Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia, kemerdekaan Warga Negara Indonesia untuk berserikat atau berorganisasi dan kemerdekaan untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing dijamin oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945). Pembangunan nasional memerlukan upaya untuk terus meningkatkan keikutsertaan secara aktif seluruh lapisan masyarakat serta upaya untuk memantapkan kesadaran kehidupan kenegaraan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 1 Dalam sistem tatanan kemerdekaan berserikat yang ada di Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan jaminan yang sangat tegas dalam Pasal 28 E ayat (3) bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Ketentuan ini mengandung substansi yang jauh lebih tegas dibandingkan ketentuan Pasal 28 yang berasal dari rumusan asli sebelum Perubahan Kedua pada Tahun 2000 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikira n dengan lisan maupun tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang.1 I Gede Putu Jaya Suartama, 2015, Peran Pemerintah Terhadap Keberadaan Organisasi Kemasyarakatan, Makalah disampaikan pada Kegiatan Forum Komunikasi dan Konsultasi Ormas dan LSM Provinsi Bali, Denpasar, h.3-5.
34

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

Nov 11, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah pembangunan

manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia, kemerdekaan

Warga Negara Indonesia untuk berserikat atau berorganisasi dan kemerdekaan

untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing dijamin oleh Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD

NRI 1945). Pembangunan nasional memerlukan upaya untuk terus meningkatkan

keikutsertaan secara aktif seluruh lapisan masyarakat serta upaya untuk

memantapkan kesadaran kehidupan kenegaraan berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 1

Dalam sistem tatanan kemerdekaan berserikat yang ada di Indonesia,

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan

jaminan yang sangat tegas dalam Pasal 28 E ayat (3) bahwa “setiap orang berhak

atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Ketentuan ini

mengandung substansi yang jauh lebih tegas dibandingkan ketentuan Pasal 28

yang berasal dari rumusan asli sebelum Perubahan Kedua pada Tahun 2000 yang

berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan

lisan maupun tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang.”

1

I Gede Putu Jaya Suartama, 2015, Peran Pemerintah Terhadap Keberadaan Organisasi

Kemasyarakatan, Makalah disampaikan pada Kegiatan Forum Komunikasi dan Konsultasi Ormas

dan LSM Provinsi Bali, Denpasar, h.3-5.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

2

Dengan dasar kebebasan berserikat dan berkumpul sesuai UUD NRI 1945

Pasal 28, Organisasi Kemasyarakatan (selanjutnya disebut Ormas) pun tumbuh

subur dan berkembang di era reformasi bergulir dan semua dalam pantauan

pemerintah. Kini kebebasan berserikat sudah kebablasan. Umumnya Ormas yang

cenderung radikal dan keras dilatarbelakangi oleh hal-hal fundamentalis. Misalnya

yang mengatasnamakan agama, mengatasnamakan kedaerahan, kesukuan, hobi,

komunitas dan lainnya sebagai platform organisasi. Mula-mulanya doktrin yang

dijadikan membangkitkan semangat anggotanya adalah isu kedaerahan, kesukuan

dan agama tersebut. Dalam perjalanannya, untuk menjalankan operasional

organisasi, tidak jarang mereka melakukan pungli, rebutan lahan, backing

pengusaha dan backing orang-orang politik. Praktik ini berpotensi menjadi konflik

ketika ada kepentingan yang sama dengan kelompok yang berbeda. Akhirnya

bentrok tidak bisa dihindarkan yang berujung pada korban jiwa dan harta benda.

Bila tumbuhnya organisasi tidak disikapi dengan bijaksana, Ormas yang berlatar

fundamentalis akan cenderung semakin kuat dan membesar, mengkotak-kotakan

masyarakat dan akan memicu kerawanan konflik sosial. Bahkan bila ini dibiarkan

terus dan negara tak acuh, ketika ia semakin kuat, perkelahian antar ormas tidak

bisa dihindarkan dan bisa mengakibatkan terganggunya stabilitas negara.2

Menurut Soerjono Soekanto bahwa efektif atau tidaknya suatu hukum

ditentukan oleh 5 (lima) faktor yaitu : Faktor hukumnya sendiri (Undang-

Undang), faktor penegak hukum yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakkan

2Bali Post, 2015, Untuk Kepentingan Politik Pemimpin “Pelihara Ormas”, Sabtu Paing,

19 Desember 2015.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

3

hukum, faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan, faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.3

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 dibentuk dengan semangat untuk

menyatukan berbagai jenis bentuk berserikat dan berkumpul dengan mengatur

semua jenis Ormas dengan berbagai jenis dan bidang kegiatan dalam satu

pengaturan, namun masih banyak terdapat kelemahan dalam penerapannya.

Definisi Organisasi Kemasyarakatan yang diperluas di dalam Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2013 Pasal 1 angka 1 yaitu, organisasi yang didirikan dan

dibentuk oleh masyarakat secara sukarela, berdasarkan kesamaan aspirasi,

kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi

dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang berlandaskan Pancasila. Namun dalam kenyataannya di

masyarakat banyak Ormas yang menyimpang dari tujuan dan asas Ormas seperti

yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013, bentrokan antar

Ormas sering terjadi, disamping bentuk anarkisme atau kekerasan, terkadang

Ormas juga sering merugikan masyarakat.4

Didalam pemerintahan daerah yang berwenang mengatur kegiatan

Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu

di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Sesuai Permendagri

Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendaftaran Ormas di Lingkungan

3Soerjono Soekanto, 2011, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,

PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, (Selanjutnya disebut Soerjono Soekanto I), h.8.

4Malik Ibrahim, 2015, Makalah Relevansi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013

terhadap Payung Hukum Keberadaan Ormas di Indonesia, Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa

dan Politik, Kemendagri, h.12-13.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

4

Kementrian Dalam Negeri dan di Pemerintah Daerah, pada Pasal 6 ayat (2)

Organisasi Kemasyarakatan di Provinsi mengajukan permohonan pendaftaran

kepada gubernur melalui SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang

membindangi yaitu Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi.

Pemerintah Provinsi Bali khususnya melalui Badan Kesatuan Bangsa dan

Politik Provinsi Bali yang membidangi masalah Ormas mengatur terkait

keberadaan Ormas tersebut mengingat pemerintah provinsi mempunyai

kewenangan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 dan

Permendagri No 33 Tahun 2012. Dalam Undang-Undang Ormas Nomor 17 Tahun

2013 Pasal 21 dimana pada huruf c disebutkan Ormas berkewajiban “Memelihara

nilai Agama, Budaya, Moral, Etika, dan Norma Kesusilaan serta memberikan

manfaat untuk masyarakat” dan di huruf d “Menjaga ketertiban umum dan

terciptanya kedamaian dalam masyarakat”. Seperti yang disebutkan dalam Pasal

59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 pada huruf d disebutkan juga

Ormas dilarang melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketentraman dan

ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial atau pada

huruf e melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan didalam

pelaksanaan di lapangan kecendrungan beberapa Ormas-Ormas yang ada di

Provinsi Bali tidak sesuai dengan amanat Pasal 21 jo Pasal 59 Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2013 tersebut.

