1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi birokrasi saat ini sangat diperlukan dalam rangka perbaikan kualitas aparatur sipil negara. Dari sudut pandang masyarakat, birokrasi selama ini dianggap sebagai sesuatu yang menyulitkan, berbelit-belit, dan tidak professional. Dari sudut pandang pemerintah sendiri mulai merasa tidak nyaman dengan status aparatur sipil negara yang mempunyai predikat sewenang-wenang, koruptif dan tidak melayani. Pemerintah menghendaki adanya peningkatan pencitraan birokrasi dimata masyarakat, sehingga pemerintah sendiri juga menginginkan segera dilakukan perbaikan citra aparatur sipil negara melalui program reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi merupakan sebuah kebijakan yang dibuat untuk mengubah atau membuat suatu perbaikan dalam birokrasi pemerintahan Indonesia saat ini. Perubahan atau perbaikan yang ingin dilakukan dalam reformasi birokrasi mencakup struktur dan proses dalam penyelenggaraan pelayanan publik, serta perubahan pada mindset dan culturset pegawai. Reformasi birokrasi juga bertujuan untuk memperbaiki prosedur administrasi dibirokrasi pemerintah, perbaikan penggunaan keuangan negara dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Dasar hukum pelaksanaan kebijakan reformasi birokrasi ini tertuang dalam Peraturan Presiden No.81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Penjabarannya dituangkan dalam Permenpan & RB No.20 Tahun 2010 dan Permenpan & RB No.11 Tahun 2015 tentang road map Reformasi Birokrasi. Cerminan pelaksanaan reformasi birokrasi selama ini masih belum memberikan pengaruh signifikan pada perubahan dan perbaikan yang terjadi di instansi pemerintah. Indikasi belum optimalnya pelaksanaan reformasi birokrasi dapat dilihat dari tingkat korupsi yang masih tinggi di kalangan aparatur pemerintah. Pelayanan publik yang masih belum optimal serta kinerja aparatur pemerintah yang belum sesuai dengan harapan masyarakat luas.
30
Embed
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/102568/potongan/S2... · dituangkan dalam Permenpan & RB No.20 Tahun 2010 dan Permenpan & RB No.11 Tahun 2015
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Reformasi birokrasi saat ini sangat diperlukan dalam rangka perbaikan
kualitas aparatur sipil negara. Dari sudut pandang masyarakat, birokrasi
selama ini dianggap sebagai sesuatu yang menyulitkan, berbelit-belit, dan
tidak professional. Dari sudut pandang pemerintah sendiri mulai merasa tidak
nyaman dengan status aparatur sipil negara yang mempunyai predikat
sewenang-wenang, koruptif dan tidak melayani. Pemerintah menghendaki
adanya peningkatan pencitraan birokrasi dimata masyarakat, sehingga
pemerintah sendiri juga menginginkan segera dilakukan perbaikan citra
aparatur sipil negara melalui program reformasi birokrasi.
Reformasi birokrasi merupakan sebuah kebijakan yang dibuat untuk
mengubah atau membuat suatu perbaikan dalam birokrasi pemerintahan
Indonesia saat ini. Perubahan atau perbaikan yang ingin dilakukan dalam
reformasi birokrasi mencakup struktur dan proses dalam penyelenggaraan
pelayanan publik, serta perubahan pada mindset dan culturset pegawai.
Reformasi birokrasi juga bertujuan untuk memperbaiki prosedur administrasi
dibirokrasi pemerintah, perbaikan penggunaan keuangan negara dan
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Dasar hukum pelaksanaan kebijakan
reformasi birokrasi ini tertuang dalam Peraturan Presiden No.81 Tahun 2010
tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Penjabarannya
dituangkan dalam Permenpan & RB No.20 Tahun 2010 dan Permenpan & RB
No.11 Tahun 2015 tentang road map Reformasi Birokrasi.
Cerminan pelaksanaan reformasi birokrasi selama ini masih belum
memberikan pengaruh signifikan pada perubahan dan perbaikan yang terjadi
di instansi pemerintah. Indikasi belum optimalnya pelaksanaan reformasi
birokrasi dapat dilihat dari tingkat korupsi yang masih tinggi di kalangan
aparatur pemerintah. Pelayanan publik yang masih belum optimal serta
kinerja aparatur pemerintah yang belum sesuai dengan harapan masyarakat
luas.
2
Tabel berikut ini memperlihatkan wajah birokrasi Indonesia yang
menjelaskan tentang tingkat korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), kualitas
pelayanan publik, dan kapasitas/ akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
Tabel 1.1.
Wajah Birokrasi Indonesia
No Keterangan Indikator Skor Indonesia Skala
1. Tingkat KKN IPK** 34 0-100
Opini BPK WTP
(Wajar Tanpa
Pengecualian)
Pusat 74% 100%
Daerah 34%
2. Kualitas
Pelayanan
Publik
Indeks Pelayanan
Publik
7,22 0-10
Peringkat
Kemudahan Berusaha
114 1-189*
6 9**
3. Kapasitas dan
Akuntabilitas
Kinerja
Indeks Efektivitas
Pemerintah
(-) 0.29 (-) 2.5-
2.5
Instansi yang
akuntabel
64,56 %
(CC/Cukup Baik)
100%
*dari 181 negara
**dari 9 negara ASEAN
Sumber : Paparan Menteri PAN & RB, 2014.
Dari tabel di atas dapat dilihat akuntabilitas pengelolaan keuangan
instansi pemerintah yang berada pada kisaran nilai 64,56% dari target 100%.
Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan K/L
(Kementerian/Lembaga) dan pemda masih kurang baik, masih banyak instansi
pemerintah yang perlu ditingkatkan laporan keuangannya menuju ke opini
wajar tanpa pengecualian (WTP). Dalam hal pelayanan publik, pemerintah
belum dapat menyediakan pelayanan publik yang berkualitas sesuai dengan
perkembangan kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik. Dalam hal
kemudahan berusaha (doing business), menunjukkan bahwa Indonesia belum
dapat memberikan pelayanan baik bagi para investor yang akan berbisnis di
Indonesia. Data International Finance Corporation pada tahun 2014,
menunjukkan Indonesia berada di peringkat ke-114 dari 189 negara di dunia.
Banyak faktor yang menjadikan kebijakan reformasi birokrasi dapat
berjalan dengan baik di instansi pemerintah. Faktor pendukung kesuksesan
pelaksanaan program kebijakan reformasi birokrasi salah satunya adalah
3
kemampuan berkomunikasi para pimpinan atau tim kebijakan tersebut kepada
publik internal organisasi. Kegiatan komunikasi akan memberikan
pengetahuan, pemahaman tentang visi dan misi serta tujuan kebijakan
reformasi birokrasi yang dilaksanakan. Publik internal seharusnya sudah
memahami dengan baik visi dan misi reformasi birokrasi. Publik internal
diharapkan juga mampu menjawab pertanyaan-pertanyan seperti tujuan yang
ingin dicapai oleh organisasi mereka, bagaimana cara mencapainya, apa
bentuk kontribusi yang bisa diberikan oleh mereka secara kelompok (dalam
unit kerja) dan pribadi (sesuai dengan tugas pokok dan fungsi atau tupoksi).
Idealnya, pemangku kepentingan internal mampu menjawab pertanyaan-
pertanyaan tersebut dengan baik. Untuk dapat menjawab pertanyaan-
pertanyaan tersebut dengan baik, seluruh staf organisasi pemerintah perlu
disediakan informasi yang cukup secara terus menerus. Artinya, kegiatan
berkomunikasi dengan mereka perlu dilakukan secara serius, sistematis dan
berkesinambungan. Namun kurangnya perhatian akan pentingnya komunikasi
kepada publik internal menjadi penghambat proses pencapaian tujuan sebuah
kebijakan. Masalah-masalah komunikasi yang tidak efektif di internal
organisasi pemerintah mungkin dapat terjadi karena komunikasi tersebut
belum direncanakan dan dikelola dengan baik oleh pembuat kebijakan.
Disamping itu pembuat kebijakan juga tidak mengetahui seberapa besar
kebutuhan informasi yang perlu diberikan pada publik internal. Pembuat
kebijakan juga sering mengabaikan untuk dapat menciptakan sebuah informasi
yang menarik pada publik di internal organisasinya.
Merujuk dari penjelasan tersebut, maka dalam implementasi program
reformasi birokrasi mutlak diperlukan kegiatan komunikasi yang tepat.
Kegiatan komunikasi ini bertujuan sebagai jembatan penghubungan antara
pembuat kebijakan reformasi birokrasi dalam hal ini unsur pimpinan dengan
pihak pelaksana kebijakan atau pegawai di internal organisasi. Disinilah
aktivitas komunikasi yang efektif diperlukan dalam menyebarkan informasi,
pengetahuan, pemahaman, dan menumbuhkan komitmen kepada publik
internal organisasi. Kegiatan komunikasi tersebut dapat diwujudkan dalam
bentuk sosialisasi kebijakan reformasi birokrasi. Sosialiasi akan berjalan
4
dengan baik manakala dikelola melalui tahap-tahap komunikasi agar berjalan
dengan efektif dan efisien.
Proses kegiatan sosialisasi melalui pentahapan tersebut dapat dilakukan
dengan memberikan pemahaman tentang tujuan dan latar belakang sebuah
kebijakan dibuat, merumuskan perencanaan komunikasi, kemudian bagaimana
komunikasi itu dilakukan melalui implementasi aksi dan komunikasi serta
penilaian efektifitas program komunikasi tersebut dilakukan melalui proses
evaluasi program komunikasi. Hal inilah yang dimaksudkan sebagai proses
manajemen dalam komunikasi.
Manajemen komunikasi pemerintah dengan prinsip resiprokal yang
terpadu, terarah dan tepat sasaran sangat diperlukan untuk efektivitas
pengorganisasian komunikasi kebijakan reformasi birokrasi. Manajemen
komunikasi yang mampu memaksimalkan proses pengelolaan sumberdaya
komunikasi untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas pertukaran pesan
yang terjadi dalam berbagai konteks komunikasi (individual, organisasional,
sosial). Pada prinsipnya komunikator dalam organisasi pemerintah
berkewajiban menjaga akses publik terhadap informasi, meningkatkan
kesadaran mengenai kebijakan reformasi birokrasi dan proses didalamnya,
memfasilitasi umpan balik dan komunikasi dua arah dengan publik, dan
menggunakan informasi tersebut untuk meningkatkan kinerja lembaga
Dalam praktiknya, sosialisasi kebijakan reformasi birokrasi tidaklah
mudah, muncul banyak resistensi baik dalam maupun luar organisasi
pemerintah. Resistensi yang muncul dari pihak eksternal misalnya apatisme,
politisasi dan itikad baik (goodwill). Dari aspek internal kelembagaan
pemerintah seperti ketidaksiapan restrukturisasi organisasi, belum adanya
dukungan teknologi informasi untuk efisiensi pekerjaan, apriori berlebihan
terhadap perubahan yang akan terjadi, prasangka tentang ketidakadilan dalam
pemberian tunjangan kinerja dan pembagian pekerjaan.
