungan detik.
Kelebihan dari media sosial adalah memudahkan dalam berdakwah.
Berdakwah
akan semakin mudah dengan hadirnya media sosial. Tidak perlu
ribet untuk mencari
-
buku dan kitab guna mengetahui hukum, dan tidak perlu repot pula
untuk menanyakan
suatu hukum untuk bertemu Kiai dan mengikuti pengajian. Hanya
dengan membuka
handphone dan men-search pertanyaan maka media sosial akan
menjawabnya. Cara
ini sangat praktis untuk berdakwah dan terus menambahkan
Ilmu.
Di sisi lain media pula memiliki kelemahan, salah satunya adalah
tersebarnya berita
hoax. Tidak heran jika santri menjadi salah satu oknum penyebar
berita hoax, sekalipun
tidak disadari tetapi kenyataan ini tidak bisa ditolak, banyak
santri yang men-share
kembali postingan-postingan dari orang lain di akun media
sosialnya tanpa
memfilternya terlebih dahulu.
Begitu pula dengan berdakwah, haruslah mencari strategi yang
cocok saat
menyebarkan agama Islam. Asmuni Syukir (1983: 86) mengatakan
bahwa strategi
dakwah artinya sebagai metode, siasat, taktik atau maneuver yang
dipergunakan dalam
aktivitas (kegiatan) dakwah Diperlukannya strategi dakwah yang
baru di zaman
milenial akan maraknya berita hoax di media sosial.
Strategi dakwah merujuk pada strategi komunikasi oleh Fearch dan
Kasper (1983:
48) bahwasanya strategi komunikasi terbagi menjadi dua. Pertama
adalah strategi
reduksi santri, yang menjelaskan bagaimana proses sampainya
berita hoax di kalangan
santri. Dan bagian kedua adalah strategi pencapaian, menjelaskan
apa saja tahapan
santri saat mendapatkan berita hoax dan menghadapinya.
Berdasarkan uraian diatas hendaklah santri bisa mengelola dan
memilih, agar berita
yang disampaikan tidak terkandung unsur hoax. Ketua Masyarakat
Indonesia Anti-hoax
sekaligus sebagai inisiator Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia
(MAFINDO), Septiaji
Eko Nugroho memberikan beberapa tips untuk menghindari hoax.
Bahkan di dalam Al-
Quran telah menekankan bahwa telitilah seuatu berita sebelum
menyebarkannya.
Terdapat pada Quran Surah Al-Hujurat ayat : 6
-
لَٖة فَتُصۡ ا ِبَجَهَٰ اْ أَن تُِصيبُواْ َقۡوَمُۢ ِبنَبَٖإ
فَتَبَيَّنُوَٰٓاْ إِن َجآََٰءُكۡم فَاِسُقُۢ أَيَُّها ٱلَِّذيَن
َءاَمنُوَٰٓ
َٰٓ بُِحواْ َعلَىَٰ يََٰ
ِدِميَن ٦َما فَعَۡلتُۡم نََٰ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu”.
Santri Pondok Pesantren Mahasiswa Universal mayoritas jika
mendapatkan berita
yang dianggap penting dan darurat akan segera menyebarluaskannya
tanpa diteliti
terlebih dahulu dari mana mereka mendapatkan berita itu, tanpa
mengecek ulang
sumber berita yang mereka dapatkan.
Viralnya berita-berita hoax di kalangan santri yang telah
ketergantungan dengan
gadget membuat peneliti tertarik untuk memfokuskan penelitian
dalam bentuk karya
ilmiah yang berjudul “STRATEGI DAKWAH SANTRI DALAM
MENGHADAPI
BERITA HOAX DI MEDIA SOSIAL (STUDI KASUS PADA SANTRI PONDOK
PESANTREN MAHASISWA UNIVERSAL BANDUNG)”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan dengan latar belakang permasalahan di atas dan agar
karya ilmiah ini
terarah, maka penulis merumuskan hanya pada strategi dakwah
santri di Pondok
Pesantren Mahasiswa Universal Bandung terhadap maraknya berita
hoax di media
sosial. Sesuai pembatasan di atas, maka masalah yang akan
difokuskan penelitian
adalah :
1. Bagaimana Strategi Reduksi Santri Dalam Menghadapi Berita
Hoax Di
Media Sosial?
