Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Setiap perusahaan memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan opersaionalnya. Sama seperti halnya setiap orang di dunia yang menginginkan keuntungan dan kesenangan. Oleh karena itu, setiap usaha yang mereka lakukan pasti memiliki tujuan, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Pada dasarnya, perusahaan terbentuk dari sekelompok orang yang meiliki tujuan yang sama dalam mendirikan perusahaan tersebut, antara lain dapat memaksimalkan laba dan memaksimalkan pendapatan para pemegang saham. Pemegang saham merupakan sekelompok orang yang memiliki perusahaan karena memberikan biaya pendanaan kepada perusahaan sebagai investasi. Investasi merupakan penanaman modal pada suatu perusahaan. Para pemegang saham pastinya akan mengharapkan return atas investasinya. Return yang didapatkan oleh para pemegang saham tersebut dapat berupa keuntungan dari selisih atas saham atau portofolio yang dimiliki yang di jual kembali ke pasar modal, keuntungan ini disebut dengan Capital Gain. Return lainnya yang diharapkan oleh investor adalah Dividen. Dividen cukup menjadi perhatian dari setiap stakeholder perusahaan, terutama para pemegang saham. Para pemegang saham dalam memutuskan kebijakan investasinya pada suatu perusahaan akan melihat bagaimana kebijakan dividen perusahaan tersebut.
102

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

Oct 05, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Setiap perusahaan memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan

opersaionalnya. Sama seperti halnya setiap orang di dunia yang menginginkan

keuntungan dan kesenangan. Oleh karena itu, setiap usaha yang mereka lakukan

pasti memiliki tujuan, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Pada dasarnya,

perusahaan terbentuk dari sekelompok orang yang meiliki tujuan yang sama dalam

mendirikan perusahaan tersebut, antara lain dapat memaksimalkan laba dan

memaksimalkan pendapatan para pemegang saham.

Pemegang saham merupakan sekelompok orang yang memiliki perusahaan

karena memberikan biaya pendanaan kepada perusahaan sebagai investasi.

Investasi merupakan penanaman modal pada suatu perusahaan. Para pemegang

saham pastinya akan mengharapkan return atas investasinya. Return yang

didapatkan oleh para pemegang saham tersebut dapat berupa keuntungan dari

selisih atas saham atau portofolio yang dimiliki yang di jual kembali ke pasar

modal, keuntungan ini disebut dengan Capital Gain. Return lainnya yang

diharapkan oleh investor adalah Dividen.

Dividen cukup menjadi perhatian dari setiap stakeholder perusahaan,

terutama para pemegang saham. Para pemegang saham dalam memutuskan

kebijakan investasinya pada suatu perusahaan akan melihat bagaimana kebijakan

dividen perusahaan tersebut.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

2

Kebijakan Dividen adalah sebuah kebijakan yang dilakukan oleh

perusahaan mengenai pembayaran dividen kepada investor. Kebijakan dividen ini

dibuat berdasarkan keputusan manajer keuangan perusahaan apakah laba

perusahaan akan didistribusikan ke para pemegang saham atau ditahan agar

perusahaan memiliki cukup dana untuk melakukan kegiatan operasionalya di masa

mendatang ataupun mengembangkan ukuran perusahaan (L. Thian Hin, 2008:23).

Penetapan kebijakan dividen sangat penting karena berkaitan dengan kesejahteraan

para pemegang saham.

Apabila perusahaan memutuskan untuk menahan laba, maka perusahaan

mempunyai cukup dana untuk melakukan pengembangan usaha ataupun untuk

dialokasikan sebagai biaya pembelanjaan dari dalam perusahaan tanpa harus

mencari dana tambahan dari pihak diluar perusahaan. Namun, apabila perusahaan

memutuskan untuk membagikan laba kepada pemegang saham berupa dividen,

maka kas didalam perusahaan akan berkurang. Kas yang berkurang ini akan

berdampak negatif, terutama dimata publik, hal ini karena kas yang berkurang akan

mengindikasikan bahwa perusahaan sedang mengalami masalah keuangan. Oleh

karena itu, perlu diputuskan apakah lebih baik laba atas operasional perusahaan

dibagikan saja sebagai dividen ataukah ditanamkan kembali diperusahaan sebagai

laba ditahan, yang merupakan sumber dana permanen yang perlu dipertimbangkan

pemanfaatanya di dalam perluasan dan pengembangan usaha perusahaan.

Kebijakan dividen suatu perusahaan akan mengakibatkan pertentangan

antara dua pihak yang berkepentingan, yaitu para pemegang saham dan manager.

Pertentangan ini disebut dengan Agency Problem. Agency Problem ini timbul

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

3

dikarenakan terdapat beberapa perbedaan dalam informasi perusahaan yang

dimiliki oleh manajer dan pemilik (Dewi, 2008). Biasanya manajer lebih

mengetahui tentang keseluruhan hal yang menyangkut perusahaan, terutama

masalah keuangan dibanding dengan pemilik. Permasalahan ini sangat sering

terjadi di tiap perusahaan, terutama apabila perusahaan tersebut telah go-public.

Permasalahan dari perbedaan jumlah informasi yang diterima ini disebut dengan

Asymetric Information.

Situasi seperti ini dapat dimanfaatkan oleh para manajer untuk

menyalahgunakan otoritasnya sebagai pengelola perusahaan dengan melakukan

tindakan-tindakan untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya sendiri seperti

melakukan pemanipulasian laporan keuangan. Dalam masalah seperti ini lah

dividen dapat dipergunakan oleh pemegang saham sebagai sarana untuk

mengurangi agency cost yang timbul dari sikap oportunis manajer, karena dengan

memaksa manajer untuk mengeluarkan dividen kepada pemegang saham maka arus

kas perusahaan akan berjalan sehingga tidak terjadi penumpukan kas yang

berlebihan yang dapat memberikan manajer kesempatan dalam melakukan

tindakan-tindakan pemanipulasian.

Selain sebagai alat mengurangi agency cost, dividen juga dapat digunakan

sebagai alat signaling kondisi perusahaan. Perusahaan yang membayar dividen ke

pemegang saham dengan tingkat yang cukup tinggi, akan membuat perusahaan

terlihat baik dikarenakan perusahaan dinilai sedang dalam keadaan keuangan yang

bagus dan juga memiliki prospek masa depan yang bagus pula, sehingga dapat

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

4

menarik para investor untuk menanamkan sahamnya pada perusahaan tersebut

(Kretarto, 2001:97).

Pergerakan perusahaan sektor industri barang konsumsi di nilai memiliki

prospek kedepan yang tinggi. Indeks manufaktur yang sebagian besar komponen

pembentuknya terdiri atas indeks consumer, industri dasar, dan aneka industri, naik

9% sejak awal tahun hingga Juli 2013. Industri manufaktur diproyeksikan tumbuh

mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di Amerika Serikat

(AS) dan Uni Eropa masih diwarnai ketidakpastian. Berbagai faktor negatif seperti

kenaikan harga gas, tarif dasar listrik, upah minimum pekerja, infrastruktur yang

belum dapat diandalkan, serta melemahnya nilai tukar, tetap tidak mengganggu

pertumbuhan sektor ini. "Kinerja sektor industri manufaktur pada 2013 tumbuh

akibat meningkatnya investasi di sektor otomotif, industri pupuk, industri kimia dan

semen," kata MS Hidayat, Menteri Perindustrian. Terjaganya pertumbuhan sektor

ini akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan perusahaan yang bergerak di

manufaktur. Maka, sangat beralasan apabila investor mengapresiasi positif saham-

saham manufaktur. Indeks manufaktur yang sebagian besar komponen

pembentuknya terdiri dari perusahaan yang bergerak di industri barang konsumsi,

industri dasar, dan aneka industri mengalami kenaikan 9,37% sejak awal tahun

hingga 2 Agustus 2013. Perusahaan yang bergerak di industri barang konsumsi

sebanyak 31 emiten memiliki bobot 44% dari pembentukan indeks manufaktur,

sementara aneka industri (40 emiten) dan industri dasar (44 emiten) masing-masing

27%. Daya tahan sektor manufaktur terutama ditopang sektor konsumer yang

tumbuh 28%. Kenaikan ini merupakan kenaikan tertinggi kedua dari sepuluh sektor

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

5

yang ada. Kinerja sektor konsumer juga lebih tinggi dari dua sektor lainnya yakni

sektor aneka industri dan industri dasar yang juga menjadi bagian indeks

manufaktur. Sementara itu, perusahaan dari aneka industri justru berperan sebagai

penekan kinerja indeks karena mencatat penurunan 11% sejak awal tahun. Di sisi

lain, industri dasar relatif tidak terlalu berdampak kepada pertumbuhan indeks

manufaktur karena hanya mencatat kenaikan 1%, selain itu, kontribusi industri

dasar terhadap indeks manufaktur tergolong kecil yakni hanya sebesar 20%.

Menurut Harry Su, Kepala Riset PT Bahana Securities, kenaikan indeks manufaktur

di tengah hantaman sejumlah sentimen negatif kenaikan biaya produksi karena

penggerak indeks manufaktur sebagian besar berasal dari emiten konsumer yang

bersifat diversif, seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dan PT Unilever Tbk

(UNVR). "Ketersediaan bahan baku sejumlah emiten manufaktur cukup terjaga

sehingga pelemahan nilai tukar rupiah tidak memberi dampak signifikan,"

ungkapnya, di Jakarta. Harry juga memperkirakan, kinerja indeks manufaktur pada

semester II 2013 tidak akan berbeda jauh dengan pertumbuhan semester I, yaitu

masih mengalami pertumbuhan postif. "Kenaikan BBM, pelemahan rupiah,

agaknya tidak akan meberi dampak besar terhadap penurunan daya beli dan kinerja

emiten di indeks manufaktur. Karena emiten tersebut sifatnya konsumtif dan

disukai orang, sehingga cukup divensif," tegasnya. Emiten Penggerak Jika ditelaah,

dari 10 emiten terbesar indeks manufaktur yang menjadi penggerak indek (index

mover), terlihat bahwa Unilever merupakan pendorong utama kenaikan indeks

manufaktur. Kontribusi Unilever terhadap kenaikan indeks manufaktur mencapai

9% dari kenaikan indeks yang sebesar 9%. Lima emiten lainnya hanya

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

6

berkontribusi di kisaran 1% terhadap indeks. Sementara itu, empat emiten mencatat

kontribusi negatif alias menjadi penekan kinerja indeks dengan kontribusi antara -

0,16% hingga -2,8%. Sepuluh emiten yang menjadi index mover tersebut memiliki

bobot 80% atas Indeks Manufaktur. Besamya kontribusi Unilever terhadap

pergerakan indeks karena saham ini mencatat kenaikan 50% sejak awal tahun,

selain itu bobot Unilever tercatat mencapai 17%. Sementara Astra menjadi penekan

kinerja manufaktur dengan kontribusi -2,8% karena saham Astra tercatat menurun

13% sejak awal tahun sampai akhir Juli, padahal bobot Astra mencapai 21% atas

indeks. Jika ditelaah lebih lanjut, sebanyak lima dari enam emiten terbesar yang

mencatat kenaikan merupakan emiten indeks konsumer sehingga dapat disebutkan

bahwa sektor konsumer merupakan kontributor terbesar secara sektoral. Saham-

saham dari emiten ini akan menjadi pilihan karena masih menawarkan potensi

kenaikan. Mereka adalah produsen kebutuhan mendasar konsumen seperti

makanan, minuman, obat, daging, dan produk toiletries. Sektor manufaktur

diperkirakan masih akan tumbuh solid seiring kenaikan jumlah penduduk dan daya

beli masyarakat akibat solidnya pertumbuhan ekonomi di kisaran 6%. Angka ini

masih tergolong tertinggi di antara negara-negara G20. Pertumbuhan sektor ini juga

diuntungkan dengan hasil survei yang dilakukan baru-baru ini yang menyebutkan

indeks kepercayaan konsumen (IKK) Indonesia tergolong yang tertinggi di dunia.

(sumber: http://www.kemenperin.go.id/artikel/7014/Manufaktur-Ditopang-Sektor-

Barang-Konsumsi/)

Kenaikan pertumbuhan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi

berdasarkan fenomena tersebut mampu mempengaruhi pengambilan keputusan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

7

perusahaan, salah satunya keputusan mengenai pendistribusian dividen ke para

pemegang saham. Kebijakan dividen masing-masing perusahaan pada dasarnya

berbeda-beda, sesuai dengan kondisi dan hasil analisis kinerja keuangan. Namun

pihak manajemen umumnya tetap mempertahankan keinginan perusahaan untuk

tumbuh besar dan berkembang hingga dapat menguasai pasar. Untuk mencapai

tujuan itu maka diperlukan keuntungan yang besar pula, karena jika perusahaan

tidak cukup menguntungan maka perusahaan akan sulit mendapat dana tambahan

karena minat yang kurang dari investor untuk menanamkan modalnya.

Perbedaan dalam keputusan pendistribusian dividen dapat dilihat dari

penagmbilan keputusan PT Kalbe Farma Tbk yang memberikan dividen pada tahun

2014 sebesar Rp. 891 miliar. Besaran pembagian divden tersebut mencapai 43

persen dari total laba bersih yang diterima. Sepanjang tahun 2014, Kalbe Farma

mencetak laba bersih sebesar Rp 2,06 triliun atau tumbuh 7,29 persen dibandingkan

perolehan 2013 sebesar Rp 1,92 triliun. Sementara, pendapatan tumbuh 8,56 persen

menjadi Rp 17,37 triliun dari sebelumnya Rp 16 miliar. (sumber:

www.beritasatu.com).

PT Martina Berto Tbk pada tahun yang sama tidak memberikan dividen

kepada para pemegang saham karena menurunnya laba bersih perusahaan sehingga

perusahaan memutuskan untuk laba ditahan guna ekspansi perusahaan. Keputusan

perusahaan untuk menahan laba perusahaan telah disepakati oleh perusahaan dan

para pemegang saham pada RUPST. Laba bersih perusahaan tahun 2014 sebesar

Rp 2,53 miliar atau turun sekitar 81,9% dibanding tahun sebelumnya yang sebesar

Rp 15,84 miliar. Akan tetapi, penjualan perusahaan berhasil meningkat sekitar

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

8

4,7% di tahun 2014 menjadi sebesar Rp 671,39 miliar dari Rp 641,28 miliar pada

tahun 2013.

(sumber: wartaekonomi.co.id)

Kebijakan dividen suatu perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

investment opportunity set, ukuran perusahaan, kepemilikan institusional, dan

kepemilikan manajerial. Faktor pertama yang menpengaruhi kebijakan dividen

adalah investment opportunity set (IOS). IOS merupakan perhitungan nilai suatu

perusahaan menggunakan nilai aktiva saat ini untuk mencari peluang investasi

terbaik perusahaan dimasa depan. Para pemegang saham umumnya melakukan

analisis terhadap perusahaan yang akan mereka tanam modalnya guna memprediksi

kelangsungan kegiatan operasional perusahaan melalui pendekatan informasi

keuangan historisnya. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa setiap saham

memiliki nilai intrinsik yang dapat ditentukan berdasarkan laba, dividen, struktur

modal, dan potensi pertumbuhan perusahaan. Nilai instrinsik yaitu nilai yang

mencerminkan nilai perusahaan dengan memperhitungkan aset terlihat (ekuitas dan

nilai buku) dan aset tidak terlihat (prospek perusahaan). Analisis secara detail

dengan pendekatan ini lebih memfokuskan pada laporan keuangan untuk

pendeteksian perbedaan antara harga pasar saham dengan nilai instriksinya. Nilai

instrinsik saham juga dapat menunjukkan karakteristik perusahaan sebagai dasar

untuk mengetahui apakah suatu saham dinilai lebih rendah atau lebih tinggi.

Potensi pertumbuhan dapat ditunjukkan dengan perbandingan antara nilai pasar

saham dengan nilai bukunya. Seiring perkembangan waktu, penelitian mengenai

kesempatan investasi di Indonesia sangatlah dinamis, posisi proksi IOS ini bisa

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

9

menjadi prediktor, diskriminator, atau variabel dependen. Dengan kata lain, proksi

kesempatan investasi ini memang dianggap berpengaruh pada banyak pihak seperti

manajer, pemilik, investor, ataupun kreditor terhadap perusahaan itu sendiri.

Produksi industri manufaktur besar dan sedang bertumbuh 4,74% pada 2014

disumbang oleh tiga sektor terbesar, a.l. industri makanan, farmasi, produk obat

kimia dan obat tradisional serta industri peralatan listrik. Data Badan Pusat Statistik

(BPS) menunjukkan, pertumbuhan produksi manufaktur 2014 untuk industri

makanan sebesar 10,56%, industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional

9,92%, dan industri peralatan listrik 9,84%. Berbeda dengan pertumbuhan produksi

industri manufaktur 2013, wajah tiga sektor teratas diduduki oleh industri

kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer, 11,48%, industri barang logam, bukan

mesin dan peralatannya 11,37%, dan industri makanan 10,77%.Ketua Umum

Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S. Lukman

mengatakan faktor utama yang mendorong produksi industri makanan adalah

pertumbuhan permintaan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Menurutnya,

pertumbuhan produksi industri tahun akan mengalami hasil serupa, seiring dengan

proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,7%.

(sumber: manufakturindo.com).

Penelitian terdahulu mengenai pengaruh IOS terhadap kebijakan dividen

telah banyak dilakukan dan menunjukkan hasil yang beragam. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Suartawan & Yasa (2016) menyatakan bahwa IOS berpengaruh

positif terhadap kebijakan dividen, yang mengartikan bahwa semakin meningkat

nilai IOS perusahaan maka permbayaran dividen akan meningkat pula. Hasil

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

10

penelitian ini berlawanan dengan Purnami & Artini (2016) yang menyatakan bahwa

IOS berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen perusahaan.

