1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia yang mempunyai kebutuhan yang beranekaragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja. Baik pekerjaan yang di usahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. 1 Dampak yang ditimbulkan dari tuntutan hidup manusia untuk bekerja agar terpenuhi kebutuhannya inilah yang telah menimbulkan terjadinya kehidupan di kota-kota semakin tidak teratur. Ketidak teraturan tersebut disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah Pedagang Kaki Lima yang menjajakan dagangannya, tanpa memperhatikan keindahan dan tata ruang kota. Kondisi yang demikian ini dapat mengurangi kenyamanan dari pengguna jalan yang lain, baik untuk pengendara motor ataupun dengan pejalan kaki. Pengguna jalan sangatlah terganggu dengan adanya Pedagang Kaki Lima yang sering berjualan di bahu-bahu jalan bahkan sampai di pertengahan jalan (Jalan Lingkar Salatiga) di pagi hari, karena dapat mengganggu aktivitas pengguna jalan dimana sebenarnya Menurut Undang-Undang No.38 Tahun 2004 tentang jalan,” fungsi jalan adalah sebagai prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan 1 H.Zainal Askin.dkk, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hal.1.
19
Embed
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14661/1/T1_312013039_BAB I.pdf · tentang PKL di Salatiga, kenyataan . ... 6 Hasil Observasi Penulis, Tanggal
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia yang mempunyai kebutuhan yang
beranekaragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia
dituntut untuk bekerja. Baik pekerjaan yang di usahakan sendiri maupun bekerja
pada orang lain.1 Dampak yang ditimbulkan dari tuntutan hidup manusia untuk
bekerja agar terpenuhi kebutuhannya inilah yang telah menimbulkan terjadinya
kehidupan di kota-kota semakin tidak teratur. Ketidak teraturan tersebut
disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah Pedagang Kaki Lima yang
menjajakan dagangannya, tanpa memperhatikan keindahan dan tata ruang kota.
Kondisi yang demikian ini dapat mengurangi kenyamanan dari pengguna jalan
yang lain, baik untuk pengendara motor ataupun dengan pejalan kaki. Pengguna
jalan sangatlah terganggu dengan adanya Pedagang Kaki Lima yang sering
berjualan di bahu-bahu jalan bahkan sampai di pertengahan jalan (Jalan Lingkar
Salatiga) di pagi hari, karena dapat mengganggu aktivitas pengguna jalan dimana
sebenarnya Menurut Undang-Undang No.38 Tahun 2004 tentang jalan,”fungsi
jalan adalah sebagai prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
1 H.Zainal Askin.dkk, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012,
hal.1.
2
bagi lalu lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan
tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air,
kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel”.2
Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah usaha sektor informal berupa usaha
dagang yang kadang kadang juga sekaligus produsen. Ada yang menetap pada
lokasi tertentu, ada yang bergerak dari tempat satu ke tempat yang lain
(menggunakan pikulan, kereta dorong) menjajakan bahan makanan, minuman
dan barang-barang konsumsi lainnya secara eceran. PKL Umumnya bermodal
kecil terkadang hanya merupakan alat bagi pemilik modal dengan mendapatkan
sekedar komisi sebagai imbalan atau jerih payahnya.3
Keberadaan PKL sebenarnya memiliki keuntungan tersendiri karena telah
membuka lapangan pekerjaan sehingga angka pengangguran dapat ditekan dan
keberadaannya dibutuhkan oleh masyarakat kelas bawah karena harga yang
relatif lebih murah dari toko atau restoran modern. Namun keberadaan PKL
selain menguntungkan juga mendatangkan permasalahan baru. Kegiatan para
PKL dianggap sebagai kegiatan liar karena penggunaan ruang tidak sesuai
dengan peruntukannya sehingga mengganggu kepentingan umum. Seperti
kegiatan PKL yang mengunakan trotoar dan jalan atau badan jalan sebagai
2 Undang-Undang No.38 Tahun 2004 tentang Jalan.
3 Henny Purwanti dan Misnarti. 2012. Usaha Penertiban dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di
Kabupaten Lumajang. Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jenderal Sudirman Lumajang.
Hlm. 1.