Secara sosio-historis, Organisasi kemasyarakatan (Ormas) dapat disebut

sebagai induk atau “ibu” dari segala jenis organisasi untuk membangun

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

5

(integritas) bangsa. Organisasi bidang politik, ekonomi, pemerintahan, dan juga

pertahanan baru tumbuh setelah kemerdekaan Bangsa Indonesia tewujud.

Perkembangan Ormas di Indonesia dapat dikatakan telah berlangsung hampir

sepanjang proses sejarah pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Bahkan tidak salah jika dikatakan bahwa Ormas sudah lahir dan berkembang

sebelum NKRI berdiri. Tidak salah juga jika dikatakan bahwa NKRI ini berdiri

(17 Agustus 1945) salah satunya adalah berkat perjuangan segenap elemen

Bangsa Indonesia dengan menggunakan “kendaraan” Ormas. Dapat dikatakan

bahwa jika Ormas lemah maka akan lemah juga kekuatan (modal) sosio budaya

Bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, sudah sewajarnya jika pemberdayaan terhadap

Ormas ke depan diarahkan pada penguatan integritas (modal sosio budaya)

Bangsa Indonesia.

Modal sosio budaya Bangsa Indonesia adalah perwujudan tata nilai (yang

diimajinasikan) dalam tatanan kehidupan sehari-hari. Dalam perspektif penguatan

(modal) sosio budaya, inti kemajuan atau kehormatan bangsa adalah sampai

sejauh mana dapat diwujudkan (kembali) nilai sosio budaya luhur atau nilai

kemuliaan dalam tubuh Ormas. Mengapa hal ini juga harus dimulai dari Ormas?

Dapat dikatakan bahwa pada Ormas ini awal tersemai dan terpeliharanya elemen

dasar pembentuk masyarakat besar (Bangsa Indonesia). Ormas adalah bagian dari

nafas kehidupan masyarakat baik yang berbentuk organisasi formal maupun

sekedar mengandalkan legitilasi budaya setempat. Jika dalam penataan kehidupan

Ormas mengalami masalah, maka dampaknya akan terasa dalam seluruh tubuh

masyarakat Bangsa Indonesia. Cita-cita untuk mewujudkan “keadilan sosial bagi

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

6

seluruh Bangsa Indonesia” tidak akan terwujud tanpa dukungan “partisipasi”

masyarakat melalui Ormas.5

Didalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001

yang disempurnakan kedalam Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 Pasal 1

Angka 4 dinyatakan bahwa:

Desa Pekraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Bali

mempunyai satu kesatuan tradisi tatakrama pergaulan hidup masyarakat

Hindu secara turun temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga atau

Kahyangan Desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan

sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.

Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa Desa Pekraman merupakan salah satu

bentuk kearifan lokal didalam penataan wilayah di Provinsi Bali. Dalam Desa

Pekraman tersebut ada unsur pengamanan swakarsa disebut pecalang yang

memiliki tugas mengamankan dan menjaga ketertiban di sepanjang wilayah Desa

Pekraman, dan pecalang juga termasuk ormas yang berbasis kearifan lokal yang

ada di Provinsi Bali.

Organisasi massa (Ormas) di Bali dulu disebut sebagai „Organisasi

Modern‟ yang disingkat dengan Ormon. Istilah Ormon dipakai untuk

membedakan dengan organisasi tradisional sekaa-sekaa yang tentu sudah ada

sebelum Tahun 1917. Ormon pertama yang muncul di Bali adalah Setiti Bali

(Hidup Bali) pada Tahun 1917.6 Namun seiring berjalannya waktu, Ormas di Bali

dewasa ini telah mengalami perkembangan dengan maraknya Ormas-ormas

5Tri Pranadji, 2012, Peningkatan Peran Ormas dalam Penguatan Karakter Bangsa

Makalah disampaikan pada kegiatan yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang

Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia, Selasa, 27 November 2012, di Hotel Grand

Sahid Jaya, Jakarta, h.2-3.

6I Nyoman Darma Putra, 2016, Dari Ormon ke Ormas, Bali Post, Minggu Wage, 20

Maret 2016, h.4.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

7

seperti Laskar Bali, Baladika, Pemuda Bali Bersatu dan masih banyak lagi, yang

akhir-akhir ini meresahkan masyarakat Bali karena sering terjadi bentrokan antar

sesama Ormas yang bahkan sampai menelan korban jiwa sesama “krama” Bali

akibat fanatisme berlebih untuk sebuah organisasi tanpa mempertimbangkan

dampak ikutannya yang sangat luas. Ormas dibentuk sebagai wadah untuk

berserikat dan berkumpul sebagai wujud perlindungan terhadap hak asasi

manusia. Hal ini jelas disebutkan dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Undang-Undang Ormas). Apa

yang tercantum “jelas” dalam Undang-Undang Ormas ini tidak dihayati oleh

Ormas tersebut. Kalaupun terjadi bentrokan dalih para pimpinan Ormas,

pelakunya merupakan “oknum” bukan kebijakan Ormas tersebut.

Disinilah pentingnya bagi Pemerintah Indonesia melakukan upaya-upaya

membangun sinergi bersama Ormas guna memberdayakan masyarakat dalam

proses pembangunan. Salah satu dampak dari banyaknya peraturan perundang-

undangan serta instansi pelaksana adalah munculnya kompleksitas yang

memperlemah sinergi antar peraturan dan pelaksanaannya sehingga

pemberdayaan Ormas sebagai mitra pemerintah dan sisi lain terdapat berbagai

penyalahgunaan yang dilakukan oleh Ormas yang sangat merugikan kepentingan

nasional.Terdapatnya penyalahgunaan yang dilakukan oleh Ormas selama ini dan

potensi resiko yang lebih besar yang akan muncul di masa mendatang. Maka

saatnya bagi Indonesia untuk terus waspada atas fenomena yang timbul di

masyarakat dan meningkatkan sinergitas antar pemerintah dalam penatakelolaan

Ormas sehingga keberadaan mereka benar-benar dapat memberikan kontribusi

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

8

yang positif dalam mendukung program-program pembangunan yang berkeadilan.

Seharusnya pada Ormas ditanamkan nilai-nilai persatuan dan kesatuan, nilai

kebhinekaan, nilai toleransi dan kebersamaan. Jangan ditanamkan nilai-nilai

fanatisme berlebihan, yang terkadang cenderung membentuk sikap dan perilaku

anarkis. Bali yang memiliki kearifan lokal seharusnya lebih menonjolkan, seperti

konsep “Tri Hita Karana”, “Tat Twam Asi”dan “De Ngaden Awak Bisa”juga

sistem kemasyarakatannya seperti banjar, subak, dan sekaha serta adat gotong-

royong seperti “ ngoopin”, “menyama braya” dan “metilesang raga”, serta masih

banyak yang lainnya. Di Bali juga dikenal “pecalang” sebagai garda terdepan

untuk pengamanan di wilayah desa pakraman, yang diatur oleh awig-awig.

Namun dalam perkembangannya, masuknya Ormas semakin meminggirkan peran

“pecalang” tersebut.