Faktor selanjutnya yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah Ukuran

Perusahaan. Ukuran perusahaan merupakan suatu skala dimana diklasifikasikannya

perusahaan menurut besar kecilnya. Ukuran perusahaan menggambarkan besar

kecilnya suatu perusahaan yang dapat dinyatakan dengan total aktiva atau total

penjualan bersih. Perusahaan yang berukuran besar biasanya cenderung untuk lebih

dewasa dan mempunyai akses yang lebih mudah dalam pasar modal. Hal ini

mengurangi ketergantungan perusahaan dalam pendanaan internal, sehingga

perusahaan dianggap mampu untuk memberikan pembayaran dividen yang tinggi.

Dalam melihat hubungan antara ukuran perusahaan dengan kebijakan dividen,

banyak perusahaan yang melihat hubungan keduanya berdasarkan analisis dari

tujuan investasi. Ukuran perusahaan dijadikan dasar pertimbangan dalam

pembagian dividen.

Selama tiga tahun terakhir terjadi kenaikan pertumbuhan produksi industri

manufaktur mikro dan kecil. Pada tahun 2016 pertumbuhan produksi industri

manufaktur mikro dan kecil naik sebesar 5.78 %. Tahun 2015 naik 5,71 % dan pada

tahun 2014 naik sebesar 4,91 % terhadap tahun 2013. Pertumbuhan produksi

industri manufaktur mikro dan kecil terbesar berada di triwulan IV-2016 yang naik

sebesar 4,88 % terhadap triwulan IV-2015. Kenaikan tersebut terutama disebabkan

naiknya produksi Industri Komputer, Barang Elektronika dan Optik naik 43,71 %,

Industri Mesin dan Perlengkapan naik 25,98 %, dan Industri Kertas dan Barang dari

Kertas naik 25,49 %.Sayangnya, ada jenis-jenis industri yang mengalami

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

11

penurunan produksi yakni Industri Pengolahan Tembakau turun 15,62 %, Jasa

Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan turun 11,82 %, dan Industri

Peralatan listrik turun 10,73 %.

(sumber: katadata.co.id).

Penelitian terdahulu mengenai pengaruh ukuran perusahaan terhadap

kebijakan dividen juga telah dilakukan dan memberikan hasil yang beragam. Hasil

penelitian Kardianah (2013) menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian ini

berlawanan dengan penelitian Nurhayati (2013) yang menyatakan bahwa ukuran

perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan dividen perusahaan.

Faktor selanjutnya yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah

kepemilikan perusahaan. Kepemilikan suatu perusahaan yang telah go-public pada

pasar modal sudah dapat dipastikan bukan hanya milik tunggal seseorang, namun

dimiliki oleh beberapa orang atau kelompok yang telah memberikan sesuatu hal

yang berguna untuk keberlangsungan perusahaan itu sendiri. Jenis kepemilikan

yang ada dalam perusahaan ini terbagi menjadi dua, yaitu kepemilikan institusional

dan kepemilikan managerial.

Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham suatu perusahaan oleh

institusi atau lembaga. Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham suatu

perusahaan oleh institusi atau lembaga. Menurut Jensen & Meckling (1976:372-

373), kepemilikan institusional dianggap dapat memonitor kinerja manajemen.

Kepemilikan institusional yang tinggi akan menghasilkan upaya-upaya

pengawasan yang lebih intensif sehingga dapat membatasi perilaku opportunistic

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

12

manajer, yaitu manajer melaporkan laba secara oportunis untuk memaksimalkan

kepentingan pribadinya. Investor institusional mengambil peranan selain sebagai

pengawas manajemen yang lebih baik dari pemegang saham individu, namun juga

dapat mengintervensi pengambilan keputusan perusahaan untuk memaksa

manajemen mengeluarkan dividen yang tinggi apalagi jika perusahaan mempunyai

cadangan kas yang besar.

Penelitian terdahulu mengenai pengaruh kepemilikan institusional terhadap

kebijakan dividen perusahaan telah dilakukan dan memberikan hasil yang beragam.

Hasil penelitian Dewi (2008) menyatakan bahwa kepemilikan institusional

berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen, apabila kepemilikan institusional

semakin tinggi maka semakin kuat kontrol eksternal terhadap perusahaan sehingga

dapat mengurangi biaya keagenan dan perusahaan akan cenderung memberikan

dividen yang rendah. Hasil penelitian ini berbeda dengan Kurniawati et al (2015)

yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap

kebijakan dividen perusahaan, yang artinya kenaikan kepemilikan institusional

akan diikuti dengan kenaikan kebijakan dividen perusahaan.

Kepemilikan manajerial adalah tingkat kepemilikan perusahaan yang

dimiliki oleh pihak manajemen perusahaan seperti dewan komisalis atau direktur.

Dengan terlibatnya pihak manajemen dalam kepemilikan perusahaan akan

menyetarakan porsi kepemilikan dengan para pemegang saham. Apabila sebagian

pemegang saham menyukai dividen tinggi maka menimbulkan perbedaan

kepentingan sehingga diperlukan peningkatan dividen. Sebaliknya, dalam konteks

kepemilikan saham oleh managerial tinggi akan terjadi kesamaan preferensi antara

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

13

pemegang saham dan manajer maka tidak diperlukan peningkatan dividen (Dewi,

2008). Kepemilikan manajerial yang tinggi akan membuat manajer melakukan

tindakan yang cenderung berhati-hati sehingga dapat mengurangi biaya keagenan.

Penelitian terdahulu mengenai pengaruh kepemilikan manajerial terhadap

kebijakan dividen perusahaan memberikan hasil beragam. Hasil penelitian

Nuringsih (2005) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif

terhadap kebijakan dividen dikarenakan diversifikasi yang tidak optimal sehingga

mendorong manajemen untuk mendapat dividen yang besar. Hasil ini berlawanan

dengan penelitian Dewi (2008) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial

berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen dikarenakan apabila tingkat

kepemilikan manajerial tinggi maka perusahaan canderung mengalokasikan laba

pada laba ditahan daripada membayar dividen dengan alasan sumber dana internal

yang lebih efisien.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka

peneliti mengidentifikasi masalah-masalah yang mempengaruhi kebijakan dividen,

yaitu sebagai berikut:

1) Masalah keagenan yang timbul dalam keputusan pendistribusian dividen

2) Prediksi nilai perusahaan menggunakan IOS yang dapat diproksikan dengan

berbagai macam kombinasi IOS, padahal IOS sendiri sulit untuk dapat

diobservasi

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

14

3) Ukuran perusahaan yang berskala besar

4) Kepemilikan insitutsional yang terlalu mengintervensi perusahaan

5) Kepemilikan manajerial yang tinggi mampu mengurangi biaya keagenan

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, terlihat

beberapa variabel/keadaan yang dapat mempengaruhi besaran kebijakan dividen.

Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini diantaranya:

1. Variabel independen yang di uji yaitu mekanisme investment opportunity set,

ukuran perusahaan, kepemilikan institusioonal dan kepemilikan manajerial

dengan variabel dependen kebijakan dividen.

2. Variabel kebijakan dividen pada penelitian ini dihitung menggunakan

dividend payout ratio (DPR).

3. Variabel investment opportunity set dihitung menggunakan proksi berbasis

harga (price bases) dengan perhitungan Market to Book Value of Equity Ratio

(MVEBVE).

4. Variabel ukuran perusahaan dihitung menggunakan log natural (ln) dari total

aset perusahaan

5. Variabel kepemilikan institusional dihitung menggunakan rasio kepemilikan

perusahaan oleh institusi.

6. Variabel kepemilikan manajerial dihitung menggunakan rasio kepemilikan

perusahaan oleh manajemen.

D. Rumusan Masalah

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

15

1) Apakah Investment Opportunity Set berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen

perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2013 - 2015?

2) Apakah Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen

perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2013 - 2015?

3) Apakah Kepemilikan Institusoinal berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen

perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2013 - 2015?

4) Apakah Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen

perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2013 - 2015?

E. Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan kegunaan baik

secara teoritis maupun praktis. Adapun kegunaan penelitian ini sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengaruh antara

investment opportunity set, ukuran perusahaan, kepemilikan institusional dan

kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen serta memberikan dukungan

terhadap teori keagenan (agency theory) dan teori sinyal (signaling theory).

Teori keagenan menunjukkan keyakinan bahwa pemisahan kepemilikan dengan

manajemen menimbulkan potensi bahwa keinginan pemilik diabaikan. Teori ini

menyatakan bahwa terdapat pertentangan antara keputusan yang akan diambil

oleh pemilik perusahaan dengan keputusan yang akan diambil oleh manajer

perusahaan. Pemilik perusahaan menginginkan laba perusahaan dibagikan

dalam bentuk dividen sedangkan manajer perusahaan menginginkan laba

ditahan untuk ditambahkan ke modal perusahaan. Sedangkan teori sinyal

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

16

menyatakan bahwa dividen akan mengurangi ketimpangan informasi antara

manajemen dan pemegang saham dengan menyiratkan informasi privat tentang

prospek masa depan perusahaan.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi investor diharapkan penelitian ini dapat membantu investor dalam

pengambilan keputusan dalam hal investasi. Sehingga para investor dapat

memperikitrakan dividen yang akan didapat dari hasil investasinya.

b. Bagi perusahaan diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran

untuk dapat membuat kebijakan dividen yang optimal sehingga dapat

menarik para investor untuk menanamkan modalnya ke perusahaan.

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Konseptual

1. Teori Sinyal (Signaling Theory)

Sinyal merupakan suatu tindakan tindakan yang diambil oleh manajemen

perusahaan yang memberi petunjuk kepada investor mengenai bagaimana cara

pandang manajemen terhadap prospek perusahaan (Brigham & Houston,

2006:40). Investor memerlukan informasi yang akurat, relevan , dan tepat waktu

sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Ketika investor

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

17

mendapatkan informasi akan menganalisis informasi tersebut sebagai sinyal baik

atau sinyal buruk. Sinyal ini akan direspon oleh pasar dalam bentuk kenaikan

atau penurunan permintaan saham yang nantinya akan berpengaruh terhadap

harga saham.

Signaling theory menyatakan bahwa dividen akan mengurangi

ketimpangan informasi antara manajemen dan pemegang saham dengan

menyiratkan informasi privat tentang prospek masa depan perusahaan. Ada bukti

empiris bahwa kenaikan dividen sering diikuti dengan kenaikan harga saham,

dan sebaliknya. Fenomena ini setidaknya memperlihatkan bahwa investor lebih

menyukai dividen daripada capital gain. Modigliani & Miller (MM) berpendapat

bahwa kenaikan dividen ini merupakan suatu sinyal kepada investor bahwa

manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik dimasa depan.

Sebaliknya, suatu penurunan dividen atau kenaikan dividen dibawah kenaikan

normal diyakini investor sebagai sinyal bahwa perusahaan akan menghadapi

masa sulit di waktu mendatang (Sawir,A., 2004: 147).

2. Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori Keagenan yaitu sekelompok gagasan mengenai pengendalian

organisasi yang didasarkan pada keyakinan bahwa pemisahan kepemilikan

dengan manajemen menimbulkan potensi bahwa keinginan pemilik diabaikan

(Pearce & Robinson, 2008:47).

Pada umumnya, para pemegang saham ingin memaksimalkan nilai

saham. Ketika manajer memiliki sejumlah besar saham perusahaan tersebut,

mereka pasti memilih strategi untuk menghasilkan apresiasi nilai saham. Akan

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

18

tetapi ketika manajer berperan sebagai β€œorang sewaan”, manajer lebih memilih

kebijakan untuk meningkatkan kompensasi pribadi mereka dan bukan

pengembalian kepada pemegang saham. Persoalan diantara kedua pihak adalah

sering terjadinya perbedaan kepentingan yang mengakibatkan keputusan yang

diambil oleh manajemen perusahaan kurang mengakomodasi kepentingan phak

pemegang saham. Hal ini biasa disebut dengan masalah keagenan. Untuk

mengawasi perilaku manajer maka pemegang saham harus mengeluarkan biaya

keagenan. Ada beberapa cara untuk mengurang biaya keagenan, yaitu

meningkatkan tingkat kepemilikan manajerial, mengaktifkan pengawasan

melalui investor institusional, dan lainnya (Firmanda,2014).

Agency theory menyatakan bahwa dividen membantu mengurangi biaya

keagenan terkait dengan pemisahan kepemilikan dan kendali atas perusahaan.

Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan Wiliam H. Meckling (1976)

yang menyatakan bahwa terdapat pertentangan antara keputusan yang akan

diambil oleh pemilik perusahaan dengan keputusan yang akan diambil oleh

manajer perusahaan. Pemilik perusahaan menginginkan laba perusahaan

dibagikan dalam bentuk dividen sedangkan manajer perusahaan menginginkan

laba ditahan untuk ditambahkan ke modal perusahaan (Baker et al, 1993).

Menurut Eisenhard (1989) dalam Prawibowo (2014) teori keagenan

dilandasi oleh 3 (tiga) buah asumsi yaitu:

a. Asumsi tentang sifat manusia

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

19

Sifat manusia yang mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki daya

pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality),

kemudian manusia selalu menghindari resiko (risk adverse).

b. Asumsi tentang keorganisasian

Dalam suatu organisasi terdapat konflik antar anggota organisasi dan efisiensi

sebagai kriteria produktivitas, serta asimetri informasi antara pihak agen

dengan pemegang saham.

c. Asumsi tentang informasi

Informasi dipandang oleh perusahaan dapat mempengaruhi kualitas

pengungkapan informasinya atau sebagai komoditi yang bisa

diperjualbelikan.

3. Dividen

Dividen adalah pembagian bagian keuntungan perusahaan kepada para

pemegang saham. Besarnya dividen dibagian ditentukan oleh para pemegang

saham pada saat berlangsungnya RUPS (L. Thian Hin,2008:22). Sedangkan

menurut Wibowo & Abu Bakar (2009:61) Dividen merupakan distribusi laba

kepada para pemegang saham dalam berbagai bentuk. Maka dari itu, dapat

dikatakan bahwa dividen adalah pembagian atas laba yang diterima perusahaan

yang akan dibagikan kepada para pemegang saham.

Menurut Wibowo & Abu Bakar (2009:61), ada 5 jenis dividen, yaitu:

a) Dividen Tunai

Dividen Tunai merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham yang

berbentuk uang kas.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

20

b) Dividen Properti

Dividen properti merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham

bukan berupa kas, melainkan berupa properti.

c) Dividen Surat Wesel

Dividen Surat Wesel merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham

oleh perseroan dengan cara menerbitksan surat wesel khusus kepada para

pemegang saham yang akan dibayarkan pada waktu yang akan datang

ditambah dengan bunga tertentu

d) Dividen Likuidasi

Dividen Likuidasi merupakan distribusi laba kepada pemegang saham yang

didasarkan kepada modal disetorbukan didasarkan pada laba ditahan

e) Dividen Saham

Dividen Saham merupakan distribusi laba kepada para oemegang saham

berupa saham bukan berupa aktiva. Pencatatan dividen didasarkan kepada

nilai pasar saham untuk dividen saham kecil, dan didasarkan pada nilai pari

saham untuk dividen saham besar

Ada beberapa tahapan dalam prosedur pembayaran dividen. Menurut

Brigham & Houston (2006:90), prosedur pembayaran dividen yaitu:

1) Tanggal Deklarasi: Tanggal dimana para direksi perusahaan mengeluarkan

sebuah pernyataan yang mengumumkan pembayaran dividen

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

21

2) Tanggal Pemegang Saham Tercatat: Jika daftar yang dimiliki perusahaan

menyatakan pemegang saham sebagai pemilik pada tanggal hari ini, maka

pemegang saham tersebut akan menerima dividen

3) Tanggal Eks Dividen: Tanggal dimana hak atas dividen saat ini tidak lagi

menyertai sebuah saham; biasanya dua hari kerja sebelum tanggal pemegang

saham tercatat

Pembagian dividen dihitung menggunakkan dua cara, yaitu yaitu dividen

yield dan dividend payout ratio (L. Thian Hin, 2008). Kedua teknik cara

pengukuran dividen dapat dilihat sebagai berikut:

a) Dividend Yield merupakan rasio dari dividen yang diberikan ke pemegang

saham dan harga saham

π‘π‘–π‘™π‘Žπ‘– 𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 π‘π‘’π‘Ÿ π‘†π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘š

π»π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘Ž π‘†π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘š

b) Dividen payout ratio merupakan perbandingan dari dividen yang diberikan ke

pemegang saham dan laba bersih saham

π‘π‘–π‘™π‘Žπ‘– 𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 π‘π‘’π‘Ÿ π‘†π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘š

πΏπ‘Žπ‘π‘Ž π΅π‘’π‘Ÿπ‘ π‘–β„Ž π‘π‘’π‘Ÿ π‘†π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘š

4. Kebijakan Dividen

Kebijakan Dividen menyangkut keputusan apakah laba akan dibayarkan

sebagai dividen atau ditahan untuk reinvestasi dalam perusahaan (Agnes

Sawir,2004). Akan tetapi, dengan menahan laba saat ini dalam jumlah yang lebih

besar dalam perusahaan juga berarti lebih sedikit uang yang akan tersedia bagi

pembayaran dividen saat ini (Horne & Wachowicz,2000).

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

22

Menurut Kurniawati et al (2015), kebijakan dividen merupakan

keputusan untuk menentukan berapa banyak dividen yang harus dibagikan

kepada para pemegang saham. Kebijakan ini bermula dari bagaimana perlakuan

manajemen terhadap keuntungan yang diperoleh perusahaan yang pada

umumnya sebagian dari penghasilan bersih setelah pajak (EAT) dibagikan

kepada investor dalam bentuk dividen dan sebagian lagi diinvestasikan kembali

lagi ke perusahaan dalam bentuk laba ditahan.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa

kebijakan dividen adalah keputusan atas keuntungan yang didapat oleh

perusahaan dari kegiatan operasionalnya. Keputusan ini dapat berupa pembagian

dividen kepada para pemegang saham atau dipergunakan kembali untuk kegiatan

operasinal perusahaan.

Kebijakan dividen dapat dikatakan sebagai dividen optimal apabila

kebijakan dividen mencapai suatu keseimbangan antara dividen saat ini dan

pertumbuhan dimasa mendatang dan memaksimalkan harga saham perusahaan

(Brigham & Houston,2006:69).

