1 BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945. Kondisi ini menyebabkan peraturan perundang-undangan memegang peranan yang sangat strategis sebagai landasan dan strategi negara untuk mencapai tujuan sebagaimana yang telah ditentukan. 1 Untuk mewujudkan tujuan negara seperti yang telah diamanatkan di dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 (empat), diupayakan melalui pembangunan di berbagai bidang, salah satunya adalah bidang hukum. Upaya pembangunan hukum dan pembaharuan hukum harus dilakukan secara terarah dan terpadu. Kodifikasi dan unifikasi bidang-bidang hukum dan penyusunan perundang-undangan baru sangat dibutuhkan. Instrument hukum dalam bentuk perundang-undangan ini sangat diperlukan untuk mendukung pembangunan di berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan serta tingkat kesadaran hukum serta pandangan masyarakat tentang penilaian suatu tingkah laku. 2 Seiring dengan kemajuan budaya dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan bahkan multikompleks. Perilaku demikian apabila ditinjau dari segi hukum tentunya ada perilaku yang dapat dikategorikan sesuai dengan norma dan ada perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Perilaku yang tidak sesuai dengan norma/ penyelewengan terhadap norma inilah yang dapat menimbulkan permasalahan di bidang hukum dan merugikan masyarakat. Penyelewengan yang demikian biasanya oleh masyarakat dicap sebagai suatu pelanggaran, bahkan sebagai suatu kejahatan. 3 Kejahatan dalam kehidupan merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan Negara. 4 Kenyataan telah membuktikan bahwa kejahatan tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja, namun juga telah dilakukan oleh anak-anak. Kecenderungan meningkatnya pelanggaran terhadap ketertiban umum 1 Teguh Prasetyo, Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana. Nusa Media, Bandung, 2011, hal. 1 2 Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, PT Refika Aditama, Bandung, 2005. hal. 58 3 Bambang Waluyo, 2004, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 1 4 Ibid, hal. 2
13
Embed
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6817/1/T1_312008039_BAB I.pdfProses pelaksanaan LITMAS dan Kinerja Petugas BAPAS kelas I Semarang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal
1 ayat 3 UUD 1945. Kondisi ini menyebabkan peraturan perundang-undangan
memegang peranan yang sangat strategis sebagai landasan dan strategi negara untuk
mencapai tujuan sebagaimana yang telah ditentukan.1 Untuk mewujudkan tujuan negara
seperti yang telah diamanatkan di dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 (empat),
diupayakan melalui pembangunan di berbagai bidang, salah satunya adalah bidang
hukum.
Upaya pembangunan hukum dan pembaharuan hukum harus dilakukan secara
terarah dan terpadu. Kodifikasi dan unifikasi bidang-bidang hukum dan penyusunan
perundang-undangan baru sangat dibutuhkan. Instrument hukum dalam bentuk
perundang-undangan ini sangat diperlukan untuk mendukung pembangunan di berbagai
bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan serta tingkat kesadaran hukum serta
pandangan masyarakat tentang penilaian suatu tingkah laku.2
Seiring dengan kemajuan budaya dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK),
perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks
dan bahkan multikompleks. Perilaku demikian apabila ditinjau dari segi hukum tentunya
ada perilaku yang dapat dikategorikan sesuai dengan norma dan ada perilaku yang tidak
sesuai dengan norma. Perilaku yang tidak sesuai dengan norma/ penyelewengan terhadap
norma inilah yang dapat menimbulkan permasalahan di bidang hukum dan merugikan
masyarakat. Penyelewengan yang demikian biasanya oleh masyarakat dicap sebagai
suatu pelanggaran, bahkan sebagai suatu kejahatan.3
Kejahatan dalam kehidupan merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi
oleh setiap manusia, masyarakat, dan Negara.4 Kenyataan telah membuktikan bahwa
kejahatan tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja, namun juga telah dilakukan
oleh anak-anak. Kecenderungan meningkatnya pelanggaran terhadap ketertiban umum
1 Teguh Prasetyo, Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana. Nusa Media, Bandung, 2011, hal. 1 2 Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, PT Refika Aditama, Bandung, 2005. hal. 58 3 Bambang Waluyo, 2004, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 1 4 Ibid, hal. 2
2
maupun ketentuan hukum yang dilakukan oleh anak-anak mendorong pemerintah untuk
lebih memberikan perhatian akan penanggulangan dan penanganannya, khususnya di
bidang hukum pidana anak beserta hukum acaranya, salah satunya di dalam Undang-
Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.