3
tempat berdagang, pemasangan reklame yang sembarangan, perilaku buang
sampah sembarangan dan perilaku menyeberang jalan sembarangan.
Permasalahan keberadaannya para PKL memang tidak terlepas dari
dampak krisis ekonomi yang terjadi secara global akhir-akhir ini, bahkan
memberikan dampak hingga di semua bidang. Dampak dari krisis keuangan
global tersebut mengakibatkan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan kepada para karyawan-
karyawannya. Akibat dari pemutusan hubungan kerja itu mengakibatkan
pengangguran, disamping itu terdapat golongan masyarakat angkatan kerja yang
mengalami kesulitan mencari pekerjaan sehingga dapat mempengaruhi
perkembangan perekonomian di Indonesia.4
Berhubungan dengan itu, maka usaha untuk mencari nafkah salah
satunya dengan cara berjualan di pinggir jalan. Masyarakat cenderung
memanfaatkan ruang ataupun fasilitas umum untuk dipergunakan dalam aktivitas
mereka berjualan, seperti halnya yang dapat di jumpai di Perempatan Pulutan
dan Perempatan Candran, terutama pada saat hari libur di pagi hari (Minggu
Pagi) apalagi dengan melihat keramaian pengendara yang melintas dan juga
pemandangan yang sangatlah indah di kawasan tersebut.5 Kebanyakan
dimanfaatkan oleh PKL. Hal tersebut tentu telah tidak sesuai dengan kriteria
tempat yang diperuntukkan untuk lokasi usaha PKL (Perda No 4 Tahun 2015).
4 Kompas, 15 Oktober 2008,hal 8.
5 Wawancara Bapak Wahyudi Joko, KASI Pengawasan UMKM Kota Salatiga, Tanggal 20 Mei
2016 jam 10.30 WIB
4
Karena para PKL telah melakukan kegiatan usahanya di ruang umum yang
sebenarnya tidak diperuntukkan untuk kegiatan PKL.
Dengan adanya ketidak sesuaian antara segala sesuatu yang merupakan
pelaksanaan dari segala yang senyatanya (Das Sein) dan segala sesuatu yang
merupakan keharusan (Das Sollen), dalam penerapan Perda No 4 Tahun 2015
tentang Penataan, Pengelolaan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota
Salatiga, dimana telah di atur dengan jelas dalam Undang-Undang No.38 Tahun
2004 tentang Jalan yang berisikan bahwa fungsi jalan sebagai prasarana
transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.
Tetapi kenyataannya (Das Sein), dalam penerapan Perda No.4 Tahun 2015
tentang PKL di Salatiga, kenyataan yang di dapatkan adalah para PKL tidak
mematuhi apa yang telah di atur dalam Undang-Undang No.38 Tahun 2004
tentang Jalan dengan mendirikan dagangannya di bahu jalan ataupun sampai di
badan jalan yang semestinya di peruntukan bagi lalu lintas kendaraan bermotor
dan juga Pemerintah Kota Salatiga belum menerapkan Perda tentang PKL
tersebut dengan sebagaimana mestinya.6
Asal mula terjadinya Pasar Tiban yang berdiri pada awal 2011 sendiri
telah berjalan sebelum Jalan Lingkar Salatiga (JLS) tersebut di fungsikan seperti
