1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan alternatif tempat investasi yang sangat penting bagi investor. Investor akan menanamkan dananya untuk memperoleh return berupa dividen maupun capital gain serta mendapatkan hak kepemilikan atas perusahaan. Selain mempertimbangkan return saham yang akan diterima, para investor dalam melakukan investasi juga mempertimbangkan nilai perusahaan. Bagi perusahaan yang go public, nilai perusahaan tercermin pada harga sahamnya. Semakin tinggi harga saham, semakin tinggi pula nilai perusahaan tersebut (Husnan, 2002). Kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang menjadi acuan investor dalam membeli saham. Bagi perusahaan, meningkatkan kinerja keuangan adalah suatu keharusan agar saham perusahaan tetap menarik bagi investor. Laporan keuangan yang dipublikasi oleh perusahaan merupakan cerminan kinerja keuangan perusahaan. Laporan keuangan adalah hasil akhir dari proses akuntansi yang disusun dengan tujuan untuk memberikan informasi keuangan suatu perusahaan. Informasi keuangan tersebut dapat digunakan oleh para pemakai untuk pengambilan keputusan investasi. Return on asset (ROA) merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas perusahaan. Return on asset digunakan untuk mengukur besarnya laba bersih yang dapat diperoleh dari operasional perusahaan dengan menggunakan seluruh kekayaannya. Tinggi rendahnya ROA tergantung pada pengelolaan asset
91
Embed
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasar modal merupakan alternatif tempat investasi yang sangat penting bagi
investor. Investor akan menanamkan dananya untuk memperoleh return berupa
dividen maupun capital gain serta mendapatkan hak kepemilikan atas perusahaan.
Selain mempertimbangkan return saham yang akan diterima, para investor dalam
melakukan investasi juga mempertimbangkan nilai perusahaan. Bagi perusahaan
yang go public, nilai perusahaan tercermin pada harga sahamnya. Semakin tinggi
harga saham, semakin tinggi pula nilai perusahaan tersebut (Husnan, 2002).
Kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang menjadi acuan
investor dalam membeli saham. Bagi perusahaan, meningkatkan kinerja keuangan
adalah suatu keharusan agar saham perusahaan tetap menarik bagi investor.
Laporan keuangan yang dipublikasi oleh perusahaan merupakan cerminan kinerja
keuangan perusahaan. Laporan keuangan adalah hasil akhir dari proses akuntansi
yang disusun dengan tujuan untuk memberikan informasi keuangan suatu
perusahaan. Informasi keuangan tersebut dapat digunakan oleh para pemakai
untuk pengambilan keputusan investasi. Return on asset (ROA) merupakan salah
satu rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas perusahaan.
Return on asset digunakan untuk mengukur besarnya laba bersih yang dapat
diperoleh dari operasional perusahaan dengan menggunakan seluruh
kekayaannya. Tinggi rendahnya ROA tergantung pada pengelolaan asset
2
perusahaan yang menggambarkan efisiensi operasional perusahaan. Semakin
tinggi ROA semakin efisien operasional perusahaan dan semakin rendah ROA
semakin tidak efisien operasional perusahaan. Rendahnya ROA dapat disebabkan
oleh banyaknya investasi/persediaan perusahaan yang mengganggur dan aktiva
tetap perusahaan beroperasi di bawah kapasitas normal.
Banyak penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi nilai
perusahaan telah dilakukan. Penelitian mengenai pengaruh kinerja keuangan
dalam hal ini return on asset terhadap nilai perusahaan menunjukkan hasil yang
tidak konsisten. Modigliani dan Miller (1958) menyatakan bahwa nilai perusahaan
ditentukan oleh earnings power asset perusahaan. Pengaruh positif earnings
power asset pada nilai perusahaan menunjukkan bahwa semakin tinggi earnings
power semakin efisien perputaran asset dan semakin tinggi profit margin yang
diperoleh perusahaan sehingga berdampak pada peningkatan nilai perusahaan.
Penelitian yang dilakukan Ulupui (2007) menemukan bahwa ROA berpengaruh
signifikan terhadap return saham satu periode ke depan. (Carlson dan Bathala,
1997), (Makaryawati, 2002), (Yuniasih dan Wirakusuma, 2007), dan (Razak et
al., 2008) juga menemukan bahwa ROA berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan. Hasil yang berbeda diperoleh oleh Suranta dan Pratana (2004) serta
Kaaro dalam Yuniasih dan Wirakusuma (2007) dalam penelitiannya menemukan
bahwa ROA justru berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Hal ini
menunjukkan adanya faktor lain yang turut mempengaruhi hubungan antara ROA
dan nilai perusahaan.