Menurut Baker et al (1993) dalam Afriani et al (2014) menyebutkan ada

enam teori kebijakan dividen :

1) Bird In The Hand Theory

Bird in the hand theory menyatakan bahwa investor lebih menyukai dividen

tunai daripada dijanjikan adanya imbal hasil atas investasi (capital gain) di

masa yang akan datang, karena menerima dividen tunai merupakan bentuk

dari kepastian yang berarti mengurangi resiko.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

23

2) Signaling Theory

Signaling theory menyatakan bahwa dividen akan mengurangi ketimpangan

informasi antara manajemen dan pemegang saham dengan menyiratkan

informasi privat tentang prospek masa depan perusahaan. Teori Dividend

Signaling pertama kali ditemukan oleh Bhattacharya tahun 1979.

3) Tax Preference Theory

Tax preference theory menyatakan bahwa investor atau pemegang saham

lebih menyukai perusahaan yang membagi dividen sedikit karena jika dividen

yang dibayarkan tinggi, maka beban pajak yang harus ditanggung oleh

investor atau pemegang saham juga akan tinggi.

4) Clientele Effect Theory

Clientele effect theory menyatakan bahwa adanya perbedaan dalam besaran

dividen yang dibagikan akan membentuk klien yang berbeda-beda juga.

Besaran dividen yang berbeda akan membentuk klien yang memeliki

keinginan untuk mendapatkan dividen tepat waktu, dan ada pula yang yang

lebih menginginkan laba ditahan dikarenakan alasan-alasan tertentu.

5) Agency Theory

Agency theory menyatakan bahwa dividen membantu mengurangi biaya

keagenan terkait dengan pemisahan kepemilikan dan kendali atas perusahaan.

Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan Wiliam H. Meckling

(1976). Teori ini menyatakan bahwa terdapat pertentangan antara keputusan

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

24

yang akan diambil oleh pemilik perusahaan dengan keputusan yang akan

diambil oleh manajer perusahaan. Pemilik perusahaan menginginkan laba

perusahaan dibagikan dalam bentuk dividen sedangkan manajer perusahaan

menginginkan laba ditahan untuk ditambahkan ke modal perusahaan.

6) Life Cycle Theory

Life cycle theory menyatakan bahwa dividen cenderung untuk mengikuti pola

siklus hidup perusahaan dan dividen yang dibagikan mencerminkan analisis

manajemen atas pentingnya ketidaksempurnaan pasar termasuk di dalamnya

aspek-aspek yang berkaitan dengan pemegang ekuitas, biaya keagenan,

ketimpanggan informasi, biaya penerbitan sekuritas, dan biaya-biaya

transaksi. Menurut teori ini, keputusan dividen dipengaruhi oleh kebutuhan

perusahaan untuk mendistribusikan aliran kasnya.

Perhitungan nilai kebijakan dividen dapat dilakukan menggunakan

Dividend Payout Ratio (DPR), yang telah dikemukakan oleh Horne &

Wachowicz (2007: 269), Kurniawati et al (2015), serta Dewi (2008) yang

dirumuskan sebagai berikut:

𝐷𝑃𝑅 =𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 π‘π‘’π‘Ÿ πΏπ‘’π‘šπ‘π‘Žπ‘Ÿ π‘†π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘š

πΏπ‘Žπ‘π‘Ž π‘π‘’π‘Ÿ πΏπ‘’π‘šπ‘π‘Žπ‘Ÿ π‘†π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘š

5. Investment Opportunity Set

Penilaian terhadap suatu perusahaan terutama dalam hal akuntansi dan

keuangan masih terbilang cukup beragam. Nilai suatu perusahaan dilihat dari

dua sudut, ada pihak yang menyatakan bahwa nilai perusahaan dilihat dari

neraca perusahaan yang berisikan informasi masa lalu, sedangkan ada pihak

yang menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan dilihat dari aktiva yang

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

25

menunjukkan informasi saat ini, bahkan ada pihak yang menyatakan bahwa nilai

perusahann tercermin dari nilai investasi yang akan dikeluarkan di masa

mendatang. Kombinasi dari aktiva yang dimiliki oleh opsi investasi di masa yang

akan datang yang diukur dengan invesment opportuity set (IOS) akan

menunjukkan nilai suatu perusahaan.

Menurut Pasaribu & Kowanda (2013), Hubungan antara kesempatan

tumbuh dimasa mendatang dan kebijakan pendanaan adalah isu sentral dalam

manajemen keuangan korporat.

Menurut Myers (1997) dalam Marinda et al (2014), Investment

Opportunity Set (IOS) merupakan keputusan investasi dalam bentuk kombinasi

antara aktiva yang dimiliki (asset in place) dan pilihan investasi yang akan

datang dengan Net Present Value (NPV) positif dana kan mempengaruhi nilai

perusahaan.

Menurut yusuf & Firdauz (2005), Investment Opportunity Set (IOS) atau

set kesempatan investasi adalah tersedianya alternatif investasi di masa datang

bagi suatu perusahaan (Hartono, 1999).

Dapat disimpulkan dari pandangan-pandangan diatas bawah IOS

merupakan opsi perhitungan nilai suatu perusahaan menggunakan nilai aktiva

saat ini untuk mencari peluang investasi terbaik perusahaan dimasa depan.

Proksi IOS

IOS memiliki proksi yang digunakan untuk menentukan klasifikasi dan

potensi pertumbuhan perusahaan di masa depan. Terdapat 3 proksi yang

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

26

digunakan dalam IOS yang telah di gunakan oleh para peneliti terdahulu. Proksi-

proksi IOS menurut Kallapur dan Trombley (2001) dalam Pasaribu & Kowanda

(2011) adalah:

a. Proksi berdasarkan harga.

Proksi berdasarkan harga ini percaya pada gagasan bahwa jika prospek

yang tumbuh dari suatu perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar,

maka perusahaan yang berpotensi tumbuh akan mempunyai nilai pasar relatif

yang lebih tinggi dibandingkan dengan aktiva riilnya. Terdapat beberapa

perhitungan menggunakan proksi ini, yaitu

1. Rasio Market to Book Value of Equity (MVEBVE)

𝑀𝑉𝐸𝐡𝑉𝐸 =Lembar Saham Beredar x Harga Penutupan Saham

Total Ekuitas

2. Rasio Market Value of Firm to Book Value of Asset (MVFBVA)

𝑀𝑉𝐹𝐡𝑉𝐴 =

Total Aset βˆ’ Total Ekuitas +

(Lembar Saham Beredar X Harga Penutupan Saham)

Total Aset

3. Price to Earning Ratio (PER)

𝑃𝐸𝑅 =πΆπ‘™π‘œπ‘ π‘–π‘›π‘” π‘ƒπ‘Ÿπ‘–π‘π‘’

πΈπ‘Žπ‘Ÿπ‘›π‘–π‘›π‘” π‘ƒπ‘’π‘Ÿ π‘†β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘’

4. Tobins’q Ratio

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

27

π‘‡π‘‚π΅πΌπ‘π‘†β€²π‘ž

=

Total Aset – Total Ekuitas +

(Lembar Saham Beredar x Harga Penutupan Saham)

π΄π‘˜π‘‘π‘–π‘£π‘Ž π‘‡π‘’π‘‘π‘Žπ‘ 𝑁𝑒𝑑 π‘₯ {(π΄π‘˜π‘‘π‘–π‘£π‘Ž π‘‡π‘’π‘‘π‘Žπ‘ πΊπ‘Ÿπ‘œπ‘ π‘  βˆ’ π΄π‘˜π‘‘π‘–π‘£π‘Ž π‘‡π‘’π‘‘π‘Žπ‘ 𝑁𝑒𝑑)

π‘π‘–π‘Žπ‘¦π‘Ž π‘‘π‘’π‘π‘Ÿπ‘’π‘ π‘–π‘Žπ‘ π‘–+

(π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐴𝑠𝑒𝑑 βˆ’ π΄π‘˜π‘‘π‘–π‘£π‘Ž π‘‡π‘’π‘‘π‘Žπ‘ 𝑁𝑒𝑑)

5. Firm Value to Property, Plant, and Equipment Ratio (VPPE)

𝑉𝑃𝑃𝐸 = Aset Total Ekuitas (Lembar Saham Beredar x Harga Penutupan Saham)

Aktiva Tetap Net

6. Firm Value to Depreciation (VDEP)

𝑉𝐷𝐸𝑃 =

Total Aset βˆ’ Total Ekuitas +

(Lembar Saham Beredar X Harga Penutupan Saham)

Biaya Depresiasi

7. Earning to Price Ratio (EPR)

𝐸𝑃𝑅 = Earning per Share

Closing Price

b. Proksi berdasarkan investasi.

Proksi berdasarkan investasi ini percaya pada gagasan bahwa satu level

kegiatan investasi yang tinggi berkaitan secara positif pada nilai IOS suatu

perusahaan. Kegiatan investasi ini diharapkan dapat memberikan peluang

investasi berikutnya yang semakin besar pada perusahaan yang bersangkutan.

Terdapat beberapa perhitungan menggunakan proksi ini, yaitu:

1. Rasio Capital Expenditure to Book Value Asset (CAPBVA)

𝐢𝐴𝑃𝐡𝑉𝐴 = Nilai Buku Aktiva Tetapt βˆ’ Nilai Buku Aktiva Tetap t βˆ’ 1

Total Aset

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

28

2. Rasio Capital Expenditure to Market Value of Firm (CAPMVA)

𝐢𝐴𝑃𝑀𝑉𝐴 = Nilai Buku Aktiva Tetap t βˆ’ Nilai Buku Aktiva Tetap t βˆ’ 1

Total Aset βˆ’ Total Ekuitas +

(Lembar Saham Beredar x Harga Penutupan Saham)

3. Rasio Investment to Total Sales (IONS).

𝐼𝑂𝑁𝑆 = Total Aktiva

Penjualan Bersih

c. Proksi berdasarkan varian.

Proksi berdasarkan varian ini percaya pada gagasan bahwa suatu opsi

akan menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk

memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh, seperti variabilitas tingkat

pengembalian yang mendasari peningkatan aktiva.

6. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan merupakan suatu skala dimana diklasifikasikannya

perusahaan menurut besar kecilnya. Ukuran perusahaan menggambarkan besar

kecilnya suatu perusahaan yang dapat dinyatakan dengan total aktiva atau total

penjualan bersih. Hal ini di dukung dengan penyataan Husnan (2005) dalam

Pasaribu & Kowanda (2013) yang mengatakan bahwa semakin besar total aktiva

maupun penjualan maka semakin besar pula ukuran suatu perusahaan. Semakin

besar aktiva maka semakin besar modal yang ditanam, sementara semakin

banyak penjualan maka semakin banyak juga perputaran uang dalam

perusahaan. Dengan demikian, ukuran perusahaan merupakan ukuran atau

besarnya asset yang dimiliki oleh perusahaan.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

29

Ukuran perusahaan terbagi menjadi 3 ukuran, yaitu perusahaan besar,

perusahaan menengah, dan perusaahan kecil. Pembagian jenis ukuran

perusahaan) didasari dengan kapitalisasinya yaitu, perusahaan besar memiliki

kapitalisasi diatas 5 triliun, perusahaan menengah memiliki kapitalisasi 1-5

triliun, dan perusahaan kecil memiliki kapitalisasi dibawah 1 triliun (Rahardjo,

2006:41).

Ukuran perusahaan secara langsung mencerminkan tinggi rendahnya

aktivitas operasi suatu perusahaan. Perusahaan besar memiliki intensitas

aktivitas operasi yang lebih besar dari perusahaan kecil. Hal ini mengindikasikan

bahwa kekayaan aset perusahaan besar lebih besar pula. Perusahaan besar yang

memiliki kestabilan dan kemapanan yang baik biasanya cenderung mudah untuk

terjun ke pasar modal. Kemudahan ini mengartikan bahwa kemampuan

perusahaan untuk mendapatkan investor baru juga lebih besar. Dengan

fleksibilitas dan kemudahan mendapat investor ini, maka perusahaan juga

memiliki tanggung jawab terhadap para investornya dengan memberikan

dividen. Hal ini sesuai dengan penyaataan Budi (2009) dalam Dithi (2012)

bahwa dengan pasar modal maka berarti fleksibilitas lebih besar dalam

kemampuan untuk mendapat dana dalam jangka pendek, perusahaan yang lebih

besar dapat mengusahakan pembayaran dividen yang lebih besar dibanding

dengan perusahaan yang kecil. Ukuran perusahaan dapat dihitung menggunakan

log natural dari jumlah total aset yang dimiliki perusahaan yang dapat

dirumuskan sebagai berikut:

𝑆𝐼𝑍𝐸 = ln π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

30

5. Kepemilikan institusional

Menurut Murhadi (2008) dalam Kurniawati et al (2015), kepemilikan

institusional adalah persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi

atau lembaga (perusahaan asuransi, dana pensiun, atauu perusahaan lain).

Menurut Menurut Fransiska et al (2015), Kepemilikan institusional

adalah kepemilikan saham suatu perusahaan oleh institusi atau lembaga seperti

perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, dan kepemilikan institusi

lainnya. Kepemilikan institusional dapat mendorong peningkatan pengawasan

yang lebih optimal sehingga keberadaanya memiliki arti penting bagi

pemonitoran manajemen

Menurut Permanasari (2010) dalam Kartina & Nikmah (2011),

Kepemilikan institusional dapat mendorong peningkatan pengawasan yang lebih

optimal sehingga keberadaanya memiliki arti penting bagi pemonitoran

manajemen. Dengan adanya monitoring tersebut maka pemegang saham akan

semakin terjamin kemakmurannya, pengaruh kepemilikan institusional yang

berperan sebagai agen pengawas ditekan oleh investasi mereka yang cukup besar

dalam pasar modal.

Berdasarkan teori-teori tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa

kepemilikan institusional merupakan kepemilikan perusahaan yang dimiliki oleh

lembaga, institusi, ataupun perusahaan lainnya. Kepemilikan institusional ini

dipergunakan untuk melakukan monitoring terhadap kinerja manajemen

perusahaan agar pihak manajemen perusahaan tidak melakukan hal yang akan

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

31

merugikan pihak pemegang saham. Kepemilikan institusional dirumuskan

sebagai berikut :

𝐼𝑁𝑆𝑇 =π½π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘†π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘š π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π·π‘–π‘šπ‘–π‘™π‘–π‘˜π‘– 𝐼𝑛𝑠𝑑𝑖𝑑𝑒𝑠𝑖

π½π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘†π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘š π΅π‘’π‘Ÿπ‘’π‘‘π‘Žπ‘Ÿ

6. Kepemilikan Manajerial

Menurut Fransiska et al (2015), Para pemegang saham yang mempunyai

kedudukan dimanajemen perusahaan baik sebagai dewan komisaris atau sebagai

direktur disebut kepemilikan manajerial (managerial ownership). Jensen dan

Meckling (1976) menjelaskan teori keagenan menyatakan bahwa perusahaan

yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan memiliki

konsekuensi rentan terhadap konflik kepentingan.

Menurut Pujiati (2015), Kepemilikan manajerial dipandang dapat

mengurangi agency cost apabila porsinya dalam struktur kepemilikan di

perusahaan ditingkatkan. Pemberian kesempatan manajer untuk terlibat dalam

kepemilikan saham bertujuan untuk menyetarakan kepentingan manajer dengan

pemegang saham. Keterlibatan manajer tersebut mendorong manajer untuk

bertindak secara hati-hati karena mereka akan turut menanggung konsekuensi

atas keputusan yang diambilnya.

Menurut Kartina & Nikmah (2011), Struktur kepemilkan manajerial

dapat dijelaskan dari dua sudut pandang yaitu: pendekatan keagenan yang

menganggap struktur kepemilikan manajerial sebagai sebuah instrumen atau alat

untuk mengurangi konflik keagenan diantara berbagai klaim terhadap

perusahaan, dan pendekatan ketidakseimbangan informasi memandang

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

32

mekanisme struktur kepemilikan sebagai suatu cara untuk mengurangi

ketidakseimbangan informasi antara insider dan outsider melalui pengungkapan

informasi.

Para pemegang saham yang mempunyai kedudukan di manajemen

perusahaan baik sebagai dewan komisaris atau sebagai direktur disebut

kepemilikan manajerial (managerial ownership). Kepemilikan oleh manajerial

ini dimaksudkan agar tingkat kepentingan antara pihak manajemen dan

pemegang saham dapat lebih disetarakan sehingga tidak terjadi kesenjangan

informasi antara kedua pihak.

Struktur kepemilkan manajerial dapat dijelaskan dari dua sudut pandang

yaitu: pendekatan keagenan yang menganggap struktur kepemilikan manajerial

sebagai sebuah instrumen atau alat untuk mengurangi konflik keagenan diantara

berbagai klaim terhadap perusahaan, dan pendekatan ketidakseimbangan

informasi memandang mekanisme struktur kepemilikan sebagai suatu cara untuk

mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insider dan outsider melalui

pengungkapan informasi. Kepemilikan manajerial diukur dengan persentase

saham yang dimiliki oleh manajemen dan dirumuskan sebagai berikut :

π‘€π‘‚π‘Šπ‘ =π½π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘†π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘š π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π·π‘–π‘šπ‘–π‘™π‘–π‘˜π‘– π‘€π‘Žπ‘›π‘Žπ‘—π‘’π‘šπ‘’π‘›

π½π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘†π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘š π΅π‘’π‘Ÿπ‘’π‘‘π‘Žπ‘Ÿ

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian ini, menggunakan hasil penelitian terdahulu untuk dijadikan

sebagai landasan dan acuan penelitian yang telah dilakukan dan telah teruji secara

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

33

empiris sehingga dapat memperkuat hasil penelitian ini. Penelitian yang dilakukan

terdahulu berkaitan dengan variabel yang akan diteliti yaitu investment opportunity

set, ukuran perusahaan, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dab

kebijakan dividen. Berikut adalah hasil penelitian yang relevan, antara lain:

Tabel II.1

Tabel Literatur Review

No. Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian

1 Peneliti:

Lita

Kurniawati

Jurnal:

Jurnal

Manajemen,

Vol 15, No. 1

Tahun:

2015

Pengaruh

Kepemilikan

Institusional

Terhadap

Kebijakan

Deviden dan

Harga Saham

Variabel

Dependen:

Kebijakan Dividen,

Harga Saham

Variabel

Independen:

Kepemilikan

Institusional

1. kepemilikan

institusional

berpengaruh

secara positif

terhadap

kebijakan

dividen

2. kepemilikan

institusional

berpengaruh

positif terhadap

harga saham

2 Peneliti:

Dithi Amanda

Putri

Jurnal:

Jurnal

Ekonomi Vol.