sekarang, ada 5 penjual makanan ringan yang berjualan di sekitaran Pulutan dan
Kecandran dan nampaknya memang menguntungkan dengan Pemandangan yang
6 Hasil Observasi Penulis, Tanggal 11 September 2016, di Pasar Tiban, Jalan Lingkar Salatiga.
5
ada di sekitaran JLS tersebut seperti dapat melihat Gunung Merbabu dan Merapi
dengan jelas, beserta hamparan sawah yang terlihat indah dan mengagumkan
mampu menarik penjual yang lain beserta pembeli yang banyak berdatangan,
entah untuk berbelanja ataupun juga berjalan-jalan untuk melihat pemandangan
yang ada di JLS. Penjual ataupun juga pembeli yang datang di Pasar Tiban tidak
hanya yang berdomisili di Kota Salatiga, tetapi juga banyak yang datang dari
Kabupaten Semarang dan sekitarnya, tetapi 70% memang benar-benar
masyarakat Kota Salatiga itu sendiri. Sampai sekarang pedagang yang terdaftar
telah mencapai 700 pedagang dan 60 pekerja parkir.7
Pasar Tiban sendiri memang diperuntukkan seluruhnya untuk
kemakmuran masyarakat Salatiga dan sekitarnya. Hal ini juga di amini oleh
salah satu Anggota DPRD Kota Salatiga yang tergabung dalam Komisi C, yang
berpendapat bahwa Pasar Tiban terutama di Pulutan dan Kecandran memang
memiliki hal magis untuk dapat menarik minat dari para pedagang dan pembeli,
ataupun juga warga yang ingin menikmati pemandangan yang ada di sekitar JLS
bagian Pulutan dan Kecandran. Sementara bilamana JLS akan di pergunakan
untuk kegiatan yang lain maka DISHUB dan Satpol PP akan berkoordinasi
kepada paguyuban beserta pada pedagang untuk sementar meliburkan aktivitas
perdagangan yang biasa di lakukan.8
7 Wawancara Bapak Sobiron, Ketua Paguyuban Pasar Tiban, Tanggal 11 September 2016, jam
07.00 WIB. 8 Wawancara Bapak H.M. Sofi’i, Komisi C DPRD Kota Salatiga Fraksi PKB, Tanggal 11
September 2016, jam 07.28 WIB.
6
Pelanggaran pemanfaatan ruang di kawasan JLS telah menimbulkan
dampak yang negatif bagi lingkungan sekitarnya, seperti terhambatnya aktivitas
lalu lintas (kemacetan) di sekitar tempat tersebut, itu dikarenakan para PKL
melakukan aktivitas perdagangannya di bahu-bahu jalan dan sampai di jalur lalu
lintas yang dipergunakan untuk aktivitas berkendara motor dengan
memparkirkan kendaraannya yang dipergunakan untuk berjualan di dalam mobil
yang mengakibatkan kawasan JLS menjadi sempit, dan tentu saja apa yang telah
dilakukan oleh para PKL Pasar Tiban di Jalan Lingkar Salatiga telah
mangganggu kenyamanan pengendara dan para pejalan kaki dikarenakan pada
kenyataannya adanya pemanfaatan trotoar-trotoar jalan dan juga badan jalan di
kawasan Jalan Lingkar Salatiga di pagi hari yang semestinya dipergunakan untuk
para pejalan kaki dan aktivitas berlalu lintas berubah menjadi tempat para PKL
untuk mendirikan untuk tempat usaha, kota menjadi tidak teratur, menjadikan
kemacetan, tidak bersih dan tidak tertib.9 Akan tetapi pada pelaksanaannya para
PKL tetap di tarik pungutan seikhlasnya untuk uang kebersihan (tidak ditentukan
besarnya pungutan yang di tarik) oleh Anggota Paguyuban Pasar Tiban, yang
kemudian pungutan tersebut akan di kumpulkan ke Paguyuban untuk dibagi
kembali menjadi 2 untuk Paguyuban per wilayah (Pulutan dan Kecandran),
ketertiban PKL juga sangat diperhatikan oleh pengurus paguyuban yang ikut
terjun langsung untuk mengawasinya dan setelah pasar tersebut telah selesai
maka dengan cepat anggota-anggota paguyuban beserta karangtaruna langsung
membersihkan sampah-sampah yang ada agar tidak mengganggu pemandangan
9 Hasil Observasi Penulis, Tanggal 11 September 2016, di Pasar Tiban, Jalan Lingkar Salatiga.
7
kota dan keindahan JLS. Untuk peran Pemerintah Kota Salatiga memang pada
kenyataannya tidak ada keterkaitan yang terjun langsung untuk mengatasi Pasar
Tiban karena Pemerintah Kota Salatiga telah mempercayakan ketertiban kepada
Paguyuban Pasar Tiban.