Salah satu konsideran Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 menyebutkan bahwa
untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak,
diperlukan dukungan, baik yang menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum
yang lebih mantap dan memadai, oleh karena itu ketentuan mengenai penyelenggaraan
pengadilan bagi anak perlu dilakukan secara khusus.
Mengingat diperlukan perlakuan khusus dalam menangani anak nakal, maka
perkara Anak Nakal wajib disidangkan pada Pengadilan Anak yang berada di lingkungan
Peradilan Umum. Dengan demikian, proses peradilan perkara Anak Nakal dari sejak
ditangkap, ditahan, diadili, dan pembinaan selanjutnya, wajib dilakukan oleh pejabat
khusus yang benar-benar memahami masalah anak.5
Penanganan anak nakal melibatkan Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan
Pembimbing Kemasyarakatan dengan mengedepankan kepentingan yang terbaik bagi anak
nakal.
Dalam penyelesaian perkara Anak Nakal, Hakim wajib mempertimbangkan
laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan, sebagaimana diatur
di dalam Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 1997. Salah satu substansi di
dalam LITMAS memuat rekomendasi dari Pembimbing Kemasyarakatan. Rekomendasi
ini berpengaruh dalam hakim menjatuhkan putusan yang terbaik bagi anak. Berkaitan
dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti apakah rekomendasi dari Pembimbing
Kemasyarakatan pada BAPAS Purwokerto dipertimbangkan oleh hakim atau tidak dalam
menjatuhkan sanksi terhadap anak nakal, mengingat berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh penulis di Pengadilan Negeri Purbalingga terdapat 6 putusan yang tidak
5 Penjelasan Umum Atas Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
3
sesuai dengan rekomendasi BAPAS. Sehingga dari alasan inilah yang mendorong penulis
untuk membuat skripsi dengan judul “Peran Rekomendasi Balai Pemasyarakatan
Dalam Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Perkara Pidana Peradilan Anak”.
Topik tentang BAPAS sebelumnya pernah dijadikan bahan penelitian penulis lain.
Adapun perbandingan penulisannya adalah:
Tabel 1.1
Perbandingan Skripsi
No Keterangan R. Dicky Zulkarnaen (3199076) Sevita Indira Sari (312005004) Penulis
1
Judul
Peranan Bapas Dalam Melakukan
Bimbingan Terhadap Narapidana Dari
LP Ambarawa Yang Menerima
Pembebasan Bersyarat
Pelaksanaan Tugas Balai Pemasyarakatan
Anak (BAPAS) Semarang Dalam
Peradilan Anak (Studi Kasus di Balai
Pemasyarakatan Anak Semarang)
Peran Rekomendasi Balai
Pemasyarakatan Dalam
Pertimbangan Hakim Dalam
Putusan Perkara Pidana
Peradilan Anak
2 Lokasi
Penelitian
LP Ambarawa BAPAS Anak Semarang Pengadilan Negeri Purbalingga
3
Obyek
Penelitian
Peran BAPAS dalam pelaksanaan
bimbingan terhadap narapidana yang
menerima pembebasan bersyarat di LP
Ambarawa
Proses pelaksanaan LITMAS dan Kinerja
Petugas BAPAS kelas I Semarang dalam
melakukan pendampingan terhadap klien
anak
Peran rekomendasi BAPAS
dalam putusan Hakim PN
Purbalingga
4
Peraturan
Perundang-
undangan
UU No. 12 Tahun 1995
PP No. 28 Tahun 2006
UU No. 3 Tahun 1997
UU No. 23 Tahun 2002
PP No.31 Tahun 1999
Petunjuk Pelaksanaan Menteri Kehakiman
RI. No. E-39. PR.05.03 Tahun 1987
Tentang Bimbingan Klien Pemasyarakatan
Petunjuk Teknis Menteri Kehakiman RI
No. E.40.PR.05.03 Tahun 1987 Tentang
Bimbingan Klien Pemasyarakatan.
