Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konstitusi Indonesia, UUD 1945, telah mengatur bahwa negara Indonesia adalah tipe negara yang berbentuk welfare state modern (negara kesejahteraan modern) yang mewajibkan negara untuk mewujudkan tujuan keadilan sosial. 1 Dan salah satu upaya untuk menuju ke arah tersebut adalah dengan meyelenggarakan pembangunan. Pembangunan ini dilaksanakan di berbagai sektor kehidupan negara seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraan rakyat, transportasi, komunikasi, transportasi, keamanan, dan masih banyak lagi yang lainnya. Pembangunan itu sendiri sudah barang tentu membutuhkan biaya yang sangat besar dan terus-menerus agar bisa tetap berjalan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu negara tidak hanya membutuhkan dana untuk membiayai pembangunan saja, tetapi juga untuk membiayai berbagai macam pengeluaran lainnya. Satu-satunya sumber dana negara kita yang digunakan untuk membiayai keuangan negara adalah berasal dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Rimsky J. Judisseno berpendapat, bahwa jika melihat APBN, pemasukan dana yang diterima oleh negara diperoleh dari dua sumber, yaitu penerimaan dari dalam negeri dan bantuan dari luar negeri. Penerimaan dari dalam negeri diperoleh dari penerimaan minyak dan gas, 1 Muhammad Djafar Saidi, 2008, Hukum Keuangan Negara, Rajawali Pers.Jakarta, hlm. 103.
12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88297/potongan/S1-2015... · 4 Dalam undang-undang tersebut, pajak daerah dan retribusi daerah menjadi salah

Mar 13, 2019

Download

Documents

vutu
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88297/potongan/S1-2015... · 4 Dalam undang-undang tersebut, pajak daerah dan retribusi daerah menjadi salah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konstitusi Indonesia, UUD 1945, telah mengatur bahwa negara

Indonesia adalah tipe negara yang berbentuk welfare state modern (negara

kesejahteraan modern) yang mewajibkan negara untuk mewujudkan tujuan

keadilan sosial.1 Dan salah satu upaya untuk menuju ke arah tersebut adalah

dengan meyelenggarakan pembangunan. Pembangunan ini dilaksanakan di

berbagai sektor kehidupan negara seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraan

rakyat, transportasi, komunikasi, transportasi, keamanan, dan masih banyak

lagi yang lainnya.

Pembangunan itu sendiri sudah barang tentu membutuhkan biaya yang

sangat besar dan terus-menerus agar bisa tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Oleh karena itu negara tidak hanya membutuhkan dana untuk membiayai

pembangunan saja, tetapi juga untuk membiayai berbagai macam pengeluaran

lainnya. Satu-satunya sumber dana negara kita yang digunakan untuk

membiayai keuangan negara adalah berasal dari Anggaran Penerimaan dan

Belanja Negara (APBN). Rimsky J. Judisseno berpendapat, bahwa jika

melihat APBN, pemasukan dana yang diterima oleh negara diperoleh dari dua

sumber, yaitu penerimaan dari dalam negeri dan bantuan dari luar negeri.

Penerimaan dari dalam negeri diperoleh dari penerimaan minyak dan gas,

1 Muhammad Djafar Saidi, 2008, Hukum Keuangan Negara, Rajawali Pers.Jakarta, hlm. 103.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88297/potongan/S1-2015... · 4 Dalam undang-undang tersebut, pajak daerah dan retribusi daerah menjadi salah

2

penerimaan pajak dan bukan pajak. Sedangkan bentuk bantuan dari luar negeri

adalah bantuan program dan bantuan proyek.2

Seperti yang kita ketahui, bahwa di dalam APBN yang dirancang oleh

pemerintah pusat, terdapat tiga sumber penerimaan yang menjadi tulang

punggung. Ketiga sumber penerimaan itu berasal dari sektor pajak, minyak

bumi dan gas (migas), dan juga sektor non pajak. Saat ini, sumber dana yang

menyumbang pemasukan tertinggi untuk APBN adalah dari sektor perpajakan.