3
Penelitian ini dilakukan untuk menguji kembali hubungan antara kinerja
keuangan dan nilai perusahaan. Adanya hasil yang tidak konsisten dari penelitian-
penelitian sebelumnya menyebabkan isu ini masih menjadi topik yang penting
untuk diteliti. Penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya karena
menggunakan corporate governance sebagai variabel pemoderasi. Masalah-
masalah corporate governance muncul karena terjadinya pemisahan antara
kepemilikan di pihak principal/investor dan pengendalian di pihak agent/manajer
(La Porta et al., 2002) dan (Albuquerque dan Wang, 2007). Penerapan corporate
governance yang baik diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan (Surya
dan Yustiavandana, 2006). Penggunaan corporate governance sebagai variabel
pemoderasi dalam penelitian ini diharapkan dapat memperkuat hubungan antara
kinerja keuangan dan nilai perusahaan. Indikator mekanisme corporate
governance yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, komisaris independen, dan komite audit.
Kepemilikan saham yang besar oleh manajemen dari segi nilai
ekonomisnya memiliki insentif menyelaraskan kepentingan antara manajemen dan
investor. Kepemilikan manajerial adalah situasi manajer sekaligus sebagai
pemegang saham perusahaan. Semakin besar kepemilikan saham oleh manajer
dalam perusahaan, semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan
nilai perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) menganalisis bagaimana nilai
perusahaan dipengaruhi oleh distribusi kepemilikan antara pihak manajer yang
menikmati manfaat dan pihak luar yang tidak menikmati manfaat. Analisis yang
dilakukan Jensen dan Meckling menemukan bahwa peningkatan kepemilikan
4
manajemen akan mengurangi agency difficulties melalui pengurangan insentif
untuk mengkonsumsi manfaat/keuntungan dan mengambil alih kekayaan
pemegang saham. Pengurangan ini sangat potensial dalam kesalahan alokasi
sumber daya yang pada akhirnya untuk peningkatan nilai perusahaan.
Kepemilikan saham oleh institusi dapat memantau secara profesional
perkembangan investasinya sehingga tingkat pengendalian terhadap manajemen
sangat tinggi yang pada akhirnya dapat menekan potensi kecurangan. Faizal
(2004) menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan institusional maka semakin
efisien pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan dapat bertindak sebagai
pencegah terhadap pemborosan yang dilakukan oleh manajemen. Shleifer dan
Vishny (1986) berpendapat bahwa kepemilikan institusional yang cukup besar
akan mempengaruhi nilai pasar perusahaan. Semakin besar tingkat kepemilikan
saham institusi maka semakin efektif mekanisme pengendalian terhadap kinerja
manajemen.
Bentuk corporate governance yang lain adalah pembentukan dewan
komisaris. Sesuai Keputusan Direksi Bursa Efek Jakarta No.Kep./BEJ/07-2001
butir C mengenai board governance yang terdiri dari komisaris independen,
komite audit, dan sekertaris perusahaan bahwa untuk mencapai good corporate
governance, jumlah komisaris independen yang harus terdapat dalam perusahaan
sekurang-kurangnya 30% dari seluruh anggota dewan komisaris. Komisaris
independen dalam struktur organisasi perusahaan biasanya beranggotakan dewan
komisaris yang berasal dari luar perusahaan yang berfungsi untuk
menyeimbangkan dalam pengambilan keputusan khususnya dalam rangka
5
perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihak-pihak lain yang
terkait. Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan proporsi komisaris
independen berpengaruh signifikan pada nilai perusahaan.
Selain dewan komisaris, komite audit juga memiliki peran penting dalam
pelaksanaan corporate governance. Komite audit bertugas membantu komisaris
dalam memastikan efektifitas sistem pengendalian internal, pelaksanaan tugas
auditor eksternal dan auditor internal (Zarkasyi, 2008:17). Komite audit memiliki
wewenang untuk melaksanakan dan mengesahkan penyelidikan terhadap masalah-
masalah di dalam lingkup tanggung jawabnya yang mempunyai tugas membantu
dewan komisaris. Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan bahwa keberadaan
komite audit berpengaruh positif pada nilai perusahaan.
Harapan dari penerapan sistem corporate governance adalah tercapainya
peningkatan nilai perusahaan. Melalui penerapan sistem corporate governance
diharapkan kinerja keuangan perusahaan akan meningkat menjadi lebih baik,
dengan meningkatnya kinerja keuangan perusahaan diharapkan juga dapat
meningkatkan harga saham perusahaan sebagai indikator dari nilai perusahaan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, yang menjadi pokok permasalahan
dalam penelitian ini adalah: “Apakah corporate governance berpengaruh pada
hubungan positif antara kinerja keuangan dan nilai perusahaan?”.