UU No. 3 Tahun 1997
UU No. 23 Tahun 2002
UU No.12 Tahun 1995
5
Permasalahan
Upaya Bapas dalam Pelaksanaan
bimbingan narapidana yang menerima
pembebasan bersyarat
Faktor yang mempengaruhi dalam
pelaksanaan bimbingan terhadap
narapidana yang menerima pembebasan
bersyarat di LP Ambarawa
Peranan bapas anak semarang dalam
melakukan LITMAS
Permasalahan yang dihadapi Bapas
Anak Semarang Dalam mendampingi
klien anak dalam pemeriksaan di
Pengadilan
Peran Rekomendasi BAPAS
Dalam Putusan Perkara Pidana
Pengadilan Anak.
6 Jenis
penelitian eksploratif deskriptif deskriptif
7
Unit Amatan
UU No.12 Tahun 1995
PP No. 28 Tahun 2006
Bapas Semarang
LP Ambarawa
Kejaksaan Negeri Ambarawa
Narapidana yang mendapat
pembebasan bersyarat
UU No. 3 Tahun 1997
Petunjuk Teknis Menteri Kehakiman
RI No. E.40.PR.05.03 Tahun 1987
Tentang Bimbingan Klien
Pemasyarakatan
Pembimbing Kemasyarakatan
Hasil Penelitian Kemasyarakatan
KUHP
Undang-Undang No. 12
Tahun 1995 UU No. 3
Tahun 1997 Tentang
Pengadilan Anak
UU No. 23 Tahun 2002
Hasil Penelitian
Kemasyarakatan BAPAS
Purwokerto
Putusan kasus perkara
pidana anak dibawah umur
di PN Purbalingga
8
Unit Analisa
Upaya yang dilakukan Bapas dalam
membimbing narapidana yang
menerima pembebasan bersyarat dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya
dalam kurun waktu Tahun 2004-2007
Pelaksanaan Penelitian Kemasyarakatan
oleh Bapas Anak Semarang
Pertimbangan Hakim berkaitan
dengan hasil Penelitian
Kemasyarakatan dalam putusan
kasus perkara pidana anak di
PN Purbalingga
Sumber: Data skripsi mahasiswa Fakultas Hukum UKSW yang telah diolah
4
B. Latar Belakang Masalah
Anak adalah penerus generasi dan merupakan sumber daya manusia dalam
pembangunan nasional.6 Anak merupakan bagian dari masyarakat, mereka mempunyai
hak yang sama dengan masyarakat lain yang harus dilindungi dan dihormati. Mental anak
yang masih dalam tahap pencarian jati diri, kadang mudah terpengaruh dengan situasi dan
kondisi lingkungan disekitarnya. Sehingga jika lingkungan tempat anak berada tersebut
buruk, dapat terpengaruh pada tindakan yang dapat melanggar hukum. Hal itu tentu saja
dapat merugikan dirinya sendiri dan masyarakat. Tidak sedikit perbuatan tersebut akhirnya
mengarah kepada kenakalan remaja atau yang dikenal dengan istilah Juvenile
Delinquency, yang akhirnya menyeret pelakunya berurusan dengan aparat penegak
hukum.