Fenomena kekerasan yang marak akibat bentrok antar ormas yang terjadi

akhir-ahir ini, yang melibatkan dua Ormas besar di Bali (Ormas Baladika dan

Laskar Bali) yang terus berulang, menimbulkan rasa kurang aman pada

masyarakat. Ungkapan yang muncul di masyarakat “merebat ngajak nyama Bali”

(bertengkar dengan saudara) memang benar terjadi, mengingat semakin seringnya

pertikaian antar individu maupun antar kelompok, seperti Ormas. Untuk itu,

sangat perlu kembali menggali kearifan lokal. Nilai dan prinsip tersebut sudah

terbukti ampuh dalam memperkokoh jati diri bangsa yang semestinya dipakai

sebagai landasan, bukan justru ditinggalkan atau hanya sebagai semboyan saja.7

7

I Kadek Mustika, 2016, Kearifan Lokal Jati diri Bangsa, Balipost, Selasa Pon, 12 Juli

2016, h.6.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

9

Hal itu menyatakan adanya kesenjangan antara teori atau ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan realita pelaksanaannya

dilapangan. Berdasarkan hal tersebutlah maka penulis tertarik untuk mengkaji

Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2013 Terkait Dengan Kearifan Lokal di Provinsi Bali.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut maka rumusan

masalah yang akan dikaji adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan Ormas di Provinsi Bali terkait dengan kearifan

lokal masyarakat dalam menjaga ketertiban umum dan terciptanya

kedamaian dalam masyarakat?

2. Bagaimana upaya Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Bali dalam

melaksanakan pengelolaan Ormas di Provinsi Bali untuk menghormati

kearifan lokal masyarakat, berdasarkan Undang-Undang Nomor17 Tahun

2013?

3. Hambatan-hambatan apa yang dijumpai dalam menata Ormas di Provinsi

Bali dalam menghormati kearifan lokal di Provinsi Bali?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Pembatasan terhadap masalah adalah hal yang sangat penting karena tidak

mustahil akan terjadi kekeliruan dalam pengertian bilamana tidak ada pembatasan

ruang lingkup yang sifatnya jelas dan tegas. Pembahasan masalah tanpa ruang

lingkup yang jelas dapat mengaburkan pandangan mengenai permasalahan dan

ketidakfokusan terhadap permasalahan tersebut, sehingga tujuan untuk memahami

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

10

permasalahan berikut usaha pemecahannya tidak akan tercapai. Sebaliknya

apabila pembahasan masalah terlalu sempit, pembahasan tersebut tidak akan

memberikan arti yang bermanfaat secara maksimal terhadap pemahaman masalah.

Pembahasan terkait dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 dibatasi

hanya mengenai Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan Berdasarkan Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2013 Terkait Dengan Kearifan Lokal di Provinsi Bali.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan yang terdiri dari tujuan umum dan tujuan

khusus. Adapun tujuan tersebut adalah sebagai berikut:

1.4.1. Tujuan Umum

Dalam dunia keilmuan dikenal adanya paradigma ilmu sebagai proses. Hal

ini tentunya menjadi landasan bahwa pengkajian terhadap berbagai produk hukum

khususnya terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan harus dilakukan, mengingat pentingnya pengaturan organisasi

kemasyarakatan yang berbasis kearifan lokal di Provinsi Bali. Oleh karena itu,

maka penelitian ini secara umum bertujuan untuk pengembangan ilmu hukum,

terutama terkait upaya pengelolaan organisasi kemasyarakatan di Provinsi Bali. Di

samping itu penulisan hukum yang representatif dan akurat merupakan faktor

strategis bagi berperannya hukum dalam masyarakat yang mendambakan

ketertiban, keadilan, kedamaian, dan kesejahteraan.8

8Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h.166.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

11

1.4.2. Tujuan Khusus

Mendalami permasalahan hukum secara khusus yang bersifat tersirat

dalam rumusan permasalahan penelitian. Penelitian ini diharapkan mencapai

tujuan yang lebih khusus sebagai berikut :

1. Untuk Mengetahui dan menganalisis bagaimana pengaturan Ormas di

Provinsi Bali terkait dengan kearifan lokal masyarakat dalam menjaga

ketertiban umum dan terciptanya kedamaian dalam masyarakat.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis Bagaimana upaya Badan

Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Bali dalam melaksanakan

pengelolaan Ormas di Provinsi Bali untuk menghormati kearifan lokal

masyarakat, berdasarkan Undang-Undang No.17 Tahun 2013.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis Hambatan-hambatan apa yang

dijumpai dalam menata Ormas di Provinsi Bali dalam menghormati

kearifan lokal di Provinsi Bali.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengembangan

ilmu pengetahuan pada umumya dan mempunyai kegunaan praktis pada

khususnya. Disamping itu juga, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

baik secara teoritis maupun praktis yaitu :

1.5.1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yaitu hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan

yang bermanfaat bagi keterlibatan dan usaha Organisasi Kemasyarakatan (Ormas)

yang berbasis kearifan lokal dalam mewujudkan aspirasi dan kepentingan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

12

masyarakat. Selain itu dapat memberikan informasi dan masukan yang

memperjelas konsep dan teori dalam hubungan antar hubungan organisasi-

organisasi masyarakat yang ada.

1.5.2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan nantinya akan memberikan

manfaat dan kontribusi antara lain:

1) Bagi pemerintah, diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai

perumus dan pelaksana kebijakan agar melakukan penegakan

hukum yang tegas terhadap pelanggaran kebijakan tersebut.

2) Bagi Kalangan akademisi, diharapkan dapat bermanfaat dalam

memberikan tambahan pengetahuan dan memberikan konstruksi

berpikir yang metodis atas permasalahan normatif yang

ditimbulkan akibat adanya Undang-Undang Ormas.

3) Bagi masyarakat, diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan

pemahaman terhadap kesadaran dalam mentaati aturan hukum

tentang Ormas yang berbasis kearifan lokal serta kepedulian

terhadap keberadaan Ormas-ormas di Provinsi Bali.

1.6. Orisinalitas Penelitian

Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian dengan judul “Pengaturan

Organisasi Kemasyarakatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013

Terkait Dengan Kearifan Lokal di Provinsi Bali” belum pernah dilakukan oleh

peneliti-peneliti sebelumnya di lingkungan Pasca Sarjana Ilmu Hukum

Universitas Udayana dan Pasca Sarjana Ilmu Hukum di Universitas lain. Akan

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

13

tetapi permasalahan yang berkaitan dengan Organisasi Kemasyarakatan telah

pernah diteliti oleh beberapa orang, yakni :

1. Tahun 2010, Theresia Rifeni Widiartati, Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum

Universitas Indonesia, dengan judul “Keberadaan Organisasi Kemasyarakatan

Berdasarkan Asas Pancasila ditinjau dari Perspektif Hak Asasi Manusia”

adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian tersebut adalah Apakah

Organisasi-organisasi Kemasyarakatan di Indonesia sebagai proses

pendemokratisasian yang berasaskan Pancasila sebagai asas tunggal tersebut

melanggar Hak Asasi Manusia dan Bagaimana Konstitusionalitas keberadaan

Organisasi Kemasyarakatan yang tidak berasaskan asas tunggal Pancasila

terhadap Undang-Undang Ormas.