Masalah utama komunikasi pemerintah dalam sosialiasi kebijakan adalah
tidak munculnya prinsip resiprositas antara pembuat kebijakan dengan
publiknya itu sendiri. Idealnya, publik mengetahui informasi atas kegiatan
untuk publik (public affairs) dan terpenuhinya hak untuk mengetahui (right to
5
know) masalah publik. Pelayanan informasi di organisasi pemerintah masih
tergantung pada faktor manusia dalam kontrol mekanisme struktural dan
dorongan kultural, selain ketetapan regulasi.
Manajemen komunikasi pemerintah pada publik internal bertujuan
menggugah kesadaran akan pentingnya pegawai dalam berperan aktif dan
mendukung kebijakan reformasi birokrasi. Keberhasilan kegiatan komunikasi
banyak ditentukan oleh manajemen komunikasi yang diterapkan. Di lain pihak
jika tidak ada manajemen komunikasi yang baik, efek dari proses komunikasi
bukan tidak mungkin akan menimbulkan pengaruh negatif.
Kebijakan reformasi birokrasi yang telah digulirkan pemerintah tersebut
mengisyaratkan bahwa semua instansi pemerintah pusat maupun daerah
berkewajiban untuk ikut melaksanakan kebijakan reformasi birokrasi tersebut.
Dalam perkembangannya, kebijakan reformasi birokrasi ini dilaksanakan oleh
instansi pemerintah secara bertahap. Hal ini terjadi karena masih banyak
instansi pemerintah pusat yang merasa belum siap dan belum mampu dalam
pelaksanaan kebijakan ini di organisasinya. Pada tahap awal reformasi
birokrasi pada tahun 2007 ada tiga instansi pemerintah yang dijadikan sebagai
pilot project kebijakan ini yaitu Badan Pemeriksa Keuangan, Kementerian
Keuangan, dan Mahkamah Agung. Sedangkan Lembaga Administrasi Negara
sebagai salah satu lembaga pemerintah baru menyatakan kesiapan dalam
pelaksanaan reformasi birokrasi pada tahun 2011. Hal ini menandakan bahwa
kebijakan reformasi birokrasi mulai dijalankan di Lembaga Administrasi
Negara mulai tahun 2011.
Keberhasilan Reformasi Birokrasi di Lembaga Administrasi Negara
dinilai penting karena lembaga ini mempunyai tugas sebagai lembaga yang
mendidik seluruh aparatur sipil negara di Indonesia. Pentingnya keberhasilan
pelaksanaan program reformasi birokrasi di LAN juga berkaitan dengan tugas
dan fungsi LAN sebagai rujukan dari sistem administrasi pemerintahan di
seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah. Harapannya dengan pelaksanaan
program reformasi birokrasi yang baik akan mempunyai efek positif dan
menjadikan stimulus serta contoh baik bagi keberhasilan reformasi birokrasi
instansi pemerintah lainnya.
6
Merujuk dari proses manajemen komunikasi yang dilakukan oleh tim
reformasi birokrasi dalam sosialisasi program reformasi birokrasi. Peneliti
ingin melihat sejauhmana tim reformasi birokrasi LAN mampu merumuskan
dan melaksanakan tahapan demi tahapan yang ada dalam kegiatan manajemen
komunikasi untuk membangun komunikasi yang efektif dalam sosialiasi
kebijakan reformasi birokrasi. Manajemen komunikasi yang dilakukan oleh
tim reformasi birokrasi menarik peneliti untuk menganalisis lebih mendalam
bagaimana tim reformasi birokrasi melakukannya di publik internal organisasi.
Bagaimana kegiatan manajemen komunikasi dalam sosialiasi kebijakan
tersebut penting untuk diketahui dan dianalisis dengan harapan dapat menjadi
contoh baik bagi instansi pemerintah lainnya untuk pelaksanaan reformasi
birokrasi.
B. Perumusan Masalah
Reformasi birokrasi adalah kebijakan nasional yang penting untuk
dikomunikasikan secara tepat pada seluruh pegawai di setiap lembaga
pemerintah. Manajemen komunikasi yang tepat diharapkan mampu
menjembatani kepentingan antara pembuat kebijakan dan pelaksana
kebijakan. Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalah yang diangkat
peneliti dalam penelitian ini adalah Bagaimana manajemen komunikasi
yang dilakukan Lembaga Administrasi Negara dalam sosialisasi program
Reformasi Birokrasi pada publik internal tahun 2012-2015 ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mendeskripsikan manajemen komunikasi yang dilakukan Lembaga
Administrasi Negara dalam sosialisasi program Reformasi Birokrasi pada
publik internal;
2. Menganalisis manajemen komunikasi yang dilakukan Lembaga
Administrasi Negara dalam sosialisasi program Reformasi Birokrasi pada
publik internal.
7
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian terkait
manajemen komunikasi pada sosialisasi kebijakan reformasi birokrasi
di organisasi pemerintah;
b. Hasil penelitian ini diharapkan turut mengembangkan kajian ilmu
komunikasi strategis khususnya komunikasi organisasi dan hubungan
masyarakat.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi kasus manajemen
komunikasi dalam sosialisasi kebijakan di organisasi pemerintah skala
besar dengan cakupan yang luas.
E. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti mencoba menggunakan
beberapa konsep sebagai pintu masuk kerangka berpikir. Pertama adalah
konsep reformasi birokrasi, kedua adalah konsep sosialisasi kebijakan; ketiga
adalah konsep manajemen komunikasi. Komunikasi dapat mencapai tujuan
efektif apabila unsur-unsur yang ada dalam proses komunikasi dikelola
sedemikian rupa dengan mengaitkan fungsi manajemen. Keempat adalah
konsep hubungan masyarakat khususnya hubungan pegawai (employee
relations) pada publik di internal organisasi yaitu penyampaian pesan kepada
pegawai mengenai program reformasi birokrasi.
1. Reformasi Birokrasi
Konsep reformasi birokrasi mulai popular sejak bangsa Indonesia
memasuki era baru pemerintahan, yaitu sejak beralihnya pemerintahan dari
orde baru ke orde reformasi. Reformasi birokrasi merupakan sebuah upaya
sistematis yang dilakukan pemerintah untuk mewujudkan aparatur negara
yang bersih, kompeten, dan melayani. Banyak pendapat dan pendekatan yang
dikemukakan untuk menjelaskan tentang Reformasi Birokrasi. Menurut
Caiden dalam modul diklat khusus RB LAN (2012:9) reformasi administrasi
atau dalam terminologi yang lebih popular di Indonesia disebut sebagai
8
reformasi birokrasi adalah dorongan perubahan yang direncanakan untuk
menstranformasi administrasi dan mengatasi resistensi yang menyertai
transformasi tersebut. Caiden menggunakan istilah “perubahan yang
direncanakan” untuk membedakan reformasi birokrasi dari perubahan biasa
yang terjadi dalam organisasi publik. Sebuah organisasi publik tidak hidup
dalam ruang hampa, tetapi dipengaruhi oleh banyak faktor lingkungan, baik
lingkungan politik, sosial, ekonomi, maupun pertahanan dan keamanan.
Sementara itu, Chapman dan Greenway dalam modul diklat khusus RB
LAN (2012:9) mendefinisikan reformasi birokrasi sebagai sebuah proses
perubahan pada struktur dan proses dalam penyelenggaraan pelayanan publik
sebagai konsekuensi dan tidak sesuainya struktur dan prosedur yag ada dengan
ekspektasi lingkungan sosial dan politik birokrasi. Fokus dari definisi tersebut
terletak pada tiga aspek, yaitu (1) reformasi birokrasi mencakup perubahan
struktur dan proses; (2) perubahan pada reformasi birokrasi mencakup
perubahan pada pelayanan publik; dan (3) reformasi birokrasi merupakan
tuntutan dari lingkungan di luar birokrasi.
Reformasi birokrasi sebagai bagian pembangunan nasional pada
dasarnya diarahkan untuk mendukung pencapaian visi pembangunan nasional
Indonesia, yaitu :Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur”.
Dalam kaitan tersebut, visi reformasi birokrasi Indonesia adalah
“Terwujudnya pemerintahan kelas dunia”. Makna visi tersebut adalah
terwujudnya pemerintahan yang professional dan berintegritas tinggi yang
mampu menyelenggarakan pelayanan prima kepada masyarakat dan
manajemen pemerintahan yang demokratis. Misi reformasi birokrasi sesuai
dengan Grand design reformasi birokrasi adalah sebagai berikut :
a. Membentuk dan menyempurnakan peraturan perudang-undangan dalam
mewujudkan tatakelola pemerintahan yang baik;
b. Melakukan penataan dan penguatan organisasi, tatalaksana, manajemen
sumber daya manusia aparatur, pengawasan, akuntabilitas , kualitas
pelayanan publik, mind set, dan culture set;
c. Mengembangkan mekanisme kontrol yang efektif; dan
d. Mengelola sengketa administrasi secara efektif dan efisien.
9
Secara umum, dalam Grand design reformasi birokrasi 2010-2025 telah
dinyatakan bahwa tujuan reformasi birokrasi adalah menciptakan birokrasi
pemerintah yang professional dengan karakteristik adaptif, berintegritas,
berkinerja tinggi, bersih, dan bebas KKN, mampu melayani publik, netral,
sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dank ode etik
aparatur Negara. Sasaran yang ingin dicapai dari reformasi birokrasi adalah
sebagai berikut :
a. Terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan
nepotisme;
b. Meningkatnya kualitas pelayanan publik pada masyarakat; dan
c. Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi.
Berdasarkan penjelasan mengenai konsep, visi, misi, dan tujuan dari
reformasi birokrasi tersebut dapat dijelaskan bahwa hal yang mendasar dalam
Reformasi Birokrasi adalah kegiatan untuk melakukan perubahan dari kondisi
saat ini yang dianggap kurang baik menjadi kondisi akan datang yang lebih
baik dan efektif. Reformasi birokrasi dilaksanakan oleh lembaga pemerintahan
pusat dan daerah untuk menciptakan aparatur sipil negara yang efektif,efisien,
berjiwa melayani dengan orientasi kepada kinerja yang akan dihasilkan
berdasarkan perencanaan dan tujuan yang jelas.
2. Sosialisasi Kebijakan
Reformasi birokrasi memerlukan sebuah sarana penyampaian pesan
dari pembuat kebijakan kepada pelaksana kebijakan yaitu seluruh pegawai di
organisasi pemerintah, sehingga diperlukan adanya sebuah aktivitas
komunikasi. Aktivitas komunikasi tersebut dapat dituangkan melalui kegiatan
sosialisasi kebijakan. Sosialisasi merupakan salah satu tindakan nyata dari
aktivitas komunikasi. Sosialisasi mempunyai definisi yang beragam. Dalam
ranah akademik, sosialisasi banyak digunakan dalam kajian sosiologi.
Pengertian sosialisasi menurut Charles R Wright adalah proses ketika
individu mendapatkan kebudayaan kelompoknya dan menginternalisasikan
sampai tingkat tertentu norma-norma sosialnya, sehingga membimbing orang
10
tersebut untuk memperhitungkan harapan-harapan orang lain
(Sutaryo,2005:156).
Sosialisasi merupakan proses belajar, pada dasarnya sifat manusia
adalah tidak akan pernah puas untuk belajar sesuatu hal yang belum
diketahuinya, seperti belajar norma-norma untuk dapat beradaptasi dangan
lingkungan sosialnya, hal tersebut sejalan dengan pendapat Peter L Berger
bahwa sosialisasi merupakan proses dengan mana seseorang belajar menjadi
anggota masyarakat (Sutaryo,2005:156).
Fred Greenstein menjelaskan pengertian sosialisasi politik dalam arti
sempit dan luas yaitu:
1. Penanaman informasi yang di sengaja, nilai-nilai dan praktek-praktek yang
oleh bahan-bahan intruksional secara formal ditugaskan untuk tanggung
jawab.
2. Semua usaha untuk mempelajari, baik formal maupun informal, disengaja
ataupun tidak direncanakan, pada setiap tahap siklus kehidupan dan
termasuk didalamnya tidak secara eksplisit masalah belajar saja, akan
tetapi juga secara nominal belajar bersikap mengenai krakteristik-
kerakteristik kepribadian yang bersangkutan (Rush & Althoff, 2005:35).
Pada dasarnya penyebaran informasi mengenai nilai-nilai dan norma-
norma adalah inti dari sosialisasi yang dilakukan oleh badan-badan atau
kelompok-kelompok kepentingan untuk menanamkan nilai-nilai, sikap-sikap
dan pengetahuan pada objek sosialisasi. Menurut David Easton dan Jack
Dennis sosialisasi politik adalah suatu proses perkembangan seseorang untuk
mendapatkan pola tingkah lakunya (Rush & Althoff, 2005:35).
Sosialisasi merupakan suatu proses interaksi antara pihak pengantar
pesan dan penerima pesan. Interaksi menjadi unsur penting dalam suatu
aktivitas sosialisasi. Dalam penelitian ini pihak pimpinan di Lembaga
Administrasi Negara merupakan suatu organisasi atau pihak yang melakukan
proses sosialisasi, dimana dia berperan sebagai pemilik atau pengolah pesan
untuk dikomunikasikan kepada targetnya dengan harapan target dapat
memahami dan mengadopsi pesan-pesan yang disampaikan (Effendy, 2006).
11
Sosialisasi sangat diperlukan dalam implementasi kebijakan Reformasi
Birokrasi di instansi pemerintah. Tuntutan perubahan yang mendasar dalam
birokrasi di Indonesia, memerlukan adanya kegiatan sosialisasi yang tepat,
efektif sehingga mampu menyampaikan pesan-pesan Reformasi Birokrasi
pada publik internal. Harapan dengan sosialiasi kebijakan yang efektif akan
memberikan pengaruh dan perubahan besar pada pelaksanaan reformasi
birokrasi di instansi pemerintah. Perubahan yang dimaksud dalam konteks
reformasi birokrasi merupakan pergeseran organisasi dari keadaan sekarang
menuju keadaan yang diinginkan, yaitu suatu keadaan yang lebih baik dari
keadaan sebelumnya.
Berdasarkan beberapa pengertian dan konsep sosialiasi kebijakan
tersebut di atas, maka sosialiasi kebijakan dalam reformasi birokrasi dapat
dijelaskan sebagai proses interaksi komunikasi berupa pengantaran pesan-
pesan reformasi birokrasi yang didalamnya terdapat unsur-unsur pesan
perubahan yang diharapkan dapat diketahui, dipahami, dan diterapkan oleh
pihak yang menerima pesan tersebut. Kaitannya dengan penelitian ini,
sosialisasi dapat dinyatakan sebagai suatu proses interaksi yang terjadi antara
pembuat kebijakan program reformasi birokrasi dengan target audiensnya,
yaitu publik eksternal ataupun publik internal. Sosialisasi juga berperan
sebagai media penyampaian pesan-pesan yang bersangkutan dengan
pengenalan kebijakan, pemahaman kebijakan, dan perubahan-perubahan yang
harus dilakukan dengan diterapkannya kebijakan reformasi birokrasi.
Sosialisasi mengacu pada proses komunikasinya.
3. Manajemen Komunikasi
Banyak pengertian dan konsep-konsep manajemen komunikasi
dikemukakan oleh akademisi untuk dapat menjelaskan akan pentingnya
manajemen komunikasi dalam sebuah aktivitas komunikasi. Selanjutnya
dalam kerangka pemikiran ini akan dihadirkan beberapa pandangan dan
konsep oleh ahli komunikasi yang akan menjelaskan mengenai manajemen
komunikasi.