-
2. Bagaimana Strategi Pencapaian Santri Dalam Menghadapi Berita
Hoax Di
Media Sosial?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus penelitian yang telah dirumuskan diatas,
maka tujuan dan
kegunaaan penelitian dirumuskan sebagai berikut :
1. Untuk Memahami Bagaimana Strategi Reduksi Santri Dalam
Menghadapi
Berita Hoax Di Media Sosial.
2. Untuk Memahami Bagaimana Pencapaian Santri Dalam Menghadapi
Berita
Hoax Di Media Sosial.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Secara Akademis
Hasil dari sebuah penelitian ini dapat memberikan ilmu dan
pengetahuan
dalam usaha mengembangkan studi komunikasi dan dakwah. Selain
itu, dengan
lahirnya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis
dan umumnya
bermanfaat pada pembaca serta sebagai literature di program
studi Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) khususnya pada jurusan
Komunikasi
dan Penyiaran Islam dalam menyampaikan informasinya kepada
penerima
informasi dengan menggunakan metode yang ada.
2. Kegunaan Secara Praktis
a) Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
mengimplementasikan
dalam kehidupan khususnya untuk penulis dan umumnya untuk
pembaca
tanpa adanya unsur kebohongan sedikitpun.
-
b) Sebagai referensi terhadap masyarakat muslim bahwa
menyebarkan berita
hoax dapat mengacaukan dan menggelisahkan hati seseorang
yang
ditujukan lalu berusaha untuk menghindarinya.
c) Sebagai rujukan para mubaligh untuk mengaplikasikan kepada
khalayak
ramai.
E. Landasan Pemikiran
1. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini menjelaskan penelitian yang memiliki kesamaan
dengan
penelitian-penelitian terdahulu, salah satunya penelitian yang
dilakukan oleh Yeha
Regina Citra Mahardika dengan judul “Perilaku Mahasiswa Dalam
Menyikapi
Pemberitaan Hoax Di Media Sosial Facebook” Universitas
Muhammadiyah Malang
tahun 2013. Pada penelitian ini mendeskripsikan perilaku dalam
menyikapi hoax yang
menyebar di mahasiswa Ilmu Komunikasi UMM (2013) yang menerima
hoax tentang
isu corporate, dengan alasan mahasiswa adalah generasi mileial
serta aktif media dan
tanggung jawab moral dari segi ilmunya untuk memeberikan
keaslian berita.
Penelitian kedua yang dilakukan oleh Dwi Putri Aulia dengan
judul
”Memerangi Berita Bohong di Media Sosial (Studi Terhadap Gerakan
Masyarakat
Anti Fitnah Indonesia)”. Penelitian ini menggunakan paradigma
konstruktivis dimana
realitas merupakan hasil konstruksi dari kemampuan berfikir
seseorang.
2. Landasan Teoritis
Strategi merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan dakwah)
termasuk
penggunaan metode dan pemanfaatan sumber daya atau kekuatan.
Dengan demikian
strategi merupakan proses penyusunan rencana kerja, belum sampai
pada tindakan.
-
Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah
dari semua keputusan
penyususnan strategi adalah pencapaian tujuan. Oleh sebab itu,
sebelum menentukan
strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas serta dapat diukur
keberhasilannya
(Sanjaya, 2007:124).
Asmuni Syukir mengatakan bahwa strategi dakwah artinya sebagai
metode,
siasat, taktik atau maneuver yang dipergunakan dalam aktivitas
(kegiatan) dakwah
(Syukir, 1983: 85) Diperlukannya strategi dakwah yang baru di
zaman milenial akan
maraknya berita hoax di media sosial. Strategi dakwah merujuk
kepada strategi
komunikasi dari Faerch dan Kasper (1983: 49).
Dalam penelitian ini, teori strategi yang digunakan adalah dari
teori oleh Faerch
dan Kasper. mereka menjelaskan strategi komunikasi dibagi
menjadi dua bagian,
strategi reduksi (reduction strategies) dan strategi pencapaian
(achievement strategies).
Dikaitkan dengan permasalahan yang diteliti yakni, bagaimana
strategi reduksi santri
Pondok Pesantren Mahasiswa Universal Bandung dalam menghadapi
berita hoax di
media sosial. Menjelaskan bahwa bagaimana proses santri menerima
berita hoax. Dari
teori ini, di bagian kedua adalah strategi pencapaian. Dapat
ditarik sebuah penelitian
kepada santri bagaimana langkah-langkah atau cara yang dilakukan
santri agar tidak
terjebak ke dalam oknum hoax.