6
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah, maka yang menjadi
tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh corporate
governance pada hubungan positif antara kinerja keuangan dan nilai perusahaan.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian maka
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1) Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan pengetahuan
serta bukti empiris mengenai pengaruh corporate governance pada hubungan
positif antara kinerja keuangan dan nilai perusahaan serta dapat dijadikan
sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.
2) Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi
para pembaca seperti investor, badan otoritas pasar modal, dan para analis
keuangan lainnya mengenai relevansi kinerja keuangan pada nilai perusahaan
yang dipengaruhi oleh penerapan corporate governance.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Keagenan (agency theory)
Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk
memahami corporate governance. Hubungan keagenan adalah sebuah kontrak
antara investor dan agen (dikembangkan oleh Coase, 1937; Jensen dan Meckling,
1976; dan Fama dan Jensen, 1983) dalam Darmawati dkk. (2004). Setyapurnama
dan Norpratiwi dalam Rahayu (2010) menyatakan bahwa hubungan keagenan
dapat menimbulkan masalah pada saat pihak-pihak yang bersangkutan
mempunyai tujuan yang berbeda. Pemilik modal menghendaki bertambahnya
kekayaan dan kemakmurannya, sedangkan manajer juga menginginkan
bertambahnya kesejahteraan bagi para manajer. Hal ini menyebabkan munculnya
konflik kepentingan antara pemilik investor (principal) dengan manajer (agen).
Pemilik lebih tertarik untuk memaksimumkan return dan harga sekuritas dari
investasinya, sedangkan manajer mempunyai kebutuhan psikologis dan ekonomi
yang luas, termasuk memaksimumkan kompensasinya. Kontrak yang dibuat
antara pemilik dan manajer diharapkan dapat meminimumkan konflik antar kedua
kepentingan tersebut. Alijoyo dan Zaini (2004) beranggapan bahwa pemisahan
fungsi eksekutif dan fungsi pengawasan pada teori keagenan menciptakan checks
and balances, sehingga terjadi independensi yang sehat bagi para manajer untuk
menghasilkan kinerja perusahaan yang maksimum dan return yang memadai bagi
para pemegang saham.
8
Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahaan antara kepemilikan
di pihak principal/investor dan pengendalian di pihak agent/manajer (La Porta et
al., 2002) dan (Albuquerque dan Wang, 2007). Investor memiliki harapan bahwa
manajer akan menghasilkan return dari dana yang mereka investasikan. Oleh
karena itu, kontrak yang baik antara investor dan manajer adalah kontrak yang
mampu menjelaskan spesifikasi-spesifikasi apa sajakah yang harus dilakukan
manajer dalam mengelola dana para investor, dan spesifikasi tentang pembagian
return antara manajer dengan pemegang saham. Secara ideal, investor dan
manajer sebaiknya menandatangani kontrak yang lengkap, yang
menspesifikasikan secara tepat apa saja yang akan dilakukan oleh manajer, dan
bagaimana laba perusahaan akan dialokasikan. Namun demikian, manajer tidak
selalu bertindak sesuai dengan kontrak yang telah disepakati antara investor dan
manajer sehingga akan menimbulkan agency problem.
Agency problem dapat merugikan investor karena tidak terlibat langsung
dalam pengelolaan perusahaan sehingga tidak memiliki akses untuk mendapatkan
informasi yang memadai. Shleifer dan Vishny (1997) menyatakan bahwa
corporate governance merupakan respon perusahaan terhadap agency problem.
Adanya corporate governance sebagai variabel pemoderasi dalam penelitian ini
diindikasikan dapat meminimalisasi masalah-masalah keagenan yang pada
gilirannya akan memberikan pengaruh positif pada hubungan antara kinerja
keuangan dan nilai perusahaan. Corporate governance diharapkan memberikan
keyakinan kepada investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang
telah diinvestasikan. Aspek-aspek corporate governance seperti kepemilikan
9
manajerial, kepemilikan institusional, komisaris independen, dan komite audit
dipandang sebagai mekanisme kontrol yang tepat untuk mengurangi konflik
keagenan (Black et al., 2003).
2.2 Kinerja Keuangan
Kinerja adalah suatu gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan
suatu kegiatan perusahaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi
organisasi yang tertuang dalam perencanaan strategi suatu perusahaan. Sedangkan
kinerja keuangan adalah prestasi kerja yang telah dicapai oleh perusahaan dalam
suatu periode tertentu dan tertuang pada laporan keuangan perusahaan yang
bersangkutan (Munawir, 2001).
Kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang menjadi acuan
investor dalam membeli saham. Bagi perusahaan, meningkatkan kinerja keuangan
adalah suatu keharusan agar saham perusahaan tetap menarik bagi investor.
Laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan merupakan cerminan
kinerja keuangan perusahaan. Laporan keuangan adalah hasil akhir dari proses
akuntansi yang disusun dengan tujuan untuk memberikan informasi keuangan
suatu perusahaan. Informasi keuangan tersebut dapat digunakan oleh para
pemakai untuk pengambilan keputusan investasi. ROA merupakan salah satu rasio
yang mengukur tingkat profitabilitas perusahaan. ROA digunakan untuk
mengukur besarnya laba bersih yang dapat diperoleh dari operasional perusahaan
dengan menggunakan seluruh kekayaannya (Lujun, 2009), (Adams dan Mehran,
2005) dan (Anwar dan Herwany, 2001). Tinggi rendahnya ROA tergantung pada
10
pengelolaan asset perusahaan yang menggambarkan efisiensi operasional
perusahaan. Semakin tinggi ROA semakin efisien operasional perusahaan dan
semakin rendah ROA semakin tidak efisien operasional perusahaan, rendahnya
ROA dapat disebabkan oleh banyaknya investasi/persediaan perusahaan yang
mengganggur dan aktiva tetap perusahaan beroperasi di bawah kapasitas normal.
Penelitian yang dilakukan (Yuniasih dan Wirakusuma, 2007) dan (Razak et
al., 2008) menemukan hasil bahwa ROA berpengaruh positif secara statistik pada
nilai perusahaan. Modigliani dan Miller (1958) menyatakan bahwa nilai
perusahaan ditentukan oleh earnings power asset perusahaan. Pengaruh positif
earnings power asset pada nilai perusahaan menunjukkan bahwa semakin tinggi
earnings power semakin efisien perputaran asset dan semakin tinggi profit margin
yang diperoleh perusahaan sehingga berdampak pada peningkatan nilai
perusahaan. Makaryawati (2002), dan Carlson dan Bathala (1997) juga
menemukan bahwa ROA berpengaruh positif pada nilai perusahaan. Hal ini
menunjukkan bahwa ROA merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada
nilai perusahaan.
2.3 Corporate Governance (CG)
Corporate governance dapat didefinisikan sebagai suatu proses dan struktur
yang digunakan oleh organ perusahaan (Pemegang Saham/Pemilik Modal,
Komisaris dan Direksi) untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas
perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka waktu panjang
dengan tetap memperhatikan keberhasilan stakeholder lainnya, berlandaskan
11
peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika (Sutedi, 2011:1). Corporate
governance merupakan penilaian atas kinerja perusahaan (Leal dan Silva, 2005).
Larcker et al. (2005) menyatakan bahwa corporate governance adalah
seperangkat mekanisme yang mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh manajer
ketika adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan. Corporate
governance yang efektif dalam jangka panjang dapat meningkatkan kinerja
perusahaan dan menguntungkan pemegang saham (Daily dan Dalton, 2004).
Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001) merumuskan
corporate governance sebagai sistem tata kelola perusahaan yang menjelaskan
hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah dan
kinerja perusahaan. Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas CG
diterapkan pada setiap aspek bisnis dan disemua jajaran perusahaan. Asas
corporate governance yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi, serta kesetaraan dan kewajaran diperlukan untuk mencapai kinerja
yang berkesinambungan dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan
(Zarkasyi, 2008:38).
1) Transparansi (transparancy)
Prinsip dasar transparansi yaitu untuk menjaga obyektifitas dalam
menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan
relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku
kepentingan. Pedoman pokok pelaksanaan transparansi adalah: (1) perusahaan
harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat
diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan
12
haknya, (2) informasi yang harus diungkapkan meliputi, tidak terbatas pada, visi,
misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan
kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh
anggota direksi dan anggota dewan komisaris beserta anggota keluargannya dalam
perusahaan dan perusahaan lainnya yang memiliki benturan kepentingan, sistem
manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem
pelaksanaan CG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat
mempengaruhi kondisi perusahaan, (3) prinsip keterbukaan yang dianut oleh
perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan
perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan
hak-hak pribadi, (4) kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional
dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.
2) Akuntabilitas (accountability)
Prinsip dasar akuntabilitas yaitu perusahaaan harus dapat
mempertanggungjawabkan kinnerjanya secara transparan dan wajar. Perusahaan
harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan
dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang berkesinambungan. Pedoman pokok pelaksanaan
akuntabilitas adalah: (1) perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan
tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara
jelas dan selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan,
(2) perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perushaan dan semua
13
karyawan mempunyai kompetensi sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan
peranannya dalam pelaksanaan CG, (3) perusahaan harus memastikan adanya
sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan,
(4) perusahaan harus mempunyai ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan
yang konsisten dengan nilai-nilai perusahan, sasaran utama dan strategi
perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi, (5) dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua
karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku yang telah
disepakati.