Hasil penelitian tesis tersebut menyimpulkan berdasarkan Pasal 28 UUD

1945 yaitu “ditetapkan dengan Undang-Undang” tersebut itu menjadi dasar

yang absah bagi keberadaan kewajiban dan tanggungjawab untuk membatasi

hak dan kebebasan sesuai dengan semangat demokrasi dan pinsip negara

hukum. Keberadaan organisasi kemasyarakatan yang tidak berasaskan tunggal

Pancasila itu bertentangan dengan Pancasila tetapi tidak bila melihat dari

indikator rumusan sila-sila Pancasila. Substansi Undang-Undang Ormas itu

sudah tidak sesuai dengan semangat reformasi sehingga perlu segera direvisi.

2. Tahun 2012, Tesis karya Frans Sinatra, Program Pasca Sarjana Institut

Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), dengan judul “Implementasi Kebijakan

Pemerintah Tentang Organisasi Kemasyarakatan di Kantor Kesatuan Bangsa

dan Politik Kota Adminitrasi Jakarta Utara” adapun yang menjadi pokok

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

14

permasalahan dalam penelitian tersebut adalah Bagaimana Implementasi

kebijakan Pemerintah tentang Organisasi Kemasyarakatan pada Kantor

Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Administrasi Jakarta Utara, Faktor

Pendukung dan Penghambat apa yang dihadapi oleh Kantor Kesatuan Bangsa

dan Politik Kota Administrasi Jakarta Utara dalam mengimplementasikan

Kebijakan tentang Organisasi Kemasyarakatan, dan Upaya-upaya apa yang

dilakukan oleh Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Administrasi Jakarta

Utara dalam mengatasi hambatan-hambatan dalam mengimplementasikan

kebijakan tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Hasil penelitian dari tesis tersebut menyimpulkan Dalam implementasi

kebijakan struktur organisasi mempunyai peranan yang penting. Salah satu dari

aspek struktur organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar

(Standard Operating Procedures atau SOP). Fungsi dari SOP menjadi

pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak. Struktur organisasi yang

terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan

red-type, yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya

menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

3. Tahun 2012, Apritisia Dwi Motik, Pascasarjana Magister Ilmu Hukum

Universitas Brawijaya, dengan judul “Pertanggungjawaban pidana Organisasi

Masyarakat (Ormas) yang melakukan tindakan kekerasan. Adapun yang

menjadi pokok permasalahanya adalah bagaimana pertanggungjawaban pidana

organisasi masyarakat yang melakukan kekerasan? dan bagaimana jenis sanksi

pidana yang sesuai bagi organisasi masyarakat yang melakukan kekerasan?

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

15

Hasil penelitian tersebut menyimpulkan Dalam hal pertanggungjawaban

pidana terhadap Organisasi Masyarakat (Ormas) yang melakukan tindak

kekerasan, saat ini tidak terdapat dalam satupun Pasal dari Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Masyarakat maupun Peraturan

Pemerintah Nomor 18 Tahun 1986 yang mengatur mengenai

pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh Organisasi. Berdasarkan

berbagai pengaturan subjek hukum tindak pidana dan yang dapat dimintai

pertanggungjawaban pidana sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) adalah anggota Organisasi Masyarakat atau

individu/perorangan yang melakukan tindak pidana kekerasan yang dapat

dimintai pertanggungjawaban. Berkaitan dengan sanksi pidana bagi Organisasi

Masyarakat (ORMAS) yang melakukan tindakan kekerasan saat ini memang

tidak terdapat dalam satupun Pasal dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985

tentang Organisasi Masyarakat maupun Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun

1986 yang mengatur tentang sanksi pidana bagi organisasinya, tetapi bagi

individu/perorangan yang melakukan tindakan kekerasan yang dapat dijatuhi

sanksi pidana sesuai pelanggaran yang dilakukan dan dijerat dengan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dari ketiga paparan tesis diatas, secara ringkas dapat dikemukakan

perbedaannya dalam tabel dibawah.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

16

Tabel 1. Tesis Tentang Ormas

Nama/Tahun/

Universitas

Judul Penelitian Rumusan Masalah

Theresia Rifenei

Widiartati/2010/

Universitas

Indonesia

Keberadaan

Organisasi

Kemasyarakatan

Berdasakan Asas

Pancasila ditinjau

dari Perspektif

Hak Asasi Manusia

1. Apakah Organisasi-organisasi

kemasyarakatan di Indonesia sebagai

proses pendemokratisasian yang

berasaskan Pancasila sebagai asas

tunggal tersebut melanggar Hak

Asasi Manusia?

2. Bagaimana Konstitusionalitas

keberadaan Organisasi

Kemasyarakatan yang tidak

berasaskan asas tunggal Pancasila

terhadap Undang-Undang Ormas?

Frans

Sinatra/2012/IP

DN

Implementasi

Kebijakan

Pemerintah

Tentang Organisasi

Kemasyarakatan di

Kantor Kesatuan

Bangsa dan Politik

Kota Adminitrasi

Jakarta Utara

1. Bagaimana Implementasi kebijakan

Pemerintah tentang Organisasi

Kemasyarakatan pada Kantor

Kesatuan Bangsa dan Politik Kota

Administrasi Jakarta Utara?

2. Faktor Pendukung dan Penghambat

apa yang dihadapi oleh Kantor

Kesatuan Bangsa dan Politik Kota

Administrasi Jakarta Utara dalam

mengimplementasikan Kebijakan

tentang Organisasi Kemasyarakatan?

3. Upaya-upaya apa yang dilakukan

oleh Kantor Kesatuan Bangsa dan

Politik Kota Administrasi Jakarta

Utara dalam mengatasi hambatan-

hambatan dalam mengimplementasi-

kan kebijakan tentang Organisasi

Kemasyarakatan?

Apritisia Dwi

Motik/2012/Uni

versitas

Brawijaya

Malang

Pertanggung-

jawaban pidana

Organisasi

Masyarakat

(Ormas) yang

melakukan

tindakan kekerasan

1. Bagaimana pertang-gungjawaban

pidana organisasi masyarakat yang

melakukan kekerasan ?

2. Bagaimana jenis sanksi pidana yang

sesuai bagi organisasi masyarakat

yang melakukan kekerasan ?

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

17

Walaupun ke-3 penelitian tersebut diatas merupakan ranah penelitian

dalam bidang Organisasi Kemasyarakatan, namun kajiannya tidak sama dengan

penelitian dalam tulisan ini yang berjudul “Pengaturan Organisasi

Kemasyarakatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Terkait

Dengan Kearifan Lokal Di Provinsi Bali”, karena dalam penelitian ini, baik

mengenai latar belakang, rumusan masalah yang dikaji, maupun pembahasannya

tidak sama dengan ke- 3 penelitian tersebut diatas. Hal ini membuktikan bahwa

tulisan dalam penelitian tesis ini tidak merupakan plagiasi terhadap tulisan diatas.