Sebenarnya pada tanggal 20 Agustus 2014, pernah terjadi penertiban
yang dilakukan oleh Satpol PP terhadap Pasar Tiban tersebut. Tetapi setelah
terjadi penertiban tersebut, maka ada inisiatif dari Paguyuban Pasar Tiban
beserta para pedagang untuk menemui Walikota Salatiga untuk meminta restu
agar Pasar Tiban dapat berjalan sebagaimana mestinya karena Pasar Tiban
adalah seluruhnya untuk kemakmuran rakyat dan juga sebagai destinasi wisata
yang akan meningkatkan perekonomian daerah.10
Oleh karena itu, Pemerintah Kota Salatiga yang diwakili oleh Satpol PP,
DISHUB, dan Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (DISPERINDAGKOP UMKM) selalu memonitoring
berjalannya aktivitas jual beli agar tdak mengganggu hak-hak dari pengguna
jalan yang lain dengan selalu menghimbau kepada penjual dan pembeli melalui
Paguyuban agar tetap tertib. Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang telah di
lakukan oleh Pemerintah Kota Salatiga, dengan melakukan penertiban dan juga
monitoring yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (DISPERINDAGKOP UMKM) selaku
10 Wawancara Bapak Sobiron, Ketua Paguyuban Pasar Tiban, Tanggal 11 September 2016, jam
07.00 WIB.
8
leading sektor dari penerapan Perda No. 4 Tahun 2015 beserta Satpol PP,11
akan
tetapi belum dilakukannya pengendalian atau penertiban tersebut secara rutin
ataupun petunjuk pelaksanaan tentang tata kelola untuk kegiatan perekonomian
yang belum jelas berakibat pada para PKL seperti terbiasa untuk berjualan di
sekitar kawasan tersebut karena terkesan seperti di biarkan oleh Pemerintah Kota
Salatiga.
Pemerintah Daerah Kota Salatiga tetap membiarkan pasar rakyat tersebut
tetap berjalan karena telah menimbulkan dampak yang positif untuk
perekonomian warga salatiga dan sekitarnya. Dengan diterapkannya kebijakan
Pemerintah Kota Salatiga terhadap Pasar Tiban ini maka semestinya Dinas-Dinas
yang terkait ikut membantu jalannya pasar tersebut tetap berjalan sebagaimana
mestinya tanpa mengganggu pengguna jalan yang lain yang akan melintasi Jalan
Lingkar Salatiga (khususnya di area Pasar Tiban jam 04.00-11.00 WIB).
Pemerintah Kota Salatiga berusaha mengimplementasikan Peraturan
Daerah No. 4 Tahun 2015 tentang Penataan, Pengelolaan dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima di Kota Salatiga untuk menegakkan peraturan dan
memelihara ketertiban dan kententraman masyarakat. Ketertiban adalah suasana
yang mengarah kepada peraturan dalam masyarakat menurut norma yang berlaku
11 Wawancara Bapak Wahyudi Joko, KASI Pengawasan UMKM Kota Salatiga, Tanggal 20 Mei
2016, jam 10.30 WIB.
9
sehingga menimbulkan motivasi bekerja dalam rangka mencapai tujuan yang
diinginkan.12
Menurut Pasal 1 angka 9 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2010 tentang
Satuan Polisi Pamong Praja disebutkan bahwa Polisi Pamong Praja adalah
anggota Satpol PP sebagai aparat pemerintah daerah dalam penegakan Perda dan
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.13
Dalam
melaksanakan kewenangan guna menegakkan Peraturan Daerah, maka tugas ini
diserahkan kepada Satuan Polisi Pamong Praja. Hal tersebut memungkinkan
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya
dengan tenteram, tertib, dan teratur.
Terkait dengan kedudukan pemerintah selaku pelaku hukum publik yang
dilekati dengan hak dan wewenang untuk menggunakan dan menjalankan
berbagai peraturan dan keputusan serta wewenang diskresi, secara garis besar
funsi dan urusan pemeritah itu dapat dikelompokkan menjadi fungsi pembuatan
peraturan perundang-undangan beserta penegakannya, membuat keputusan, dan
membuat kebijakan.14
Disamping itu juga pemerintah dilekati dengan kewajiban
untuk memberikan pelayanan publik, melaksanakan fungsi pelayanan, dan juga
menerapkan kebijakan publik yang memasyarakatkan masyarakat, terutama bagi
negara-negara yang menganut atau dipengaruhi oleh konsep negara
kesejahteraan seperti di Indonesia.
12 Irawan Soejito. 2004. Sejarah Daerah Indonesia,:Pradanya Paramita, Jakarta. hal. 101
13 Pasal 1, Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja.