1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pemerintahan di Indonesia tidak mengenal adanya sistem sentralistik seperti yang tercantum dalam Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 tentang Pemerintah Daerah. Ditambah dengan munculnya gerakan reformasi pada tahun 1998 yang menuntut daerah-daerah diberikan otonomi daerah. Untuk mendukung dan mewujudkan keinginan tersebut pemerintah pusat memberi otonomi daerah seluas-luasnya kepada daerah-daerah yang ada di Indonesia. Asas penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan dengan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, sehingga terdapat pemerintah daerah dan daerah otonom atau wilayah yang bersifat administratif. Penyerahan wewenang ini sering juga disebut dengan desentralisasi. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, keadilan nasional, mengembangkan kehidupan demokrasi, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Dalam menjalankan otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut untuk dapat menjalankan roda pemerintahan yang efektif, efisien, dan mampu mendorong peran masyarakat dalam meningkatkan pemerataan dan keadilan dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah.
19
Embed
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdigilib.uinsgd.ac.id/12833/4/4_bab1.pdfDitambah dengan munculnya gerakan reformasi pada tahun 1998 yang menuntut daerah-daerah diberikan otonomi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem pemerintahan di Indonesia tidak mengenal adanya sistem
sentralistik seperti yang tercantum dalam Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945
tentang Pemerintah Daerah. Ditambah dengan munculnya gerakan reformasi
pada tahun 1998 yang menuntut daerah-daerah diberikan otonomi daerah.
Untuk mendukung dan mewujudkan keinginan tersebut pemerintah pusat
memberi otonomi daerah seluas-luasnya kepada daerah-daerah yang ada di
Indonesia. Asas penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan dengan asas
desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, sehingga terdapat
pemerintah daerah dan daerah otonom atau wilayah yang bersifat
administratif. Penyerahan wewenang ini sering juga disebut dengan
desentralisasi. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, keadilan nasional, mengembangkan kehidupan demokrasi,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Dalam menjalankan otonomi
daerah, pemerintah daerah dituntut untuk dapat menjalankan roda
pemerintahan yang efektif, efisien, dan mampu mendorong peran masyarakat
dalam meningkatkan pemerataan dan keadilan dengan mengembangkan
seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah.
2
Dari hal tersebut utamanya setelah reformasi dan awal dibentuknya
Undang-undang No. 22 tahun 1999 dan Undang-Undang 32 Tahun 2004 yang
kemudian diperbaharui melalui ditetapkannya Undang-Undang 23 Tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah. Dengan perubahan-perubahan tersebut telah
membuktikan bahwa pembenahan sistem pemerintahan daerah terus berjalan
dinamis seiring dengan tuntutan dan aspirasi masyarakat. Menurut Undang –
Undang Nomor 23 Pasal 1 ayat 6 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.
Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk melaksanaan Otonomi Daerah terdapat empat elemen penting yang
diserahkan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Ke empat elemen
tersebut adalah Desentralisasi Politik, Derajat Desentralisasi Fiskal,
Desentralisasi Administrasi dan Desentralisasi Ekonomi. Keempat elemen
tersebut menjadi kewajiban daerah untuk mengelola secara efisien dan efektif.
Sehingga dengan demikian akan terjadi kemampuan/kemandirian suatu daerah
untuk melaksaakan fungsinya dengan dengan baik. Salah satu elemen yang
diserahkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah adalah desentralisasi
fiskal. Desentralisasi fiskal merupakan komponen utama dari desentralisasi
pelaksanaan otonomi daerah karena memungkinkan pemerintah mempunyai
keleluasaan untuk mengelola dan memanfaatkan sumber penerimaan daerah
yang dimilikinya seseuai dengan aspirasi masyarakat, sehingga daerah dapat
memaksimalkan segenap potensi yang dimiliki untuk mewujudkan
3
kesejahteraan dan kemajuan daerah. Kewenangan yang dimiliki oleh
pemerintah daerah akan semakin besar, sehingga tanggung jawab yang
diemban juga akan bertambah banyak. Namun pada sisi lain bertambahnya
kewenangan daerah tersebut sekaligus juga merupakan beban yang menuntut
kesiapan daerah untuk pelaksanaannya, karena semakin bertambah urusan
pemerintah yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Menurut Undang-undang Nomor 32 Pasal 21 Tahun 2004 Tentang
Pemerintah Daerah, bahwa dalam menyelenggarakan otonomi, daerah
mempunyai hak : mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;
memilih pimpinan daerah; mengelola aparatur daerah; mengelola kekayaan
daerah; memungut pajak daerah dan retribusi daerah; mendapatkan bagi hasil
dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di
daerah; mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan
mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundangundangan.