Menurut Ilmu komunikasi, strategi sebagai perencanaan (planning)
dan
manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Ia tidak
hanya berfungsi
sebagai peta jalan yang harus ditempuh, tetapi juga berisi
taktik operasionalnya. Ia
harus didukung teori karena teori merupakan pengetahuan
berdasarkan pengalaman
yang sudah diuji kebenarannya. Untuk strategi komunikasi
tersebut, segala sesuatu
harus memperhatikan komponen komunikasi dalam teori Harold D.
Lasswel, yaitu Who
-
says What in Which Channel to Whom with What effect
(komunikator, pesan, media,
komunikan, dan efek) (Effendi, 1993: 300).
Era demokratisasi saat ini kebebasan berpendapat setiap warga
negara secara
lisan atau tulisan, maka fenomena tipuan menjadi satu hal yang
seharusnya menjadi
perhatian bersama. Di era demokratisasi saat ini kebebasan
berpendapat setiap warga
negara secara lisan atau tulisan, maka fenomena hoax menjadi
satu hal yang harus
menjadi perhatian bersama. Tipuan tersebut bisa berupa gagasan
palsu, prinsip ofensif,
manipulasi media, keseimbangan, objektivitas, terhadap
netralitas moral (Siregar,
2018: 44).
Gagasan palsu bisa dibuktikan melalui hasil nyata yang
menghancurkan. Prinsip
kebebasan dan toleransi yang bertentangan tidak akan pernah bisa
didamaikan, akan
tetapi ide palsu yang menghasilkan ucapan kebencian dan bisa
merusak tatanan sosial
sehingga harus dikeluarkan dari kebebasan berekspresi (Haryanto,
2017: 84).
Kata hoax didasarkan pada sebuah film yang berjudul “The Hoax”
yang banyak
mengandung kebohongan dikarenakan plot naskah tidak sesuai
dengan novel aslinya.
Fenomena hoax pada era pasca kebenaran batas antara ucapan yang
benar dan dusta,
antara kebenaran dan keculasan, antara fiksi dan non fiksi, jadi
kabur. Ditambahkannya
di era pasca kebenaran kita hidup di sebuah lingkungan yang tak
menyediakan cukup
penangkal kecenderungan kita mengelabui orang lain (Muhammad,
2017: 38) begitu
pula di era milenial yang semakin hari semakin maraknya berita
hoax di kalangan
santri.
Konteks kewarganegaraan, kemampuan melek media adalah salah
satu
kompetensi melek huruf kewarganegaraan. Sebagai persyaratan
kompetensi
kewarganegaraan, kemampuan membaca media dalam keterampilan
komunikasi,
tanggung jawab dalam korespondensi merupakan kebutuhan setiap
warga negara,
-
sehingga dalam melaksanakan kegiatan pemanfaatan ruang publik
menjadi lebih bijak,
etis, dan bertanggung jawab (Milner, 2002: 49).
Berita hoax atau berita palsu (hoax) adalah artikel berita yang
sengaja dibuat
untuk menyesatkan pembaca. Ada dua motivasi utama yang
menyebabkan beredarnya
berita palsu. Pertama adalah uang, artikel berita seolah-olah
menjadi virus di media
sosial yang dapat menarik pendapatan iklan yang signifikan saat
pengguna mengeklik
situs aslinya. Hal ini tampaknya menjadi motivasi utama sebagian
besar produsen berita
palsu yang identitasnya telah terungkap. Motivasi kedua adalah
ideologis. Beberapa
penyedia berita palsu berusaha untuk memajukan kandidat yang
mereka sukai (Allcott
, H., & Gentzkow, 2017: 40).
Kata santri sendiri, menurut C. C Berg berasal dari bahasa
India, shastri, yaitu
orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana
ahli kitab suci
agama Hindu. Sementara itu, A. H. John menyebutkan bahwa istilah
santri berasal dari
Bahasa Tamil yang berarti guru mengaji (Suharto, 2011: 9).
Asal usul kata “Santri”, dalam pandangan Nurcholish Madjid dapat
dilihat dari
dua pendapat. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa “Santri”
berasal dari
perkataan “Sastri”, sebuah kata dari bahasa Sanskerta yang
artinya melek huruf
(Madjid, 1977: 19).
Di sisi lain, kata “Santri” dalam bahasa India berarti orang
yang tahu buku-buku
suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci agama
Hindu. Atau secara umum
dapat diartikan buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku
tentang ilmu
pengetahuan (Dhofier, 18: 265).