3) Responsibilitas (responsibility)
Prinsip dasar responsibilitas yaitu perusahaan harus mematuhi peraturan
perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat
dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka
panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. Pedoman
pokok pelaksanaan responsibilitas adalah: (1) organ perusahaan harus berpegang
pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan, (2) perusahaan
harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhadap
masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan
membuat perencanaan dan pelaksanaan memadai.
4) Independensi (independency)
Prinsip dasar independensi yaitu untuk melancarkan pelaksanaan asas CG,
perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ
14
perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
Pedoman pokok pelaksanaan independensi adalah: (1) masing-masing organ
perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak
terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan dan dari
segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan
secara obyektif, (2) masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi
dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan,
tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan
yang lain sehingga terwujud sistem pengendalian internal yang efektif.
5) Kesetaraan dan kewajaran (fairness)
Prinsip dasar kesetaraan dan kewajaran yaitu dalam melaksanakan
kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang
saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan
kewajaran. Pedoman pokok pelaksanaan kesetaraan dan kewajaran adalah:
(1) perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan
untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan
perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip
transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing, (2) perusahaan harus
memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan
sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahan,
(3) perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan
karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa
membedakan suku, agama, ras, jender, dan kondisi fisik.
15
Konsep corporate governance merupakan suatu tata kelola perusahaan
yang didasarkan pada teori keagenan. Corporate governance diharapkan dapat
mengatasi agency problem dengan memberikan keyakinan kepada para investor
bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah diinvestasikan.
Corporate governance berkaitan dengan bagaimana investor yakin bahwa manajer
akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan
menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan atas modal
yang telah ditanamkan oleh pemegang saham, dan berkaitan dengan bagaimana
para pemegang saham dapat mengawasi kinerja para manajer (Shleifer dan
Vishny, 1997). Penelitian ini menggunakan empat aspek corporate governance
yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris
indepenen, dan jumlah anggota komite audit.
1) Kepemilikan manajerial
Kepemilikan manajerial adalah besarnya jumlah saham yang dimiliki
manajemen dari total saham yang beredar. Kepemilikan saham yang besar dari
segi nilai ekonomisnya memiliki insentif menyelaraskan kepentingan manajemen
dan principal. Kepemilikan manajerial juga dapat dikatakan sebagai situasi
dimana manajer sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan yang ditunjukkan
dengan persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer. Semakin besar
kepemilikan saham oleh manajer dalam perusahaan semakin produktif tindakan
manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan.
Gray et al. (1987) menyatakan bahwa untuk meningkatkan nilai
perusahaan, manajer akan berusaha untuk mengungkapkan informasi sosial
16
kepada pihak yang berkepentingan meskipun ia harus mengorbankan sumber daya
untuk aktivitas tersebut. Jansen dan Meckling (1976) menganalisis bagaimana
nilai perusahaan dipengaruhi oleh distribusi kepemilikan antara pihak manajer
yang menikmati manfaat dan pihak luar yang tidak menikmati manfaat.
Peningkatan kepemilikan manajerial akan mengurangi agency difficulties melalui
pengurangan insentif untuk mengkonsumsi manfaat dan mengambil alih kekayaan
pemegang saham/investor. Pengurangan ini sangat potensial dalam kesalahan
alokasi sumber daya yang akhirnya bermuara pada peningkatan nilai perusahaan.
2) Kepemilikan institusional
Kepemilikan institusional adalah besarnya jumlah saham yang dimiliki
institusi dari total saham yang beredar. Adanya kepemilikan institusional dapat
memantau secara profesional perkembangan investasinya sehingga tingkat
pengendalian terhadap manajemen sangat tinggi yang pada akhirnya dapat
menekan potensi kecurangan. Pemegang saham institusional seperti perusahaan
asuransi, dana pensiun, dan reksadana.
Faizal (2004) menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan institusional
maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan juga dapat
bertindak sebagai pencegah terhadap pemborosan yang dilakukan oleh
manajemen. Laporan keuangan periodik yang diterbitkan manajemen sebagai
sumber informasi bagi investor institusi dalam melakukan aktivitas monitoring
(Potter, 1991). Shleifer dan Vishny (1986) berpendapat bahwa kepemilikan
institusional yang cukup besar akan mempengaruhi nilai pasar perusahaan.
Semakin besar tingkat kepemilikan saham institusi maka semakin efektif
17
mekanisme pengendalian terhadap kinerja manajemen. Adanya kepemilikan
saham institusional dapat memantau secara profesional perkembangan
investasinya sehingga tingkat pengendalian terhadap kinerja manajemen sangat
tinggi yang pada akhirnya dapat menekan potensi kecurangan yang dilakukan oleh
manajemen.