Jadi, dengan demikian dapat dikatakan bahwa apabila ada kepentingan

masyarakat, maka di situ timbul pungutan pajak, sehingga pajak adalah

senyawa dengan kepentingan umum.3 Pajak saat ini sudah mampu

menggantikan kedudukan migas yang dahulu menjadi andalan utama.

Sekarang ini, penerimaan negara dari sektor migas sudah tidak bisa kita

harapkan lagi peran besarnya mengingat migas adalah sumber daya alam yang

tidak dapat diperbarui.4 Dalam 5 (lima) tahun terakhir, peran penerimaan

perpajakan terhadap pendapatan negara dan hibah meningkat, yaitu dari

69,6% (persen) pada tahun 2004 menjadi 74,9% (persen) pada tahun 2009.5

Sementara kontribusi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terhadap

pendapatan negara dan hibah mengalami penurunan, dari 30,4% (persen) pada

tahun 2004 menjadi 25,0% (persen) pada tahun 2009.6

2 Rimsky K.Judisseno, 1997, Pajak dan Strategi Bisnis, Edisi Revisi Tahun 2002, P.T. Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 4. 3 Rochmat Soemitro, 1992, Asas dan Dasar Perpajakan, Eresco, Bandung, hlm. 2.

4 Wirawan B.Ilyas, Richard Burton, 2008, Hukum Pajak, Edisi 4, Salemba Empat, Jakarta, hlm.

11. 5 Lihat Bab Pendahuluan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.01/2010 tentang Rencana

Strategis Kementerian Keuangan. 6 Ibid.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88297/potongan/S1-2015... · 4 Dalam undang-undang tersebut, pajak daerah dan retribusi daerah menjadi salah

3

Di Indonesia, pajak merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh setiap

wajib pajak. Semua jenis pajak yang berlaku di Indonesia harus diatur dengan

undang-undang.7 Pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak kepada negara

maupun daerah, nantinya akan dikelola oleh negara/daerah dan digunakan

untuk kemakmuran dan kesejahteraan warga negara Indonesia. Oleh karena

itu, dengan menggunakan sistem hukum nasional akan dapat diwujudkan cita-

cita bangsa Indonesia yang lebih besar. Politik hukum perpajakan di Indonesia

bertujuan sebagai alat atau sarana pemerintah untuk menciptakan suatu sistem

hukum nasional yang dikehendaki agar seperti yang tercantum dalam

pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat, yaitu melindungi

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi

dan keadilan sosial.

Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat

melaksanakan otonomi, khususnya yang berasal dari pajak daerah dan

retribusi daerah, pemerintah menetapkan berbagai kebijakan perpajakan

daerah, diantaranya dengan menetapkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut

Undang-Undang PDRD. Diharapkan hal tersebut dapat lebih mendorong

peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah.

7 Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 ayat (2).

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88297/potongan/S1-2015... · 4 Dalam undang-undang tersebut, pajak daerah dan retribusi daerah menjadi salah

4

Dalam undang-undang tersebut, pajak daerah dan retribusi daerah

menjadi salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai

pelaksanaan pemerintahan daerah sehingga terdapat perluasan objek pajak

daerah dan retribusi daerah serta adanya pemberian diskresi (keleluasaan)

dalam penerapan tarif. Kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah untuk

kemudian dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan

keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikan

potensi daerah.

Dan melalui adanya pemisahan kekuasaan desentralisasi, masing-masing

pemerintah daerah diharapkan mampu melaksanakan otonomi daerahnya,

yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, di samping

penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat berupa subsidi/bantuan dan

bagi hasil pajak dan bukan pajak.

Salah satu jenis pajak baru dalam Undang-Undang PDRD yang disahkan

pada 18 Agustus 2009 adalah pajak rokok. Pajak rokok adalah pungutan atas

cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah. Dasar pengenaan pajak rokok

adalah cukai rokok dan besarnya tarif ditetapkan sebesar 10% (persen) dari

cukai rokok. Pajak rokok masuk dalam kategori pajak provinsi yang menjadi

penyempurna kebijakan dan peraturan pajak daerah dalam bentuk perluasaan

objek pajak daerah. Artinya, pajak rokok ini nantinya akan menjadi sumber

pendapatan asli daerah (PAD).