Adapun menurut pasal 22 menyatakan bahwa dalam menyelenggarakan
otonomi, daerah mempunyai kewajiban : melindungi masyarakat, menjaga
persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia; meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
mengembangkan kehidupan demokrasi; mewujudkan keadilan dan
pemerataan; meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; menyediakan fasilitas
pelayanan kesehatan menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang
layak; mengembangkan sistem jaminan sosial; menyusun perencanaan dan
tata ruang daerah; mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
4
melestarikan lingkungan hidup; mengelola administrasi kependudukan;
melestarikan nilai sosial budaya; membentuk dan menerapkan peraturan
perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan kewajiban lain yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Ada beberapa aspek yang harus dipersiapkan pemerintah daerah untuk
melaksanakan otonomi daerah, antara lain sumber daya manusia, sumber daya
keuangan, sarana dan prasarana daerah. Aspek keuangan merupakan salah satu
dasar kriteria untuk dapat mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam
mengurus rumah tangganya sendiri. Dimana daerah mampu membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerahnya dengan tingkat ketergantungan
kepada pemerintah pusat mempunyai proporsi yang semakin mengecil.
Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang
keuangan yang merupakan salah satu indikator penting dalam menghadapi
otonomi daerah. Kedudukan faktor keuangan dalam penyelenggaraan suatu
pemerintah sangat penting, karena pemerintahan daerah tidak akan dapat
melaksanan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup
untuk memberikan pelayanan pembangunan dan keuangan inilah yang
merupakan salah satu dasar kriteria untukmengetahui secara nyata
kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Keuangan daerah merupakan sumber daya yang dominan dalam menopang
kemampuan otonomi daerah. Hampir tidak ada satupun kegiatan pemerintah
di daerah yang tidak memerlukan biaya. Oleh sebab itu pengelolaan keuangan
5
daerah merupakan satu variable yang penting dalam kerangka pelaksanaan
otonomi daerah dan pemerintahan di daerah pada umumnya. Kemampuan
keuangan daerah dalam era otonomi daerah sering diukur dengan
menggunakan kinerja PAD. Besar-kecilnya penerimaan PAD seringkali
dihubungkan dengan keberhasilan daerah dalam menjalani otonomi daerah.
Suatu daerah otonom diharapkan mampu atau mandiri di dalam membiayai
kegiatan pemerintah daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada
pemerintah pusat mempunyai proposal yang lebih kecil dan Pendapatan Asli
Daerah harus menjadi bagian yang terbesar dalammemobilisasi dana
penyelenggaraan pemerintah daerah. Oleh karena itu,sudah sewajarnya apabila
PAD dijadikan tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah demi
mewujudkan tingkat kemandirian dalam menghadapi otonomi daerah.
Dalam rangka melaksanakan fungsinya secara efektif, maka pemerintah
daerah harus didukung sumber-sumber pendapatan yang pasti agar
pelaksanaan dan kelangsungan kegiatan pemerintah di daerah terjamin. Dalam
Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 58 Tahun
2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dijelaskan bahwa Keuangan
Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang
termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak
dan kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD).
6
Dengan demikian, wilayah kajian kemampuan keuangan daerah dapat
mencakup aspek hak, yaitu pendapatan; dan aspek kewajiban, yaitu belanja.
Untuk membiayai kewenangan daerah, PAD idealnya menjadi sumber
pendapatan pokok daerah. Sumber pendapatan lain dapat bersifat fluktuatif
dan cenderung di luar control kewenangan daerah. Melalui kewenangan yang
dimiliki, daerah diharap dapat meningkatkan PAD, seraya tetap
memperhatikan aspek ekonomis, efisiensi, dan netralitas. Diharapkan daerah
memiliki tingkat kejelian yang tinggi dan kemampuan dalam melihat dan
memanfaatkan sumber-sumber potensial yang dimiliki. Sebaliknya,
ketidakmampuan pemerintah daerah dalam melihat dan memanfaatkan
sumber-sumber pendapatan potensial yang ada dapat mengakibatkan
rendahnya kemampuan keuangan daerah yang pada akhirnya akan
menghambat kelancaran pelaksanaan otonomi daerah.