3) Proporsi komisaris independen
Proporsi komisaris independen adalah persentase jumlah komisaris
independen dibagi total jumlah anggota dewan komisaris. Sesuai Keputusan
Direksi Bursa Efek Jakarta No.Kep-399/BEJ/07-2001 butir C mengenai board
governance yang terdiri dari komisaris independen, komite audit, dan sekertaris
perusahaan bahwa untuk mencapai good corporate governance, jumlah komisaris
independen yang harus terdapat dalam perusahaan sekurang-kurangnya 30% dari
seluruh anggota dewan komisaris. Menurut Wardhani (2008) komisaris
independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan
manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali,
bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi
kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata sesuai
kepentingan perusahaan.
Permasalahan dalam penerapan CG adalah chief executive officer (CEO)
memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan dewan komisaris
padahal fungsi komisaris adalah untuk mengawasi kinerja CEO. Efektifitas dewan
komisaris dalam menyeimbangkan kekuatan CEO sangat dipengaruhi oleh tingkat
independensi dari dewan komisaris (Lorsch, 1989) dan (Zahra dan Pearce, 1989).
18
Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan bahwa proporsi komisaris
independen berpengaruh signifikan pada nilai perusahaan.
4) Jumlah anggota komite audit
Berdasarkan kerangka dasar hukum di Indonesia perusahaan-perusahaan
publik diwajibkan untuk membentuk komite audit. Komite audit tersebut dibentuk
oleh dewan komisaris. Menurut Kepmen Nomor 117 tahun 2002, tujuan
dibentuknya komite audit adalah membantu komisaris atau dewan pengawas
dalam memastikan efektifitas sistem pengendalian internal dan efektifitas
pelaksanaan tugas auditor eksternal dan auditor internal (Zarkasyi, 2008:17).
Sejalan dengan arahan untuk menjalankan fungsi komite audit secara
efektif, maka ukuran sukses komite audit yang berhubungan dengan kegiatan
organisasi adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumen seperti pelayanan,
kualitas, dan biaya. Komite audit memiliki wewenang untuk melaksanakan dan
mengesahkan penyelidikan terhadap masalah-masalah di dalam lingkup tanggung
jawabnya yang mempunyai tugas membantu dewan komisaris (Zarkasyi,
2008:22). Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan bahwa keberadaan komite
audit berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
2.4 Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan adalah harga yang bersedia dibayar calon pembeli apabila
perusahaan dijual (Husnan, 2002). Nilai perusahaan dalam penelitian ini
didefinisikan sebagai nilai pasar perusahaan karena dapat memberikan
kemakmuran bagi investor/pemegang saham apabila harga saham meningkat.
19
Nilai perusahaan menggambarkan seberapa baik atau buruk manajemen
mengelola kekayaannya, hal ini bisa dilihat dari pengukuran kinerja keuangan.
Suatu perusahaan akan berusaha untuk memaksimalkan nilai perusahaannya.
Peningkatan nilai perusahaan biasanya ditandai dengan naiknya harga saham di
pasar.
Salah satu cara untuk menghitung nilai perusahaan dengan menggunakan
Tobin’s Q yang dikembangkan oleh James Tobin (1967) dalam Darmawati dkk.
(2004). Rasio Tobin’s Q atau rasio Q merupakan harga pengganti (replacement
cost) dari biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan asset yang persis sama
dengan asset yang dimiliki perusahaan. Rasio Q menunjukkan kesempatan
bertumbuh perusahaan di masa yang akan datang melalui kebijakan investasinya.
Herawaty (2008) menyatakan bahwa rasio Q merupakan konsep yang berharga
karena menunjukkan estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil
pengembalian dari setiap dolar investasi inkremental. Rasio Q di atas satu
menunjukkan investasi dalam aktiva menghasilkan laba yang memberikan nilai
yang lebih tinggi daripada pengeluaran investasi. Sebaliknya jika rasio Q di
bawah satu menunjukkan bahwa investasi dalam aktiva menghasilkan laba yang
memberikan nilai yang lebih rendah daripada pengeluaran investasi. Jadi, Tobin’s
Q merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa efektif manajemen
memanfaatkan sumber daya-sumber daya ekonomis dalam kekuasaannya.
20
2.5 Pembahasan Penelitian-penelitian Sebelumnya
Penelitian-penelitian ini berkaitan dengan penelitian-penelitian sebelumnya
seperti yang dijelaskan berikut ini.
Black et al. (2003) meneliti pengaruh corporate governance pada nilai
perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah corporate
governance berpengaruh pada nilai perusahaan di Korea Selatan. Variabel-
variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel
independen yaitu dewan direksi, komisaris independen, komite audit, eksternal
auditor, pengungkapan kepada investor, dan struktur kepemilikan. Sedangkan
variabel dependen dalam penelitian ini adalah Tobin’s Q. Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa dewan direksi, komisaris independen, komite audit,
pengungkapan kepada investor, dan struktur kepemilikan berpengaruh positif
signifikan terhadap Tobin’s Q.