Santri adalah sekelompok orang yang tidak bisa dipisahkan dari
kehidupan
“Ulama”. Santri adalah siswa atau mahasiswa yang dididik dan
menjadi pengikut dan
pelanjut perjuangan “Ulama” yang setia. Pondok Pesantren
didirikan dalam rangka
-
pembagian tugas mu’minin untuk iqomatuddin, sebagaimana yang
disebutkan dalam
Al- Qur’an suarat At-Taubah ayat : 122
فَلَۡوََل نَفَ ۡنُهمۡ ۞َوَما َكاَن ٱۡلُمۡؤِمنُوَن ِلَينِفُرواْ
َكآَٰفَّة ۚٗ يِن َر ِمن ُكل ِ فِۡرقَٖة م ِ َطآَٰئِفَٞة ل
ِيَتَفَقَُّهواْ فِي ٱلد ِ
اْ إِلَۡيِهۡم لَعَلَُّهۡم يَۡحذَُروَن ٢١١َوِليُنِذُرواْ
قَۡوَمُهۡم إِذَا َرَجعُوَٰٓArtinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin
itu pergi semuanya (ke medan
perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara
mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka
itu dapat menjaga dirinya”.
Bagian pertama ayat ini menjelaskan keharusan adanya pembagian
tugas
mu’min untuk iqomatuddin. Bagian kedua yaitu kewajiban adanya
nafar, tho’ifah,
kelompok, lembaga atau jama’ah yang mengkhususkan diri untuk
menggali ilmuddin
supaya mufaqqih fiddin. Bagian ketiga mewajibkan kepada insan
yang tafaqquh fieddin
untuk menyebarluaskan ilmuddin dan berjuang untuk iqomatuddin
dan membangun
mayarakat masing-masing.
Dengan demikian, sibghah/predikat Santri adalah julukan
kehormatan, karena
seseorang bisa mendapat gelar Santri bukan sematamata karena
sebagai
pelajar/mahasiswa, tetapi karena ia memiliki akhlak yang
berlainan dengan orang
awam yang ada disekitarnya. Buktinya adalah ketika ia keluar
dari pesantren, gelar
yang ia bawa adalah santri dan santri itu memilki akhlak dan
kepribadian tersendiri
(Qadir, 1994 : 7-8).
Penggunaan istilah santri ditujukan kepada orang yang sedang
menuntut
pengetahuan agama di pondok pesantren. sebutan santri senantiasa
berkonotasi
mempunyai kiai (Sukamto, 1999: 97).
Bagan 1.1
Strategi Dakwah Santri Dalam Menghadapi Berita Hoax Di Media
Sosial
-
F. Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut;
lokasi penelitian, metode penelitian, jenis data, sumber data,
teknik pengumpulan data,
serta analisis data (Panduan Penyusunan Skripsi. Bandung:
Fakultas Dakwah dan
Komunikasi 2015, hal. 80-81).
1. Lokasi Penelitian
Peneliti melakukan penelitian pada Santri Pondok Pesantren
Mahasiswa
Universal dengan beralamat desa Cipadung, RT 03, RW 08 No. 01,
Kelurahan
Cipadung, Kecamatan Ciburu, Kota Bandung. Adapun alasan menjadi
target peneliti
adalah; a). Lokasi penelitian ini mudah dijangkau sehingga
membuat peneliti mudah
dalam pengumpulan data. b). Setelah mengamati Pondok Pesantren
tersebut ternyata
santri memiliki ciri yang perlu diteliti. c). Pondok Pesantren
ini berbeda dengan Pondok
lainnya.
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi kasus.
Metode studi kasus adalah suatu serangkaian kegiatan ilmiah yang
dilakukan secara
intensif, terinci dan mendalam tentang suatu program, peristiwa,
dan aktivitas, baik
pada tingkat perorangan, sekelompok orang, lembaga, atau
organisasi untuk
Strategi Dakwah Santri
Reduksi
Formal Fungsional
Pencapaian
Struktural Konfirmasi cek
Perbaikan Diri
-
memperoleh pengetahuan mendalam tentang peristiwa tersebut.
Biasanya, peristiwa
yang dipilih yang selanjutnya disebut kasus adalah hal yang
aktual (real-life events),
yang sedang berlangsung, bukan sesuatu yang sudah lewat.