1.7. Landasan Teoritis

Landasan teoritis adalah upaya mengidentifikasi teori hukum umum/teori

khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum, norma-norma

dan lain-lainnya yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas

permasalahan penelitian. Setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-

pemikiran teoritis, oleh karena hubungan timbal balik yang erat antara teori

dengan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data, analisa serta konstruksi data.

Dengan mengedepankan teori-teori dalam suatu penelitian dapat dijelaskan

fenomena yang dihadapi. Oleh karena itu dalam suatu penelitian semakin banyak

teori-teori, konsep-konsep, dan asas-asas yang berhasil diidentifikasi dan

dikemukakan untuk mendukung penelitian yang sedang dikerjakan maka semakin

tinggi kebenaran yang bisa dicapai.9 Dalam melakukan penelitian ini akan

dipergunakan beberapa teori, konsep dan asas hukum sebagai berikut :

9Ibid, h.39.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

18

1.7.1. Teori Negara Hukum

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945

menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Pernyataan ini

secara eksplisit memberi isyarat bahwa hukum di dalam negara Indonesia

berkedudukan sangat mendasar dan tertinggi (supreme).10

Oleh sebab itu sudah

tentu setiap perbuatan baik yang dilakukan oleh penguasa maupun rakyat

Indonesia haruslah berlandaskan atas koridor hukum.11 Berdasarkan pandangan

dari Friedrich J. Stahl, menyatakan bahwa mengenai negara hukum ditandai oleh

empat unsur pokok yaitu:12

a. Adanya jaminan atas hak-hak asasi manusia.

b. Adanya pembagian kekuasaan.

c. Pemerintahan haruslah berdasarkan peraturan-peraturan hukum (wetmatig

van bestuur); dan

d. Adanya peradilan administrasi negara (PTUN) yang bertugas menangani

kasus perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah (onrechtmatige

overheidsdaad).

Di samping itu Ismail Suny dalam tulisannya “Mekanisme Demokrasi

Pancasila” memiliki pandangan bahwa suatu negara dapat dikatakan sebagai

negara hukum harus memenuhi unsur-unsur tertentu yang meliputi:13

a. Menjunjung tinggi hukum. b. Adanya pembagian kekuasaan. c. Adanya perlindungan terhadap HAM serta remedy-remedy procedural

untuk mempertahankannya.

d. Dimungkinkan adanya peradilan administrasi.

10

Imam Syaukani, 2007, Dasar-Dasar Politik Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

h.83. 11

Ahmad Kamil, 2008, Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi, Kencana, Jakarta, h.19. 12

Dasril Radjab, 2005, Hukum Tata Negara Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, h.77. 13

C.S.T. Kansil, et. Al, 2008, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Rineka Cipta,

Jakarta, h.87.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

19

Suatu negara hukum haruslah memenuhi setidak-tidaknya ciri atau unsur

sebagai berikut:14

a. Constitutionalism, bahwa konstitusionalisme diterima sebagai bentuk

kesepakatan, baik kesepakatan bersama terhadap tujuan dan cita-cita,

kesepakatan bahwa rule of law merupakan landasan penyelenggaraan

negara, maupun kesepakatan tentang bentuk institusi dan prosedur

ketatanegaraan.

b. Law Governs the Government, bahwa pembentuk undang-undang terikat

oleh pembatasan-pembatasan yang ditentukan dalam konstitusi.

c. An Independent Judiciary, bahwa kekuasaan peradilan haruslah

merdeka, serta menjamin tegaknya rule of law melalui pemisahan

kekuasaan dan check and balances.

d. Law Must be Fairly and Consistently Applied, bahwa hukum harus

diterapkan secara adil dan konsisten tanpa adanya diskriminasi.

e. Law is Transparent and Accessible to All, bahwa hukum harus bersifat

transparan dan dapat diakses oleh semua orang saat yang tepat dan

dihormati oleh pihak-pihak lain yang memiliki akses serupa terhadap

keberadaan hukum yang berlaku.

f. Application of Law is Efficient and Timely, bahwa hukum haruslah

diterapkan secara efisien dan tepat waktu.

g. Property and Economic Rights are Protected, including Contracts,

bahwa harus adanya perlindungan terhadap pembangunan di bidang

14

I Dewa Gede Palguna, 2013, Pengaduan Konstitusional (Constitutional Complaint):

Upaya Hukum Terhadap Pelanggaran Hak-Hak Konstitusional Warga Negara, Sinar Grafika,

Jakarta, h.30.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

20

ekonomi, adanya perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual,

terhadap kebebasan berkontrak.

h. Human and Intellectual Rights are Protected, bahwa konsepsi tentang

keberadaan hak-hak individu dan pemerintahan harus menghormati

hak-hak yang dimaksud.

i. Law can be Changed by An Established Process which itseft is

Transparent and Accessible to All, bahwa hukum dapat diubah, namun

demikian prosedur perubahan tersebut haruslah bersifat transparan dan

dapat diakses oleh semua orang.

Dari uraian di atas dapat disimak bahwa adanya unsur asas legalitas dalam

unsur rechtsstaat mengamanatkan agar setiap tindakan pemerintah harus berdasar

atas hukum. Dengan kata lain, dalam unsur negara hukum Pancasila, asas legalitas

menjadi hal yang penting. Pemerintah dalam melaksanakan kewenangannya

pertama-tama harus memiliki legalitas sehingga perbuatan atau tindakan

pemerintah tidak melanggar hak asasi manusia dan tidak menyebabkan seseorang

atau sekelompok orang tidak mendapat perlindungan hukum.

1.7.2. Konsep Kepastian Hukum

Kepastian hukum merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam

hal penegakan hukum, dimana kepastian hukum yang dimaksud adalah

perlindungan hukum terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa

seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

21

tertentu.15

Kepastian hukum itu sendiri tidak hanya mempersoalkan hubungan

hukum antara warga negara dan negara, karena sebagai sebuah nilai, esensi dari

kepastian hukum adalah masalah perlindungan terhadap warga negara dari

tindakan kesewenang-wenangan.

Pendapat mengenai kepastian hukum dikemukakan pula oleh Jan M. Otto

sebagaimana dikutip oleh Sidharta, yaitu bahwa kepastian hukum dalam situasi

tertentu mensyaratkan sebagai berikut:16

1) Tersedia aturan-aturan hukum yang jelas atau jernih, konsisten dan

mudah diperoleh (accesible), yang diterbitkan oleh kekuasaan negara;

2) Bahwa instansi-instansi penguasa (pemerintahan) menerapkan aturan-

aturan hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat

kepadanya;

3) Bahwa mayoritas warga pada prinsipnya menyetujui muatan isi dan

karena itu menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan

tersebut;

4) Bahwa hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak

menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu

mereka menyelesaikan sengketa hukum; dan

5) Bahwa keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.

Kelima syarat yang dikemukakan Jan M. Otto tersebut menunjukkan

bahwa kepastian hukum dapat dicapai jika substansi hukumnya sesuai dengan

kebutuhan masyarakat. Aturan hukum yang mampu menciptakan kepastian

hukum adalah hukum yang lahir dari dan mencerminkan budaya masyarakat.