Sasongko dan Wulandari (2006) meneliti pengaruh antara EVA dengan
Rasio profitabilitas yang diproksikan dengan ROA, ROE, ROS, EPS, BEP
terhadap Harga Saham. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ROA,
ROE, ROS, EPS, BEP, dan EVA berpengaruh terhadap harga saham. Sampel
penelitian ini adalah sebanyak 45 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Jakarta yang dipilih dengan metode purposive sampling dan dianalisis
menggunakan regresi linear berganda. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa EPS
berpengaruh terhadap harga saham sedangkan ROA, ROE, ROS, BEP, dan EVA
tidak berpengaruh terhadap harga saham.
21
Ardani (2007) meneliti pengaruh kinerja keuangan terhadap perubahan
harga saham pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah kinerja keuangan berpengaruh terhadap
perubahan harga saham. Variabel-variabel penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah variabel independen yaitu capital adequency ratio (CAR),
return on risk asset (RORA), net profit margin (NPM), return on asset (ROA),
beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO), loan to deposit ratio
(LDR), sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah perubahan harga
saham. Sampel penelitian ini adalah sebanyak 45 sampel perusahaan perbankan
pada tahun 2007 yang dipilih dengan metode purposive sampling dan dianalisis
menggunakan regresi linear berganda. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa
CAR, RORA, dan LDR berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan harga
saham perusahaan, sedangkan ROA, NPM, dan BOPO tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap perubahan harga saham perusahaan.
Trisnaeni (2007) meneliti pengaruh kinerja keuangan terhadap return
saham. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kinerja keuangan yang
diproksikan dengan earnings per share (EPS), price earnings ratio (PER), debt to
equity ratio (DER), return on investment (ROI), dan return on equity (ROE)
berpengaruh terhadap return saham perusahaan. Sampel penelitian ini adalah
sebanyak 30 perusahaan barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta
pada tahun 2003-2005 yang dipilih dengan metode purposive sampling dan
dianalisis menggunakan regresi linear berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan
22
bahwa variabel PER berpengaruh terhadap return saham sedangkan EPS, DER,
ROI, dan ROE tidak berpengaruh terhadap harga saham.
Yuniasih dan Wirakusuma (2007) meneliti pengaruh kinerja keuangan
terhadap nilai perusahaan dengan menggunakan pengungkapan corporate social
responsibility (CSR) dan good corporate governance (GCG) sebagai variabel
pemoderasi. Penelitian ini ingin mengetahui: (1) apakah kinerja keuangan yang
diproksikan dengan return on asset (ROA) berpengaruh terhadap nilai perusahaan
yang diproksikan dengan Tobin’s Q, (2) apakah pengungkapan CSR
mempengaruhi hubungan kinerja keuangan dengan nilai perusahaan, dan
(3) apakah GCG yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial mempengaruhi
hubungan antara kinerja keuangan dan nilai perusahaan. Sampel penelitian ini
adalah 27 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun
2005-2006 yang dipilih dengan metode purposive sampling dan dianalisis
menggunakan regresi linear berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:
(1) ROA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, (2) CSR mampu
memoderasi hubungan antara kinerja keuangan yang diproksikan dengan ROA
dan nilai perusahaan yang diproksikan dengan Tobin’s Q, dan (3) GCG yang
diproksikan dengan kepemilikan manajerial tidak mampu memoderasi hubungan
antara kinerja keuangan dan nilai perusahaan.
Herawaty (2008) meneliti pengaruh praktik corporate governance pada
hubungan antara earnings management dan nilai perusahaan. Penelitian ini ingin
mengetahui: (1) apakah earnings management berpengaruh terhadap nilai
perusahaan, (2) apakah praktik corporate governance yang diproksikan dengan
23
kepemilikan manajemen, kepemilikan institusional, komisaris independen, dan
kualitas audit berpengaruh terhadap nilai perusahaan, dan (3) apakah pengaruh
earnings management terhadap nilai perusahaan diperlemah dengan praktik
corporate governance yang diproksikan dengan komisaris independen,
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan kualitas audit. Sampel
penelitian ini adalah 96 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2004-2006. Sampel penelitian dipilih menggunakan metode random sampling dan
dianalisis menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa: (1) earnings management berpengaruh signifikan terhadap
nilai perusahaan, (2) hanya corporate governance yang diproksikan dengan
komisaris independen dan kepemilikan institusional berpengaruh signifikan
terhadap nilai perusahaan, dan (3) komisaris independen, kualitas audit dan
kepemilikan institusional merupakan variabel pemoderasi antara earnings
management dan nilai perusahaan, sedangkan kepemilikan manajerial bukan
merupakan variabel pemoderasi.