22, No. 3

Tahun:

2012

Pengaruh

Investment

Opportunity Set,

Kebijakan Utang

Dan Ukuran

Perusahaan

Terhadap

Kebijakan Dividen

Pada Perusahaan

Manufaktur Yang

Terdaftar Di Bursa

Efek Indonesia

(BEI)

Variabel

Dependen:

Kebijakan Dividen

Variabel

Independen:

Investment

Opportunity Set,

Kebijakan Utang,

Ukuran Perusahaan

1. Investment

Opportunity Set

berpengaruh

Positif terhadap

kebijakan

dividen

2. Kebijakan Utang

berpengaruh

negatif terhadap

kebijakan

dividen

3. Ukuran

Perusahaan

berpengaruh

Positif terhadap

kebijakan

dividen

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

34

3 Peneliti:

Haryetti dan

Ririn Araji

Ekayanti

Jurnal:

Jurnal

Ekonomi Vol.

20, No. 3

Tahun:

2012

Pengaruh

Profitabilitas,

Investment

Opportunity Set

Dan Pertumbuhan

Perusahaan

Terhadap

Kebijakan Dividen

Pada Perusahaan

Lq-45 Yang

Terdaftar Di BEI

Variabel

Dependen:

Kebijakan Dividen

Variabel

Independen:

Profitabilitas,

Investment

Opportunity Set,

Pertumbuhan

Perusahaan

1. Profitabilitas

berpengaruh

positif secara

signifikan

terhadap

kebijakan dividen

2. Investment

Opportunity Set

tidak

berpengaruh

secara signifikan

terhadap

kebijakan dividen

3. Pertumbuhan

perusahaan

berpengaruh

negatif secara

signifikan

terhadap

kebijakan dividen

4. Investment

Opportunity Set,

dan pertumbuhan

perusahaan

berpengaruh

sangat signifikan

terhadap

kebijakan dividen

secara simultan

4 Peneliti:

Kadek Diah

Arie Purnami

& Luh Gede

Sri Artini

Jurnal:

E-Jurnal

Manajemen

Unud

Vol. 5, No. 2

Tahun:

Pengaruh

Investment

Opportunity Set,

Total Asset Turn

Over Dan Sales

Growth Terhadap

Kebijakan Dividen

Variabel

Dependen:

Kebijakan Dividen

Variabel

Independen:

Investment

Opportunity Set,

Total Asset Turn

Over, Sales Growth

1. Investment

Opportunity Set

berpengaruh

negatif namun

tidak signifikan

terhadap

kebijakan

dividen

2. Total Asset Turn

Over

berpengaruh

positif dan

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

35

2016 signifikan

terhadap

kebijakan

dividen

3. Sales Growth

berpengaruh

namun tidak

signifikan

terhadap

kebijakan

dividen

5 Peneliti:

Kardianah

Jurnal:

Jurnal Ilmu &

Riset

Manajemen

Vol. 2, No. 1

Tahun:

2013

Pengaruh

Kepemilikan

Institusional,

Kebijakan Utang,

Ukuran

Perusahaan,

Profitabilitas, Dan

Likuiditas

Terhadap

Kebijakan Dividen

Variabel

Dependen:

Kebijakan Dividen

Variabel

Independen:

Kepemilikan

Institusional,

Kebijakan Utang,

Ukuran Perusahaan,

Profitabilitas,

Likuiditas

1. seluruh variabel

independen

secara simultan

memiliki

pengaruh secara

signifikan

terhadap

kebijakan

dividen

2. Kepemilikan

institusional

secara parsial

mempunyai

pengaruh yang

signifikan

terhadap

kebijakan

dividen

3. Ukuran

Perusahaan

secara parsial

mempunyai

pengaruh yang

signifikan

terhadap

kebijakan

dividen

4. Kebijakan

Utang secara

parsial

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

36

mempunyai

pengaruh yang

signifikan

terhadap

kebijakan

dividen

5. Profitabilitas

secara parsial

mempunyai

pengaruh yang

signifikan

terhadap

kebijakan

dividen

6. Likuiditas

secara parsial

mempunyai

pengaruh yang

signifikan

negatif terhadap

kebijakan

dividen

6 Peneliti:

Mafizatun

Nurhayati

Jurnal:

Jurnal

Keuangan &

Bisnis

Vol. 5, No. 2

Tahun:

2013

Profitabilitas,

Likuiditas, &

Ukuran

Perusahaan

Pengaruhnya

Terhadap

Kebijakan Dividen

& Nilai

Perusahaan Sektor

Non Jasa

Variabel

Dependen:

Kebijakan Dividen,

Nilai Perusahaan

Variabel

Independen:

Profitabilitas,

Likuiditas, Ukuran

Perusahaan

1. Ukuran

Perusahaan

berpengaruh

negatif terhadap

kebijakan

dividen

2. Profitabilitas

berpengaruh

positif terhadap

kebijakan

dividen

3. Likuiditas

berpengaruh

negatif terhadap

kebijakan

dividen

4. Profitabilitas

berpengaruh

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

37

positif

signifikan

terhadap

kebijakan

dividen

5. Ukuran

Perusahaan

berpengaruh

positif

signifikan

terhadap nilai

perusahaan

6. Likuiditas tidak

memberi

pengaruh

signifikan

terhadap nilai

perusahaan

7. Kebijakan

dividen tidak

memberi

pengaruh

signifikan

terhadap nilai

perusahaan

7 Peneliti:

Pujiati

Jurnal:

Jurnal Nominal

Vol. 4, No. 1

Tahun:

2015

Faktor-Faktor

Yang

Mempengaruhi

Kebijakan Dividen

Pada Sektor

Industri Barang

Konsumsi

Variabel

Dependen:

Kebijakan Dividen

Variabel

Independen:

Kepemilikan

Institusional,

Kepemilikan

Managerial,

Investment

Opportunity Set

1. Kepemilikan

Managerial

memiliki

pengaruh positif

tetapi tidak

signifikan

terhadap

kebijakan

dividen

2. Kepemilikan

Institusional

memiliki

pengaruh positif

dan signifikan

terhadap

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

38

kebijakan

dividen

3. Investment

opportunity set

memiliki

perngaruh

negatif dan

signifikan

terhadap

kebijakan

dividen

4. Likuiditas

mampu

memoderasi

pengaruh

kepemilikan

managerial

terhadap

kebijakan

dividen

5. Likuiditas

mampu

memoderasi

pengaruh

kepemilikan

Institusional

terhadap

kebijakan

dividen

6. Likuiditas tidak

mampu

memoderasi

pengaruh

Investment

opportunity set

terhadap

kebijakan

dividen

7. Kepemilikan

managerial,

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

39

kepemilikan

institusional dan

investment

opportunity set

secara simultan

berpengaruh

terhadap

kebijakan

dividen

8 Peneliti:

I Gst. Ngr.

Putu Adi

Suartawan, &

Gerianta

Wirawan Yasa

Jurnal:

E-Jurnal

Akuntansi

Universitas

Udayana

Vol. 14, No.3

ISSN: 2302-

8559

Tahun:

2016

Pengaruh

Investment

Opportunity Set

dan Free Cash

Flow Pada

Kebijaan Dividen

Dan Nilai

Perusahaan

Variabel

Dependen:

Kebijakan Dividen

Variabel

Independen:

Investment

Opportunity Set,

Free Cash Flow

1. semakin

meningkkat nilai

IOS maka

pembayaran

dividen juga

meningkat

2. semakin tinggi

free cash flow

maka semain

besar

pembayaran

dividen

3. Semakin tinggi

nilai IOS maka

semakin tinggi

nilai perusahaan

4. semakin tinggi

free cash flow

maka semakin

besar nilai

perusahaan

5. semakin tinggi

tingkat

pembayaran

dividen maka

semakin besar

nilai perusahaan

6. kebijakan

dividen

memediasi

pengaruh IOS

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

40

pada nilai

perusahaan

secara parsial

Sumber : Data Diolah Oleh Penulis (2017)

Kekhasan pada penelitian ini apabila dibandingkan dengan penelitian-

penelitaian sebelumnya adalah perhitungan yang digunakan dalam variabel IOS

yang digunakan yaitu Market to Book Value of Equity Ratio (MVEBVE), dimana

penelitian sebelumnya menggunakan Capital Expenditure to Book Value Assets

(CAPBVA). Penelitian ini juga berfokus pada perusahaan sektor barang industri

konsumsi yang ada di Indonesia, dikarenakan tingkat cash flow dari kegiatan

operasionalnya yang baik. Selain itu, penelitian ini juga dilakukan dalam rentang

periode pengamatan terbaru, yakni selama periode tahun 2013-2015.

C. Kerangka Teoritis

Kebijakan dividen merupakan keputusan atas keuntungan yang didapat oleh

perusahaan dari kegiatan operasionalnya. Keputusan ini dapat berupa pembagian

dividen kepada para pemegang saham atau dipergunakan kembali utnuk kegiatan

operasinal perusahaan. Kebijakan dividen dapat dikatakan sebagai dividen optimal

apabila kebijakan dividen mencapai suatu keseimbangan antara dividen saat ini dan

pertumbuhan dimasa mendatang dan memaksimalkan harga saham perusahaan.

Konsep teori keagenan muncul karena adanya keyakinan bahwa pemisahan

kepemilikan dengan manajemen menimbulkan potensi bahwa keinginan pemilik

diabaikan sehingga menimbulkan masalah kesenjangan informasi yang dimiliki

pihak manajemen dan pemilik. Kesenjangan ini akan berdampak pada banyak aspek

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

41

di perusahaan, salah satunya yaitu kebijakan dividen dimana pihak pemilik dan

pemegang saham yang menginginkan didistribusikannya dividen atas laba bersih

operasional perusahaan secara tepat waktu tiap tahunnya, sedangkan pihak

manajemen lebih memilih untuk menahan laba yang bertujuan untuk menambah

kekayaan perusahaan.

Konsep teori sinyal muncul karena kenaikan dividen ini merupakan suatu

sinyal kepada investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu

penghasilan yang baik dimasa depan Sebaliknya suatu penurunan dividen atau

kenaikan dividen dibawah kenaikan normal diyakini investor sebagai sinyal bahwa

perusahaan akan menghadapi masa sulit di waktu mendatang.

1. Pengaruh Investment Opportunity Set terhadap Kebijakan Dividen

Investment Opportunity Set (IOS) yaitu kombinasi dari aktiva yang dimiliki

oleh opsi investasi di masa yang akan datang. Nilai dari IOS ini bergantung pada

pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan oleh manajemen dimasa mendatang yang

pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan

menghasilkan return yang lebih besar dari biaya modal dan dapat menghasilkan

keuntungan. Penghitungan IOS ini sendiri memiiki 3 proksi, yaitu proksi berbasis

harga, proksi berbasis investasi, dan proksi berbasis varian. Keterkaitan IOS dengan

kebijakan dividen yaitu perusahaan diharapkan mampu untuk memberikan

kepastian mengenai tingkat pengembalian berupa dividen kepada para pemegang

saham sehingga mampu menarik para pemegang saham untuk berinvestasi

diperusahaan. Dalam penelitian Suartawan & Yasa (2016) menunjukkan bahwa

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

42

IOS berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen, yang mengartikan bahwa

semakin meningkat nilai IOS perusahaan maka permbayaran dividen akan

meningkat pula. Hasil penelitian ini berlawanan dengan Purnami & Artini (2016)

yang menyatakan bahwa IOS berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen

perusahaan. Hasil penelitian Purnami & Artini sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan Pujiati (2015) yang menyatakan bahwa IOS memiliki pengaruh negatif

dan signifikan terhadap kebijakan dividen, yang menyimpulkan hasil bahwa IOS

tidak semata-mata hanya ditunjukkan dengan adanya proyek-proyek yang didukung

oleh riset dan pengembangan saja, tetapi juga dengan kemampuan perusahaan yang

lebih dalam mengeksploitasi kesempatan mengambil keuntunggan dibandingkan

dengan perusahaan lain yang setara dalam satu kelompok industri. Perusahaan

yang memiliki Kesempatan Investasi yang tinggi akan membutuhkan dana yang

besar pula. Kebutuhan dana tersebut dapat diperoleh dari sumber dana internal dan

eksternal. Pemenuhan kebutuhan dana investasi yang dibiayai dari sumber internal

perusahaan akan berdampak pada penurunan pembayaran dividen dalam kaitannya

dengan Kebijakan Dividen. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan Hayetti &

Ekayanti (2012) menunjukkan bahwa IOS tidak memiliki pengaruh secara parsial

terhadap kebijakan dividen.

2. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen

Ukuran perusahaan yaitu suatu skala klasifikasi yang membedakan tiap

perusahaan menjadi perusahaan besar, menengah dan kecil. Tolak ukur yang

menunjukkan ukuran besaran perusahaan adalah ukuran aktiva atau aset dari

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

43

perusahaan itu sendiri. Perusahaan yang memiliki nilai aktiva besar dinilai telah

mencapai tahap kedewasaan dimana perusahaan mempunyai kekayaan yang stabil

dan mapan. Tingkat arus kas perusahaan besar yang stabil dipastikan dianggap

positif oleh masyarakat dan dianggap memiliki prospek pertumbuhan yang lebih

baik dalam kurun waktu relatif lama. Perusahaan yang stabil mampu menghasilkan

laba lebik baik dibanding perusahaan yang memiliki total aset yang lebih kecil.

Perusahaan dengan laba yang baik akan sejalan dengan pembayaran dividen yang

baik pula. Dalam penelitian Kardianah (2013) menunjukkan bahwa ukuran

perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen. Hasil

penelitian ini berlawanan dengan penelitian Nurhayati (2013) yang menyatakan

bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan dividen

perusahaan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Nuringsih (2005) menunjukkan

bahwa ukuran perusahaan berpengaruh namun tidak signifikan terhadap kebijakan

dividen.

3. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kebijakan Dividen

Kepemilikan perusahaan yaitu suatu struktur perusahaan yang melakukan

pengawasan terhadap kinerja operasional perusahaan. Kepemilikan perusahaan

terbagi menjad dua, yakni kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial.

Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham suatu perusahaan oleh

institusi atau lembaga. Kepemilikan institusional dapat mendorong peningkatan

pengawasan yang lebih optimal sehingga keberadaanya memiliki arti penting bagi

memonitor manajemen agar manajer perusahaan tidak melakukan tidakan oportunis

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

44

untuk memperkaya dirinya sendiri. Dalam penelitian Dewi (2008) menyatakan

bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen,

apabila kepemilikan institusional semakin tinggi maka semakin kuat kontrol

eksternal terhadap perusahaan sehingga dapat mengurangi biaya keagenan dan

perusahaan akan cenderung memberikan dividen yang rendah. Hasil penelitian ini

berbeda dengan Kurniawati et al (2015) yang menyatakan bahwa kepemilikan

institusional berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen perusahaan, yang

artinya kenaikan kepemilikan institusional akan diikuti dengan kenaikan kebijakan

dividen perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan Kardianah (2013) yang menyatakan bahwa variabel kepemilikan

institusional mempunyai pengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen.

4. Hubungan Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Dividen

Kepemilikan manajerial adalah tingkat kepemilikan perusahaan yang

dimiliki oleh pihak manajemen perusahaan seperti dewan komisaris atau direktur.

Kepemilikan manajerial dipandang dapat mengurangi agency cost apabila

porsinya dalam struktur kepemilikan di perusahaan ditingkatkan. Pemberian

kesempatan manajer untuk terlibat dalam kepemilikan saham bertujuan untuk

menyetarakan kepentingan manajer dengan pemegang saham. Keterlibatan

manajer tersebut mendorong manajer untuk bertindak secara hati-hati karena

mereka akan turut menanggung konsekuensi atas keputusan yang diambilnya.

Dalam penelitian Nuringsih (2005) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

45

berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen dikarenakan diversifikasi yang

tidak optimal sehingga mendorong manajemen untuk mendapat dividen yang

besar. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pujiati (2015)

yang menyatakan bahwa Kepemilikan Manajerial berpengaruh positif tetapi tidak

signifikan terhadap Kebijakan Dividen. Hasil ini berlawanan dengan penelitian

Dewi (2008) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh

negatif terhadap kebijakan dividen dikarenakan apabila tingkat kepemilikan

manajerial tinggi maka perusahaan canderung mengalokasikan laba pada laba

ditahan daripada membayar dividen dengan alasan sumber dana internal yang

lebih efisien.

Gambar II.1

Kerangka Teoretik

Sumber: Data diolah oleh peneliti (2017)

Investment Opportunity Set

Ukuran Perusahaan

Kepemilikan Institusional

Kepemilikan Manajerial

Kebijakan Dividen

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

46

D. Perumusan Hipotesis

Untuk menjawab pertanyaan pada rumusan masalah, serta berdasarkan

kerangka teoritik yang telah diuraikan, maka penelitian ini merumuskan hipotesis

sebagai berikut:

H1: Investment Opportunity Set berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen

H2: Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen

H3: Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen

H4: Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

F. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui pengaruh Investment Opportunity Set terhadap Kebijakan

Dividen

2. Mengetahui pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen

3. Mengetahui pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kebijakan

Dividen

3. Mengetahui pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Dividen

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

47

B. Objek dan Ruang Lingkup Peneliitian

Objek dalam peneltian ini adalah laporan keuangan dan laporan tahunan

(annual report) perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur yang telah

listing/go public di Bursa Efek Indonesia (BEI). Peneliti menggunakan sampel

perusahaan manufaktur yang telah go public dikarenakan perusahaan tersebut

berarti telah memberikan keterbukaan kepada publik mengenai keadaan perusahaan

baik dalam hal tata kelola perusahaan maupun pengungkapan mengenai hal-hal

yang tidak terkait dengan bisnis utama seperti pengungkapan jumlah dividen yang

dibayarkan oleh perusahaan tiap tahunnya. Adapun ruang lingkup penelitian

difokuskan pada perusahaan manufaktur yang menyampaikan informasi mengenai

perusahaan seperti menyampaikan informasi tentang modal saham perusahaan yang

memiliki porsi kepemilikan oleh institusional maupun manajerial, kemudian juga

memiliki data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian

kuantitatif dengan pendekatan regresi linier berganda. Metode penelitian kuantitatif

merupakan metode penelitian yang menggunakan angka, mulai dari

mengumpulkan data, mengolah, menganalisis data dengan teknik statistik, dan

mengambil kesimpulan secara generalisasi untuk membuktikan adanya pengaruh

investment opportunity set, ukuran perusahaan, kepemilikan institusional dan

kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen. Data yang digunakan dalam

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

48

penelitian ini adalah sekunder. Data sekunder merupakan data yang telah disiapkan

oleh suatu sumber untuk di analisis lebih lanjut.

D. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010:72). Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh laporan keuangan perusahaan manufaktur yang

telah listing/go public di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2013 sampai 2016

dan menerbitkan laporan keuangan tiap tahunnya. Berdasarkan keterangan tersebut,

diketahui jumlah populasi perusahaan manufaktur ada 140 perusahaan. Penelitian

ini dilakukan berdasarkan kurun waktu 4 tahun sehingga jumlah populasi penelitian

560 perusahaan.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi (Sugiyono, 2010:73). Pemilihan sampel penelitian menggunakan teknik

purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik penentuan sampel

dengan pertimbangan tertentu sesuai dengan variabel yang diteliti (Sugiyono,

2008). Kriteria perusahaan yang akan dijadikan sampel adalah sebagai berikut:

a. Perusahaan yang telah mempublikasikan laporan keuangan dan laporan

tahunan secara konsisten dari tahun 2013-2016

b. Perusahaan tidak mengalami delisting selama periode penelitian

c. Perusahaan yang mengungkapkan besaran nilai dividen yang dibagikan

kepada pemegang saham

d. Perusahaan yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh institusi

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

49

e. Perusahaan yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pihak

manajerial/direksi perusahaan

f. Menyediakan seluruh data yang diperlukan dalam penelitian secara lengkap

Berdasarkan kriteria yang telah disebutkan, didapatkan jumlah perusahaan

yang diperoleh sebayak 22 perusahaan. Sehingga jumlah sampel yang menjadi

objek penelitian ini sebanyak 88 sampel. Rincian sampel penelitian sebagai berikut:

Tabel III.1

Sampel Penelitian

No. Keterangan Jumlah

1 Perusahaan sektor industri barang konsumsi

yang terdaftar di BEI periode tahun 2013-

2016

140

2 Perusahaan yang tidak mempublikasikan

laporan keuangan selama periode penelitian

(19)

3 Perusahaan yang tidak membagikan dividen

pada tahun periode penelitian

(72)

4 Perusahaan yang mengalami delisting -

5 Perusahaan yang tidak memiliki nilai

kepemilikan institusional

(2)

6

Perusahaan yang tidak memiliki nilai

kepemilikan manajerial

(25)

Jumlah sampel perusahaan yang diteliti 22

Jumlah observasi selama 4 tahun (2013-2016) 88

Sumber: Data diolah oleh peneliti, 2017.

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

50

E. Operasionalisasi Variabel Penelitian

Sesuai judul dari penelitian ini yaitu ”Pengaruh Investment Opportunity Set,

Ukuran Perusahaan, dan Kepemilikan Institusional dan Kepemilikan Manajerial

Terhadap Kebijakan Dividen pada perusahaan manufaktur tahun 2013 – 2016”,

penelitian ini memiliki empat variabel independen yaitu IOS, ukuran perusahaan,

kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial; dan satu variabel dependen

yaitu kebijakan dividen.

1. Variabel Dependen

a. Kebijakan Dividen

i. Definisi Konseptual

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kebijakan dividen sebagai

variabel dependen atau terikat. kebijakan dividen adalah keputusan atas

keuntungan yang didapat oleh perusahaan dari kegiatan operasionalnya.

Keputusan ini dapat berupa pembagian dividen kepada para pemegang

saham atau diperuganak kembali untuk kegiatan operasinal perusahaan.

ii. Definisi Operasional

Penelitian ini mengguanan rasio pembayaran dividen atau Dividen

Payout Ratio (DPR) sebagai tolak ukur dalam penguuran dividen. DPR

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

51

adalah proporsi laba yang dibayarkan kepada pemegang saham dalam

bentuk tunai dalam satu tahun. Perhitungan DPR dapat dirumusan

sebagai berikut:

𝐷𝑃𝑅 =𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 π‘π‘’π‘Ÿ π‘†β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘’

πΈπ‘Žπ‘Ÿπ‘›π‘–π‘›π‘” π‘π‘’π‘Ÿ π‘†β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘’

2. Variabel Independen

a. Investment Opportunity Set

i. Definisi Konseptual

Investment Opportunity Set merupakan sebuah opsi investasi masa depan

yang digunakan sebagai prediktor dalam pertumbuhan perusahaan

bedasarkan nilai saat ini. Nilai suatu perusahaan dilihat dari dua sudut,

ada pihak yang menyatakan bahwa nilai perusahaan dilihat dari neraca

perusahaan yang berisikan informasi masa lalu, sedangkan ada pihak

yang menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan dilihat dari aktiva yang

menunjukkan informasi saat ini, bahkan ada pihak yang menyatakan

bahwa nilai perusahann tercermin dari nilai investasi yang akan

dikeluarkan di masa mendatang.

ii. Definisi Operasional

Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan proksi berbasis harga

dengan menggunakan jenis perhitungan Market to Book Value of Equity

Ratio (MVEBVE).Variabel IOS dapat dirumuskan sebagai berikut:

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

52

𝑀𝑉𝐸𝐡𝑉𝐸 =πΏπ‘’π‘šπ‘π‘Žπ‘Ÿ π‘†π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘š π΅π‘’π‘Ÿπ‘’π‘‘π‘Žπ‘Ÿ π‘₯ π»π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘Ž π‘ƒπ‘’π‘›π‘’π‘‘π‘’π‘π‘Žπ‘› π‘†π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘š

π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ πΈπ‘˜π‘’π‘–π‘‘π‘Žπ‘ 

b. Ukuran Perusahaan

i. Definisi Konseptual

Ukuran perusahaan merupakan suatu skala dimana diklasifikasikannya

perusahaan menurut besar kecilnya. Ukuran perusahaan

menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang dapat dinyatakan

dengan total aktiva atau total penjualan bersih. Perusahaan yang memiliki

total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahaan lebih dewasa dan

stabil dibandingkan perusahaan dengan total aset kecil.

ii. Definisi Operasional

Ukuran perusahaan dalam penelitian ini merupakan besar kecilnya suatu

perusahaan dinilai dari total aktiva perusahaan. Variabel ukuran

perusahaan dapat dirumuskan sebagai berikut:

πΉπ‘–π‘Ÿπ‘š 𝑆𝑖𝑧𝑒 = ln π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π‘Žπ‘ π‘’π‘‘

c. Kepemilikan Institusional

i. Definisi Konseptual

Kepemilikian institusional adalah proporsi kepemilikan saham yang

dimiliki institusional pada akhri tahun yang diukur dalam presentase

salam yang dimilki oleh investor institusional suatu perusahaan.

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

53

Kepemilikan institusional ini dipergunakan untuk melakukan monitoring

terhadap kinerja manajemen perusahaan agar pihak manajemen

perusahaan tidak melakukan hal yang akan merugikan pihak pemegang

saham.

ii. Definisi Operasional

Kepemilikan institusional dalam penelitian ini merupakan porsi

kepemilikan perusahaan oleh institusional yang dinyatakan dalam bentuk

rasio. Kepemilikan institusional dirumuskkan sebagai berikut:

𝐼𝑁𝑆𝑇 =π½π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘ π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘š π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘–π‘šπ‘–π‘™π‘–π‘˜π‘– 𝑖𝑛𝑠𝑑𝑖𝑑𝑒𝑠𝑖

π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘ π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘š π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘‘π‘Žπ‘Ÿ

d. Kepemilikan Manajerial

i. Definisi Konseptual

Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham dari pihak

manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan

perusahaan. Para pemegang saham yang mempunyai kedudukan di

manajemen perusahaan baik sebagai dewan komisaris atau sebagai

direktur disebut kepemilikan manajerial (managerial ownership).

Kepemilikan oleh manajerial ini dimaksudkan agar tingkat kepentingan

antara pihak manajemen dan pemegang saham dapat lebih disetarakan

sehingga tidak terjadi kesenjangan informasi antara kedua pihak.

ii. Definisi Operasional

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

54

Kepemilikan manajerial dalam penelitian ini merupakan porsi

kepemilikan perusahaan oleh manajemen yang dinyatakan dalam bentuk

rasio. Variabel kepemilikan manajerial dirumuskan sebagai berikut.

π‘€π‘‚π‘Šπ‘ =π½π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘ π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘š π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘–π‘šπ‘–π‘™π‘–π‘˜π‘– π‘šπ‘Žπ‘›π‘Žπ‘—π‘’π‘šπ‘’π‘›

π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘ π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘š π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘‘π‘Žπ‘Ÿ

F. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dengan menggunakan

perhitungan statistik. Analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini akan

menggunakan bantuan teknologi Komputer yaitu program pengolah data statistik

yang dikenal dengan SPSS (Statistical Package Sosial Sciences). Penelitian ini

menggunakan metode analisis regresi linier berganda dan uji asumsi klasik (uji

normalitas, uji heterokedastisitas, uji multikolinearitas, dan uji autokorelasi).

1. Statistic Deskriptif

Statistik Deskriptif merupakan statistik yang digunakan untuk

menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data

yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat

kesimpulan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau

generalisasi. Statistik deskriptif dapat digunakan bila peneliti hanya ingin

memdeskripsikan data sampel, dan tidak ingin membuat kesimpulan yang

berlaku untuk populasi dimana sampel diambil. Pengukuran tendensi pusat

mengukur nilai-nilai pusat dari distribusi data meliputi rat-rata (mean),

median, mode. Pengukuran dispersi meliputi standar deviasi, varian, dan

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

55

range. Pengukuran bentuk adalah Skewness dan Kurtosis (Nachrowi &

Usman, 2002:142-143).

2. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik digunakan untuk menguji apakah model regresi

yang digunakan dalam penelitian ini layak atau tidak untuk digunakan atau

dengan kata lain apakah data sudah berdistribusi dengan normal, dan tidak

adanya masalah normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan

autokorelasi. Berikut empat asumsi klasik yang harus dipenuhi diantaranya:

2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah

model regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi

normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data

normal atau mendekati normal dengan bentuk lonceng (bell shaped) yang

berarti data tersebut tidak menceng kekanan maupun kekiri (Ghozali, 2011:

160). Dalam penelitian ini, uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-

Smirnov (K-S). Dasar pengembalian keputusan dalam uji K-S adalah

sebagai berikut:

i. Apabila nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 atau 5 persen

maka data terdistribusi secara normal.

ii. Apabila nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 atau 5 persen

maka data tidak terdistribusi normal.

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

56

2.2 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui apakah ada

korelasi antarvariabel independen (IV) pada model regresi (Nisfiannoor,

2009:92). Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam model

regresi dapat dilihat dari tolerance value dan variance inflation factor

(VIF). Kedua ukuran ini menunjukan setiap variabel independen manakah

yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance mengukur

variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh

variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan

nilai VIF yang tinggi. Nilai cutoff yang umum adalah:

i. Jika nilai tolerance > 10 persen dari nilai VIF < 10, maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel

independen dalam model regresi.

ii. Jika nilai tolerance < 10 persen, dan nilai VIF > 10, maka dapat

disimpulkan bahwa ada multikolinearitas antar variabel independen

dalam model regresi.

2.3 Uji Autokorelasi

Menurut Sarjono dan Julianita (2011) uji autokorelasi bertujuan

untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara

kesalahan pengganggu pada periode t dan kesalahan pengganggu pada

periose sebelumnya (t-1). Autokorelasi sangat jarang terjadi sehingga uji

autokorelasi tidak wajib dilakukan pada penelitian yang menggunakan

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

57

kuesioner. Uji autokorelasi dapat dengan Durbin-Watson (DW), untuk

memutuskan ada tidaknya autokorelasi, sebagai berikut:

1) Bila dU < DW < (4-dU), koefisien korelasi sama dengan nol, maka

tidak terjadi autokorelasi.

2) Bila DW < dL, koefisien korelasi lebh dari nol, maka terjadi

autokorelasi positif.

3) Bila DW > (4-dL), koefisien korelasi lebih kecil dari nol, maka

terjasi autokorelasi negatif.

4) Bila (40dU) < DW < (4-dL), maka tidak dapat ditarik kesimpulan

mengenai ada tidaknya autokorelasi.

2.4 Uji Heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui bahwa varians

variabel tidak sama untuk semua pengamatan. Model regresi yang baik

adalah homokedastisitas, yakti varians dari residual satu pengamtan ke

pengamatan lain tetap atau tidak terjadi homokedastisitas (Sarjono dan

Julianita, 2011).

Ada dua cara pendeteksian ada tidaknya homokedastisitas, yaitu

dengan metode grafik dan metode statistik. Metode grafik biasanya dengan

melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel dependen dengan nilai

residualnya. Sedangkan metode statistik dalam penelitian ini

menggunakan uji glejser. Apabila nilai probabilitas signifikansinya di atas

tingkat kepercayaan, yaitu 5% (0,05), maka dapat disimpulkan model

regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas. Sebaliknya, apabila

Page 58: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

58

nilai probabilitas signifikasinya di bawah tingkat kepercayaan, yaitu 5%

(0,05), maka dapat disimpulkan model regresi mengandung adanya

heteroskedastisitas.

3. Analisis Regresi Linier Berganda

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik analisis regresi linier berganda. Teknik analisis regresi linier berganda

digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen

terhadap satu variabel dependen (Ghozali, 2011). Adapun model regresi linier

berganda dalam penelitian ini sebagai berikut:

DPR = Ξ± + Ξ²1IOS + Ξ²2SIZE + Ξ²3INST + Ξ²4MOWN + e

Keterangan :

DPR = Dividend Payout Ratio

IOS = Investment Opportunity Set

SIZE = Ukuran Perusahaan

INST = Kepemilikan Institusional

MOWN = Kepemilikan Manajerial

Ξ± = konstanta (tetap)

e = Variabel ganguan (error)

4. Uji Hipotesis

4.1 Uji Signifikan Parsial (Uji Statistik t)

Menurut (Ghozali, 2011), uji statistic t digunakan untuk

menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau variabel

Page 59: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

59

independen secara individual dalam menerangkan variansi variabel

dependen. Hipotesis yang diuji adalah:

1) Ha: b1 β‰  0, artinya variabel independen memiliki pengaruh terhadap

variabel dependen.

2) Ha: b1 = 0, artinya variabel independen tidak memiliki pengaruh

terhadap variabel dependen.

Untuk menguji hipotesis secara parsial dapat dilakukan

berdasarkan perbandingan nilai t hitung dengan nilai t tabel dengan tingkat

signifikansi 5% (0,05). Kriteria yang digunakan dalam menentukan

hipotesis diterima atau tidak diterima adalah apabila:

1) t hitung > t tabel atau probabilitas < tingkat signifikansi (0,05) maka,

Ha diterima dan Ho tidak diterima, variabel independen berpengaruh

terhadap variabel dependen.

2) t hitung < t tabel atau probabilitas > tingkat signifikansi (0,05) maka,

Ha tidak diterima dan Ho diterima, variabel independen tidak

berpengaruh terhadap variabel dependen.

4.2 Uji Signifikan Simultan (Uji F)

Uji F digunakan untuk menguji signifikansi koefisien regresi

secara keseluruhan dan pengaruh variabel independen secara bersama-

sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011). Dasar analisis uji

statistic F sebaga berikut:

Page 60: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

60

1) Apabila F hitung < F tabel, maka Ha ditolak dan Ho diterima, berarti

ada pengaruh dan tidak signifikan antara variabel independen secara

simultan terhadap variabel dependen.

2) Apabila F hitung > F tabel , maka Ha diterima dan Ho ditolak, berarti

ada pengaruh dan signifikan antara variabel independen secara simultan

terhadap variabel dependen. Pengaruh antara variabel independen

secara simultan terhadap variabel dependen.

4.3 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) pada penelitian ini bertujuan untuk

mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi

variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol (0) dan

satu (1). Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel

independen dalam menjelaskan variansi variabel dependen amat tebatas.

Nilai R2 yang mendekati 1 berarti variabel-variabel independen

memberikan hamper semua informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi variabel dependen (Ghozali, 2011).

Page 61: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

61

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

1. Hasil Pemilihan Sampel

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Investment

Opportunity Set, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Institusional, dan

Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Dividen Perusahaan Manufaktur

yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2016.

Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu laporan keuangan dan

laporan tahunan perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di BEI dalam

rentang tahun 2013-2016. Data tersebut diperoleh dari situs resmi Bursa Efek

Page 62: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

62

Indonesia yaitu www.idx.co.id. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

perusahaan manufaktur yang mengeluarkan laporan keuangan dan laporan

tahunan dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2013-2016.

Teknik sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu

populasi yang dijadikan sampel merupakan populasi yang memenuhi kriteria

tertentu, dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif sesuai

dengan kriteria yang ditentukan. Dengan menggunakan kriteria yang telah

ditetapkan pada awal penelitian, maka keterangan mengenai sampel dalam

penelitian ini dapat dilihat pada tabel IV.1.