Kepastian hukum yang seperti inilah yang disebut dengan kepastian hukum yang

sebenarnya (realistic legal certainty), yaitu mensyaratkan adanya keharmonisan

antara negara dengan rakyat dalam berorientasi dan memahami sistem hukum.

15

E. Fernando M. Manullang, 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan; Tinjauan Hukum

Kodrat Dan Antinomi Nilai, Buku Kompas, Jakarta, h.92. 16

Shidarta, 2006, Moralitas Profesi Hukum: Suatu Tawaran Kerangka Berpikir, Refika

Aditama, Bandung, h.85.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

22

1.7.3. Teori Efektivitas Hukum

Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto17

adalah bahwa

efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu :

1. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang).

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

atau diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena

merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada

efektivitas penegakan hukum. Pada elemen pertama, yang menentukan dapat

berfungsinya hukum tertulis tersebut dengan baik atau tidak adalah tergantung

dari aturan hukum itu sendiri.

Menurut Soerjono Soekanto18

ukuran efektivitas pada elemen pertama

adalah:

1. Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu sudah

cukup sistematis.

2. Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu sudah

cukup sinkron, secara hierarki dan horizontal tidak ada pertentangan.

3. Secara kualitatif dan kuantitatif peraturan-peraturan yang mengatur

bidang-bidang kehidupan tertentu sudah mencukupi.

4. Penerbitan peraturan-peraturan tertentu sudah sesuai dengan

persyaratan yuridis yang ada.

Pada elemen kedua yang menentukan efektif atau tidaknya kinerja hukum

tertulis adalah aparat penegak hukum. Dalam hubungan ini dikehendaki adanya

aparatur yang handal sehingga aparat tersebut dapat melakukan tugasnya dengan

17 Soerjono Soekanto I, loc.cit.

18

Soerjono Soekanto, 1983, Penegakan Hukum , Bina Cipta, Bandung (Selanjutnya

disebut Soerjono Soekanto II), h.80.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

23

baik. Kehandalan dalam kaitannya disini adalah meliputi keterampilan profesional

dan mempunyai mental yang baik.

Menurut Soerjono Soekanto19

bahwa masalah yang berpengaruh terhadap

efektivitas hukum tertulis ditinjau dari segi aparat akan tergantung pada hal

berikut :

1. Sampai sejauh mana petugas terikat oleh peraturan-peraturan yang ada.

2. Sampai batas mana petugas diperkenankan memberikan kebijaksanaan.

3. Teladan macam apa yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada

masyarakat.

4. Sampai sejauh mana derajat sinkronisasi penugasan-penugasan yang

diberikan kepada petugas sehingga memberikan batas-batas yang tegas

pada wewenangnya.

Pada elemen ketiga, tersedianya fasilitas yang berwujud sarana dan

prasarana bagi aparat pelaksana di dalam melakukan tugasnya. Sarana dan

prasarana yang dimaksud adalah prasarana atau fasilitas yang digunakan sebagai

alat untuk mencapai efektivitas hukum. Sehubungan dengan sarana dan prasarana

yang dikatakan dengan istilah fasilitas ini, Soerjono Soekanto20

memprediksi

patokan efektivitas elemen-elemen tertentu dari prasarana, dimana prasarana

tersebut harus secara jelas memang menjadi bagian yang memberikan kontribusi

untuk kelancaran tugas-tugas aparat di tempat atau lokasi kerjanya. Adapun

elemen-elemen tersebut adalah :

1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik.

2. Prasarana yang belum ada perlu diadakan dengan memperhitungkan

angka waktu pengadaannya.

3. Prasarana yang kurang perlu segera dilengkapi.

4. Prasarana yang rusak perlu segera diperbaiki.

5. Prasarana yang macet perlu segera dilancarkan fungsinya.

19

Ibid, h.82.

20

Ibid.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

24

6. Prasarana yang mengalami kemunduran fungsi perlu ditingkatkan lagi

fungsinya.

Kemudian ada beberapa elemen pengukur efektivitas yang tergantung dari

kondisi masyarakat, yaitu :21

1. Faktor penyebab masyarakat tidak mematuhi aturan walaupun

peraturan yang baik.

2. Faktor penyebab masyarakat tidak mematuhi peraturan walaupun

peraturan sangat baik dan aparat sudah sangat berwibawa.

3. Faktor penyebab masyarakat tidak mematuhi peraturan baik, petugas

atau aparat berwibawa serta fasilitas mencukupi.

Elemen tersebut di atas memberikan pemahaman bahwa disiplin dan

kepatuhan masyarakat tergantung dari motivasi yang secara internal muncul.

Internalisasi faktor ini ada pada tiap individu yang menjadi elemen terkecil dari

komunitas sosial. Oleh karena itu pendekatan paling tepat dalam hubungan

disiplin ini adalah melalui motivasi yang ditanamkan secara individual. Dalam hal

ini, derajat kepatuhan hukum masyarakat menjadi salah satu parameter tentang

efektif atau tidaknya hukum itu diberlakukan sedangkan kepatuhan masyarakat

tersebut dapat dimotivasi oleh berbagai penyebab, baik yang ditimbulkan oleh

kondisi internal maupun eksternal.

Teori efektivitas hukum yang dikemukakan Soerjono Soekanto tersebut

relevan dengan teori yang dikemukakan oleh Romli Atmasasmita22

yaitu bahwa

faktor-faktor yang menghambat efektivitas penegakan hukum tidak hanya terletak

pada sikap mental aparatur penegak hukum (hakim, jaksa, polisi dan penasihat

hukum) akan tetapi juga terletak pada faktor sosialisasi hukum yang sering

diabaikan.

21

Ibid, h.83.

22Romli Atmasasmita, 2001, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia & Penegakan

Hukum, Mandar Maju, h.55.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

25

Menurut Soerjono Soekanto23

efektif adalah taraf sejauh mana suatu

kelompok dapat mencapai tujuannya. Hukum dapat dikatakan efektif jika terdapat

dampak hukum yang positif, pada saat itu hukum mencapai sasarannya dalam

membimbing ataupun merubah perilaku manusia sehingga menjadi perilaku

hukum.

Sehubungan dengan persoalan efektivitas hukum, pengidentikkan hukum

tidak hanya dengan unsur paksaan eksternal namun juga dengan proses

pengadilan. Ancaman paksaan pun merupakan unsur yang mutlak ada agar suatu

kaidah dapat dikategorikan sebagai hukum, maka tentu saja unsur paksaan ini pun

erat kaitannya dengan efektif atau tidaknya suatu ketentuan atau aturan hukum.

Jika suatu aturan hukum tidak efektif, salah satu pertanyaan yang dapat muncul

adalah apa yang terjadi dengan ancaman paksaannya? Mungkin tidak efektifnya

hukum karena ancaman paksaannya kurang berat, mungkin juga karena ancaman

paksaan itu tidak terkomunikasi secara memadai pada warga masyarakat24

.