Meskipun demikian, pemerintah provinsi diharuskan membagi

penerimaan dari pajak rokok ini dengan pemerintah kabupaten/kota dengan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88297/potongan/S1-2015... · 4 Dalam undang-undang tersebut, pajak daerah dan retribusi daerah menjadi salah

5

porsi sebesar 70% (persen) untuk kabupaten/kota sisanya sebesar 30%

(persen) diperuntukkan bagi pemerintah provinsi. Terdapat alokasi (earmark)

paling sedikit 50% (persen) dari hasil penarikan pajak rokok, digunakan untuk

mendanai fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum. Di

bidang kesehatan, keputusan ini diambil sebagai langkah pengimbangan

antara konsumsi rokok dengan kesehatan masyarakat. Sementara di bidang

penegakan hukum, keputusan diambil terkait permasalahan rokok ilegal.

Penerimaan dari pajak rokok nantinya akan dialokasikan untuk

mendanai bidang pelayanan kesehatan, seperti pembangunan/pengadaan dan

pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, penyediaan

sarana umum yang memadai bagi perokok (smoking area), kegiatan

memasyarakatkan tentang bahaya merokok, dan iklan layanan masyarakat

mengenai bahaya merokok. Penerimaan pajak rokok juga dialokasikan untuk

mendanai bidang penegakan hukum terkait rokok ilegal, yaitu rokok yang

dalam tahap produksinya tidak terdaftar sehingga tidak membayar cukai

rokok. Melalui kebijakan earmarking yang ada di dalam pajak rokok, setiap

daerah akan dipacu untuk secara bertahap dan terus menerus melakukan

perbaikan dan peningkatan (sustainable development) kualitas pelayanan

publik di daerahnya secara nyata.

Terhitung mulai tahun 2013 yang lalu, muncul peraturan baru mengenai

pemungutan pajak rokok sebesar 10% seperti yang tercantum dalam Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pemungutan

Dan Penyetoran Pajak Rokok. Adanya PMK tersebut menimbulkan berbagai

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88297/potongan/S1-2015... · 4 Dalam undang-undang tersebut, pajak daerah dan retribusi daerah menjadi salah

6

kenyataan di lapangan, salah satunya adalah berupa diskriminasi pajak

terhadap pengusaha rokok tradisional. Yang mulanya mereka hanya dikenakan

cukai rokok sebesar 10% namun kini dikenakan lagi pajak rokok sebesar 10%

dari cukai rokok itu sendiri. Namun, hal ini bukanlah sesuatu yang berat bagi

pengusaha rokok yang sudah memiliki nama besar. Adanya Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 115/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pemungutan Dan

Penyetoran Pajak Rokok ini adalah bertujuan untuk menekan jumlah

konsumsi rokok oleh perokok aktif yang terjadi di lapangan. Sehingga dalam

permasalahan ini, pajak rokok diharapkan dapat meningkatkan fungsi tersebut,

salah satunya dengan fungsi pajak, yaitu fungsi mengatur (regulerend). Akan

tetapi, dengan adanya pemungutan pajak rokok yang baru ini kemudian tidak

menyurutkan tingkat konsumsi perokok aktif di Kota Yogyakarta. Kenyataan

yang ada di lapangan adalah semakin hari jumlah perokok aktif semakin

bertambah.

Seperti yang telah dipaparkan di atas, bahwa tujuan dari pemungutan

pajak rokok adalah untuk mengurangi jumlah perokok aktif guna menjaga

tingkat kesehatan masyarakat. Namun, di satu sisi hal tersebut justru

berseberangan dengan fungsi budgedtair pajak, yaitu sebagai sumber

pendapatan negara untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dan selanjutnya dituangkan dalam bentuk penulisan

hukum dengan judul “Penerapan Kebijakan Earmarking Tax Atas Pajak

Rokok di Kota Yogyakarta Dikaitkan Dengan Asas Kemanfaatan”.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88297/potongan/S1-2015... · 4 Dalam undang-undang tersebut, pajak daerah dan retribusi daerah menjadi salah

7

B. Rumusan Masalah

Bertolak dari paparan diatas, dapat dirumuskan suatu isu sentral dalam

penelitian penulisan hukum ini, yaitu adanya permasalahan mengenai jumlah

perokok aktif di Kota Yogyakarta. Permasalahan tersebut kemudian

diungkapkan dalam judul penelitian untuk penulisan hukum, yaitu

“Penerapan Kebijakan Earmarking Tax Atas Pajak Rokok Di Kota

Yogyakarta Dikaitkan Dengan Asas Kemanfaatan”.