Tabel IV.1

Populasi dan Sampel Penelitian

No. Keterangan Jumlah

1 Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI

periode tahun 2013-2016

140

2 Perusahaan yang tidak mempublikasikan

laporan keuangan selama periode penelitian

(19)

3 Perusahaan yang tidak membagikan dividen

pada tahun periode penelitian

(72)

4 Perusahaan yang mengalami delisting -

Page 63: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

63

5 Perusahaan yang tidak memiliki nilai

kepemilikan institusional

(2)

6

Perusahaan yang tidak memiliki nilai

kepemilikan manajerial

(25)

Jumlah sampel perusahaan yang diteliti 22

Jumlah observasi selama 4 tahun (2013-2016) 88

Data penelitian yang harus outlier 20

Jumlah sampel pada penelitian 68

Sumber data: output SPSS 24, data diolah oleh peneliti, 2017

Dari penjelasan atas pengumpulan sampel yang telah diuraikan di atas,

sampel penelitian perusahaan yang memenuhi kriteria adalah sebanyak 22

perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama setahun masa

pengamatan 2013-2016. Sehingga jumlah observasi dalam penelitian ini

berjumlah 88. Daftar perusahaan yang diobservasi dalam penelitian dapat

dilihat pada lampiran 1.

2. Analisis Statistik Deskriptif

Deskriptif statistik memberikan gambaran awal variabel penelitian yang

digunakan dalam penelitian. Hasil statistik deskriptif dalam penelitian ini

diperoleh dengan menggunakan regresi terhadap data penelitian yang sudah

mengalami seleksi data yang outlier. Hasil statistik deskriptif yang belum

mengalami seleksi outlier dapat dilihat pada lampiran 2.

Penelitian ini memiliki 5 (lima) variabel. Variabel dependennya adalah

kebijakan dividen. Sedangkan variabel independennya yaitu investment

Page 64: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

64

opportunity set, ukuran perusahaan, kepemilikan institusional, dan kepemilikan

manajerial. Gambaran atau deskriptif suatu data tersebut dapat dilihat dari nilai

rata-rata (mean), maksimum, minimum, dan standar deviasi dari setiap variabel

yang digunakan dalam penelitian ini (Ghozali, 2003). Berikut ini adalah hasil

uji statistik deskriptif dari 68 observasi yang digunakan dalam penelitian:

Tabel IV.2

Tabel Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Y 68 .00001 .87676 .3211525 .19271489

X1 68 .48280 8.73763 2.2147581 1.85296676

X2 68 25.61948 33.19881 28.9883375 2.12118186

X3 68 .22480 .99500 .6711094 .20430433

X4 68 .00002 .47520 .0573976 .12269940

Valid N (listwise) 68

Sumber data: output SPSS 24, data diolah oleh peneliti, 2017

Berdasarkan hasil pengujian yang terdapat pada tabel 4.2. tersebut,

didapat informasi mengenai nilai minimum, maximum, mean dan standar

deviasi dari masing-masing variabel dependen dan independen yang diuji

dalam penelitian ini. Penjelasan mengenai analisis stastistik deskriptif atas

variabel-variabel dalam penelitian ini sebagai berikut:

Variabel Dependen

2.1 Kebijakan Dividen

Kebijakan dividen diukur dengan menggunakan Dividend Payout

Ratio (DPR) yaitu dengan dividen per saham dibagi dengan laba per saham.

Berdasarkan data statistik deskriptif yang ditunjukkan pada tabel IV.2 diatas,

Nilai minimum dari variabel kebijakan dividen sebesar 0,00001 terdapat pada

Page 65: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

65

perusahaan PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk. Hal ini

menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki tingkat pembagian

dividen yang terendah dibandingkan perusahaan lainnya. Rendahnya tingkat

pembagian dividen perusahaan tersebut disebabkan karena perusahaan PT

Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk memiliki perbandingan

tingkat dividen per saham dengan laba per saham yang cukup rendah

dibandingkan dengan rata-rata nilai dividen yang lebih tinggi pada tahun

tersebut, sehingga biaya hutang perusahaan PT Ultrajaya Milk Industry &

Trading Company Tbk lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan

manufaktur lainnya. . Nilai dividen per saham pada laporan keuangan

perusahaan PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk pada tahun

2016 sebesar Rp 0,002 dengan laba per saham sebesar Rp 18.

Sedangkan nilai maksimum dari kebijakan dividen terdapat pada

perusahaan PT Astra Otoparts Tbk dengan nilai 0,87676. Artinya, perusahaan

tersebut memiliki perbandingan tingkat dividen per saham dengan laba per

saham yang paling tinggi dibandingkan dengan perusahaan lainnya.

perbandingan tingkat dividen per saham dengan laba per saham tersebut

disebabkan karena perusahaan PT Astra Otoparts Tbk memiliki dividen per

saham yang cukup tinggi dibandingkan dengan rata-rata perusahaan yang

lebih rendah pada tahun tersebut, sehingga perusahaan PT Astra Otoparts Tbk

mampu melakukan pembayaran dividen lebih tinggi dibandingkan dengan

perusahaan manufaktur lainnya. Nilai dividen per saham pada laporan

Page 66: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

66

keuangan perusahaan PT Astra Otoparts Tbk pada tahun 2015 sebesar Rp

57,866 dengan laba per saham sebesar Rp 66.

Berdasarkan data statistik deskriptif diatas, kebijakan dividen

memiliki rata-rata sebesar 0,3211525 dengan standar deviasi sebesar

0,19271489. Nilai standar deviasi lebih kecil daripada nilai rata-rata yang

menunjukkan bahwa simpangan data terkait informasi mengenai kebijakan

dividen relatif baik dengan penyebaran yang variatif.

Tabel IV.3

Distribusi Frekuensi DPR

DPR Sampel Observasi

0 - 0.09 8

0,1 - 0,29 24

0.3 - 0.49 27

0.5 - 0.69 5

0.7 - 0.89 4

Total 68 Sumber: Data Diolah Peneliti, 2017

Variabel Independen

2.2 Investment Opportunity Set

Investment Opportunity Set diukur dengan menggunakan Market to

Book Value of Equity (MVBVE) yaitu dengan mengalikan lembar saham

beredar dengan harga penutupan saham lalu dibagi dengan total ekuitas.

Berdasarkan data statistik deskriptif yang ditunjukkan pada tabel IV.2 diatas,

Nilai minimum dari variabel investment opportunity set terdapat pada

perusahaan PT Lionmesh Prima Tbk dengan nilai investment opportunity set

sebesar 0,48280 yang mencerminkan tingkat kesempatan investasi yang

rendah. Rendahnya tingkat kesempatan investasi tersebut disebabkan karena

Page 67: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

67

perusahaan PT Lionmesh Prima Tbk memiliki nilai ekuitas yang tinggi jika

dibandingkan dengan lebar saham yang beredar sehingga perusahaan dinilai

terlalu menahan aset yang menyebabkan nilai investasi pada perusahaan

rendah di mata para pemegang saham. Jumlah ekuitas pada laporan keuangan

perusahaan PT Lionmesh Prima Tbk pada tahun 2016 sebesar Rp

117.316.169.122 dengan jumlah saham beredar 96.000.000 lembar saham

dan harga penutupan saham Rp. 590.

Nilai maksimum terdapat pada perusahaan PT Kalbe Farma Tbk

dengan nilai investment opportunity set sebesar 8,73763 yang mencerminkan

tingkat kesempatan investasi yang tinggi. Tingginya tingkat kesempatan

investasi tersebut disebabkan karena perusahaan PT Kalbe Farma Tbk

memiliki nilai ekuitas yang wajar jika dibandingkan dengan lembar saham

yang beredar sehingga perusahaan ditambah dengan nilai penutupan harga

saham yang tinggi sehingga nilai investasi pada perusahaan menarik di mata

para pemegang saham. Jumlah ekuitas pada laporan keuangan perusahaan PT

Kalbe Farma Tbk pada tahun 2014 sebesar Rp 9.817.475.678.466 dengan

jumlah saham beredar 46.875.122.110 lembar saham dan harga penutupan

saham Rp 1.830.

Berdasarkan data statistik deskriptif, nilai investment opportunity set

memiliki rata-rata sebesar 2,2147581 dengan standar deviasi sebesar

1,85296676. Nilai standar deviasi lebih kecil daripada nilai rata-rata yang

menunjukkan bahwa simpangan data terkait informasi mengenai investment

opportunity set relatif baik dengan penyebaran yang variatif.

Page 68: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

68

Tabel IV.4

Distribusi Frekuensi IOS

IOS Sampel Observasi

0.0 - 1.99 44

2.0 - 3.99 14

4.0 - 5.99 6

6.0 - 7.99 2

8.0 - 9.99 2

Total 68 Sumber: Data Diolah Peneliti, 2017

Gambar IV.1

Histogram IOS terhadap DPR

Sumber: SPSS 24 Data Diolah Peneliti, 2017

2.3 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan log natural (ln) dari

total aset. Berdasarkan data statistik deskriptif yang ditunjukkan pada tabel

IV.2 diatas, Nilai minimum dari ukuran perusahaan terdapat pada perusahaan

PT Lionmesh Prima Tbk sebesar 25,61948. Rendahnya nilai ukuran

perusahaan tersebut disebabkan karena nilai total aset perusahaan PT

Lionmesh Prima Tbk tahun 2015 sebesar Rp 133.782.751.041. Sedangkan,

nilai maksimum sebesar 33,19881 terdapat pada perusahaan PT Astra

Page 69: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

69

International Tbk dengan nilai total aset perusahaan tahun 2016 sebesar Rp

261.855.000.000.000.

Variabel ukuran perusahaan memiliki rata rata 28,9883375 dengan

standar deviasinya sebesar 2,12118186. Nilai standar deviasi lebih rendah

daripada nilai rata-rata yang menunjukkan bahwa simpangan data terkait

informasi mengenai ukuran perusahaan relatif baik dan cenderung variatif.

Tabel IV.5

Distribusi Frekuensi SIZE

SIZE Sampel Observasi

25.0 - 26.99 16

27.0 - 28.99 21

29.0 - 30.99 18

31.0 - 32.99 10

33.0 - 34.99 3

Total 68 Sumber: Data Diolah Peneliti, 2017

Page 70: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

70

Gambar IV.2

Histogram SIZE terhadap DPR

Sumber: SPSS 24 Data Diolah Peneliti, 2017

2.4 Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional diukur dengan menjumlahkan saham yang

dimiliki oleh institusi lalu dibagi total jumlah saham beredar. Berdasarkan

data statistik deskriptif yang ditunjukkan pada tabel IV.2 diatas, Nilai

minimum dari kepemilikan institusional terdapat pada perusahaan yaitu PT

Wismilak Inti Makmur Tbk sebesar 0,22480. Rendahnya tingkat kepemilikan

institusional tersebut disebabkan karena persentase kepemilikan saham

perusahaan oleh pihak institusi pada perusahaan PT Wismilak Inti Makmur

Tbk lebih rendah dibanding rata-rata kepemilikan institusional perusahaan

lain. Persentase nilai kepemilikan perusahaan oleh pihak institusional pada

perusahaan PT Wismilak Inti Makmur Tbk tahun 2013 & 2014 hanya 13,97%

dari 2.099.873.760 lembar saham yang beredar. Sedangkan nilai kepemilikan

instituisonal perusahaan tertinggi dimiliki oleh perusahaan PT Chitose

International Tbk tahun 2013 sebesar 99,5% dari 1.000.000.000 lembar

saham yang beredar.

Variabel kepemilikan institusional memiliki rata rata 0,6711094

dengan standar deviasinya sebesar 0,20430433. Nilai standar deviasi lebih

rendah daripada nilai rata-rata yang menunjukkan bahwa simpangan data

terkait informasi mengenai manajemen laba relatif baik dan cenderung

variatif.

Page 71: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

71

Tabel IV.6

Distribusi Frekuensi INST

INST Sampel Observasi

0,1 - 0,29 4

0.3 - 0.49 5

0.5 - 0.69 26

0.7 - 0.89 21

0.9 - 1 12

Total 68 Sumber: Data Diolah Peneliti, 2017

Gambar IV.3

Histogram INST terhadap DPR

Sumber: SPSS 24 Data Diolah Peneliti, 2017

2.5 Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial diukur dengan menjumlahkan saham yang

dimiliki oleh pihak manajerial dan direksi perusahaan lalu dibagi total jumlah

saham beredar. Berdasarkan data statistik deskriptif yang ditunjukkan pada

tabel IV.2 diatas, Nilai minimum dari ukuran perusahaan terdapat pada

perusahaan yaitu PT Kimia Farma (Persero) Tbk pada tiap tahun penelitian

sebesar 0,00002 atau 0,002% dari 5.554.000.000 lembar saham yang beredar.

Sedangkan, nilai maksimum terdapat pada perusahaan PT Wismilak Inti

Page 72: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

72

Makmur Tbk tahun 2013 & 2014 sebesar 0,4752 atau 47,52% dari

2.099.873.760 lembar saham yang beredar.

Variabel kepemilikan manajerial memiliki rata rata 0,0573976 dengan

standar deviasinya sebesar 0,12269940. Nilai standar deviasi lebih tinggi

daripada nilai rata-rata yang menunjukkan bahwa simpangan data terkait

informasi mengenai manajemen laba relatif kurang baik dan cenderung

kurang variatif.

Tabel IV.7

Distribusi Frekuensi MOWN

MOWN Sampel Observasi

0 - 0.09 57

0.1 - 0.19 1

0.2 - 0.29 6

0.3 - 0.39 0

0.4 - 0.49 4

Total 68 Sumber: Data Diolah Peneliti, 2017

Gambar IV.4

Histogram MOWN terhadap DPR

Page 73: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

73

Sumber: SPSS 24 Data Diolah Peneliti, 2017

B. Pengujian Hipotesis

1. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah data yang

digunakan layak untuk dianalisis, karena tidak semua data dapat dianalisis

dengan regresi. Dalam penelitian ini menggunakan 4 uji asumsi klasik yaitu uji

normalitas, uji multikolinieritas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas.

Berikut hasil dari pengujian yang dilakukan:

1.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah model regresi, variabel

pengganggu dan residual berdistribusi normal atau tidak, karena data yang

baik adalah data yang berdistribusi normal. Menurut Ghozali (2006) ada dua

cara untuk menguji distribusi data, yaitu dengan analisis grafik dan uji

statistik. Uji normalitas dapat dilakukan dengan melihat penyebaran data pada

sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram residualnya.

Jumlah observasi dalam penelitian ini berjumlah 88. Namun, setelah

dilakukannya regresi hasilnya menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi

secara normal. Rincian data yang memiliki masalah normalitas dapat dilihat

di lampiran 6. Oleh karena itu, peneliti menggunakan Casewise Diagnostic

dalam aplikasi SPSS 24 untuk menyeleksi data yang terdeteksi outlier. Setelah

dilakukannya seleksi data outliers, terdapat sebanyak 20 data yang terdeteksi

outlier sehingga tersisa 68 observasi yang akan diuji dalam penelitian ini.

Page 74: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

74

Rincian data yang terdeteksi outlier dapat dilihat dalam lampiran 3, sedangkan

rincian perusahaan yang terdeteksi outlier dapat dilihat pada lampiran 4.

Peneliti menggunakan uji Normal P-Plot dengan kriteria apabila

sebaran titik-titik mendekati atau rapat pada garis lurus (diagonal), maka

dikatakan bahwa data terdistribusi normal. Hasil uji normalitas dengan

menggunakan alat uji Normal P-Plot dapat dilihat pada gambar IV.1. berikut:

Gambar IV.5

Hasil Uji Normal Probability Plot

Sumber data: output SPSS 24, data diolah oleh peneliti, 2017.

Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa sebaran titik-titik mendekati

garis lurus (diagonal). Maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi

secara normal.

Peneliti juga menggunakan Kolmogorov-Smirnov dengan kriteria

pengambilan keputusan yaitu jika nilai signifikansi > 0,05 maka data

berdistribusi normal, dan jika nilai signifikansi < 0,05 maka data berdistribusi

Page 75: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

75

tidak normal.Adapun hasil pengujian Kolmogorov-Smirnov ditunjukkan pada

tabel IV.3. sebagai berikut:

Tabel IV.8

Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residual

N 68

Normal Parametersa,b Mean .0000000

Std. Deviation .16907822

Most Extreme Differences Absolute .089

Positive .072

Negative -.089

Test Statistic .089

Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

c. Lilliefors Significance Correction.

d. This is a lower bound of the true significance.

Sumber data: output SPSS 24, data diolah oleh peneliti, 2017.

Berdasarkan tabel hasil uji kolmogorov-smirnov diatas, dapat dilihat

bahwa nilai signifikansinya sebesar 0,200. Angka tersebut lebih besar dari

0,05 maka dapat disimpulkan data terdistribusi normal.

Page 76: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

76

1.2 Uji Multikolonieritas

Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi

yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen

(Ghozali, 2013:103). Alat uji multikolinearitas yang digunakan dalam

penelitian ini adalah matriks korelasi. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya

multikolonieritas di dalam model regresi adalah dengan melihat nilai tolerance

dan variance inflation faktor (VIF). Nilai yang umumnya digunakan untuk

menunjukkan multikolinieritas adalah nilai tolerance β‰₯ 0,10 atau sama dengan

nilai VIF ≀ 10. Adapun hasil pengujian multikolonieritas ditunjukkan pada tabel

IV.4. sebagai berikut:

Tabel IV.9

Hasil Uji Multikolonieritas

Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

IOS .884 1.131

SIZE .755 1.324

INST .648 1.544

MOWN .529 1.889

a. Dependent Variable: DPR

Sumber data: output SPSS 24, data diolah oleh peneliti, 2017.

Berdasarkan tabel hasil pengujian multikolonieritas diatas dapat dilihat

bahwa nilai VIF dari seluruh variabel independen yaitu Investment

Opportunity Set, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Institusional, dan

Kepemilikan Manajerial kurang dari 10 dan nilai tolerance nya lebih besar

Page 77: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

77

dari 0,10. Maka, dapat disimpulkan bahwa data yang diteliti tidak mengalami

masalah dalam multikolonieritas.