Membicarakan tentang efektivitas hukum berarti membicarakan daya kerja

hukum itu dalam mengatur dan atau memaksa masyarakat untuk taat terhadap

hukum. Hukum dapat efektif jikalau faktor-faktor yang mempengaruhi hukum

tersebut dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya. Ukuran efektif atau tidaknya

suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dilihat dari perilaku

masyarakat. Suatu hukum atau peraturan perundang-undangan akan efektif

apabila warga masyarakat berperilaku sesuai dengan yang diharapkan atau

23Soerjono Soekanto, 1988, Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi, CV. Ramadja

Karya, Bandung, (Selanjutnya disebut dengan Soerjono Soekanto III), h.80.

24Achmad Ali, 1998, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum Yarsif Watampone,

Jakarta, (Selanjutnya disebut Achmad Ali I), h.186.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

26

dikehendaki oleh atau peraturan perundang-undangan tersebut mencapai tujuan

yang dikehendaki, maka efektivitas hukum atau peraturan perundang-undangan

tersebut telah dicapai.

1.7.4. Konsep Kearifan Lokal

Kearifan lokal terdiri dari dua kata yaitu kearifan dan lokal. Kearifan

berasal dari kata arif yaitu bijaksana dan lokal adalah terjadi di suatu tempat saja

atau tidak merata.25

Kajian mendalam terhadap berbagai kearifan lokal dapat dipahami sebagai

keseluruhan ciri-ciri kebudayaan yang dimiliki bersama oleh sebuah masyarakat

sebagai hasil dari pengalaman masyarakat pada masa lampau.26

Berdasarkan

keterangan tersebut, definisi kearifan lokal adalah seperangkat sistem nilai, norma

dan tradisi yang dijadikan sebagai acuan bersama oleh suatu kelompok sosial

dalam menjalin hubungan dengan Tuhan, alam dan sesama manusia.27

Sistem nilai, norma dan tradisi yang tumbuh dalam masyarakat menjadi

sebuah kearifan lokal merupakan potensi nilai-nilai dan norma yang ada dalam

masyarakat yang dapat digunakan sebagai alat untuk proses penguatan relasi

sosial, baik komunitas maupun antar komunitas. Kearifan lokal dapat dinilai

sebagai nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, persaudaraan dan nilai keteladanan

yang penting untuk senantiasa dilestarikan, terutama dalam menghadapi

25

Pusat Pengembangan Bahasa, DEPDIKBUD, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Balai Pustaka, Jakarta, h.530. 26

Ayatohaedi (ed), 1986, Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius), Pustaka Jaya,

Jakarta, h.46. 27

Afif HM (ed), 2009, Harmonisasi Agama Dan Budaya Di Indonesia 2, Balai Penelitian

dan Pengembangan Agama, Jakarta, h.218.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

27

perubahan di semua aspek kehidupan. Oleh karena itu, kearifan lokal terkait

dengan nilai adiluhung yang mengakar dalam budaya masyarakat.

Menurut Clifford Geertz, kebudayaan merupakan suatu pola makna-makna

yang diteruskan secara historis yang terwujud dalam simbol-simbol. Kebudayaan

merupakan suatu sistem yang diwariskan dan terungkap dalam bentuk-bentuk

simbolis sehingga manusia berkomunikasi, melestarikan dan mengembangkan

pengetahuan mereka tentang kehidupan dan sikap-sikap terhadap kehidupan.28

Pendapat Durkheim seperti dikutip oleh Turner, menyatakan bahwa

tindakan sosial atau proses sosial dalam masyarakat mengidentifikasikan

kontribusi yang diperankan oleh aktor-aktor dalam masyarakat, sehingga aktor

tersebut memberikan pemeliharaan dan perubahan struktur sosial yang

bersangkutan. Untuk melihat sebuah tindakan dan proses sosial harus dianalisis

tentang kemungkinan yang ditimbulkan dari proses sosial yang dipolakan melalui

keteraturan dalam institusional tertentu.29

Teori Talcott Parsons dikutip oleh Soerjono Soekanto mengindikasikan

adanya hubungan timbal balik antara empat sistem aksi yang terdiri dari

kebudayaan, struktur sosial, kepribadian dan organisasi. Parsons menyebut

keseluruhan empat sistem aksi sebagai sebuah organisme. Organisme merupakan

sub sistem yang berpengaruh terhadap pencapaian tujuan dan pengambilan

keputusan. Parsons memandang terjadinya integrasi antara sistem aksi dan

kebudayaan sehingga dalam sistem sosial, sistem kepribadian berpengaruh kuat

28

Clifford Geertz, 1992, Kebudayaan dan Agama, terj Fransisco Budi Hardiman,

Kanisius, Yogyakarta, h.3. 29

Bryan S. Turner, 2009, Teori Sosial dari Klasik sampai Postmodern, Terj E. Setyawati

dan Roh Shufiyati, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h.158.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

28

dan menjadi prasyarat penting terbentuknya sistem sosial. Teori fungsionalis

Talcott Parsons dalam karyanya The Structure of Social Action yang dipaparkan

oleh Soekanto menekankan sebuah elemen penting dalam sebuah koordinasi

mekanisme dari seorang aktor dalam masyarakat. Arah teoritis dari analisa

Parsons adalah solusi untuk masalah-masalah keteraturaan tatanan sosial harus

dicari dalam eksistensi dan fungsi elemen-elemen normatif manusia.30

Pertama dengan adanya sosialisasi, sosialisasi berfungsi memadukan aktor

dalam masyarakat dengan pola-pola kultural dan diterpadukan dalam sebuah

sistem personalitas dan institusionalisasi yang bertujuan untuk memperkuat pola-

pola kultural. Parsons menyebutkan bahwa otonomi aktor dalam masyarakat

merupakan akibat dari proses pertumbuhan sosial yang perlu diselidiki di mana

hubungan-hubungan sosial dan pola-pola kultural memainkan peranan penting.31

Kedua, menyebutkan tentang integrasi institusional sempurna (complete

institutional integration of individual motivation) yang dimaknai sebagai sebuah

keinginan dari aktor-aktor dalam masyarakat untuk tujuan sosial yang diinginkan

dengan menggunakan cara-cara yang secara sosial dianjurkan dan struktur

interaksinya direka sedemikian rupa oleh tindakan aktor-aktor dalam masyarakat

dan akan berdampak positif bagi mitra relasinya.

Dalam konteks membagun toleransi dari kearifan lokal merupakan kajian

yang bermuara kepada pendekatan budaya yang diyakini dapat menjelaskan akar

konflik yang terjadi dalam masyarakat. Keyakinan ini diperkuat bahwa pemikiran

30

Soejono Soekanto dan Ratih Lestarini, 1988, Fungsionalisme dan Teori Konflik dalam

Perkembangan Sosiologi , Sinar Grafika, Jakarta, h.41. 31

Bryan S. Turner, op.cit, h.170.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

29

tentang budaya ialah cara pandang sekelompok orang untuk hidup, berpikir,

merasakan, mengatur diri mereka dan membagi kehidupan bersama.32

Kearifan lokal dinilai sebagai media untuk membangun kehidupan

harmonis dalam masyarakat. Implementasi kearifan lokal didasarkan kepada

perkembangan budaya dan kondisi sosial yang terjadi dalam masyarakat yang

selalu berubah dari waktu ke waktu agar penerapan nilainya mudah diterima oleh

masyarakat. Implikasi nilai kearifan lokal telah menjadi acuan kehidupan

bermasyarakat yang dikembangkan dari generasi ke generasi.