Kenakalan remaja atau Juvenile Deliquency adalah suatu tindakan atau perbuatan
pelanggaran norma, baik norma hukum maupun norma sosial yang dilakukan oleh anak-
anak usia muda. Hal tersebut cenderung untuk dikatakan sebagai kenakalan anak dari pada
kejahatan anak, terlalu ekstrem rasanya seorang anak yang melakukan tindak pidana
dikatakan sebagai penjahat, sementara kejadiannya adalah proses alami yang tidak boleh
tidak setiap manusia mengalami kegoncangan semasa menjelang kedewasaannya.7 Tindak
pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana,
dimana pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan
sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak
berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).8
Indonesia telah mempunyai seperangkat peraturan perundang-undangan untuk
melindungi hak-hak anak, hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai peraturan
perundang-undangan. Diantaranya: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang No. 23
tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
6 Ciptaningsih Utaryo, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Hukum Pidana, Yogyakarta, Universitas
Atmajaya Yogyakarta, 2003, hal, 1. 7 Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, PT Refika Aditama Bandung, 2006 hal.11. 8 Teguh Prasetyo, SH, M.Si. Hukum Pidana. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010, hal 48.
5
Terhadap anak nakal menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 telah diatur
mengenai jenis sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap anak yang melakukan tindak
pidana, khususnya di dalam Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Undang-Undang No. 3 Tahun
1997.
Jenis sanksi pidana yang dapat dijatuhkan terhadap anak menurut Pasal 22
Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 menyebutkan bahwa: “Terhadap Anak Nakal hanya
dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam Undang-undang ini.”
Kemudian Pasal 23 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 menyatakan:
1) Pidana yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah pidana pokok dan pidana
tambahan.
2) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah :
a. pidana penjara;
b. pidana kurungan;
c. pidana denda; atau
d. pidana pengawasan.
3) Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terhadap Anak Nakal dapat
juga dijatuhkan pidana tambahan, berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau
pembayaran ganti rugi.
4) Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pembayaran ganti rugi diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 menyebutkan bahwa:
1) Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah :
a. mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;
b. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan
kerja; atau
6
c. menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan
yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.
2) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat disertai dengan teguran dan
syarat tambahan yang ditetapkan oleh Hakim.
Demi terwujudnya perlindungan anak, dalam melakukan pembinaan dan
pemberian bimbingan bagi anak nakal, diperlukan peran dari Balai Pemasyarakatan
(BAPAS). BAPAS merupakan bagian dari sistem pemasyarakatan dan sistem peradilan
pidana. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan
Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan
bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.9 Berdasarkan hal
tersebut, anak yang melakukan kejahatan tentu saja berbeda dengan orang dewasa baik
dalam proses peradilan maupun dalam hal pemberian hukuman. Seorang anak yang
menjalani proses pengadilan dari tahap pra-ajudikasi sampai tahap purna ajudikasi harus
selalu diperhatikan kepentingan anak dan harus dihindarkan dari hal-hal yang dapat
merugikan anak. Di pelbagai negara, termasuk Indonesia, terus diusahakan mencari
bentuk-bentuk pidana lain disamping pidana perampasan kemerdekaan berupa
peningkatan pemidanaan yang bersifat institusional dalam bentuk pidana bersyarat, dan
pidana perampasan harta benda misalnya denda.10
Sebagai salah satu usaha untuk mewujudkan hal tersebut, dalam sistem peradilan
anak dilibatkan BAPAS (Balai Pemasyarakatan) sebagai pembuat Penelitian
Kemasyarakatan (LITMAS) anak, yang akan menjadi bahan pertimbangan dalam proses
peradilan anak.
Balai Pemasyarakatan (BAPAS) sebagai bagian dari sistem peradilan anak yang
mempunyai tugas melaksanakan pembimbingan dan mendampingi anak nakal dalam
proses Peradilan Anak. Kedudukan hukum dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS) dalam
peraturan perundang-undangan Indonesia dapat ditemukan di dalam Undang-Undang No.
12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Di dalam Pasal 1 angka 4 disebutkan bahwa
Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut BAPAS adalah pranata untuk
melaksanakan bimbingan Klien Pemasyarakatan. Klien Pemasyarakatan yang selanjutnya
disebut Klien adalah seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS (Pasal 1 angka 9).11
BAPAS (Balai Pemasyarakatan) sebagai unit pelaksana teknis dalam melaksanakan
tugasnya memiliki petugas khusus yang disebut Pembimbing Kemasyarakatan.