1.3 Uji Autokorelasi

Autokorelasi muncul pada regresi yang menggunakan data berskala

atau time series. Salah satu pengujian yang umum digunakan untuk

mengetahui adanya autokorelasi adalah dengan memakai uji statistik

Durbin-Watson (DW-test), dengan kriteria jika Du < Dw < 4 – DU, maka

tidak terdapat autokorelasi. Adapun hasil pengujian autokorelasi ditunjukkan

pada tabel IV.5. sebagai berikut:

Tabel IV.10

Hasil Pengujian Autokorelasi

Sumber data: output SPSS 24, data diolah oleh peneliti, 2017.

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa nilai koefisien Durbin-

Watson sebesar 1,866. Angka ini akan dibandingkan dengan kriteria

penerimaan atau penolakan dengan melihat nilai dL dan dU yang terdapat pada

tabel Durbin-Watson, berdasarkan jumlah variabel bebas (k) yaitu 4 dan

jumlah sampel (n) yaitu 68. Pada tabel Durbin-Watson nilai dL sebesar 1,4853

dan dU sebesar 1,7335. Nilai koefisien Durbin-Watson sebesar 1,866 berada

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson

1 .480a .230 .181 .17436318 1.866

a. Predictors: (Constant), MOWN, IOS, SIZE, INST

b. Dependent Variable: DPR

Page 78: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

78

dalam rentang dU 1,7335 dan 4-dU 2,2665. Maka dapat disimpulkan bahwa

data dalam penelitian ini tidak memiliki masalah autokorelasi.

1.4 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan

yang lain. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi

heteroskedastisitas (Ghozali, 2013:134).

Ada beberapa cara untuk menguji heteroskedastisitas dalam penelitian

ini, peneliti menggunakan uji statistik yaitu uji scatterplot dan uji glejser.

1. Hasil Uji scatterplot

Gambar IV.6

Hasil Uji scatterplot

Sumber: SPSS 24 Data Diolah Peneliti, 2017

Berdasarkan gambar IV.2 diatas yang merupakan hasil uji grafik

scatterplot, memperlihatkan bahwa titik-titik tesebut tersebar secara acak,

Page 79: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

79

sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada

model regresi.

2. Hasil Uji Glesjer

Tabel IV.11

Hasil Uji Glejser

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10. 11.

Sumber: SPSS 24 Data Diolah Peneliti, 2017

Dalam uji glejser, apabila signifikasinya lebih dari 5% maka tidak

terdapat gejala heterokedastisitas. Begitupun sebaliknya apabila

signifikansinya kurang dari 5% maka terdapat indikasi terjadinya

heterokedastisitas.

2. Analisis Regresi Linier Berganda

Setelah semua variabel telah dilakukan uji asumsi klasik dan dipastikan

bahwa data yang digunakan terdistribusi secara normal, dan tidak memiliki

Coefficientsa

Model

t Sig.

B

1 (Constant) .028 .141

IOS -.005 -.725

SIZE .004 .694

INST -.008 -.116

MOWN -.012 -.094

a. Dependent Variable: ABS_RES1

Page 80: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

80

masalah multikolonieritas, autokorelasi dan heterokedastisitas. Tahap

selanjutnya ialah melakukan analisis regresi linier berganda. Analisis regresi

linier berganda dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh investment

opportunity set, ukuran perusahaan, kepemilikan institusional dan kepemilikan

manajerial terhadap kebijakan dividen. Adapun hasil regresi linier berganda

dapat dilihat pada tabel IV.7. sebagai berikut:

Tabel IV.12

Analisis Regresi Linier Berganda

Sumber data: output SPSS 24, data diolah oleh peneliti, 2017.

Berdasarkan persamaan regresi linier berganda diatas maka dapat

diketahui rumus dari analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini dapat

dituliskan sebagai berikut:

𝑫𝑷𝑹 = βˆ’πŸŽ, πŸπŸ”πŸ βˆ’ 𝟎, πŸŽπŸπŸ—π‘°π‘Άπ‘Ί + 𝟎, πŸŽπŸπŸ•π‘Ίπ‘°π’π‘¬ βˆ’ 𝟎, πŸ‘πŸ‘πŸ’π‘°π‘΅π‘Ίπ‘» βˆ’ 𝟎, πŸ“πŸπŸ’π‘΄π‘Άπ‘Ύπ‘΅

+ 𝜺

Keterangan:

DPR= Dividend Payout Ratio.

IOS= Investment Opportunity Set.

SIZE= Ukuran Perusahaan.

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

B Std. Error Beta

1 (Constant) -.161 .366

IOS -.019 .012 -.179

SIZE .027 .012 .295

INST -.334 .130 -.355

MOWN -.514 .239 -.328

a. Dependent Variable: DPR

Page 81: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

81

INST= Kepemilikan Institusional.

MOWN= Kepemilikan Manajerial.

ℇ= Error.

Berdasarkan persamaan regresi linear berganda yang digunakan

dalam penelitian ini, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Nilai konstanta sebesar -0,161 yang menunjukkan jika semua variabel

independen yaitu investment opportunity set, ukuran perusahaan,

kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial konstan atau

tetap maka kebijakan dividen akan bernilai -0,161.

2. Nilai koefisien regresi variabel investment opportunity set (ios) sebesar

-0,019 yang menunjukkan bahwa ios berpengaruh negatif terhadap

kebijakan dividen. Jika variabel independen lain bernilai konstan dan

variabel investment opportunity set mengalami kenaikan satu satuan

maka variabel kebijakan dividen (DPR) akan mengalami penurunan

sebesar -0,019.

3. Nilai koefisien regresi variabel ukuran perusahaan (SIZE) sebesar

0,027 yang menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh

positif terhadap kebijakan dividen. Jika variabel independen lain

bernilai konstan dan variabel ukuran perusahaan mengalami kenaikan

satu satuan maka variabel kebijakan dividen (DPR) akan mengalami

kenaikan sebesar 0,027.

4. Nilai koefisien regresi variabel kepemilikan institusional (INST)

sebesar -0,334 yang menunjukkan bahwa kepemilikan institusional

Page 82: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

82

berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Jika variabel

independen lain bernilai konstan dan variabel kepemilikan institusional

mengalami kenaikan satu satuan maka variabel kebijakan dividen

(DPR) akan mengalami penurunan sebesar -0,334.

5. Nilai koefisien regresi variabel kepemilikan manajerial (MOWN)

sebesar -0,514 yang menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial

berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Jika variabel

independen lain bernilai konstan dan variabel kepemilikan manajerial

mengalami kenaikan satu satuan maka variabel kebijakan dividen

(DPR) akan mengalami penurunan sebesar -0,514.

3. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

uji statistik t, uji koefisien determinasi (R2) dan uji F.

3.1 Uji parsial (Uji t)

Uji t bertujuan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen

secara parsial atau individual berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependen. Pengujian uji t dilakukan dengan menggunakan kriteria

berdasarkan perbandingan nilai thitung ng dari masing-masing koefisien

variabel independen terhadap nilai ttabel dan juga berdasarkan probabilitas.

Untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen berpengaruh

signifikan terhadap variabel dependen, dengan menggunakan kriteria

pengujian apabila (thitung > ttabel) atau (p-value < 0,05) maka variabel

independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Dengan menggunakan

Page 83: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

83

68 sampel (n) dan 4 variabel bebas (k) maka nilai degree of freedom nya (df)

sebesar 64 (df = n-k). Dengan nilai df 64 dan signifikansi 0,05, maka nilai t

tabel adalah 1.99773. Untuk itu dibentuklah hipotesis sebagai berikut:

1) Ha : b1β‰ 0, artinya variabel independen memiliki pengaruh terhadap

variabel dependen.

2) H0 : b1= 0, artinya variabel independen tidak memiliki pengaruh terhadap

variabel dependen.

Kriteria yang digunakan dalam menentukan hipotesis yaitu apabila

thitung > ttabel, maka Ha diterima dan H0 tidak diterima. Sebaliknya apabila thitung

< ttabel, maka, Ha tidak diterima dan H0 diterima. Berikut hasil uji secara parsial

(t) :

Adapun hasil uji t dapat dilihat pada tabel IV.8. sebagai berikut:

Tabel IV.13

Hasil Uji Parsial (t)

Coefficientsa

Model T Sig.

1 (Constant) -.440 .662

IOS -1.519 .134

SIZE 2.320 .024

INST -2.581 .012

MOWN -2.156 .035

a. Dependent Variable: DPR

Sumber data: output SPSS 24, data diolah oleh peneliti, 2017.

Berdasarkan hasil pengujian yang ditunjukkan pada tabel IV.8. diatas,

dapat dijelaskan pengaruh masing-masing variabel independen terhadap

Page 84: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

84

variabel dependen. Penjelasan dari pengaruh masing-masing variabel

independen tersebut adalah:

3.1.1 Pengujian Hipotesis 1

Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah H1:

investment opportunity set (X1) berpengaruh terhadap kebijakan dividen

(Y).

Berdasarkan hasil uji t, untuk variabel investment opportunity set

diperoleh nilai thitung sebesar -1,519 ke arah negatif dan ttabel sebesar 1,99773.

Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai thitung lebih kecil dan bernilai negatif

dari nilai ttabel (-1,519 < 1,99773). Selain itu, dengan nilai signifikansi

sebesar 0,134, dimana nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 (0,134 >

0,05). Dari hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa investment

opportunity set tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen, Artinya

hipotesis pertama ditolak.

3.1.2 Pengujian Hipotesis 2

Hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini adalah H2:

ukuran perusahaan (X2) berpengaruh terhadap kebijakan dividen(Y).

Berdasarkan hasil uji t, untuk variabel ukuran perusahaan diperoleh

nilai thitung sebesar 2,320 kearah positif dan ttabel sebesar 1,99773. Hal

tersebut menunjukkan bahwa nilai thitung lebih besar dari nilai t tabel (2,320

> 1.99773). Selain itu, dengan nilai signifikansi sebesar 0,024, dimana nilai

signifikansinya lebih kecil dari 0,05 (0,024 < 0,05). Dari hasil tersebut,

maka dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap

kebijakan dividen, sehingga hipotesis kedua diterima.

Page 85: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

85

3.1.3 Pengujian Hipotesis 3

Hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian ini adalah H3:

kepemilikan institusional (X3) berpengaruh terhadap kebijakan dividen (Y).

Berdasarkan hasil uji t, untuk variabel kepemilikan institusional

diperoleh nilai thitung sebesar -2,581 kearah negatif dan ttabel sebesar 1,99773.

Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai thitung lebih besar dari nilai t tabel (-

2,581 > 1.99773). Selain itu, dengan nilai signifikansi sebesar 0,012, dimana

nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 (0,012 < 0,05). Dari hasil tersebut,

maka dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh

negatif secara signifikan terhadap kebijakan dividen sehingga hipotesis

ketiga diterima.

3.1.4 Pengujian Hipotesis 4

Hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian ini adalah H4:

kepemilikan manajerial (X4) berpengaruh terhadap kebijakan dividen (Y).

Berdasarkan hasil uji t, untuk variabel kepemilikan manajerial

diperoleh nilai thitung sebesar -2,156 kearah negatif dan ttabel sebesar 1,99773..

Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai thitung lebih besar dari nilai t tabel (-

2,156 > 1.99773). Selain itu, dengan nilai signifikansi sebesar 0,035, dimana

nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 (0,035 < 0,05). Dari hasil tersebut,

maka dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen sehingga hipotesis

keempat diterima.

Page 86: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

86

3.2 Uji Simultan (Uji f)

Uji F digunakan untuk mengidentifikasi model regresi yang di

estimasi layak atau tidak layak digunakan untuk menjelaskan pengaruh

variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Dengan kriteria

apabila nilai probabilitas fhitung lebih kecil dari 0,05 atau 5% maka model

regresi yang diestimasi layak. Sedangkan apabila nilai probabilitas fhitung lebih

besar dari 0,05 atau 5%, maka model regresi yang diestimasi tidak layak

(lemah). Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel IV.9. sebagai berikut:

Tabel IV.14

Hasil Uji Simultan (f)

Sumber data: output SPSS 24, data diolah oleh peneliti, 2017.

Berdasarkan tabel hasil uji F diatas, maka dapat diketahui bahwa

nilai F memiliki signifikansi 0,002 dan lebih kecil dari 0,05 (0,002 < 0,05).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa model layak untuk menjelaskan pengaruh

investment opportunity set, ukuran perusahaan, kepemilikan institusional, dan

kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen.

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .573 4 .143 4.711 .002b

Residual 1.915 63 .030

Total 2.488 67

a. Dependent Variable: DPR

b. Predictors: (Constant), MOWN, IOS, SIZE, INST

Page 87: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

87

3.3 Uji Koefisien Determinasi (RΒ²)

Uji koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui seberapa

jauh kemampuan variabel independen untuk menjelaskan variabel dependen.

Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Jika besarnya koefisien

determinasi mendekati satu, maka variabel independen berpengaruh terhadap

variabel dependen. Maka apabila nilai RΒ² mendekati 1 akan semakin bagus.

Adapun hasil uji koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel IV.10. sebagai

berikut:

Tabel IV.15

Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .480a .230 .181 .17436318 1.866

a. Predictors: (Constant), MOWN, IOS, SIZE, INST

b. Dependent Variable: DPR

Sumber data: output SPSS 24, data diolah oleh peneliti, 2017.

Berdasarkan tabel hasil uji koefisien determinasi diatas, maka dapat

diketahui bahwa hasil Adjusted R Square sebesar 0,181 atau 18,1% . Hal

tersebut menunjukkan bahwa sebesar 18,1% dari variabel kebijakan dividen

perusahaan dipengaruhi oleh investment opportunity set, ukuran perusahaan,

kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial. Sedangkan sisanya

dipengaruhi oleh variabel-variabel lain.

Page 88: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

88

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pengaruh Investment Opportunity Set Terhadap Kebijakan Dividen

Pengujian hipotesis pertama yang merumuskan bahwa terdapat pengaruh

dari variabel investment opportunity set terhadap kebijakan dividen. Berdasarkan

hasil uji parsial (t), variabel investment opportunity set memiliki nilai thitung lebih

kecil dan bernilai negatif dari nilai ttabel (-1,519 < 1,99773) dengan nilai

signifikansinya lebih besar dari 0,05 (0,134 > 0,05). Dari hasil tersebut, maka

dapat disimpulkan bahwa investment opportunity set tidak berpengaruh terhadap

kebijakan dividen.

Perusahaan yang memiliki tingkat nilai investment opportunity set yang

tinggi menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melihat nilai perusahaan guna

mendapat peluang investasi yang baik dimasa depan, hal ini menandakan

perusahaan mampu menambah investor bedasarkan nilai net present value (NPV)

sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan yang akan mempengaruhi aspek

lainnya termasuk kebijakan dividen yang diambil oleh perusahaan dan

sebaliknya. Teori sinyal menyatakan bahwa sinyal merupakan suatu tindakan

tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan yang memberi petunjuk

kepada investor mengenai bagaimana cara pandang manajemen terhadap prospek

perusahaan (Brigham & Houston, 2006:40). Investor memerlukan informasi yang

akurat, relevan, dan tepat waktu sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan

keputusan. Ketika investor mendapatkan informasi akan menganalisis informasi

tersebut sebagai sinyal baik atau sinyal buruk. Sinyal ini akan direspon oleh pasar

dalam bentuk kenaikan atau penurunan permintaan saham yang nantinya akan

Page 89: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

89

berpengaruh terhadap kestabilan perusahaan dalam mendapatkan modal guna

kegiatan operasionalnya.

Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa investment opportunity set

tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Hal ini menunjukan bahwa jika

nilai investment opportunity set yang akan menciptakan ketersediaaan terhadap

alternatif investasi dimasa mendatang bagi perusahaan tidak akan mempengaruhi

nilai kebijakan dividen perusahaan. Hal ini disebabkan oleh proksi investment

opportunity set yang sulit untuk diobservasi. Apabila kondisi perusahaan sangat

baik maka pihak manajemen akan cenderung lebih memilih investasi baru

daripada membayar dividen yang tinggi. Dana yang seharusnya dapat dibayarkan

sebagai dividen tunai kepada pemegang saham akan digunakan untuk pembelian

investasi yang menguntungkan, bahkan untuk mengatasi masalah

underinvestment. Sebaliknya, perusahaan yang mengalami pertumbuhan lambat

cenderung membagikan dividen lebih tinggi untuk mengatasi masalah

overinvestment. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori, investment

opportunity set yang diproksikan dengan MVBVE tidak mampu mempengaruhi

kebijakan dividen yang diproksikan dengan DPR tercermin dari hasil penelitian

yang menunjukkan bahwa investment opportunity set tidak berpengaruh terhadap

kebijakan dividen.

Hasil penelitian ini diperkuat pula oleh data yang ada, dimana nilai

investment opporunity set yang pada penelitian ini diproksikan dengan market to

book value of equity tidak sejalan dengan nilai kebijakan dividen yang

diproksikan dengan dividen payout ratio. Tingkat nilai yang tidak sejalan ini

Page 90: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

90

memperkuat tidak adanya pengaruh investment opportunity set terhadap

kebijakan dividen, yang mengindikasikan bahwa pembagian dividen perusahaan

ke para pemegang saham dapat terjadi tanpa harus melihat nilai investment

opportunity set itu sendiri.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Haryetti & Ekayanti (2012) menyatakan bahwa investment opportunity set tidak

berpengaruh terhadap kebijakan Dividen. Investment Opportunity Set

menunjukkan luasnya kesempatan atau peluang investasi yang tersedia bagi

perusahaan. Semakin tinggi earnings after tax yang tersedia disertai dengan juga

tersedianya peluang investasi yang menguntungkan bagi perusahaan, maka

perusahaan akan lebih memilih investasi yang baru dibanding membayarkan

dividen yang tinggi. Dana yang seharusnya dapat dibayarkan sebagai dividen

kepada para pemegang saham akan digunakan untuk pembelian investasi yang

menguntungkan. Namun nilai Investment Opportunity Set tidak memiliki

pengaruh terhadap kebijakan dividen yang artinya bahwa perusahaan yang

memiliki nilai Investment Opportunity Set yang tinggi tidak selalu

mendistribusikan nilai dividen.