Isu sentral tersebut mengandung berbagai permasalahan, yaitu

permasalahan hukum empiris dan permasalahan hukum normatif. Dengan

demikian, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Permasalahan hukum empiris

Bagaimanakah pengaruh diterapkannya pajak rokok Kota Yogyakarta

terhadap konsumsi rokok di Kota Yogyakarta?

2. Permasalahan hukum normatif

Apakah penerapan kebijakan earmarking tax atas pajak rokok Kota

Yogyakarta sudah sesuai dengan asas kemanfaatan?

C. Tujuan Penelitian

Dalam penyusunan penulisan hukum ini ada beberapa tujuan yang ingin

dicapai oleh penulis, yaitu :

1. Untuk mengetahui pengaruh diterapkannya pajak rokok Kota Yogyakarta

terhadap konsumsi rokok di Kota Yogyakarta.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88297/potongan/S1-2015... · 4 Dalam undang-undang tersebut, pajak daerah dan retribusi daerah menjadi salah

8

2. Untuk mengetahui penerapan kebijakan earmarking tax atas pajak rokok

Kota Yogyakarta sudah sesuai dengan asas kemanfaatan.

D. Keaslian Penelitian

Untuk mengetahui keaslian penelitian, telah dilakukan penelusuran

penelitian di berbagai referensi, hasil-hasil penelitian, serta media cetak

maupun elektronik. Terdapat penelitian yang dilakukan oleh Dies Nata Andika

Perdana Putra pada tahun 2014, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas

Gadjah Mada Nomor Induk Mahasiswa 09/280355/HK/17960 dengan judul

“PENERAPAN KEBIJAKAN EARMARKING TAX ATAS PAJAK

KENDARAAN BERMOTOR KOTA YOGYAKARTA DALAM

KAITANNYA DENGAN ASAS KEMANFAATAN”. Adapun rumusan

permasalahan yang dirumuskan oleh penulis adalah :

1. Permasalahan hukum empiris :

Bagaimana realisasi kebijakan earmarking tax atas Pajak Kendaraan

Bermotor Kota Yogyakarta dalam kaitannya dengan asas kemanfaatan?

2. Apakah penerapan kebijakan earmarking tax atas Pajak Kendaraan

Bermotor Kota Yogyakarta sesuai dengan asas kemanfaatan?

Penelitian tersebut membahas tentang penerapan kebijakan earmarking

tax atas pajak kendaraan bermotor di Kota Yogyakarta dalam kaitanya dengan

asas kemanfaatan. Sedangkan yang dibahas penulis adalah mengenai

penerapan kebijakan earmarking tax atas pajak rokok di Kota Yogyakarta

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88297/potongan/S1-2015... · 4 Dalam undang-undang tersebut, pajak daerah dan retribusi daerah menjadi salah

9

dalam kaitannya dengan asas kemanfaatan. Meskipun ada kemiripan, namun

ada perbedaan mendasar dalam pembahasan.

Selain itu, penulis juga menemukan penelitian yang dilakukan oleh Ai

Surya Buana pada tahun 2013, Mahasiswa Fakultas Ekonomika Dan

Manajemen IPB, Nomor Induk Mahasiswa H44080083 dengan judul

“PENGARUH KENAIKAN TARIF CUKAI ROKOK KRETEK TERHADAP

HARGA, PENAWARAN, DAN PERMINTAAN KOMODITAS ROKOK

KRETEK DAN KOMODITAS TEMBAKAU SERTA KESEJAHTERAAN

MASYARAKAT”. Adapun rumusan permasalahan yang dirumuskan oleh

penulis adalah :

1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi permintaan, penawaran dan

harga rokok kretek?