9 Pasal 1angka 1 Undang-Undang No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan 10 Muladi. Lembaga Pidana Bersyarat. Bandung: Alumni, 1992, hal. 5 11http://bangopick.wordpress.com/2008/02/09/peranan-bapas-dalam-perkara-anak/
7
Pada hakekatnya Pembimbing Kemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan
pada Balai Pemasyarakatan yang bernaung di bawah Departemen Hukum dan Perundang-
undangan dan HAM dengan melakukan bimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.12
Tugas dari Pembimbing Kemasyarakatan menurut Pasal 34 ayat (1) Undang-
Undang No. 3 Tahun 1997 adalah:
a. membantu memperlancar tugas Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam perkara
Anak Nakal, baik di dalam maupun di luar Sidang Anak dengan membuat laporan
hasil penelitian kemasyarakatan;
b. membimbing, membantu, dan mengawasi Anak Nakal yang berdasarkan putusan
kepada negara dan harus mengikuti latihan kerja, atau anak yang memperoleh
pembebasan bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan.
Adapun tugas dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yaitu membantu tugas
penyidik, penuntut umum dan hakim dalam perkara Anak Nakal, baik di dalam maupun di
luar sidang.13
Selanjutnya BAPAS membimbing, membantu dan mengawasi anak nakal
mulai dari tahap penyidikan sampai pada tahap akhir putusan pengadilan anak.
Selain itu, tugas dari BAPAS melalui Pembimbing Kemasyarakatan adalah
membuat Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan (LITMAS). Laporan hasil LITMAS
ini digunakan sebelum terdakwa dijatuhi hukuman pada persidangan di Pengadilan Negeri
(Pre-Adjudication).
12 Lilik Mulyadi. Pengadilan Anak Di Indonesia. CV Mandar Maju, Bandung, 2005, hal 79. 13 Darwan Prinst. Hukum Anak Indonesia. PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal. 30.
8
Sesuai dengan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1997, sebelum
sidang dibuka, Hakim memerintahkan agar Pembimbing Kemasyarakatan menyampaikan
laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan. Laporan hasil
LITMAS diajukan oleh pembimbing kemasyarakatan kepada Hakim pada saat sebelum
sidang dibuka. Maksud diberikannya laporan sebelum sidang dibuka, adalah agar cukup
waktu bagi hakim untuk mempelajari laporan hasil penelitian kemasyarakatan itu. Oleh
karena itu, laporan hasil LITMAS tidak diberikan pada saat sidang berlangsung, tetapi
beberapa waktu sebelumnya.14
Adapun laporan hasil LITMAS sebagaimana diatur di dalam Pasal 56 ayat (2)
Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 memuat:
a. data individu anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial anak; dan
b. kesimpulan atau pendapat dari Pembimbing Kemasyarakatan.
Hakim dalam menjatuhkan putusan dalam perkara pidana anak wajib
mempertimbangkan hasil penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh pembimbing
kemasyarakatan seperti yang tertuang di dalam Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor
3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak yang berbunyi “Putusan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari
Pembimbing Kemasyarakatan.” Begitu pentingnya laporan penelitian yang dibuat oleh
Pembimbing Kemasyarakatan dalam peradilan anak, hal ini tergambar dalam pernyataan
dari Hawnah Schaft, seperti yang dikutip oleh Paulus Hadisuprapto: “Suksesnya peradilan
anak jauh lebih banyak bergantung pada kualitas dari probation officer (petugas Bapas)
daripada hakimnya. Peradilan anak tidak memilki korps pengawasan percobaan yang
membimbing dengan bijaksana dan kasih sayang ke dalam lingkungan kehidupan anak
dan memberikan petunjuk bagi standard pemikiran yang murni bagi anak mengenai hidup
yang benar, hanyalah mengakibatkan fungsi pengadilan anak menjadi kabur kalau tidak
ingin sia-sia”.15
Hasil penelitian di Pengadilan Negeri Purbalingga menunjukkan bahwa perkara
pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur yang diperiksa dan diputuskan oleh
Pengadilan Negeri Purbalingga di tahun 2011 terdapat 9 kasus perkara pidana yang
dilakukan oleh anak di bawah umur.