Sedangkan, hasil penelitian yang bertentangan dilakukan oleh Pujiati

(2015) yang menyatakan bahwa bahwa Kesempatan Investasi tidak semata-mata

hanya ditunjukkan dengan adanya proyek-proyek yang didukung oleh riset dan

pengembangan saja, tetapi juga dengan kemampuan perusahaan yang lebih dalam

mengeksploitasi kesempatan mengambil keuntunggan dibandingkan dengan

perusahaan lain yang setara dalam satu kelompok industri. Perusahaan yang

Page 91: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

91

memiliki Kesempatan Investasi yang tinggi akan membutuhkan dana yang besar

pula. Kebutuhan dana tersebut dapat diperoleh dari sumber dana internal dan

eksternal. Pemenuhan kebutuhan dana investasi yang dibiayai dari sumber

internal perusahaan akan berdampak pada Kebijakan Dividen. Hasil penelitian

yang bertentangan dengan hasil yang penulis dapatkan juga terdapat pada jurnal

yang dibuat oleh Arie Purnami & Sri Artini (2016) yang menyatakan bahwa

kesempatan investasi yang dilihat dari kemampuan perusahaan dalam

mendapatkan dan mengelola modal berpengaruh terhadap kebijakan dividen

perusahaan namun tidak signifikan.

2. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen

Pengujian hipotesis kedua yang merumuskan bahwa terdapat pengaruh

dari variabel ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel (2,320 > 1.99773).

Selain itu, dengan nilai signifikansi sebesar 0,024, dimana nilai signifikansinya

lebih kecil dari 0,05 (0,024 < 0,05). Hasil pengujian pada penelitian ini

menemukan adanya pengaruh dari variabel ukuran perusahaan terhadap

kebijakan dividen perusahaan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa besar atau kecilnya suatu

perusahaan merupakan faktor yang mempengaruhi perusahaan dalam mengambil

keputusan mengenai laba yang didapat termasuk keputusan dalam membagikan

dividen ke para pemegang saham. Perusahaan dengan ukuran besar biasanya akan

menunjukkan kemampuan perusahaan dalam pembagian dividen guna menjaga

reputasi perusahaan dimata investornya, namun berbeda dengan perusahaan

Page 92: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

92

dengan ukuran lebih kecil yang biasanya cenderung lebih memilih untuk

menahan laba guna menambah aset perusahaan sehingga perusahaan cenderung

membagikan dividen yang kecil.

Jika suatu perusahaan memiliki nilai yang besar, maka perusahaan akan

menunjukkan kemampuannya dalam menyejahterakan investornya, salah satunya

melalui dividen. Hal ini berhubungan dengan teori sinyal yang menyatakan

bahwa kenaikan dividen ini merupakan suatu sinyal kepada investor bahwa

manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik dimasa depan.

Sebaliknya, suatu penurunan dividen atau kenaikan dividen dibawah kenaikan

normal diyakini investor sebagai sinyal bahwa perusahaan akan menghadapi

masa sulit di waktu mendatang (Sawir,A., 2004: 147).

Dalam penelitian ini nilai ukuran perusahaan bernilai positif dan

signifikan terhadap kebijakan dividen. Hal ini menunjukan bahwa semakin besar

ukuran suatu perusahaan maka akan menyebabkan pembayaran dividen akan

semakin meningkat. Perusahaan besar biasanya mampu menghasilkan nilai laba

yang lebih stabil dibandingkan dengan perusahaan dengan ukuran yang lebih

kecil, sehingga alokasi dividen atas laba akan lebih besar. Hasil ini di dukung

dengan adanya bukti data yang memperlihatkan nilai aset perusahaan yang

mengalami kenaikan tiap tahunnya. Kenaikan nilai aset perusahaan sejalan

dengan kenaikan nilai dividend payout ratio perusahaan, namun ada juga

perusahaan yang pertumbuhan nilai asetnya tidak memiliki tingkat kenaikan yang

sama dalam hal tingkat pembagian dividennya, namun masih dalam nilai wajar.

Hal ini dikarenakan perusahaan selain diharapkan memberikan nilai dividen yang

Page 93: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

93

tinggi bagi pemegang saham, juga harus menyiapkan jumlah dana yang cukup

guna kelangsungan perusahaan itu sendiri sebagai modal yang dalam laporan

keuangan perusahaan dialokasikan sebagai dana cadangan umum perusahaan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Kardianah (2013) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh

terhadap kebijakan dividen. Sedangkan, hasil penelitian yang bertentangan

dilakukan oleh Nuringsih (2005) yang manyatakan bahwa perusahaan beraset

besar apabila melakukan ekspansi akan didanai dengan menambah utang atau

saham, sehingga untuk menjaga reputasi, perusahaan cenderung menahan

pembayaran dividen. Hal ini dapat dikatakan bahwa ukuran perusahaan tidak

terlalu mempertimbangkan total asetnya. Selain itu, Nurhayati (2013)

menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap kebijakan

Dividen. Hal ini dikarenakan perusahaan ingin menjaga kekayaannya agar tidak

terjadi suatu hal yang tidak diingikan di masa depan sehingga perusahaan tetap

stabil dalam pendanaan internalnya.

3. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kebijakan Dividen

Pengujian hipotesis ketiga yang merumuskan bahwa terdapat pengaruh

dari variabel ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa nilai thitung lebih besar dari nilai t tabel (-2,581 > 1.99773).

Selain itu, dengan nilai signifikansi sebesar 0,012, dimana nilai signifikansinya

lebih kecil dari 0,05 (0,012 < 0,05). Dari hasil tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif secara signifikan terhadap

kebijakan dividen perusahaan.

Page 94: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

94

Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham suatu perusahaan

oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan

investasi, dan kepemilikan institusi lainnya. Kepemilikan institusional dapat

mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal sehingga keberadaanya

memiliki arti penting bagi pemonitoran manajemen. Dengan adanya monitoring

tersebut maka pemegang saham akan semakin terjamin kemakmurannya,

pengaruh kepemilikan institusional yang berperan sebagai agen pengawas

ditekan oleh investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal.

Dalam penelitian ini nilai kepemilikan institusional berpengaruh negatif

dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian ini menunjukan

bahwa semakin tinggi tingkat kepemilikan saham institusional akan berdampak

pada penurunan pembagian dividen ke para pemegang saham atau sebaliknya.

Hal tersebut dapat disebabkan karna semakin besar tingkat kepemilikan

perusahaan oleh pihak institusional maka akan menyebabkan semakin kuatnya

kontrol eksternal perusahaan terhadap perusahaan sehingga dapat mengurangi

biaya keagenan dan perusahaan akan cenderung memberikan dividen yang

rendah ke para pemegang saham (Dewi, 2008). Pembagian dividen yang rendah

ini dikarenakan jumlah proporsi kepemilikan perusahaan oleh pihak institusional

yang tidak mengalami perubahan yang tidak terlalu signifikan di tiap tahunnya.

Dengan tingkat kepemilikan yang sama maka pihak institusional secara tidak

langsung juga memahami kondisi perusahaan yang ada. Kondisi perusahaan

secara tidak langsung memaksa pihak institusional untuk tidak memaksakan

kehendak sendiri dalam mendapatkan keuntungan material seperti dividen. Pihak

Page 95: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

95

institusional akan lebih memilih untuk mengalokasikan dana perusahaan untuk

dana cadangan guna menjaga stabilitas dan tingkat going concern perusahaan

kedepannya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Dewi (2008) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh

negatif terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa

apabila semakin tinggi kepemilikan institusional makan akan semakin kuat

kontrol eksternal terhadap perusahaan sehingga dapat mengurangi biaya

keagenan dan perusahaan akan cenderung memberikan dividen yang rendah.

Sedangkan, hasil penelitian yang bertentangan dilakukan oleh Kurniawati

et al (2015) menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif

terhadap kebijakan Dividen, dimana tingkat kepemilikan institusional perusahaan

searah dengan tingkat pembayaran dividen. Hasil penelitian Pujiati (2015) juga

menambahkan bahwa dengan kepemilikan institusional yang besar, fungsi

monitoring terhadap manajemen perusahaan akan lebih efektif. Fungsi

monitoring tersebut bertujuan agar manajemen bertindak dengan tujuan

mementingkan kemakmuran para pemegang saham, bukan mengutamakan

kepentingannya dan bertindak oportunistik. Kepemilikan institusional yang besar

mampu mendorong manajerial perusahaan untuk bertindak selaras dengan

kepentingan pemegang saham yakni dengan pembagian dividen yang besar pula.

4. Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Dividen

Pengujian hipotesis keempat yang merumuskan bahwa terdapat pengaruh

dari variabel kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen. menunjukkan

Page 96: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

96

bahwa nilai thitung lebih besar dari nilai t tabel (-2,156 > 1.99773). Selain itu,

dengan nilai signifikansi sebesar 0,035, dimana nilai signifikansinya lebih kecil

dari 0,05 (0,035 < 0,05). Dari hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

kepemilikan manajerial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan

dividen.

Kepemilikan manajerial adalah tingkat kepemilikan perusahaan yang

dimiliki oleh pihak manajemen perusahaan seperti dewan komisaris atau direktur.

Kepemilikan manajerial dipandang dapat mengurangi agency cost apabila

porsinya dalam struktur kepemilikan di perusahaan ditingkatkan. Pemberian

kesempatan manajer untuk terlibat dalam kepemilikan saham bertujuan untuk

menyetarakan kepentingan manajer dengan pemegang saham. Keterlibatan

manajer tersebut mendorong manajer untuk bertindak secara hati-hati karena

mereka akan turut menanggung konsekuensi atas keputusan yang diambilnya.

Dalam penelitian ini nilai kepemilikan manajerial berpengaruh negatif

dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Hal ini menunjukan bahwa semakin

besar tingkat kepemilikan perusahaan oleh pihak manajerial maka perusahaan

akan cenderung mengalokasikan laba perusahaan untuk ditahan dibandingkan

dengan melakukan pendistribusian dividen atas laba ke pemegang saham dengan

alasan sumber dana internal yang lebih efisien. Hal ini sesuai dengan teori

keagenan yang menyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi

pengelolaan dengan fungsi kepemilikan memiliki konsekuensi rentan terhadap

konflik kepentingan. Pengalokasian dana oleh pihak manajerial disebabkan

karena dengan keterlibatan pihak manajer perusahaan akan mendorong manajer

Page 97: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

97

untuk bertindak secara hati-hati karena mereka akan menanggung konsekuensi

atas keputusan yang diambil atas laba perusahaan (Fransiska et al, 2015). Tingkat

kepemilikan perusahaan oleh manajemen yang rendah dan tidak mengalami

perubahan yang signifikan pada tiap tahunnya ini yang mempengaruhi nilai

pembagian dividen itu sendiri. Hal ini terbukti dalam data penelitian, karena

tingkat proprorsi kepemilikan yang rendah, maka pihak manajemen akan lebih

diawasi oleh pihak eksternal perusahaan yaitu pemegang saham. Selain itu,

pembagian dividen rendah apabila tingkat kepemilikan perusahaan oleh

manajemen bertambah dikarenakan pihak manajemen yang memiliki saham

dalam perusahaan akan lebih memikirkan lagi nasib dirinya dan perusahaan itu

sendiri, karena apabila terjadi sesuatu yang merugikan perusahaan di masa

mendatang maka nilai atas laba yang ditahan sebelumnya dapat dipergunakan

sebagai dana cadangan karena dana cadangan umum yang besar.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Dewi (2008) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh

negatif terhadap kebijakan dividen. Dalam penelitian ini, disebutkan apabila

tingkat kepemilikan manajerial tinggi maka perusahaan cenderung

mengalokasikan laba pada laba ditahan daripada membayar dividen dengan

alasan sumber dana internal lebih efisien dibandingkan sumber dana eksternal.

Sedangkan dengan tingkat kepemilikan manajerial yang rendah, perusahaan akan

melakukan pembagian dividen yang besar untuk memberikan sinyal yang bagus

tentang kinerja di masa yang akan datang sehingga meningkatkan reputasi

perusahaan di hadapan investor.

Page 98: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

98

Sedangkan, hasil penelitian yang bertentangan dilakukan oleh Nuringsih

(2005) & Pujiati (2015) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh

positif terhadap kebijakan Dividen. Dalam penelitian disebutkan bahwa semakin

besar keterlibatan manajer dalam kepemilikan perusahaan menyebabkan aset

yang dimiliki tidak terdiversifikasi sehingga pemegang saham menginginkan

return atas opportunity cost yang besar yaitu dengan pembagian dividen yang

lebih besar.

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Page 99: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

99

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Investment Opportunity

Set, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Institusional, dan Kepemilikan Manajerial

Terhadap Kebijakan Dividen. objek dalam penelitian ini adalah perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan menerbitkan laporan

keuangan selama periode tahun 2013-2016. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis

dan mengacu pada perumusan masalah serta tujuan penelitian, maka kesimpulan

yang dapat diambil dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Investment Opportunity Set tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.

Perusahaan dengan kondisi yang baik akan cenderung lebih memilih

investasi baru daripada membayar dividen yang tinggi.

2. Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.

Perusahaan besar biasanya mampu menghasilkan nilai laba yang lebih stabil

dibandingkan dengan perusahaan dengan ukuran yang lebih kecil sehingga

alokasi dividen atas laba akan lebih besar.

3. kepemilikan institusional bernilai negatif dan signifikan terhadap kebijakan

dividen. Semakin kuatnya kontrol eksternal perusahaan terhadap

perusahaan sehingga dapat mengurangi biaya keagenan dan perusahaan

akan cenderung memberikan dividen yang rendah ke para pemegang saham

4. kepemilikan manajerial bernilai negatif dan signifikan terhadap kebijakan

dividen. Semakin besar tingkat kepemilikan perusahaan oleh pihak

manajerial maka perusahaan akan cenderung mengalokasikan laba

perusahaan untuk ditahan dibandingkan dengan melakukan pendistribusian

Page 100: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

100

dividen atas laba ke pemegang saham dengan alasan sumber dana internal

yang lebih efisien.

5. Koefisien Determinasi (R2) diperoleh hasil 00,181 atau 18,1%. Hal ini

menjelaskan bahwa variabel independen yaitu Investment Opportunity Set,

Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Institusional, dan Kepemilikan

Manajerial mampu menjelaskan variabel dependen Kebijakan Dividen

sebesar 18,1% sedangkan sisanya 81,9% dijelaskan oleh variabel-variabel

lainnya.

B. Implikasi

Implikasi Teoritis

Kebijakan dividen merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan

dalam melakukan pengalokasian laba perusahaan. Selain itu, pentingnya

mempertimbangkan kebijakan dividen dalam pengalokasian laba sebagai

dasar dalam menyejahterakan tiap pihak yang terkait baik pihak internal

maupun pihak eksternal. Kebijakan dividen akan mengurangi segala

kesenjangan informasi yang ada di dalam perusahaan. Hal ini sesuai dengan

Signalling Theory yang menyebutkan dividen akan mengurangi

ketimpangan informasi antara manajemen dan pemegang saham dengan

menyiratkan informasi privat tentang prospek masa depan perusahaan,

kenaikan dividen ini merupakan suatu sinyal kepada investor bahwa

manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik dimasa

depan. Sebaliknya, suatu penurunan dividen atau kenaikan dividen dibawah

kenaikan normal diyakini investor sebagai sinyal bahwa perusahaan akan

Page 101: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

101

menghadapi masa sulit di waktu mendatang. Teori lain yang sesuai yaitu

Agency Theory yang menyatakan bahwa dividen membantu mengurangi

biaya keagenan terkait dengan pemisahan kepemilikan dan kendali atas

perusahaan.

Implikasi Praktis

Bagi investor, mereka dapat melihat kemampuan perusahaan dalam

memenuhi kewajibannya dan juga pengalokasian laba yang dimiliki oleh

suatu perusahaan melalui kebijakan dividen. Karena pertimbangan dalam

pengalokasian laba yang tepat dapat menciptakan dividen optimal yang

apabila kebijakan dividen mencapai suatu keseimbangan antara dividen saat

ini dan pertumbuhan dimasa mendatang sehingga dapat meningkatkan nilai

perusahaan dimata investor.

Bagi kalangan akademis, hasil penelitian ini menambah literatur yang

bisa dipertimbangkan dalam pengembangan ilmu khususnya dalam

akuntansi keuangan mengenai kebijakan dividen.

C. Saran

Dalam penelitian ini tidak tertutup kemungkinan terjadinya kekliruan atau

kesalahan yang mengakibatkan hasil penelitian tidak dapat digeneralisasi dengan

baik, sehingga menjadi keterbatasan pada penelitian ini. Berdasarkan penelitian

yang telah dilakukan, maka terdapat keterbatasan dan saran untuk mengembangkan

penelitian bagi peneliti selanjutnya, antara lain:

Page 102: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangrepository.unj.ac.id/779/5/12. BAB I -BAB V.pdfIndustri manufaktur diproyeksikan tumbuh mencapai 7,1% pada 2013 meskipun kondisi perekonomian di

102

1. Populasi dalam penelitian ini hanya pada perusahaan sektor manufaktur

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Bagi para peneliti selanjutnya,

disarankan agar memperluas populasi yang akan diteliti. Hal tersebut agar

hasil penelitian dapat di generalisasikan pada semua perusahaan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia, karena penelitian ini hanya menggunakan

22 perusahaan manufaktur dengan periode pengambilan sampel selama 4

tahun saja.

2. Penelitian ini hanya menggunakan variabel independen Investment

Opportunity Set, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Institusional, dan

Kepemilikan Manajerial yang mendapatkan hasil adjusted R square sebesar

18,1% yang berarti bahwa variabel-variabel independen yang digunakan

dalam penelitian ini kurang mampu sepenuhnya menjelaskan variabel

dependen, yaitu kebijakan dividen. Bagi penelitian selanjutnya, disarankan

untuk tidak hanya meneliti variabel yang ada pada penelitian ini saja, namun

dapat menambah dan mencari faktor-faktor lainnya yang dapat

mempengaruhi kebijakan dividen, seperti profitabilitas, pertumbuhan

perusahaan, kebijakan hutang dan likuiditas sehingga dapat memperkuat

hubungan variabel independen terhadap variabel dependen.