12
Suprapto (2009:130) menjelaskan bahwa dalam organisasi swasta
maupun pemerintah untuk menjalankan proses bisnisnya pasti memerlukan
manajemen. Manajemen diperlukan dalam sebuah organisasi sebagai sarana
untuk mengelola kegiatan usahanya dari awal sampai akhir, sehingga dengan
manajemen tujuan organisasi akan lebih mudah dan cepat tercapai.
Begitu pula dalam komunikasi, proses manajemen dalam komunikasi
diperlukan karena sebagian besar waktu yang dihabiskan oleh pimpinan
organisasi swasta dan pemerintah adalah untuk berkomunikasi dengan publik
internal dan eskternalnya. Tujuannya untuk memberikan informasi tentang
kegiatan dan proses usahanya. Disamping itu dalam aktivitas komunikasi
diperlukan pula keputusan untuk memilih model kiriman-penerimaan pesan,
pilihan media dalam penyampaian pesan, teknik dalam menyampaikan pesan
dan pengelolaan pertemuan, yang kesemuanya itu membutuhkan pengelolaan
yang baik mulai dari analisis masalah, perencanaan, penerapan, dan evaluasi
kegiatan.
Sehingga jika ingin Komunikasi dapat mencapai tujuan secara efektif,
maka setiap unsur yang ada dalam proses komunikasi haruslah dikelola
dengan mengaitkan beberapa fungsi manajemen, yakni fungsi-fungsi
perencanaan, pengorganisasian, penggiatan dan pengendalian. Hal ini bisa
menjadi lebih jelas apabila digambarkan dalam tabel seperti berikut ini:
Tabel 1.2
Matrik Hubungan Fungsi Manajemen dan Unsur-Unsur Komunikasi
Fungsi
Manajemen
Unsur-Unsur Komunikasi
Komunikator Pesan Media Khalayak Efek
Planning
Organizing
Actuating
Controlling
Sumber : (Suprapto, 2009:131)
13
Berbeda dengan pendapat sebelumnya yang mengaitkan langsung
fungsi manajemen dengan unsur-unsur komunikasi, pakar publik relations
Grunig (1992:4) memandang bahwa terminologi manajemen komunikasi
merupakan istilah yang interchangeably atau dapat dipertukarkan dengan
organizational communication dan publik relations. Grunig lebih lanjut
mengatakan :
Publik relations and communication management describe the overall
planning, execution, and evaluation of an organization’s communication
with both external and internal publik – groups that affect the ability of
an organization to meet its goal.
(Hubungan masyarakat dan manajemen komunikasi merupakan
keseluruhan dari perencanaan, keputusan, dan evaluasi terhadap suatu
komunikasi organisasi dengan kelompok publik di dalam dan diluar yang
mempengaruhi kemampuan sebuah organisasi untuk meraih tujuan-
tujuannya).
Sementara itu konsep/batasan manajemen komunikasi lainnya
disampaikan oleh Mark Fletcher. Manajemen komunikasi menurut Fletcher
(1999:156) pada dasarnya adalah manajemen atau pengelolaan atas bentuk
dari informasi (form of information), isi dari informasi (content of
information), dan konteks dari informasi (context of information) untuk
memberi hasil-hasil yang spesifik.
Fletcher menjelaskan bahwa form merujuk pada bentuk tertentu atas
apa yang dikatakan. Bentuk dari komunikasi, cara menggunakan bahasa
selaras dengan pengertian kalimat-kalimat, kata-kata spesifik dan sebagainya,
akan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap bagaimana hal itu dapat
diterima. Mengenai content, Fletcher menjelaskan bahwa jika kita
berkomunikasi dengan seseorang, kita membuat keputusan tentang isi
(content) seperti apa yang kita yakini akan diterima. Sementara itu, istilah
context, menurut Fletcher, merujuk pada tempat dimana komunikasi terjadi.
Pengertian tempat bisa berarti segalanya, mulai dari ruangan, tempat/ruang
diantara dua individu, momen bersejarah, konteks politik, dan sebagainya.
Ruler dan Vercic (2005) menawarkan konsep manajemen komunikasi
dalam pendekatan sosial, menjelaskan bahwa masyarakat luas merupakan unit
14
analisis dengan struktur dan lembaga-lembaga sosial menjadi dasar bagi
kualitas manajemen komunikasi. Ini berarti bahwa sudut pandang tidak dari
korporasi atau organisasi itu sendiri, tapi tempat organisasi dalam masyarakat
luas (struktur sosial). Manajemen komunikasi bergerak dalam membangun
masyarakat dengan membuat rasa situasi, menciptakan makna yang tepat dari
mereka, mencari kerangka diterima. Pendekatan reflektif Manajemen
Komunikasi ini melihat manajemen komunikasi melalui sudut pandang
tentang memaksimalkan, mengoptimalkan, atau memuaskan proses berarti
penciptaan, menggunakan informasi, persuasif, relasional, dan intervensi
diskursif untuk memecahkan masalah manajerial untuk menciptakan
legitimasi masyarakat (publik).
Peters dalam Ruler dan Vercic (2005) menjelaskan bahwa dalam
memahami manajemen komunikasi lebih dari sekedar memahami beberapa
konsep. Oleh karena itu, perlunya penggabungan pandangan dari hubungan
komunikasi, organisasi dan manajemen. Dengan melakukan itu, empat
pendekatan teoritis yang berbeda untuk manajemen komunikasi ditemukan
yaitu model informatif, persuasif, relasional, dan diskursif. Keempat model
yang dikemukakan tersebut, merupakan model manajemen komunikasi yang
dapat menjadi pilihan-pilihan sebuah organisasi dalam melakukan komunikasi
kepada publik internalnya. Pilihan model dilakukan berdasarkan situasi yang
dihadapi dan masalah komunikasi apa yang hendak di seleasaikan. Sehingga
tidak ada pilihan model manajemen yang terbaik dari keempat model tersebut,
organisasi bebas menentukan pilihan model manajemen komunikasi sesuai
dengan kebutuhannya.