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan terhadap Data Laporan
Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah ( APBD ) Kabupaten Ciamis
tahun anggaran 2013 – 2016 dan Capaian Indikator Makro yang sumber data
nya di dapat dari Badan Pengelolaan Keuangan Daerah ( BPKD ) Kabupaten
Ciamis, masih ada beberapa masalah yang berkaitan dengan keuangan daerah,
pembangunan masyarakat dan perekomonian yang akan mempengaruhi
terlaksananya otonomi daerah, diantaranya :
7
Tabel 1.1
Realisasi Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan
Kabupaten Ciamis Tahun Anggaran 2013 – 2016
Uraian
Tahun Anggaran
2013 2014 2015 2016
PAD 117.475.935.245 182.320.228.014 180.304.950.790 204.758.434.819.60
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Bagian dari BUMD
Lain-lain Pendapatan
28.824.967.342
22.920.807.541
2.840.893.502
62.889.266.860
42.117.034.935
9.489.640.021
3.318.035.285
127.395.517.773
45.367.527.583
13.251.357.693
3.154.728.979
118.531.336.535
54.483.343.101.00
15.770.601.671.00
3.501.875.937.00
131.003.614.110.60
Dana Perimbangan 1.494.016.559.741 1.270.347.101.219 1.342.252.394.342 1.413.397.717.898.00
Dana Bagi Hasil Pajak
Dana Bagi Hasil
Bukan Pajak
Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus
68.102.406.275
26.393.946.466
1.303.907.527.000
95.612.680.000
49.541.065.434
19.208.539.785
1.068.289.296.000
133.308.200.000
33.779.039.156
23.882.040.186
1.156.989.995.000
12.601.320.000
53.757.014.103.00
20.088.440.795.00
1.203.476.252.000.00
136.076.011.000.00
Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Ciamis
Dari tabel realisasi Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan
pemerintah Kabupaten Ciamis tahun anggaran 2013 – 2016, menunjukkan
bahwa Dana Perimbangan yang terdiri dari dana bagi hasil pajak, dana bagi
hasil bukan pajak, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus masih
mendominasi penerimaan daerah dibandingkan dengan PAD. Hal ini
mengindikasi masih tingginya ketergantungan fiskal Pemerintah Daerah
Kabupaten Ciamis terhadap Pemerintah Pusat selama kurun waktu 2013 –
2016 , meskipun pelaksanaan otonomi daerah telah dilaksanakan.
8
Dampak dari munculnya permasalahan diatas adalah daerah akan tetap
selalu menggantungkan diri pada bantuan pemerintah pusat yang tentunya
tidak menguntungkan bagi pemerintah pusat karena daerah dianggap sebagai
beban, dan bagi pemerintah daerah sendiri hal ini merupakan faktor yang
menghambat kemandirian daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri.
Daerah akan kesulitan dalam mengelola sumber-sumber Pendapatan Asli
Daerah (PAD).
Gambar 1.1 Grafik Realisasi Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Ciamis Tahun Anggaran 2013 - 2016
Sumber : Data diolah, 2017
Dapat dilihat dari Grafik Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten
Ciamis tahun anggaran 2013 – 2016, menunjukan bahwa realisasi PAD pada
tahun 2013 sebesar Rp. 117.475.935.245 . Pada tahun tahun 2014 meningkat
menjadi Rp. 182.320.228.014 atau sebesar 35.57 % jika dibandingkan dengan
tahun 2013. Kemudian pada tahun 2015 mengalami penurun dari tahun
0.00
50000000000.00
100000000000.00
150000000000.00
200000000000.00
250000000000.00
2013 2014 2015 2016
Realisasi PAD
9
sebelumnya sebesar Rp. 180.304.950.790 . Walapun penurunnya tidak
signifikan tetapi hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap penerimaan
daerah Kabupaten Ciamis khusus nya pada tahun 2015. Dan pada tahun 2016
mengalami peningkatan kembali sebesar Rp. 204.759.434.819,60 atau 12 %
dari tahun sebelumnya.
Penurunan realisasi pendapatan asli daerah pada tahun 2015 tersebut
dikarenakan tidak tercapainya beberapa faktor pendukung pendapatan asli
daerah . Pada tahun 2015 ada 2 faktor yang mengakibatkan penurunan yaitu
tidak tercapainya retribusi daerah dan lain-lain pendapatan. Retribusi daerah
yang dianggarkan sebesar Rp. 17.592.671.276 , tetapi hanya tercapai sebesar
Rp. 13.251.537.693 . sedangkan lain-lain pendapatan yang dianggarkan
sebesar Rp. 120.917.003.628, tetapi hanya dapat tercapai sebesar Rp.
118.531.336.535. Kedua faktor tersebut adalah faktor terbesar dalam
mendukung penerimaan PAD, selain itu ada juga pendukung yang tidak kalah
besar dalam mendukung PAD yaitu pendapatan dari pajak daerah.
Tabel 1.2
Surplus / Defisit Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten Ciamis Tahun Anggaran 2013 – 2016
Tahun Penerimaan Daerah Belanja Daerah Surplus / (Defisit)