Metode Penelitian kasus merupakan metode kualitatif yang biasa
digunakan
dalam penelitian sosial. Ia di arahkan pada suatu penelitian
yang intensif terhadap suatu
satuan analisis tertentu. Ia biasanya digunakan dalam penelitian
di bidang psikologi,
antropologi, dan sosiologi (mikro). Namun demikian, ia tetap
digunakan penelitian
HIPS, sebagai suatu satuan analisis. (Hasan, 2004: 291).
Merupakan suatu fenomena
yang sangat menarik Santri mampu memilah dan memilih berita
dengan baik dan bijak.
3. Jenis Data
Jenis data yang digunakan peneliti adalah kualitatif studi kasus
karena
penelitian studi kasus merupakan cara pengolahan penelitiam
kualitatif karena datanya
berbentuk ucapan dan tindakan subjek penelitian serta
hasil-hasil pengamatan peneliti
terhadap situasi lapangan yang menyertai ucapan atau tindakan.
Cara pengelolaannya
dengan cara memasukan data-data yang sejenis lalu menguraikan
secara naratif yang
menggambarkan secara meluas dan mendalam tentang subjek
penelitian.
4. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari sumber
datanya oleh
peneliti untuk suatu tujuan khusus, dengan kata lain, bahwa data
primer adalah data
asli, dari sumber tangan pertama (Santri Pondok Pesantren
Mahasiswa Universal).
b. Data Sekunder
-
Data sekunder yaitu data yang telah atau lebih dulu dikumpulkan
dan
dilaporkan oleh orang lain, walaupun yang dikumpulkan
sesungguhnya data yang
asli. Atau dengan kata lain data sekunder adalah data yang
datang dari tangan kedua
(dari tangan ke sekian) yang tidak seasli data primernya semisal
dari Kiai (Dewan
Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Universal).
5. Teknik Dan Instrumen Pengumpulan Data
a. Teknis Observasi
Observasi merupakan sebuah teknik pengumpulan data yang
dilaksanakan
secara teliti, beserta pencatatan yang sesuai dengan sistematika
dalam sebuah
penelitian (Imam Gunawan, 2013:143). Penulis melakukan
pengamatan dan
pencatatan untuk mengamati situsi dan kondisi Santri Pondok
Pesantren
Mahasiswa Universal, terpenting mengamati strategi Santri dalam
memahami
berita.
b. Teknik Wawancara
Wawancara adalah salah satu cara untuk mendapatkan keterangan
secara
lisan dari responden/informan dengan bercakap-cakap, dengan
tujuan untuk
mengumpulkan keterangan demi menyempurnakan data yang
represen-tatif. Akan
tetapi percakapan yang meminta keterangan yang tidak bertujuan
untuk suatu tugas,
melainkan hanya untuk ramah tamah saja, maka hal ini tidaklah
termasuk/disebut
wawancara.
Dalam proses wawancara ada sejumlah variabel yang memainkan
peranan
penting yaitu (1) pewawan-cara/interviewer, (2)
responden/informan yaitu orang
-
yang diminta keterangan, (3) daftar pertanyaan, (4) hubungan
antara pewawancara
dengan responden.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses mencari dan menata data dari
hasil
observasi, wawancara dan dokumentasi secara sistematis untuk
meningkatkan
pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya
sebagai temuan
bagi yang lain. Sedangkan untuk meningkatkan pemahaman tersebut,
analisis perlu
dilanjutkan dengan berupaya mencari makna interpretasi
(Muhadjir, 1996:104).
Setelah semua data terkumpul, maka peneliti akan berusaha untuk
dapat
menjelaskan objek permasalahan secara sistematis serta
memberikan analisis secara
cermat dan tepat terhadap objek kajian tersebut. Dalam
memberikan interpretasi
data yang diperoleh peneliti menggunakan metode studi kasus
kualitatif untuk
mengetahui “Strategi Dakwah Santri Dalam Menghadapi Berita Hoax
Di Media
Sosial (Studi Kasus Pada Santri Pondok Pesantren Mahasiswa
Universal
Bandung)”.
a). Reduksi Data
Data yang tersusun dari hasil pengkategorisasian kemudian
dilakukan
pereduksian data yaitu dengan cara memilih-milih data yang
diperoleh sehingga
menghasilkan data yang benar. Disini data mengenai “Strategi
Dakwah Santri
Dalam Menghadapi Berita Hoax Di Media Sosial.
b). Penghubung Data
Dari hasil pereduksian, data yang sudah ada dihubungkan dengan
data yang sebelumnya
dengan tujuan agar data yang terkumpul dapat tersusun
lengkap.