Manajemen komunikasi merupakan proses kegiatan komunikasi melalui
beberapa tahap kegiatan untuk mempermudah dan mengefisienkan sumber
daya yang digunakan. Cutlip, Center & Broom (2009), menjelaskan
pentahapan dalam melakukan manajemen komunikasi, yakni :
e. Mendefinikan Masalah
Merupakan tahap dimana tim komunikasi melakukan penyelidikan
tentang latar belakang masalah dengan menganalisa situasi yang sedang terjadi
15
dan menangkap apa yang dibutuhkan oleh publik, serta memonitor opini
masyarakat sehingga problem/masalah komunikasi bisa ditentukan dan
dirumuskan.
f. Perencanaan Komunikasi
Dalam perencanaan komunikasi erat kaitannya dengan strategi
komunikasi yang akan dilaksanakan. Dalam perencanaan komunikasi terdiri
dari beberapa poin yakni perumusan sasaran dan tujuan, penetapan sasaran
khalayak, strategi pesan, strategi media, strategi komunikator, serta anggaran
dan jadwal.
g. Aksi dan Komunikasi
Dalam tahap ini terdiri dari dua poin yakni strategi aksi dan strategi
komunikasi. Strategi aksi berupa tindakan yang diambil oleh pemerintah
dalam mencapai tujuan program dengan melakukan perubahan atau perbaikan
dalam kebijakan, prosedur, produk, layanan, ataupun perilaku organisasi.
Sedangkan strategi komunikasi merupakan tahap dimana seluruh komponen
komunikasi, seperti khalayak, pesan, media, dan komunikator diintegrasikan
sehingga strategi komunikasi menjadi efektif dan tepat sasaran sehingga
tujuan awal program tercapai.
h. Evaluasi Komunikasi
Evaluasi merupakan tahap penilaian atas persiapan, pelaksanaan
(implementasi), dan hasil program (dampak). Evaluasi merupakan aktivitas
humas (pemerintah) dalam menilai apakah sosialisasi yang dijalankan telah
efektif dan mencapai tujuan.
Setelah memahami penjelasan mengenai arti dan konsep manajemen
komunikasi dari beberapa pakar komunikasi tersebut, benang merah yang
dapat di ambil dalam konsep manajemen komunikasi tersebut yaitu
manajemen komunikasi merupakan proses pengelolaan sumber daya
komunikasi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas
pertukaran pesan yang terjadi dalam berbagai konteks komunikasi.
Manajemen komunikasi menjadi hal yang penting dalam suatu organisasi,
karena bertujuan agar proses komunikasi organisasi tidak hanya berjalan
16
dengan efektif, namun juga efisien. Efektif disini berarti tujuan komunikasi
tercapai sesuai dengan rencana komunikasi. Sedangkan efisien berarti
menggunakan sumber daya komunikasi dengan sebaik-baiknya untuk
pencapaian hasil yang optimum. Sehingga proses yang dilakukan dalam
manajemen komunikasi akan mempermudah pencapaian tujan akhir dari
berbagai kegiatan yang dilakukan oleh organisasi.
Dalam kaitannya dengan Sosialisasi program reformasi birokrasi,
komunikasi bukanlah sesuatu yang hidup sendiri. Sehingga manajemen
komunikasi dalam Sosialisasi program Reformasi Brokrasi dalam penelitian
ini diartikan sebagai “bagaimana kedua belah pihak berinteraksi serta
bagaimana pihak-pihak tersebut merencanakan dan melaksanakan proses
komunikasi yang efektif dalam aktifitas sosialisasi program reformasi
birokrasi.” Aspek yang perlu diperhatikan dalam proses ini adalah pertama,
arus informasi dari komunikator ke komunikan. Kedua, bagaimana sistem
komunikasi antara kedua belah pihak dalam perancangan hingga pelaksanaan
sosialisasi tersebut. Ketiga, jalinan antara jaringan komunikasi kedua pihak
tersebut dengan komunikasi media. .
Merujuk dari beberapa konsep yang dikemukakan oleh pakar
komunikasi di atas, peneliti akan menggunakan model pentahapan manajemen
komunikasi yang di kemukakan oleh Cutlip, Center, dan Broom. Konsep yang
dikemukakan oleh Cutlip, Center, dan Broom dipilih peneliti karena
menawarkan konsep yang lebih jelas dan terperinci mengenai bagaimana
komunikasi dapat dikelola dengan membaginya ke dalam empat tahapan
kegiatan.
4. Employee Relations/Internal Relations
Faktor penting dari kemajuan atau kemuduran sebuah organisasi
ditentukan oleh hubungan antara pimpinan puncak dengan para pegawai, naik
turunnya kondisi sebuah organisasi tergantung pada mereka sebagai mitra
kerja yang utama bagi organisasi. Mereka merupakan anggota tim yang
17
bernilai penting, karenanya kesuksesan seorang anggota kelompoknya
menjadi bagian dari keseluruhan kesuksesan organisasi.