Jerry (2008) meneliti pengaruh rasio fundamental, kinerja keuangan, dan
risiko pasar terhadap perubahan IHSG. Penelitian ini ingin mengetahui apakah
debt to equity ratio (DER), return on equity (ROE), return on asset (ROA), price
earnings ratio (PER), price book value (PBV), non performing loan (NPL), loan
to deposit ratio (LDR), capital adequancy ratio (CAR), kurs, dan sertifikat bank
Indonesia (SBI) berpengaruh terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG).
Sampel penelitian ini adalah perusahaan keuangan yang masuk katagori LQ45
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2003-2007. Sampel penelitian
24
dalam penelitian ini dipilih dengan metode purposive sampling dan dianalisis
dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa LDR, NPL, CAR, ROE, PER dan SBI berpengaruh terhadap
IHSG sedangkan DER, ROA, PBV, dan kurs tidak berpengaruh terhadap IHSG.
Rustiarini (2009) meneliti pengaruh corporate governance (CG) pada
hubungan corporate social responsibility (CSR) dengan nilai perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah: (1) pengungkapan CSR
berpengaruh pada nilai perusahaan, (2) CG yang diproksikan dengan kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah
anggota komite audit berpengaruh pada nilai perusahaan, dan (3) CG yang
diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi
komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit berpengaruh pada
hubungan pengungkapan CSR dengan nilai perusahaan. Sampel penelitian dalam
penelitian ini adalah 40 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2008 yang dipilih dengan metode purposive sampling dan
dianalisis menggunakan regresi linear berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa: (1) pengungkapan CSR berpengaruh pada nilai perusahaan, (2) CG yang
diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi
komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit berpengaruh pada nilai
perusahaan, dan (3) CG yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota
komite audit berpengaruh pada hubungan pengungkapan CSR dengan nilai
perusahaan.
25
Yunina dkk. (2009) meneliti pengaruh return on asset (ROA) dan return on
equity (ROE) terhadap earnings per share (EPS). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah ROA dan ROE berpengaruh terhadap EPS. Sampel penelitian
ini adalah Laporan Keuangan Tahunan PT. Bank Muamalat Indonesia periode
1997-2008 dan dianalisis menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa return on asset dan return on equity
berpengaruh pada earnings per share PT. Bank Mualat Indonesia periode
1997-2008.
Hidayat (2009) meneliti pengaruh rasio keuangan terhadap return saham.
Penelitian ini ingin mengetahui apakah rasio-rasio keuangan yang diproksikan
dengan current ratio (CR), debt to equity ratio (DER), leverage ratio (LR), net
profit margin ratio (NPMR), return on equity (ROE), return on asset (ROA),
earnings per share (EPS), total asset turnover ratio (TATR), price to earnings
ratio (PER), price to book value (PBV) berpengaruh pada return saham. Sampel
penelitian ini adalah 124 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
periode 2004-2007. Sampel penelitian dipilih dengan metode purposive sampling
dan dianalisis menggunakan regresi linear berganda. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa NPM, ROE, ROA, EPS, PER, dan PBV berpengaruh
terhadap return saham sedangkan CR, DER, LR, dan TATR tidak berpengaruh
pada return saham.
Pranowo (2009) meneliti pengaruh kinerja keuangan terhadap harga saham
perusahaan. Penelitian ini ingin mengetahui apakah kinerja keuangan yang
diproksikan dengan leverage (DFL), earnings per share (EPS), price earnings
26
ratio (PER), earnings retained (ERR), dividen payout (DP), dan divident yield
(DY) berpengaruh terhadap harga saham. Sampel penelitian dalam penelitian ini
adalah 254 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 1999-2002.
Sampel penelitian dipilih dengan metode stratified proportional random sampling
dan dianalisis menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa DFL, EPS, PER, ERR, DP, dan DY berpengaruh pada harga
saham perusahaan.
Wasi’ah (2010) meneliti pengaruh kinerja keuangan dan non kinerja
keuangan terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
apakah kinerja keuangan dan non kinerja keuangan yang diproksikan dengan
profitabilitas, financial leverage, dividen payout ratio, tingkat kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, kepemilikan publik, dan ukuran perusahaan
berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang diproksikan dengan price book value.
Sampel penelitian dalam penelitian ini adalah 151 perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008. Sampel penelitian dipilih
dengan metode purposive sampling dan dianalisis menggunakan regresi linear
berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa profitabilitas dan kebijakan
dividen berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan sedangkan