1.8. Metode Penelitian

Untuk memperoleh, mengumpulkan, serta menganalisa setiap data maupun

informasi yang sifatnya ilmiah, diperlukan metode agar karya tulis ilmiah

mempunyai susunan yang sistematis dan konsisten. Van Peursen menerjemahkan

pengertian metode sebagai suatu jalan yang harus ditempuh menjadi penyelidikan

atau penelitian berlangsung menurut suatu rencana tertentu.33

1.8.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam membahas masalah ini adalah

penelitian hukum empiris. Salah satu ciri penelitian ilmu hukum dengan aspek

empiris beranjak dari adanya kesenjangan antara das solen dengan das sein yaitu

kesenjangan antara teori atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku dengan realita pelaksanaannya dilapangan.34

Kesenjangan itu terdapat

32

Afif HM (ed), op.cit, h.221. 33

Johny Ibrahim, 2006, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Bayu

Publishing, Malang, h.26. 34

Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana,

2013, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Tesis dan Penulisan Tesis Program Studi Magister

(S2) Ilmu Hukum, h.52.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

30

pada Pasal 21 jo Pasal 59 Undang-Undang Ormas dengan kenyataan di lapangan

yaitu terjadinya bentrok atau konflik fisik yang terjadi antara beberapa Ormas

dan juga belum adanya penerapan dan pengamalan terkait dengan konsep kearifan

lokal yang terdapat di Provinsi Bali.

1.8.2. Sifat Penelitian

Pada Penelitian deskriptif pada umumnya, termasuk pula didalamnya

penelitian ilmu hukum bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu

individu atau kelompok tertentu, keadaan, gejala, atau untuk menentukan suatu

gejala atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan

gejala lain di masyarakat.35

Penulis bermaksud untuk mendeskripsikan dan

menggambarkan Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan Berdasarkan Undang

Nomor 17 Tahun 2013 Terkait Dengan Kearifan Lokal di Provinsi Bali.

1.8.3. Data dan Sumber Data

Data yang diteliti dalam ilmu hukum dengan aspek empiris ada dua jenis

data yaitu data primer dan data sekunder. Data Primer adalah data yang bersumber

dari penelitian lapangan, yaitu suatu data yang diperoleh langsung dari sumber

pertama dilapangan yaitu baik dari responden maupun informan. Sedangkan data

sekunder suatu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu data yang

diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber

dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan hukum.36

Dalam penelitian ini data yang diperoleh dari lapangan dalam hal ini penelitian

dilakukan di Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik Provinsi Bali.

35

Ibid, h.50. 36

Ibid, h.51.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

31

Bahan hukum terdiri bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan

bahan hukum tersier. Bahan hukum primer meliputi : Peraturan Perundang-

undangan yang berlaku di Indonesia yang terkait dengan Organisasi

Kemasyarakatan :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan.

c. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan.

d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2012 tentang

Pedoman Pendaftaran Organisasi Kemasyarakatan di Lingkungan

Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.

e. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1990 tentang

Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat.

Bahan atau sumber hukum sekunder meliputi hasil-hasil penelitian,

pendapat pakar hukum, karya tulis hukum yang termuat dalam media massa,

buku-buku hukum (Text Book), dan jurnal-jurnal hukum. Bahan hukum tersier

meliputi kamus hukum dan ensiklopedia. Internet yang memuat tentang hal-hal

yang berhubungan dengan Organisasi Kemasyarakatan khususnya.37

37

Ibid, h.52.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

32

1.8.4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan tesis

ini yaitu :

1) Teknik Studi Dokumen

Studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam setiap

penelitian ilmu hukum, baik dalam penelitian ilmu hukum dengan aspek

normatif maupun dalam penelitian ilmu hukum dengan aspek empiris,

karena meskipun aspeknya berbeda namun keduanya adalah penelitian

ilmu hukum yang selalu bertolak dari premis normatif. Studi dokumen

dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan

penelitian.

2) Teknik Wawancara (Interview)

Wawancara adalah merupakan salah satu teknik yang sering dan paling

lazim digunakan dalam penelitian ilmu hukum dengan aspek empiris.

Dalam hal ini yang menjadi Teknik wawancara dalam penelitian ini

adalah data dan informasi yang peneliti peroleh dari pihak terkait

kebijakan penataan Ormas di Provinsi Bali khususnya pada Badan

Kesbangpol Provinsi Bali sehingga nantinya akan memberikan data yang

valid, disamping itu juga wawancara dilakukan dengan sample 10 Ormas

yang terdaftar di Badan Kesbangpol Provinsi Bali.

1.8.5. Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Dalam proposal penelitian agar diuraikan secara tegas dan jelas teknik

pengambilan sampel yang dipergunakan, apakah akan menggunakan teknik

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

33

probabilitas/teknik random sampling ataukah akan digunakan teknik non

probabilitas/non random sampling. Populasi adalah keseluruhan dari obyek

pengamatan atau obyek penelitian, sedangkan sampel adalah bagian dari populasi

yang akan diteliti yang dianggap mewakili populasinya.38

Teknik penentuan

sampel yang dipergunakan dalam penulisan tesis ini adalah teknik non probability

sampling yaitu purposive sampling. Dimana penarikan sampel dilakukan

berdasarkan tujuan tertentu yaitu sampel dipilih atau ditentukan sendiri oleh si

peneliti, yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan

bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu

yang merupakan ciri utama dari populasinya.39

Populasi dalam penelitian ini

adalah Organisasi Kemasyarakatan yang sudah terdaftar di Badan Kesatuan

Bangsa dan Politik Provinsi Bali, dan sample dalam penelitian ini adalah 10

(sepuluh) Organisasi Kemasyarakatan yang sudah terdaftar di Badan Kesatuan

Bangsa dan Politik Provinsi Bali berdasarkan kelompok Ormas sebanyak 2

sample mewakili masing-masing kelompok Organisasi Kemasyarakatan.

1.8.6. Pengolahan dan Analisis Data

Apabila keseluruhan data yang diperoleh dan sudah terkumpul baik

melalui studi kepustakaan ataupun dengan wawancara, kemudian mengolah dan

menganalisis secara kualitatif, yaitu dengan menghubungkan antara data yang ada

yang berkaitan dengan pembahasan dan selanjutnya disajikan secara deskriptif

analisis.40

Maksudnya data yang telah rampung tadi dipaparkan dengan disertai

analisis sesuai dengan teori yang terdapat pada buku-buku literatur dan peraturan

38

Ibid, h.55-56.

39

Ibid, h.63. 40

Zainuddin Ali, op.cit, h.104.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · Organisasi Kemasyarakatan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik baik itu di Provinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

34

perundang-undangan yang berlaku, guna mendapatkan kesimpulan sebagai akhir

dari penulisan tesis ini.