Menurut Ardianto (2009:15), publik dalam public relations dapat
diklasifikasikan dalam beberapa kategori yaitu :
a. Publik internal dan publik eksternal : internal publik yaitu publik yang
berada di dalam organisasi atau perusahaan. Eksternal publik secara
organik tidak berkaitan langsung dengan organisasi seperti pers,
pelanggan, komunitas, dan pemasok.
b. Publik primer, sekunder, dan marginal: publik primer bisa sangat
membantu atau merintangi upaya suatu perusahaan. Publik sekunder
adalah publik yang kurang bagitu penting dan publik marjinal adalah
publik yang kurang diperhatikan organisasi.
c. Publik tradisional dan publik masa depan yaitu karyawan dan pelanggan
adalah publik tradisional, mahasiswa/pelajar, peneliti, konsumen potensial,
dosen dan pejabat pemerintah adalah publik masa depan.
d. Proponent, opponent dan uncommitted: diantara publik terdapat kelompok
yang menentang perusahaan (opponents), yang memihak (proponent) dan
ada yang tidak peduli (uncommitted). Organisasi perlu mengenal publik
yang berbeda-beda ini agar dapat dengan jernih melihat permasalahan.
e. Silent majority dan vocal minority. Yaitu publik yang dibedakan dari
aktivitas dalam mengajukan keluhan atau mendukung perusahaan. Dapat
dibedakan antara yang vokal (aktif) dan yang silent (pasif).
Publik yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah publik internal,
yaitu setiap individu yang bekerja di organisasi Lembaga Administrasi
Negara. Publik internal dalam konsep publik relations terdiri dari para
pegawai yang menjadi bagian utama dalam unit bisnis organisasi itu sendiri
serta menjadi fokus yang akan dilihat oleh peneliti dalam kaitannya dengan
manajemen komunikasi. Disamping karyawan publik internal juga terdiri dari
manager dan pemegang saham, serta keluarga pegawai.
18
Fokus utama yang akan dilihat oleh peneliti dalam konsep internal
relations adalah dari sisi pegawai sebagai aset utama sebuah organisasi.
Tujuan dibinanya hubungan dengan publik internal untuk menciptakan
hubungan baik yang harmonis, dalam rangka memperoleh kesepakatan
kerjasama diantara orang-orang yang menjadi bagian dari organisasi atau
organisasi. Disamping memungkinkan orang-orang tersebut untuk ikut
berprestasi lebih tinggi dengan mendapatkan kepuasan dan hasilnya.
Publik internal menurut Cutlip & Center (2009) dapat juga disebut
sebagai hubungan kepegawaian (employee relations) yang mempunyai arti
sekelompok orang yang bekerja disuatu organisasi yang jelas pekerjaan yang
dihadapinya. Untuk itulah fungsi dan peran public relations dalam hal ini
untuk membina hubungan komunikasi dengan masyarakat internal dan sebagai
corong informasi dari para pegawai kepada pihak manajemen atau sebaliknya.
Public relations mampu bertindak sebagai komunikator dan mediator antara
pimpinan terhadap pegawainya. Disamping mempunyai kemampuan untuk
mempertemukan atau menyampaikan tujuan dan keinginan-keinginan dari
pihak pegawai kepada organisasi atau sebaliknya dari pihak organisasi kepada
pegawainya.
Dilihat dari perspektif fungsi public relations secara menyeluruh maka
pada setiap perencanaan dan pelaksanaan suatu program informasi dan
komunikasi, posisi pegawai terletak pada bagian internal relations. Ini berarti
bahwa setiap usulan, masukan dan kerjasama antara manajemen dan pegawai,
serta pelaksana hubungan personalia, dan industri mempunyai arti penting di
dalam menentukan tujuan program komunikasinya. Dalam hal ini koordinasi
yang erat menjadi penting antara bagian internal relations dengan seluruh
pegawai serta bagian pelaksana organisasi.
Maksud dan tujuan kegiatan komunikasi hubungan masyarakat internal
yang dilaksanakan melalui kegiatan internal relations, antara lain sebagai
berikut: (a) sebagai sarana komunikasi internal secara timbal balik yang
dipergunakan dalam suatu organisasi atau organisasi (b) untuk menghilangkan
kesalahpahaman atau hambatan dalam komunikasi antara manajemen
19
organisasi dengan pegawainya; (c) sebagai sarana saluran atau alat komunikasi
dalam upaya menjelaskan tentang kebijaksanaan, peraturan dan ketatakerjaan
dalam sebuah organisasi atau organisasi; (d) sebagai media komunikasi
internal bagi pihak pegawai untuk menyampaikan keinginan-keinginan atau
sumbang saran dan informasi serta laporan pihak manajemen organisasi
(pimpinan).
Selanjutnya kegiatan internal relations dalam suatu organisasi dapat
dilaksanakan dalam bentuk berbagai macam aktivitas dan program antara lain
sebagai berikut: (a) program pendidikan dan pelatihan; (b) program motivasi
kerja berprestasi;(c) program penghargaan; (d) program acara khusus; (e)
program media komunikasi internal (Ruslan, 1999 : 273).
Di dalam internal relations unsur paling penting adalah komunikasi
pegawai. Kegagalan dalam menyajikan informasi kepada pegawai tentang
kebijaksanaan dan perkembangan organisasi yang mempengaruhi
kepentingannya, akan menimbulkan kesalahpahaman. Kegagalan yang serius
dalam komunikasi pegawai menciptakan kelambanan pegawai,