2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi permintaan, penawaran dan

harga tembakau?

3. Bagaimana pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek terhadap

permintaan, penawaran dan harga rokok kretek?

4. Bagaimana pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek terhadap

permintaan, penawaran dan harga tembakau?

5. Bagaimana pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek terhadap

kesejahteraan petani tembakau, kesejahteraan konsumen rokok kretek,

keuntungan perusahaan rokok kretek dan pendapatan pemerintah?

Penelitian tersebut lebih memfokuskan permasalahan penelitian

mengenai pengaruh perubahan tarif cukai rokok kretek terhadap pasar rokok

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88297/potongan/S1-2015... · 4 Dalam undang-undang tersebut, pajak daerah dan retribusi daerah menjadi salah

10

dan kesejahteraan masyarakat yang berhubungan dengan industri rokok

kretek.

Kemudian ditemukan penelitian oleh Reza Fadillah pada tahun 2012,

Mahasiswa Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro Nomor

Induk Mahasiswa C2COO8221, dengan judul “PENGARUH PEGENAAN

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN CUKAI ROKOK TERHADAP

SKEMA FINANSIAL PRODUK ROKOK”. Adapun rumusan permasalahan

yang dirumuskan penulis adalah :

1. Apakah besarnya cukai rokok berpengaruh terhadap harga rokok per unit?

2. Apakah besarnya cukai rokok berpengaruh terhadap pendapatan

penjualan?

3. Apakah besarnya cukai rokok berpengaruh terhadap volume produksi?

4. Apakah besarnya PPN berpengaruh terhadap harga rokok per unit?

5. Apakah besarnya PPN berpengaruh terhadap pendapatan penjualan?

6. Apakah besarnya PPN berpengaruh terhadap volume produksi?

7. Apakah besarnya cukai dan PPN berpengaruh terhadap harga rokok per

unit?

8. Apakah besarnya cukai dan PPN berpengaruh terhadap pendapatan

penjualan?

9. Apakah besarnya cukai dan PPN berpengaruh terhadap volume produksi?

10. Apakah besarnya cukai berpengaruh terhadap harga rokok per unit,

pendapatan penjualan, dan volume produksi?

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88297/potongan/S1-2015... · 4 Dalam undang-undang tersebut, pajak daerah dan retribusi daerah menjadi salah

11

11. Apakah besarnya PPN berpengaruh terhadap harga rokok per unit,

pendapatan penjualan, dan volume produksi?

12. Apakah besarnya cukai dan PPN berpengaruh terhadap harga rokok per

unit, pendapatan penjualan, dan volume produksi?

Penelitian tersebut lebih memfokuskan permasalahan penelitian

mengenai bagaimana simulasi pengaruh besarnya cukai rokok dan juga PPN

yang digambarkan dalam bentuk skema finansial produk rokok.

Dari perbandingan beberapa penelitian diatas dapat diketahui bahwa

penulisan yang berkaitan dengan PENERAPAN KEBIJAKAN

EARMARKING TAX ATAS PAJAK ROKOK DI KOTA YOGYAKARTA

DIKAITKAN DENGAN ASAS KEMANFAATAN belum pernah dilakukan

penelitian sebelumnya. Dengan demikian penelitian ini adalah asli.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dapat memberikan manfaat baik

untuk kepentingan akademik maupun kepentingan praktis, yaitu berupa :

1. Manfaat Akademis

a. Hasil penelitian ini secara diharapkan dapat memberikan kontribusi

pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan ilmu

hukum pajak pada khususnya, serta bermanfaat bagi penelitian-

penelitian ilmu hukum selanjutnya.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88297/potongan/S1-2015... · 4 Dalam undang-undang tersebut, pajak daerah dan retribusi daerah menjadi salah

12

b. Hasil penelitian ini digunakan sebagai syarat kelulusan dalam rangka

memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas

Gadjah Mada.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat bermanfaat bagi

masyarakat pada umumnya maupun sebagai masukan dan sumbangan

pemikiran bagi pemerintah dalam konteks upaya menerapkan pajak yang

baik dan benar sebagai salah satu sumber biaya pembangunan nasional.