14 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011,
hal 143-144. 15 Paulus Hadisuprapto, Juvenile Delinquency, Pemahaman dan Penanggulangannya, Bandung: Citra Aditya,
1998, hal. 64
9
Adapun perkara anak nakal di PN Purbalingga tahun 2011 tersebut dapat dilihat
dalam tabel berikut ini:
Tabel 1. Perkara-perkara pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur
No Nomor Perkara Terdakwa Umur Jenis Tindak pidana Rekomendasi Bapas Vonis
1
No.
05/Pid.B/A/2011
/ PN. Pbg
HERI AFRIANTO Bin
SULAIMAN
16
tahun Penganiayaan
Menyarankan klien
dipidana bersyarat
Pidana penjara
7 (tujuh) bulan
potong tahanan
2 No.27/Pid.B/A/2
011/PN. Pbg
FARHAN IBNU
TAMAM Bin
SUJENDRO
15
tahun
Pencurian dengan
pemberatan
Menyarankan klien di
pidana dengan
mempertimbangkan masa
penahanan
Pidana penjara
3 (tiga) bulan
potong tahanan
3 No.64/Pid.B/201
1/PN. Pbg.
ANDIKA
ANGGRIAWAN
SUSIANTO Bin AGUS
SUSANTO
17
tahun
Melarikan perempuan yang
belum dewasa Dipidana bersyarat
Pidana penjara
1 (satu) tahun 6
(enam) bulan
4 No.106/Pid.B/20
11/PN. Pbg
AGUS PURWANTO
Bin SURIPNO
14
tahun Pencurian
Diwajibkan untuk
mengikuti pendidikan,
pembinaan dan latihan
kerja di Panti Sosial atau
Lembaga Sosial lainnya
Pidana penjara
2 (dua) bulan
15 hari
5 No.158/Pid.B/20
11/PN. Pbg
1. DANY ARUM
PAMUNGKAS Bin
CHAERAN
2. GIRAS PANDU
WIBOWO Bin
PURWANTO
16
tahun
16
tahun
Pencurian dengan
pemberatan
Dilakukan Diversi oleh
Penyidik Kepolisian
Sektor Purbalingga
Pidana penjara
2 (dua) bulan
dengan masa
percobaan 4
(empat) bulan
6 No.205/Pid.B/20
11/PN. Pbg YAYAN Bin WASISNO
15
tahun
Pencurian dengan
pemberatan Dipidana bersyarat
Pidana penjara
2 (dua) bulan
15 (lima belas)
hari
7 No.210/Pid.B/20
11/PN. Pbg
EKA SETIAWAN Bin
SUGIYONO
16
tahun
Pencurian dengan
pemberatan
Menyarankan klien
dipidana
Pidana penjara
5 (lima) bulan
8 No.217/Pid.B/20
11/PN. Pbg.
JANU INDRIHARTO
Bin INDRAWAN
NUGROHO
15
tahun
Melarikan perempuan yang
belum dewasa Dipidana bersyarat
Pidana penjara
8 (delapan)
bulan
9 No.231/Pid.B/20
11/PN. Pbg
SEPTIAN ADE
PRIHANDOKO Bin
RUSTAM MAULANA
15
tahun Pencurian
Menyarankan klien
dipidana
Pidana penjara
8 (delapan)
bulan
Sumber: Data Pengadilan Negeri Purbalingga Tahun 2011 yang telah diolah.
Dari tabel 1 diketahui dari 9 kasus tersebut, terdapat 10 terdakwa dimana BAPAS